A.
Metode Pembelajaran Aqidah Akhlak
Metode
berasal dari dua perkataan, yaitu meta dan hodos. Meta berarti
"melalui" dan hodos berarti "jalan" atau
"cara."[1]
Dengan demikian metode dapat berarti cara atau
jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan. “Metode diartikan juga sebagai sarana untuk
menemukan, menguji dan menguji dan menyusun data yang diperlukan bagi
pengembangan disiplin sesuatu”.[2]
Metode pada hakikatnya adalah jalan atau cara untuk mencapai tujuan.[3]
Dari pengertian-pengertian di atas metode adalah jalan untuk mencapai tujuan
yang bermakna untuk ditempatkan pada posisi sebagai cara dalam menemukan,
menguji dan menyusun data yang diperlukan bagi pengembangan ilmu atau pemikiran secara sistematika.
Metode
memiliki kaitan erat dengan pendidikan Islam, sehingga mengandung arti sebagai
jalan untuk menanamkan pengetahuan agama
pada diri seseorang agar menjadi pribadi yang Islami. Karena itu metode
dalam pendidikan Islam diartikan sebagai suatu cara untuk memahami, menggali,
dan mengembangkan ajaran Islam, sehingga terus berkembang sesuai dengan
perkembangan zaman. Dalam al-Qur'an metode indentik dengan Thariqah yang
terdiri dari objek, fungsi, sifat, akibat dan sebagainya.
Penerapan suatu
metode dalam setiap situasi pengajaran haruslah mempertimbangkan dan
memperhatikan berbagai kemungkinan-kemungkinan yang dapat mempertinggi mutu dan
efektifitas suatu metode tertentu. Kalau tidak, maka bukan saja akan berakibat
proses pengajaran terhambat, akan tetapi akan berakibat lebih jauh, yaitu tidak
tercapai tujuan pengajaran sebagaimana yang telah ditetapkannya.
Dalam kegiatan belajar mengajar atau proses
pembelajaran, metode merupakan komponen yang tidak kalah penting dengan
komponen lainnya. Metode merupakan alat untuk memotivasi peserta didik dan
sebagai alat untuk mencapai tujuan pembelajaran. Ada berbagai macam pengertian
metode menurut para ahli dalam mendefinisikannya antara lain sebagai berikut:
Humadi Tatapangarsa dalam buku Methodology Pendidikan Agama Islam
mendefinisikan bahwa “methode berasal dari kata Inggris method yang
artinya cara. Ada pula orang yang mengatakan, bahwa methode berasal dari kata metodeos
yang artinya jalan ke. Maka methode boleh diartikan: cara, yang di dalam
fungsinya merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan”.[4] Menurut Wina Sanjaya
metode adalah “upaya mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam
kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercacapai secara optimal, ini
yang dinamakan metode. Ini berarti, metode digunakan untuk merealisasikan
strategi yang telah diterapkan”.[5]
Sedangkan menurut Muhibbin Syah “metode secara harfiyah
berarti cara. Dalam pemakaian yang umum metode diartikan sebagai cara melakukan
suatu kegiatan atau cara melakukan pekerjaan dengan menggunakan fakta dan
konsep-konsep secara sistematis’’[6] Ahmad Tafsir juga
mendefinisikan metode sebagai berikut: Metode ialah istilah yang digunakan
untuk mengungkapkan pengertian “cara yang paling tepat dan cepat dalam
melakukan sesuatu.[7]
Berdasarkan pengertian metode dari berbagai ahli
pendidikan tersebut peneliti dapat menyimpulkan bahwa metode merupakan alat
atau cara yang digunakan untuk mencapai tujuan dengan menerapkan rencana yang
telah disusun secara sistematis. Metode merupakan komponen dari kurikulum yang
amat penting selain tujuan, materi bahan ajar, dan evaluasi. Karena itu,
semakin baik atau tepat metode yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar
atau pembelajaran maka akan semakin efektif dalam memperoleh tujuan yang ingin
dicapai. Ketika proses belajar mengajar berlangsung maka akan terdapat dua
kegiatan yaitu kegiatan guru berupa mengajar sedangkan murid melakukan
aktifitas belajar. Guru dengan sadar berusaha mengatur lingkungan belajar agar
peserta didik bersemangat ketika proses pembelajaran berlangsung. Pada saat
mengajar terjadi penerapan seperangkat teori dan pengalaman yang guru gunakan
dalam mempersiapkan program pengajaran yang sistematis. Oleh karena itu, proses
pembelajaran yang efektif amat diperlukan bagi guru dan peserta didik.
