Metode Pendidikan Yang Influentif Dalam Mendidik Anak Menurut Abdullah Nashih Ulwan
BAB IV
METODE
PENDIDIKAN YANG INFLUENTIF DALAM MENDIDIK ANAK MENURUT ABDULLAH NASHIH ULWAN
Ifluentif adalah “bersifat mendorong adanya aksi dari
khalayak dan mengarahkan timbulnya tindakan”.[1] Metode-Metode
yang Influentif dalam membentuk dan Mempersiapkan anak, di antaranya:
pendidikan dengan keteladanan, pendidikan dengan adat kebiasaan, pendidikan dengan nasihat, pendidikan dengan
memberi perhatian, dan pendidikan dengan memberikan hukuman
A. Pendidikan
dengan Keteladanan
Keteladanan
dalam pendidikan merupakan metode yang berpengaruh dan terbukti paling berhasil
dalam mempersiapkan dan membentuk aspek moral, spiritual, dan etos sosial anak.
Mengingat pendidik adalah seorang figur terbaik dalam pandangan anak, yang
tindak-tanduk dan sopan-santunnya, disadari atau tidak, akan ditiru oleh
mereka. Bahkan bentuk perkataan, perbuatan dan tindak tanduknya, akan
senantiasa tertanam dalam kepribadian anak. “Untuk merealisasikan tujuan
pendidikan, seorang pendidik dapat saja menyusun sistem pendidikan yang
lengkap, dengan menggunakan seperangkat metode atau strategi sebagai pedoman
atau acuan dalam bertindak serta mencapai tujuan dalam pendidikan”.[2]
Menurut
Abdullah Nashih Ulwan “masalah lain yang harus diperhatikan pendidik adalah
memperdalam semangat jihad dalam jiwa anak, mengokohkan pengertian keteguhan
hati, ketabahan dalam pikiran, hati dan perasaannya”.[3] Menurut
Ibrahim Amini “Mendidik dengan memberi contoh adalah salah satu cara yang
paling banyak meninggalkan kesan. Carilah sosok figur yang memiliki nilai-nilai
yang ingin kita ajarkan di tengah-tengah
mereka. Teladan itu seperti magnet yang menyedot anak murid untuk mengikuti apa
yang mereka lihat dengan kepala mata sendiri”.[4]
Tidak ada yang meragukan betapa efektifnya teladan itu karena di setiap jiwa
manusia tersimpan semangat seperti itu.
Oleh karena
itu, “masalah keteladanan menjadi faktor penting dalam menentukan baik-buruknya
anak”.[5]
jika pendidikan jujur, dapat dipercaya, berakhlak mulia, berani, dan menjauhkan
diri dari perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan agama, maka si anak akan
tumbuh dalam kejujuran, terbentuk dengan akhlak mulia, berani dan menjauhkan
diri dari perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan agama. Begitu pula
sebaliknya jika pendidik adalah seorang pembohong, pengkhianat, orang yang
kikir, penakut, dan hina, maka si anak akan tumbuh dalam kebohongan, khianat, durhaka,
kikir, penakut, dan hina. Seorang anak, bagaimana pun besarnya usaha yang
dipersiapkan untuk kebaikannya, bagaimana pun sucinya fitrah, tidak akan mampu memenuhi
prinsip-prinsip kebaikan dan pokok-pokok pendidikan utama, selama la tidak
melihat sang pendidik sebagai teladan dari nilai-nilai moral yang tinggi.
Adalah sesuatu yang sangat mudah bagi pendidik, yaitu mengajari anak dengan
berbagai materi pendidikan, akan tetapi adalah sesuatu yang teramat sulit bagi
anak untuk melaksanakannya ketika la melihat orang yang memberikan pengarahan
dan bimbingan kepadanya tidak mengamalkannya.
Allah telah
mengajarkan dan Dia adalah peletak metode samawi yang tiada taranya, bahwa Rasul yang diutus untuk
menyampaikan risalah samawi kepada umat manusia, adalah seorang pendidik yang
mempunyai sifat-sifat luhur, baik spiritual, moral maupun intelektual. Sehingga
umat manusia meneladaninya, belajar darinya, memenuhi panggilannya, menggunakan
metodenya dalam hal kemuliaan keutamaan dan akhlak yang terpuji.
Oleh karena
itu, keNabian adalah penugasan (taklifi) bukan hasil usaha (iktisabt).
Allah Swt. lebih mengetahui di mana Ia menempatkan tugas keRasulan dan tentang
manusia pilihan-Nya untuk dijadikan Rasul yang membawa kabar baik dan
peringatan. Dia mengutus Muhammad Saw. sebagai teladan yang baik bagi umat
muslimin di sepanjang sejarah, dan bagi umat manusia di setiap saat dan tempat,
sebagai pelita yang menerangi dan purnama yang memberi petunjuk.