Proses pembelajaran efektif merupakan proses
pembelajaran yang mampu memberikan hasil belajar maksimal berupa penguasaan
pengetahuan, kemampuan, sikap, dan ketrampilan kepada peserta didik berdasarkan
tujuan pembelajaran yang ditetapkan. Proses pembelajaran tersebut perlu
dirancang dengan memanfaatkan teori-teori belajar dan pembelajaran sehingga
seluruh potensi yang terkait dengan proses pembelajaran dapat dipergunakan
secara optimal.[8]
Dalam rangka mencapai hasil yang diharapkan, sebelum
menerapkan suatu metode tertentu sebaiknya guru terlebih dahulu melihat situasi
dan kondisi yang paling tepat metode apa yang cocok digunakan agar proses
pembelajaran tersebut dapat mencapai tujuan pendidikan. Ada berbagai macam
metode yang dapat dipilih guru dalam kegiatan mengajar tetapi tidak semua
metode dapat dikatakan baik juga sebaliknya. Jadi, ketepatan memilih suatu
metode sesuai dengan tuntutan pembelajaran sangat menentukan kebaikan suatu
metode.
Adapun metode pembelajaran yang biasa digunakan dalam
pembelajaran mata pelajaran aqidah akhlak diantaranya:
1.
Metode Ceramah
Metode ceramah adalah suatu metode dalam pendidikan dimana
cara penyampaian materi kepada anak didik dengan jalan penerapan penuturan
secara lisan untuk menjelaskan uraiannya, guru dapat menggunakan alat-alat bantu mengajar yang lain, misalnya
gambar-gambar, peta, denah atau alat peraga lainnya.[9] Kelebihannya:
Dalam waktu relatif singkat dapat disampaikan bahan sebanyak-banyaknya, guru
dapat menguasai seluruh kelas dengan mudah walaupun jumlah murid cukup banyak,
dapat menghemat waktu, semua siswa mempunyai kesempatan yang sama dalam
mendengar dan keterangan atau konsep yang disampaikan guru dapat berurutan
Adapun kekurangannya: Siswa menjadi
pasif karena mereka tidak mempunyai kesempatan untuk menemukan sendiri, guru
sukar untuk mengetahui pemahaman anak terhadap bahan-bahan yang diberikan,
materi yang diceramahkan mudah dilupakan siswa, menimbulkan rasa bosan pada
siswa dan pada umumnya siswa memahami masalah secara verbal.[10]
2.
Metode Tanya Jawab
Metode tanya jawab adalah suatu cara
penyajian pelajaran bentuk pertanyaan yang perlu dijawab oleh siswa, penggunaan
metode tanya jawab bermaksud memotivasi siswa untuk bertanya. Metode ini pun
ada kelebihan dan kekurangannya. Adapun kelebihan metode tanya jawab
adalah: situasi kelas akan lebih hidup
karena anak didik aktif menyampaikan pemikirannya, melatih agar siswa berani
mengemukakan murid pendapat secara teratur dan guru dapat mengontrol pemahaman
murid pada masalah yang dibicarakan. Adapun kekurangannya: apabila terjadi
perbedaan pendapat akan banyak memakan waktu untuk menyelesaikannya,
kemungkinan terjadi penyimpangan perhatian anak didik terutama apabila terdapat
jawaban yang kebetulan menarik perhatiannya, tetapi bukan sasaran yang dituju
dan kurang dapat secara cepat merangkum bahan-bahan yang dipelajari.
Metode tanya jawab cocok digunakan
untuk mengajar bidang studi Akidah Akhlak dimana ada siswa yang tidak fokus
terhadap pelajaran, karena pelajaran Akidah Akhlak ini biasanya diberikan pada
akhir jam pelajaran dengan sendirinya siswa jenuh dengan pelajaran lain dan
siswa sering mengantuk, dengan metode ini dapat merangsang kepada apa yang
sedang dibicarakan proses belajar mengajar berjalan guru yang bertanya
(mengajukan pertanyaan dan siswa yang menjawab) sehingga dapat terangsang
perhatiannya pada masalah yang sedang dibicarakan.[11]
3.