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ
شَاهِداً وَمُبَشِّراً وَنَذِيراً, وَدَاعِياً إِلَى اللَّهِ
بِإِذْنِهِ وَسِرَاجاً مُّنِيراً) الأحزاب: ٤٥-٤٦(
Artinya: Hai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu untuk
jadi saksi dan pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan, dan untuk jadi
penyeru kepada agama Allah dengan izin-Nya dan untuk jadi cahaya yang
menerangi. (Qs. Al-Ahzab: 45-46)
Allah juga
telah meletakkan dalam pribadi Muhammad Saw. satu bentuk yang sempurna bagi metode
Islami, agar menjadi gambaran yang hidup dan abadi bagi generasi-generasi umat
selanjutnya dalam kesempurnaan akhlak dan universalitas keagungannya.[6]
Dengan
demikian, perlu diketahui oleh para ayah, ibu dan pendidik bahwa pendidikan
dengan memberikan teladan yang baik adalah penopang dalam upaya meluruskan
kenakalan anak. Bahkan merupakan dasar dalam meningkatkan keutamaan, kemanusiaan
dan etika sosial yang terpuji. Dengan memberikan teladan yang baik, pendidikan
anak-anak tidak akan berhasil dan nasehat tidak akan berpengaruh Karenanya,
bertakwalah kepada Allah, wahai para pendidik dalam mendidik anak-anak kita.
Mendidik mereka adalah tanggung jawab yang dibebankan alas pundak kita.
Sehingga kita dapat menyaksikan buah hati kita sebagai matahari perbaikan,
purnama petunjuk, yang anggota masyarakat dapat menikmati sinarnya dan
bercermin kepada akhlak mereka yang mulia.[7]
B.
Pendidikan dengan Adat Kebiasaan
Salah satu
metode pendidikan yang diisyaratkan Allah di dalam Alquran surah Al-Alaq adalah
metode pembiasaan dan pengulangan. Menurut Ngalim Purwanto metode pembiasaan adalah
“suatu alat pendidikan yang penting sekali, terutama bagi anak-anak yang masih
kecil”.[8] Menurut
Ahmad Tafsir, “pembiasaan merupakan teknik pendidikan yang jitu, walau ada
kritik untuk menyadari metode ini karena cara ini tidak mendidik siswa untuk
menyadari dengan analisis apa yang dilakukannya. Oleh karena itu, pembiasaan
ini harus mengarah pada pembiasaan yang baik. Perlu disadari oleh guru yang
mengajar berulang-ulang, sekalipun hanya dilakukan main-main akan mempengaruhi
anak didik untuk membiasakan perilaku itu”.[9] Menurut
Muhibbin Syah “mengajar dengan metode pembiasaan dengan tujuan agar siswa
memperoleh sikap-sikap dan kebiasaan – kebiasaan perbuatan baru yang lebih
tepat dan positif dalam arti selaras dengan kebutuhan ruang dan waktu”.[10] Termasuk
masalah yang sudah merupakan ketetapan dalam syariat bahwa anak sejak lahir
telah diciptakan dengan fitrah tauhid yang murni, agama yang benar, dan Iman
kepada Allah. Sesuai dengan firman Allah:
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفاً فِطْرَةَ
اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ
الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ) الروم:
٣٠(
Artinya: Fitrah Allah yang telah menciptakan manusia
menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah)
agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahul. (Qs. Ar-Ruum: 30)
Yakni, ia
dilahirkan dengan naluri tauhid dan Iman kepada Allah. sini tampak peranan pembiasaan,
pengajaran dan pendidikan bagi bahan dan perkembangan anak dalam menemukan
tauhid yang budi pekerti yang mulia, rohani yang luhur dan etika religi yang
lurus. Tidak ada yang menyangkal, bahwa anak akan tumbuh dengan Iman yang
benar, berhiaskan diri dengan etika Islam, bahkan sampai puncak nilai-nilai spiritual
yang tinggi, dan kepribadian yang utama, jika ia hidup dengan dibekali dua
faktor pendidikan Islami yang utama dan lingkungan yang baik.[11]
Menurut Ibrahim Amini:
Praktik pembiasaan (habituation) tidak begitu memiliki nilai karena
dilakukan tanpa kesadaran si pelakunya. Aktivitas yang baik seperti ibadah
memiliki nilai kalau dilakukan atas kesadaran. Sementara orang-orang yang sudah
terbiasa melakukan sesuatu, dia
melakukannya tanpa kesadaran tapi hanya karena sudah terbiasa saja.
Orang-orang sudah keranjinan dengan aktivitas tertentu mirip dengan orang yang
kecanduan.[12]
Amalan-amalan
agama atau urusan sosial juga jika dibiasakan akan menjadi kebiasaan hingga
tidak ada lagi nilainya, sebab (di dalamnya) tidak ada kehendak dan kesadaran
untuk mendapatkan pahala. Jika ingin mendidik karakter anak, maka ajarkan
kepada mereka ketika mereka sudah matang tentang nilai-nilai yang baik dan
buruk dengan logika dan argumentasi. Jika mereka sudah bisa memahaminya barulah
mereka ditempa dengan nilai-nilai yang ingin kita kembangkan.