Metode Pemberian Tugas
Pemberian tugas adalah suatu pekerjaan yang harus siswa
selesaikan tanpa terikat dengan tempat pemberian tugas belajar, biasanya
dikaitkan dengan resitasi adalah suatu persoalan yang berhubungan dengan
masalah pelaporan siswa sesudah setelah mereka selesai mengerjakan suatu tugas.[12] Ada
kelebihan dan kekurangannya metode ini. Kelebihannya adalah: baik sekali untuk
mengisi waktu luang, memupuk rasa tanggung jawab pada apa yang telah dikerjakan
dan melatih anak didik kepada norma-norma disiplin
Adapun kekurangannya adalah: guru tidak
dapat mengawasi pelaksanaan tugas ini sehingga kemungkinan siswa mengantuk,
siswa yang tidak mampu mengerjakan tugasnya akan berusaha menghindari pelajaran
tersebut dengan berbagai alasan dan jika semua pelajaran diberikan tugas,
menyebabkan kesukaran bagi anak didik dalam membagi waktu untuk semua tugasnya.
4.
Metode Diskusi
Diskusi adalah memberikan alternative jawaban untuk
membantu menyelesaikan masalah dan metode ini merupakan bagian yang terpenting
dalam menjelaskan sesuatu masalah. Serta membantu siswa untuk berpikir dan
mengeluarkan pendapat sendiri. Metode ini juga memiliki kelebihan dan
kekurangannya. Adapun kelebihannya: kemungkinan anak didik yang tidak ikut aktif,
sehingga bagi anak ini, diskusi merupakan kesempatan untuk melepaskan diri dari
tanggung jawab, siswa yang peduli akan mendominasi dalam diskusi dan memerlukan
waktu yang banyak.[13]
Berdiskusi adalah kegiatan manusia yang alamiah, sesuatu
kegiatan yang menarik kreatif dan mengasikkan. Dalam suatu diskusi para peserta
berfikir bersama dan mengungkapkan fikirannya, sehingga menimbulkan pengertian
pada dirinya sendiri, pada kawan-kawan diskusi dan juga pada masalah yang di diskusikan.[14] Dan dapat
menimbulkan pemahaman yang lebih kongkrit oleh karena itu metode ini merupakan
salah satu metode yang ampuh dan menarik.
Dengan metode ini para peserta tidak hanya dilatih untuk
membahas masalah, memecahkan persoalan melalui tukar pikiran dilatih juga
teknik wawancara sistematis dan efektif dan analisa dari pembimbing akan
membantu proses belajar para siswa.
5.
Metode Latihan
Metode latihan adalah cara mengajar untuk menanamkan
kebiasaan tertentu juga sebagai sarana untuk memelihara kebiasaan yang baik
selain itu metode ini dapat digunakan untuk memperoleh suatu ketangkasan,
ketetapan, kesempatan dan keterampilan. Penggunaan istilah (Latihan) sering
disamakan artinya dengan “ulangan” padahal maksudnya berbeda. Latihan bermaksud
agar pengertian dan kecakapan tertentu dapat menjadi milik anak didik dan
dikuasai sepenuhnya, sedangkan ulangan hanyalah untuk sekedar mengukur sejauh
mana ia telah menyerap pengajaran tersebut.[15]
6.
Metode Pembiasaan
Menurut Abdullah Nasih Ulwan, “metode
pembiasaan adalah cara atau upaya yang praktis dalam pembentukan (pembinaan)
dan persiapan anak.”[16]
Metode pembiasaan merupakan salah satu upaya pendidikan yang baik dalam
pembentukan manusia dewasa. Oleh karena itu, dapat diambil suatu pengertian
bahwa yang dimaksud metode pembiasaan adalah sebuah cara yang dipakai pendidik
untuk membiasakan anak didik secara berulangulang sehingga menjadi kebiasaan
yang sulit ditinggalkan dan akan terus terbawa sampai di hari tuanya.
Ciri khas metode pembiasaan adalah
kegiatan yang berupa pengulangan berkali-kali dari suatu hal yang sama.
Pengulangan ini sengaja dilakukan berkali-kali supaya asosiasi antara stimulus
dengan suatu respon menjadi sangat kuat. Atau dengan kata lain, tidak mudah
dilupakan. Dengan demikian, terbentuklah pengetahuan siap atau keterampilan
siap yang setiap saat siap untuk dipergunakan oleh yang bersangkutan. Oleh
karena itu, sebagai awal dalam proses pendidikan, pembiasaan merupakan cara
yang sangat efektif dalam menanamkan nilai-nilai moral ke dalam jiwa anak.[17]
Dari uraian diatas jelas bahwa metode pembelajaran Akidah
Akhlak bermacam-macam, ini berarti bahwa tidak ada satu metode pun yang
sempurna. Dengan demikian metode mengajar tersebut akan saling menutupi
kelemahan masing-masing sehingga hasil pengajaran yang diperoleh akan mencapai sasaran. Oleh karena
itu seorang guru harus menggunakan metode yang bermacam-macam dan tidak akan
berhasil dengan baik pembelajaran Akidah Akhlak jika guru hanya mengguanakan
satu metode saja. Dengan
demikian sangatlah ditentukan kemampuan guru Akidah Akhlak agar memiliki dan memahami berbagai metode
mengajar. Seseorang guru hendaknya lebih selektif dalam memilih metode sesuai
dengan materi yang diajarkan, tujuan yang ingin dicapai serta situasi dan kondisi kelas
dimana pembelajaran sedang berlangsung.
Untuk dapat melaksanakan program pengajaran dapat digunakan
beberapa pendekatan, antara lain:
a. Pendekatan
emosional, yaitu pendekatan untuk menggugah emosi siswa dalam memahami dan
meyakin aqidah Islam serta memberi motivasi agar siswa ikhlash mengamalkan
ajaran Islam khususnya yang berkaitan dengan akhlaqul karimah.
Emosi adalah gejala kejiwaan yang ada dalam diri seseorang.
Emosi berhubungan dengan masalah perasaan. Seseorang yang mempunyai perasaan
pasti dapat merasakan sesuatu, baik perasaan jasmaniah maupun perasaan
rohaniah. Perasaan rohaniah di dalamnya ada perasaan intelektual, perasaan
estetis, perasaan sosial, dan perasaan harga diri. Dalam hal ini Chadijah Hasan mengemukakan bahwa
“merasa adalah aktualisasi kerja dari hati sebagai materi dalam struktur tubuh
manusia, dan merasa sebagai aktifitas kejiwaan ini adalah suatu pernyataan jiwa
yang bersifat subjektif.”[18]
Oleh karena itu, Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono menjelaskan bahwa “fungsi jiwa
untuk dapat mempertimbangkan dan mengukur sesuatu menurut rasa senang dan tidak
senang, mempunyai sifat-sifat senang dan sedih, kuat dan lemah, lama dan
sebentar, relative dan tidak berdiri sendiri sebagai pernyataan jiwa”.[19]
Emosi atau perasaan adalah sesuatu yang peka. Emosi akan
memberi tanggapan (respon) bila ada rangsangan (stimulus) dari
luar diri seseorang. Baik rangsangan verbal maupun rangsangan non verbal,
mempengaruhi kadar emosi seseorang. Rangsangan verbal ini misalnya ceramah,
cerita, sindiran, pujian, ejekan, berita, dialog, anjuran, perintah dan
sebagainya. Sedangkan rangsangan non verbal dalam bentuk prilaku berupa sikap
dan perbuatan.
b. Pendekatan
rasional, yaitu usaha memberikan peranan rasio (akal) dalam memahami dan
menerima kebenaran ajaran Islam.
Manusia adalah makhluk yang diciptakan oleh Allah Swt.