Menurut
pendapat penulis, pendidikan dengan metode pengajaran dan pembiasaan ini adalah
termasuk prinsip utama dalam pendidikan dan merupakan metode paling efektif
dalam pembentukan akidah dan pelurusan akhlak anak. Sebab, pendidikan ini
didasarkan pada perhatian dan pengikutsertaan, didirikan atas dasar targhib dan
tarhib serta bertolak dari bimbingan serta pengarahan. Oleh karena itu,
betapa kita membutuh-kan para pendidik yang menunaikan tugas risalahnya dengan
sesempurna mungkin, mau mencurahkan perhatian sepenuhnya kepada dunia
pendidikan Islam dengan tekun, tabah dan penuh kesabaran. Sehingga, dalam waktu
dekat mereka dapat menyaksikan buah hati mereka menjadi para da’i penyebar risalah
Islam, para reformis moral, pemuda-pemuda dakwah dan tentara-tentara jihad.
Dengan demikian
jelas, bahwa “mendidik dan membiasakan anak sejak kecil adalah upaya yang
paling terjamin berhasil dan memperoleh buah yang sempurna. Sedangkan mendidik
dan melatih setelah anak berusia dewasa, maka jelas di dalamnya terdapat
kesulitan-kesulitan bagi orang-orang yang hendak mencari keberhasilan dan
kesempurnaan”.[13]
Termasuk metode
pendidikan yang cukup berhasil dalam pembentukan akidah, anak dan
mempersiapkannya baik secara moral, emosional maupun sosial, adalah pendidikan
anak dengan petuah dan memberikan kepadanya nasehat-nasehat. Karena nasehat dan
petuah memiliki pengaruh yang cukup besar dalam membuka mata kesadaran
anak-anak akan hakikat sesuatu, mendorong mereka menuju harkat dan martabat
luhur, menghiasinya dengan akhlak yang mulia, serta membekalinya dengan
prinsip-prinsip Islam. Karenanya, tidak heran kalau kita tahu bahwa Alquran
menggunakan metode menyerukan kepada manusia untuk melakukannya, dan mengulang-ulangnya
dalam beberapa ayat-Nya, dan dalam sejumlah tempat di mana Dia memberikan
arahan dan nasehat-Nya. Di bawah ini adalah contoh Alquran yang berulang-ulang
dalam menuturkan nasehat dan peringatan.
Bahasa Alquran
dalam berdakwah kepada Allah dan selalu mengingat- Nya, Serta dalam
menyampaikan petuah dan nasehat sungguh sangat beragam. Semuanya itu telah
dicontohkan melalui ucapan para Nabi a.s. dan secara berulang-ulang dicontohkan
oleh para da’i kepada jamaah dan pengikut mereka. Tidak ada seorang pun yang
menyangkal, bahwa petuah yang tulus dan nasehat yang berpengaruh, jika memasuki
jiwa yang bening, hati terbuka, akal yang jernih dan berpikir, maka dengan
cepat mendapat respon yang baik dan meninggalkan bekas yang sangat dalam. Alquran
menegaskan pengertian ini dalam banyak ayatnya, dan berulang kali menyebutkan
manfaat dari peringatan dengan kata-kata yang mengandung petunjuk dan nasehat
yang tulus sebagaimana firman Allah dalam surat Qaaf ayat 37 sebagai berikut:
إِنَّ فِي ذَلِكَ
لَذِكْرَى لِمَن كَانَ لَهُ قَلْبٌ أَوْ أَلْقَى السَّمْعَ وَهُوَ شَهِيدٌ) ق: ٣٧(
Artinya: Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai akal atau yang menggunakan
pendengarannya, sedang dia menyaksikannya. (QS. Qaaf: 37)
Alquran penuh
dengan ayat-ayat yang menjadikan metode pemberian nasehat sebagai dasar dakwah,
sebagai jalan menuju perbaikan individu dan pemberi petunjuk bagi masyarakat.
Siapa pun yang mau membuka lembaran-lembaran Alquran, niscaya ia akan
mendapatkan metode pemberian nasehat yang benar-benar tampak dalam sejumlah
ayatnya. Terkadang dengan peringatan untuk bertakwa, dengan mengingatkan untuk
berzikir, dengan mengemukakan kata-kata nasehat, dengan mengikuti jalan orang-orang
yang telah mendapatkan petunjuk, atau dengan membujuk dan merayu, bahkan dengan
menggunakan metode ancaman. Demikianlah, pembaca akan mendapatkan metode
pengajaran dan pemberian nasehat yang sangat sesuai dengan lafal Alquran,
termasuk pengertian-pengertiannya dalam berbagai struktur dan gaya bahasa.