Manusia adalah makhluk yang sempurna diciptakan. Manusia berbeda dengan makhluk
lain yang diciptakan oleh Tuhan. Perbedaannya terletak pada akal. Manusia
mempunyai akal, sedangkan makhluk lain seperti binatang dan sejenisnya tidak
mempunyai akal. Jadi, hanya manusialah yang dapat berfikir, sedangkan makhluk
lain tidak mampu berfikir.[20]
Dengan kemampuan akalnya manusia dapat membedakan mana
perbuatan yang baik dan mana perbuatan yang buruk, mana kebenaran dan mana
kedustaan dari sesuatu ajaran atau perbuatan. Dengan akal pula manusia dapat membuktikan
dan membenarkan adanya Tuhan Yang Maha Kuasa, Maha Pencipta atas segala sesuatu
di dunia ini. Walaupun disadari keterbatasan akal untuk memikirkan dan
memecahkan sesuatu persoalan, tetapi diyakini pula dengan akal dapat dicapai
ketinggian ilmu pengetahuan dan penghasilan teknologi moderen. Oleh karena
itulah manusia dikatakan sebagai homo sapien, semacam makhluk yang
kecenderungan berfikir.
Di sekolah anak didik dididik dengan berbagai ilmu
pengetahuan. Perkembangan berfikir anak dibimbing ke arah yang lebih baik,
sesuai dengan tingkat usia anak. Perkembangan berfikir anak mulai dari yang
abstrak sampai yang kongkrit. Maka pembuktian sesuatu kebenaran, dalil,
prinsip, atau hukum menghendaki dari hal-hal yang sangat sederhana menuju ke
kompleks. Pembuktian tentang sesuatu yang berhubungan dengan masalah keagamaan
harus sesuai dengan tingkat berfikir anak. Kesalahan pembuktian akan berakibat
fatal bagi perkembangan jiwa anak. Usaha yang terpenting bagi guru adalah
bagaimana memberikan peranan kepada akal (rasio) dalam memahami dan
menerima kebenaran ajaran agama, termasuk mencoba memahami hikmah dan fungsi
ajaran agama.[21]
Karena keampuhan akal (rasio) itulah akhirnya
dijadikan pendekatan yang disebut pendekatan rasional guna kepentingan
pendidikan dan pengajaran di sekolah. Untuk mendukung pemakaian pendekatan ini,
maka metode mengajar yang perlu dipertimbangkan antara lain adalah metode
ceramah, tanya jawab, diskusi, latihan, kerja kelompok dan pemberian tugas.
c. Pendekatan
fungsional, yaitu usaha untuk menyajikan ajaran Islam dengan menekankan pada
segi kemanfaatannya bagi siswa dalam kehidupan sehari-hari.
Ilmu pengetahuan yang dipelajari oleh anak di sekolah
bukanlah hanya sekedar mengisi otak, tetapi diharapkan berguna bagi kehidupan
anak, baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial. Anak dapat memaafkan
ilmunya untuk kehidupan sehari-hari sesuai dengan tingkat perkembangannya.
Bahkan yang lebih penting adalah ilmu pengetahuan dapat membentuk kepribadian
anak. Anak dapat merasakan manfaat dari ilmu yang didapatnya di sekolah. Anak
mendayagunakan nilai guna dari suatu ilmu untuk kepentingan hidupnya. Dengan
begitu, maka nilai ilmu sudah fungsional dalam diri anak.[22]
Pelajaran agama yang diberikan di kelas bukan hanya untuk
memberantas kebodohan dan pengisian kekosongan intelektual, tetapi untuk
diimplementasikan ke dalam kehidupan sehari-hari. Hal yang demikian itulah yang
pada akhirnya hendak dicapai oleh tujuan pendidikan agama di sekolah dalam
berbagai jenis dan tingkatan. Karena itu, kurikulum pun disusun sesuai dengan
kebutuhan siswa dan masyarakat.
Pendekatan fungsional yang diterapkan di sekolah diharapkan
dapat menjembatani harapan tersebut. Untuk memperlicin jalan ke arah itu, tentu
saja diperlukan penggunaan metode mengajar. Dalam hal ini ada beberapa metode
mengajar yang perlu dipertimbangkan, antara lain adalah metode latihan,
pemberian tugas, ceramah, Tanya jawab, dan demonstrasi.
d. Pendekatan
keteladanan, yaitu menyuguhkan keteladan, baik yang langsung melalui penciptaan
kondisi pergaulan yang akrab antara personal sekolah, prilaku pendidik, dan
tenaga kependidikan lain yang mencerminkan akhlak terpuji, maupun yang tidak
langsung melakui
suguhan ilustrasi berupa kisah-kisah keteladanan.