Semua ini menguatkan pendirian bahwa metode nasehat dalam Alquran mempunyai
andil yang besar dalam upaya pendidikan jiwa pada kebaikan, mengantarkannya
kepada kebenaran, dan membimbingnya pada petunjuk.
Sebagaimana
telah kita kemukakan di atas berdasarkan bukti-bukti Alquran yang menerangkan
secara tegas dan jelas, bahwa jiwa yang murni, hati yang terbuka, akal yang
jernih dan berpikir, jika dimasuki kata-kata yang membekas, nasehat yang
berpengaruh, peringatan yang tulus, maka dengan cepat akan memberi respon dan
jawaban tanpa ragu, terpengaruh tanpa bimbang, bahkan dengan cepat akan tunduk
kepada kebenaran dan menerima hidayah Allah yang diturunkan. Itu semua adalah
untuk kaum dewasa. Lantas bagaimana dengan anak kecil, yang dilahirkan dalam
keadaan suci, dengan hati yang putih yang tak ada sedikit pun noda, dengan jiwa
yang bening yang belum terpengaruh noda-noda Jahiliyah dan belum tersentuh
tangan-tangan noda dan dosa? Maka sudah barang tentu, ia akan lebih mungkin
menerima nasehat, dan penerimaannya terhadap nasehat ini jelas lebih kuat.
Dengan demikian,
para pendidik hendaknya memahami betul akan hakikat ini, dan menggunakan
metode-metode Alquran dalam upaya memberi-kan nasehat, peringatan dan bimbingannya,
untuk mempersiapkan anak-anak mereka yang masih usia muda, baik sebelum tamyiz
maupun pada usia remaja, dalam hal akidah maupun moral, dalam pembentukan
kepribadian maupun kehidupan sosial, jika mereka memang mengingin-kan kebaikan,
kesempurnaan, kematangan akhlak dan akal anak-anak. Di samping itu, sudah
sepatutnya dalam kesempatan ini kita menyimak metode Alquran dalam menyajikan
nasehat dan pengajaran.[14]
C.
Pendidikan dengan Nasehat
Metode nasehat
yakni “suatu metode pendidikan dan pengajaran dengan cara pendidik memberi
motivasi. Metode Ibrah atau maui’zhah (nasehat) sangat efektif dalam
pembentukan mana anak didik terhadap hakekat sesuatu,serta memotivasinya untuk
bersikap luhur, berakhlak mulia dan membekalinya dengan prinsip-prinsip Islam”.[15]
Menurut Alquran, metode nasehat hanya diberikan kepada mereka yang melanggar
peraturan dalam arti ketika suatu kebenaran telah sampai kepadanya, mereka
seolah-olah tidak mau tau kebenaran tersebut terlebih melaksanakannnya.
Pernyataan ini menunjukkan adanya dasar psikologis yang kuat, karena orang pada
umumnya kurang senang dinasehati, terlebih jika ditunjukkan kepada pribadi
tertentu.
Termasuk metode
pendidikan yang cukup berhasil dalam pembentukan akidah, anak dan mempersiapkannya
baik secara moral, emosional maupun sosial, adalah pendidikan anak dengan
petuah dan memberikan kepadanya nasehat-nasehat. “Nasehat dan petuah memiliki
pengaruh yang cukup besar dalam membuka mata kesadaran anak-anak akan hakikat sesuatu,
mendorong mereka menuju harkat dan martabat luhur, menghiasinya dengan akhlak
yang mulia, serta membekalinya dengan prinsip-prinsip Islam”[16].
Karenanya, tidak heran kalau kita tahu bahwa Alquran
menggunakan metode menyerukan kepada manusia untuk melakukannya, dan mengulang-ulangnya
dalam beberapa ayat-Nya, dan dalam sejumlah tempat di mana Dia memberikan
arahan dan nasehat-Nya. Di bawah ini adalah contoh Alquran yang berulang-ulang
dalam menuturkan nasehat dan peringatan. Allah Berfirman dalam surat Luqman ayat 12 sampai 19 sebagai berikut:
وَلَقَدْ آتَيْنَا لُقْمَانَ
الْحِكْمَةَ أَنِ اشْكُرْ لِلَّهِ وَمَن يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَن
كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌوَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ
أُمُّهُ وَهْناً عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ
إِلَيَّ الْمَصِيرُ,
وَإِن جَاهَدَاكَ عَلى أَن تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ
عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفاً وَاتَّبِعْ سَبِيلَ
مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ, يَا بُنَيَّ إِنَّهَا إِن تَكُ
مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِّنْ خَرْدَلٍ فَتَكُن فِي صَخْرَةٍ أَوْ فِي السَّمَاوَاتِ أَوْ
فِي الْأَرْضِ يَأْتِ بِهَا اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ ,يَا
بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلَاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنكَرِ
وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ, وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا
تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحاً إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ, وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ وَاغْضُضْ
مِن صَوْتِكَ إِنَّ أَنكَرَ الْأَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ) لقمان:- ١٢-١٩(
Artinya: Dan sesungguhnya telah
Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu: Bersyukurlah kepada Allah. Dan
barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk
dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah
Maha Kaya lagi Maha Terpuji. Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada
anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar. Dan Kami
perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya
telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya
dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya
kepada-Kulah kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan
dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah
kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan
ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah
kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. Hai anakku,
dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah
(mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa
kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh
Allah). Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan
janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan sederhanalah kamu
dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah
suara keledai. (Q.S. Luqman: 12-19).
Bahasa Alquran
dalam berdakwah kepada Allah dan selalu mengingat- Nya, Serta dalam
menyampaikan petuah dan nasehat sungguh sangat beragam. Semuanya itu telah
dicontohkan melalui ucapan para Nabi a.s. dan secara berulang-ulang dicontohkan
oleh para da’i kepada jamaah dan pengikut mereka. Tidak ada seorang pun yang
menyangkal, bahwa petuah yang tulus dan nasehat yang berpengaruh, jika memasuki
jiwa yang bening, hati terbuka, akal yang jernih dan berpikir, maka dengan
cepat mendapat respon yang baik dan meninggalkan bekas yang sangat dalam.
Alquran
menegaskan pengertian ini dalam banyak ayatnya, dan berulang kali menyebutkan
manfaat dari peringatan dengan kata-kata yang mengandung petunjuk dan nasehat
yang tulus. “Alquran penuh dengan ayat-ayat yang menjadikan metode pemberian nasehat
sebagai dasar dakwah, sebagai jalan menuju perbaikan individu dan pemberi
petunjuk bagi masyarakat”[17].
Siapa pun yang mau membuka lembaran-lembaran Alquran, niscaya ia akan
mendapatkan metode pemberian nasehat yang benar-benar tampak dalam sejumlah
ayatnya. Terkadang dengan peringatan untuk bertakwa, dengan mengingatkan untuk
berzikir, dengan mengemukakan kata-kata nasehat, dengan mengikuti jalan
orang-orang yang telah mendapatkan petunjuk, atau dengan membujuk dan merayu,
bahkan dengan menggunakan metode ancaman.
Demikianlah, “metode
pengajaran dan pemberian nasehat yang sangat sesuai dengan lafal Alquran,
termasuk pengertian-pengertiannya dalam berbagai
struktur dan gaya bahasa”.[18]
Semua ini menguatkan pendirian bahwa metode nasehat dalam Alquran mempunyai
andil yang besar dalam upaya pendidikan jiwa pada kebaikan, mengantarkannya
kepada kebenaran, dan membimbingnya pads petunjuk.
Sebagaimana
telah kita kemukakan di atas berdasar bukti-bukti Alquran yang menerangkan
secara tegas dan jelas, bahwa jiwa yang murni, hati yang terbuka, akal yang
jernih dan berpikir, jika dimasuki kata-kata yang membekas, nasehat yang
berpengaruh, peringatan yang tulus, maka dengan cepat akan memberi respon dan
jawaban tanpa ragu, terpengaruh tanpa bimbang, bahkan dengan cepat akan tunduk
kepada kebenaran dan menerima hidayah Allah yang diturunkan. Itu semua adalah
untuk kaum dewasa. Lantas bagaimana dengan anak kecil, yang dilahirkan dalam
keadaan suci, dengan hati yang putih yang tak ada sedikit pun noda, dengan jiwa
yang bening yang belum terpengaruh noda-noda Jahiliyah dan belum tersentuh
tangan-tangan noda dan dosa? Maka sudah barang tentu, ia akan lebih mungkin
menerima nasehat, dan penerimaannya terhadap nasehat ini jelas lebih kuat.
Dengan demikian,
para pendidik hendaknya memahami betul akan hakikat ini, dan menggunakan
metode-metode Alquran dalam upaya memberi-kan nasehat, peringatan dan
bimbingannya, untuk mempersiapkan anak-anak mereka yang masih usia muda, baik
sebelum tamyiz maupun pada usia remaja, dalam hal akidah maupun moral, dalam
pembentukan kepribadian maupun kehidupan sosial, jika mereka memang
mengingin-kan kebaikan, kesempurnaan, kematangan akhlak dan akal anak-anak. Di
samping itu, sudah sepatutnya dalam kesempatan ini kita menyimak metode Alquran
dalam menyajikan nasehat dan pengajaran.[19]
D.
Pendidikan dengan Memberikan Perhatian
Yang dimaksud
pendidikan dengan perhatian adalah “senantiasa mencurahkan perhatian penuh dan
mengikuti perkembangan aspek akidah dan moral anak, mengawasi dan memperhatikan
kesiapan mental dan sosial, di samping selalu bertanya tentang situasi
pendidikan jasmani dan kemampuan ilmiahnya”.[20] Sudah
barang tentu, bahwa pendidikan semacam ini merupakan modal dasar yang dianggap
paling kokoh dalam pembentukan manusia seutuhnya yang sempurna, yang menunaikan
hak setiap orang yang memilikinya dalam kehidupan dan termotivasi untuk
menunaikan tanggung jawab dan kewajiban secara sempurna. Melalui upaya tersebut
akan tercipta muslim hakiki, sebagai batu pertama untuk membangun fondasi Islam
yang kokoh. Dengan mengendalikan dirinya, akan berdiri Daulah Islamiyah yang
kuat dan kokoh.