Pendidikan dengan menggunakan pendekatan keteladanan berarti
pendidikan dengan memberi contoh, baik berupa tingkah laku, sifat, cara
berfikir, dan sebagainya. Banyak ahli pendidikan yang berpendapat bahwa
pendidikan dengan menggunakan pendekatan keteladanan merupakan metode yang
paling berhasil guna. Hal itu karena, orang dalam belajar, pada umumnya lebih
mudah menangkap yang kongkrit ketimbang yang abstrak. Dalam hal ini Abdullah
Ulwan menggambarkan bahwa ”pendidikan barang kali akan mudah mengkomunikasikan
pesannya secara lisan. Namun, anak akan merasa kesulitan dalam memahami pesan
itu apabila ia melihat pendidiknya tidak memberi contoh tentang pesan yang
disampaikannya”.[23]
Dalam al-qur’an terdapat banyak ayat yang menunjukkan kepentingan keteladanan
dalam pendidikan.
Sebagaimana termaktub dalam surat
al-Ahzab ayat 21 sebagai berikut:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن
كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيراً (الأحزاب:
٢١)
Artinya:
Sesungguhnya ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari
kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (Qs.
al-Ahzab: 21).
Oleh karena itu, dalam pelaksanaan
kegiatan belajar mengajar guru boleh memilih salah satu metode atau
menggabungkan beberapa metode mengajar yang ada. Yang perlu diperhatikan adalah,
bahwa metode yang dipilih tersebut sesuai dengan tujuan pelajaran, materi
pelajaran, sarana yang ada, serta waktu yang tersedia.
Namun demikian dalam penerapan metode-metode tersebut
terdapat beberapa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi metode, antara lain:
a. Tujuan
Yang Hendak Dicapai
Setiap melaksanakan pengajaran tentunya mempunyai tujuan
yang berbeda-beda antara satu dengan lainnya. Misalnya pada tujuan pengajaran
tafsir Al-Qur'an dan Hadits berbeda dengan tujuan pengajaran akhlak. Dan
pelajaran tauhid berbeda tujuannya dengan pelajaran Akidah Akhlak, demikian
juga sebaliknya.
Oleh karena itu tujuan umum maupun tujuan khusus dari
masing-masing pelajaran memiliki perbedaan dan tekanannya masing-masing, maka
implikasinya dalam pemilihan metode hendaklah mampu melihat perbedaan-perbedaan
tersebut dan membawanya ke dalam situasi pemilihan riset metode yang dianggap
paling tepat dan serasi untuk diterapkan.[24]
Berdasarkan keterangan di atas, menandakan bahwa penerapan
metode pengajaran aqidah akhlak harus disesuaikan dengan materi
pelajaran yang akan diberikan, karena hanya dengan cara demikian barulah tujuan
yang dikehendaki akan tercapai.
b. Kemampuan
Guru
Efektif tidaknya suatu metode juga sangat dipengaruhi oleh
kemampuan guru yang memakainya, di samping kepribadian guru memang cukup
dominant pengaruhnya, misalnya seorang guru A oleh karena mahir dan cerdik
dalam berbicara sehingga setiap pendengar menjadi terkesan dan terpukau dengan
pembicaraannya, maka metode ceramah menjadi pilihan utama di samping metode
lain sebagai pendukungnya. Akan tetapi metode ceramah tersebut akan menjadi
tidak efektif bagi seorang guru yang pendiam dan tidak menguasai teknik-teknik
metode ceramah yang baik.[25]
Berdasarkan gambaran di atas, maka dapat dipahami bahwa kemampuan guru sangat berperan
untuk memilih metode yang sesuai dengan materi pelajaran yang diberikan. Jika
metode yang digunakan tidak sesuai, maka proses belajar mengajar tidak akan
berhasil. Oleh karena itu, kemampuan guru memegang peranan penting dalam
menciptakan keberhasilan belajar mengajar.
c. Anak
Didik
Hal yang perlu diperhatikan pula dalam penggunaan metode
adalah anak didik, karena guru berhadapan dengan makhluk hidup yang bernama
anak didik itu, atau siswa dengan potensi dan fitrah yang dimilikinya memberi
kemungkinan sekaligus harapan untuk berkembang dengan baik ke arah pribadi yang
sempurna.[26]
Pada fitrahnya memang setiap individu anak didik itu telah
diberikan hidayah kebaikan (berupa ketauhidan dan keimanan) oleh Allah Swt.