Dengan kultur,
posisi dan eksistensinya, maka bangsa lain akan tunduk kepadanya. Islam, dengan
keuniversalitas prinsipnya dan peraturannya yang memerintah para bapak, ibu,
dan pendidik, untuk memperhatikan, dan senantiasa mengikuti serta mengawasi
anak-anaknya dalam setiap segi kehidupan dan pendidikan yang universal. Di
bawah ini nash tentang keharusan memperhatikan melakukan pengawasan
sebagaimana firman Allah Swt dalam surat At-Tahrim ayat 6 sebagai berikut:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا
أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَاراً وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا
مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ
مَا يُؤْمَرُونَ) التحريم:
٦(
Artinya: Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu: penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (Qs. At-Tahrim: 6)
Bagaimana
pendidik memelihara keluarga dan anak-anak dari api neraka jika ia tidak
memerintah dan melarang mereka, tidak memperhatikan dan mengontrol mereka? Ali
r.a. menafsirkan qu anfusakum, dengan “Didiklah dan ajarilah mereka.
“Umar r.a. menafsirkan: “melarang mereka dari apa yang dilarang Allah, dan
memerintahkan kepada mereka dari apa yang diperintahkan oleh Allah. Dengan
demikian tercipta pemeliharaan mereka dari api neraka.” Allah berfirman dalam
surat Thaha ayat 132 sebagai berikut:
وَأْمُرْ أَهْلَكَ
بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا لَا نَسْأَلُكَ رِزْقاً نَّحْنُ نَرْزُقُكَ
وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَى)
طه: ١٣٢(
Artinya: Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan
shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rizki kepadamu, Kamilah yang memberi rezki
kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa. (Qs.
Thaha: 132).
Demikianlah
metode Islam dalam pendidikan dengan pengawasan. Metode tersebut, seperti yang
kita lihat, adalah metode yang lur-us. jlka diterapkan, maka anak kita akan
menjadi penyejuk hati, menjadi anggota masyarakat yang saleh, bermanfaat bagi
umat Islam. Karenanya, hendaklah kita senantiasa memperhatikan dan mengawasi
anak-anak dengan sepenuh hati, pikiran, dan perhatian. Perhatian segi keimanan,
rohani, akhlak, ilmu pengetahuan, pergaulan dengan orang lain, sikap emosi, dan
segala sesuatunya. Dengan begitu anak kita akan menjadi seorang mukmin yang bertakwa,
disegani, dihormati, dan terpuji. Semua tidak mustahil jika la diberi
pendidikan yang baik, dan kita berikan sepenuhnya hak serta tanggung jawab kita
kepadanya.[21]
E.
Pendidikan dengan Memberikan Hukuman
Ahmad Tafsir
menyatakan hukuman merupakan “adanya unsur menyakitkan, baik jiwa maupun badan”.[22] Syariat
Islam yang lurus dan adil serta prinsip-prinsipnya yang universal, sungguh
memiliki peran dalam melindungi kebutuhan-kebutuhan primer yang tidak bisa
dilepaskan dari kehidupan umat manusia. “Dalam hal ini para imam mujtahid dan
ulama ushul fiqh menggaris bawahinya pada lima perkara. Mereka
menamakannya sebagai adh-dharuriyyat Al-khams (lima keharusan) atau kulliyyat
al-khams. Yakni, menjaga agama, jiwa, kehormatan, akal dan harta benda”.[23]
Mereka berkata, "Sesungguhnya semua yang disampaikan dalam undang-undang
Islam, berupa hukum, prinssip dan syariat, semuanya bertujuan untuk menjaga dan
memelihara lima keharusan tersebut."
Untuk
memelihara masalah tersebut, syariat telah meletakkan berbagai hukuman yang
mencegah, bahkan bagi setiap pelanggar dan perusak kehormatannya akan merasakan
kepedihan. Hukuman-hukuman ini dikenal dalam syariat sebagai hudud dan ta'zir.
Yang dimaksud dengan hudud adalah hukuman yang telah ditentukan oleh
syariat yang wajib dilaksanakan karena Allah, sedangkan yang dimaksud dengan ta'zir
yaitu suatu istilah untuk hukuman atas jarimah-jarimah yang hukumannya belum
ditetapkan oleh syara’. Adapun ketetapan hukuman dalam Islam yaitu:
1) Had bagi yang keluar dari Islam (murtad)
adalah dibunuh. Jika ia tetap meninggalkan agama Islam atau terus membangkang
dan tidak menerima perintah bertobat. Jika sudah dibunuh, tidak dimandikan,
tidak dikafani, tidak dishalatkan, dan tidak dikubur di kuburan orang-orang
Islam.