Akan tetapi iman dan tauhid itu dapat saja berubah ke arah kelunturan apabila
tidak disiram dan dipupuk dengan pendidikan dan bimbingan ke jalan menuju ke
arah keimanan dan Islam. Guru di samping itu juga berhadapan dengan anak didik
yang masing-masing memiliki perbedaan kemampuan, kecerdasan, karakter, latar
belakang sosial ekonomi dan perbedaan tingkat usia antara satu dengan yang lain
selamanya siswa berbeda dalam kelas. Oleh karena itu untuk mendukung hal
tersebut diperlukan mengajar dengan kearifan sesuai dengan firman Allah dalam
surat an-Nahlu ayat 25 sebagai berikut:
ادْعُ إِلِى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ
وَجَادِلْهُم بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن
سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ (النحل: ١٢٥)
Artinya: Serulah (manusia) kepada
jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan
cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa
yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk. (Qs. an-Nahlu: 125).
Dari gambaran ayat di atas, maka
diketahui bahwa usaha untuk mensukseskan belajar mengajar harus ditempuh dengan
cara mendidik anak didik sebijaksana mungkin. Hal ini merupakan usaha untuk
meningkatkan keberhasilan proses belajar mengajar siswa.
d. Situasi
dan Kondisi di mana Pengajaran Berlangsung
Situasi dan kondisi di mana berlangsungnya pengajaran juga
harus diperhatikan dan dipertimbangkan dalam penggunaan metode mengajar.
Situasi dan kondisi yang dimaksud, yaitu termasuk kondisi
fisik gedung sekolah, apakah berada di pasar atau disamping bioskop dan
sebagainya. Demikian juga keadaan guru dan murid saat mana waktu akan
memberikan pelajaran di kelas apakah guru atau murid dalam keadaan lelah
sehingga penerapan metode pada saat itu perlu dipertimbangkan dan diganti
dengan metode lain yang dianggap lebih tepat seperti sosiodrama, tanya jawab,
diskusi dan sebagainya. Ini berarti guru perlu mempertimbangkan situasi dan
kondisi dalam pemilihan metode jika pengajaran ingin berhasil secara optimal.[27]
Berdasarkan gambaran di atas, dapat dipahami bahwa situasi
dan kondisi merupakan faktor utama yang dapat mempengaruhi proses belajar,
karena keberhasilan belajar mengajar sangat bergantung pada situasi dan
kondisi. Apabila situasi dan kondisi tidak dipengaruhi oleh kebisingan atau
rasa lelah yang menimpa guru atau siswa, maka proses belajar mengajar akan
berhasil dengan baik.
e. Fasilitas
yang Tersedia
Tersedianya sarana dan prasarana atau media pengajaran
misalnya tersedia gedung sekolah tempat dan alat praktikum, buku-buku bacaan,
alat-alat peraga serta fasilitas lainnya sangat tergantung terhadap efektif
tidaknya penggunaan suatu metode.[28]
Misalnya bagaimana kita ingin memakai metode demonstrasi dan eksperimen
sementara peralatan untuk praktek pelajaran ibadah atau buku-buku bacaan yang
berbobot untuk diteliti tidak ada. Hal ini jelaslah bahwa tersedia atau
tidaknya fasilitas sekolah perlu diperhatikan dalam penentuan metode mengajar
yang baik dan khusus.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
fasilitas merupakan faktor terpenting untuk menyukseskan pendidikan agama,
karena tidak mungkin berjalan proses pengajaran apabila sarana yang tersedia
kurang memadai, apalagi tidak ada sama sekali.
f. Waktu
yang Tersedia
Di samping hal-hal yang telah disebutkan di atas, masalah
waktu yang tersedia juga perlu diperhatikan, apakah waktunya cukup jika guru
menyampaikan materi pelajaran dengan menggunakan metode demonstrasi dan
eksperimen, sementara acara pengajaran hanya tersedia 40 menit saja, atau
sebaliknya. Apakah tidak sebaiknya kita memakai metode demonstrasi dan
eksperimen di samping metode lainnya, karena acara pengajaran cukup tersedia.
Akan tetapi, bisaanya waktu tersebut telah ditentukan dalam kurikulum, sehingga
diperlukan keahlian guru untuk memilih metode yang sesuai dengan waktu yang
telah ditentukan itu.[29]
Berdasarkan keterangan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
usaha untuk menyesuaikan metode dengan materi sangat bergantung waktu yang
disediakan dalam kurikulum, sebab apabila waktu yang disediakan tidak
mencukupi, maka metode yang digunakan tidak efektif. Namun untuk mencegah hal
tersebut, maka seorang guru diwajibkan memilih metode yang sesuai dengan waktu
yang telah disediakan dalam kurikulum.
g. Sifat
Materi
Sifat materi sangat penting diperhatikan oleh seorang guru,
karena ditentukannya metode yang digunakan dalam pelaksanaan pendidikan sangat
tergantung dari materi yang diajarkan kepada siswa.[30]
Keterangan di atas mengidentifikasikan bahwa dalam metode
pengajaran tersedia banyak metode mengajar, yang kesemuanya tentu cocok untuk
diterapkan. Akan tetapi perlu juga diperhatikan, dari kesemua metode tersebut
ada yang paling tepat dan cocok dengan materi yang diajarkan kepada siswa. Dan
di sini juga membutuhkan kemahiran guru dalam menentukannya.
h. Kelebihan
dan Kekurangan Suatu Metode
Dari masing-masing metode yang banyak itu, sudah barang
tentu memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, akan tetapi kekurangan
suatu metode tertentu dapat dilengkapi oleh keunggulan dalam suatu metode yang
lain. Oleh karena itu, guru perlu menerapkan banyak metode dalam setiap
pengajaran, bahkan guru harus menggunakan satu sampai empat metode secara
bervariasi, dan oleh karena itu guru hendaklah mempertimbangkan sisi kelebihan
dan sisi kekurangan suatu metode dalam mengkombinasikannya dalam satu kesatuan
yang harmonis dan kompak.[31]
Berdasarkan kutipan di atas, maka dapat dipahami bahwa
kelebihan dan kekurangan sebuah metode menjadi perhatian serius dalam usaha
mensukseskan kegiatan belajar mengajar. Oleh karena itu, sebagai usaha untuk
menutupi kekurangan-kekurangan yang dimiliki oleh sebuah metode, maka seorang
guru mengkombinasikan beberapa metode agar di antara metode tersebut bisa
saling menutupi.
[1]H.
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam: Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdesipliner,
(Jakarta: Bumi Akasara, 1991), hal. 61.
[2]Imam Bernadib, Filsafat Pendidikan, Sistem dan
Metode, (Yogyakarta: Yayasan Penerbitan IKIP
Yogyakarta, 1990), hal. 85.
[3] Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran
tentang Pendidikan Islam, (Bandung: Al-Ma'arif, 1991), hal. 183.
[5]
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan
(Jakarta: Kencana Perdana Media Group, 2008),
hal. 125.
[6]
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), hal. 201.
[10]Tayar
Yusuf dan Syaiful Bahri Djamarah, Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa
Arab, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), hal. 45.
[11]Imamsyah
Ali Pandie, Didakdik Metodik Pendidikan Umum, (Surabaya: Usaha Nasional,
t.t.), hal. 79.
[13]Team
Didakdik Metodik Kurikulum FKIP Surabaya, Pengantar Didakdik Metodik
Kurikulum Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1981),
hal. 48.
Hakim, Pendidikan
Anak Menurut Islam, (Bandung: Rosda Karya, 1992), hal. 60.
[17]
Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta:
Ciputat Press, 2oo2), hal. 110.
[18]Chadijah Hasan, Dimensi-Dimensi Psikologi
Pendidikan, Cet. I, (Surabaya: Al-Ikhlash, 1994), hal. 39.
[21]Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zein, Strategi
Belajar Mengajar, Cet. II, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hal. 76-77.
[25]Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama
Islam, Cet. V, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2000), hal. 33.
[28]Jalaluddin dan Usman Said, Filsafat
Pendidikan Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994), hal. 53.
0 Comments
Post a Comment