2) Had bagi pembunuh adalah dibunuh, jika ia
membunuh dengan sengaja, sebagimana perintah Allah sebagai berikut:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ
عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِي الْقَتْلَى الْحُرُّ بِالْحُرِّ وَالْعَبْدُ
بِالْعَبْدِ وَالأُنثَى بِالأُنثَى فَمَنْ عُفِيَ لَهُ مِنْ أَخِيهِ شَيْءٌ
فَاتِّبَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ وَأَدَاء إِلَيْهِ بِإِحْسَانٍ ذَلِكَ تَخْفِيفٌ مِّن
رَّبِّكُمْ وَرَحْمَةٌ فَمَنِ اعْتَدَى بَعْدَ ذَلِكَ فَلَهُ عَذَابٌ أَلِيمٌ) البقرة:
١٧٨(
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas
kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh: orang merdeka dengan orang
merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang
mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti
dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat)
kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu
adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang
melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih. (QS.
Al-Baqarah: 178).
3) Had bagi pencuri adalah dipotong tangannya
dari pergelangan, jika pencuri bukan karena kebutuhannya yang mendesak, sebgaimana
Firman Allah sebagai berikut:
وَالسَّارِقُ
وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُواْ أَيْدِيَهُمَا جَزَاء بِمَا كَسَبَا نَكَالاً مِّنَ
اللّهِ وَاللّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ)
المائدة: ٣٨(
Artinya: Laki-laki
yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai)
pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Qs. Al-Maidah: 38).
4) Had menuduh orang lai berbuat zina (qadzaf)
adalah dicambuk sebanyak delapanpuluh kali dan tidak diterima persaksiannya.
Sesuai dengan firman Allah pada surat An-Nuur: 4 sebagai berikut:
وَالَّذِينَ يَرْمُونَ
الْمُحْصَنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَأْتُوا بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاء فَاجْلِدُوهُمْ
ثَمَانِينَ جَلْدَةً وَلَا تَقْبَلُوا لَهُمْ شَهَادَةً أَبَداً وَأُوْلَئِكَ هُمُ
الْفَاسِقُونَ) النور:
٤(
Artinya: Dan orang-orang yang menuduh
wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat
orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera,
dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka
itulah orang-orang yang fasik.(Qs. An-Nuur: 4).
5) Had zina: Dicambuk sebanyak seratus kali
cambukan, jika ia belum kawin, dan dirajam hingga mati jika ia sudah kawin.
Sesuai dengan firman Allah pada QS. An-Nuur: 2 sebagai berikut:
الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ
وَاحِدٍ مِّنْهُمَا مِئَةَ جَلْدَةٍ وَلَا تَأْخُذْكُم بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ
اللَّهِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَلْيَشْهَدْ
عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِّنَ الْمُؤْمِنِينَ) النور:
٢(
Artinya: Perempuan yang berzina dan laki-laki
yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera,
dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan)
agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah
(pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang
beriman.(Qs. An-Nuur: 2).
6) Had membuat kerusakan dibumi: Dibunuh atau
disalib, atau dipotong tangan dan kakinya secara bersilang atau diasingkan.
Menurut jumhur fuqaha’ di antaranya Asy-Syafi’I dan Imam Ahmad bahwa perampok jalanan
(penyamun) jika membunuh dan mengambil harta, mereka dibunuh dan tidak disalib,
tangan dan kaki mereka dipotong secara bersilang.[24]
Jika menakut-nakuti orang yang melakukan perjalanan dan tidak mengambil harta,
mereka diasingkan dari negerinya. Pendapat ini hampir sama dengan pendapatnya
Abu Hanifah. Imam (pemimpin) mempunyai
kebebasan untuk memilih hukuman yang sesuai dengan pendapatnya sebagai
pelajaran bagi orang lain dan sebagai jalan ntuk mencapai ketentraman. Sebagai
dasarnya adalah firman Allah dalam surat Al- Maidah: 33 sebagai berikut:
إِنَّمَا جَزَاء الَّذِينَ يُحَارِبُونَ اللّهَ
وَرَسُولَهُ وَيَسْعَوْنَ فِي الأَرْضِ فَسَاداً أَن يُقَتَّلُواْ أَوْ
يُصَلَّبُواْ أَوْ تُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُم مِّنْ خِلافٍ أَوْ
يُنفَوْاْ مِنَ الأَرْضِ ذَلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فِي الدُّنْيَا وَلَهُمْ فِي
الآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ)
المائدة: ٣٣(
Artinya:
Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan
Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau
disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik , atau
dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu
penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang
besar.( Qs. Al- Maidah: 33).
7) Had meminum khamar (minuman yang dapat
mengakibatkan mabuk) adalah dicambuk antara empatpuluh sampai delapanpuluh
kali.
8) Ta’zir adalah hukuman yang berupa memberi
pelajaran kepada pelaku jarimah dengan tujuan membuatnya jera. Dan hukuman
tidak ditentukan oleh Al-Qur’an dan hadits yang berkaitan dengan kejahatan yang
melanggar hak Allah dan hak hamba atau sesama manusia. Contohnya adalah memukul
anak usia 10 tahun apabila meninggalkan shalat.
Menurut hemat
penulis, jika pendidik memperhatikan pendidikan anak dari segi keimanannya,
membentuknya dalam pengawasan Allah dan takut kepada-Nya, maka ancaman-ancaman
Alquran dan Sunnah yang suci akan memberikan bekas yang besar dalam upaya
memperbaiki anak dan mencegahnya dari mendekati hal-hal yang diharamkan. Juga
telah kita bicarakan dalam Tanggung Jawab Pendidikan Keimanan tentang peran
yang wajib dilaksanakan pendidik dalam mendidik anak dari segi akidah dan membentuknya
dari segi Iman. Sehingga anak tumbuh dalam istiqamah, terdidik dalam
akhlak, dan ini adalah hukuman ancaman yang menjerakan, yang telah kita bahas
di atas.
Sebagai penutup
Abdullah Nashih Ulwan mengatakan, “sesungguhnya pendidik tidak boleh melalaikan
metode yang efektif dalam membuat anak jera. Metode-metode yang telah kita
terangkan adalah metode-metode terpenting dalam membuat anak jera”[25].
Di sini pendidik harus berlaku bijaksana dalam memilih dan memakai metode yang
paling sesuai. Tidak diragukan, bahwa metode-metode ini adalah bertingkat sesuai
dengan tingkatan anak dalam kecerdasan, kultur, kepekaan dan pembawaannya. Di
antara mereka ada yang cukup dengan isyarat dari kejauhan, yang menggetarkan
hatinya. Ada yang tidak jera, kecuali dengan pandangan cemberut dan marah yang
terus terang. Di antara mereka ada pula yang cukup dengan ancaman siksaan yang
akan dilaksanakan kemudian.
Pendidik yang
budiman, demikianlah berbagai metode pendidikan yang berpengaruh dan memberikan
bekas pada anak. Metode-metode tersebut, seperti telah kita ketahui merupakan
metode-metode esensial, praktis, dan efektif. Jika dapat dilaksanakan dengan
segala batasan dan persyaratannya, maka tidak diragukan lagi anak akan menjadi
manusia yang berarti, dihormati, dikenal di antara kaumnya sebagai orang yang
bertakwa, ahli beribadah, dan ihsan.
Kiranya sangat
keliru jika orang menyangka, bahwa “pendidikan dalam Islam tidak berdasarkan
pada prinsip-prinsip ini, terbentuk bukan pada metode metode ini, kecuali
pendidikan Rabbani, seperti pendidikan para Nabi”.[26]
Ia senantiasa berada dalam pengawasan Allah Taala, diciptakan oleh- Nya, yang
tidak mungkin ada kekurangan dan kesalahan sedikitpun. Islam dalam upaya
mendidik anak dari segi Iman, spiritual dan moral. Pendidikan dengan cara
memberi teladan yang baik, membuat anak akan mendapatkan sifat-sifat yang
utama, akhlak yang sempurna, meningkat pada keutamaan dan kehormatan. Tanpa
teladan yang baik, pengajaran dan nasehat, maka pendidikan tidak akan berguna.
Pendidikan
dengan kebiasaan, akan menjadikan anak berada dalam pembentukan edukatif dan
sampai pada hasil-hasil yang memuaskan Sebab, ini semua bersandarkan pada
metode memperhatikan dan mengawasi, berdasarkan bujukan dan ancaman, bertitik
tolak dari bimbingan dan pengarahan. Tanpa ini, pendidik akan seperti orang
yang menegakkan benang basah dan mengukir langit.
Dengan
pemberian nasehat, anak akan terpengaruh oleh kata-kau yang memberi petunjuk,
nasehat yang memberi bimbingan, kisah yang efektif, dialog yang menarik hati,
metode yang bijaksana dan pengarahan yang membekas. Tanpa ini, tak akan
tergerak perasaan anak, tidak akan bergerak hati dan emosinya, sehingga
pendidikan akan menjadi kering, tipis harapan untuk memperbaikinya.
Karenanya, jika
kita menginginkan kebaikan pada diri anak, kebahagiaan bagi masyarakat,
ketenteraman bagi negara, hendaknya metode-metode ini tidak kita abaikan. Dan
hendaknya kita berlaku bijaksana dalam memilih metode yang paling efektif dalam
situasi dan kcndisi tertentu. Semua ini bukanlah hal yang mustahil bagi Allah
Yang Maha Perkasa.[27]