Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget Atas Posting

Nilai-Nilai Pendidikan Yang Terkandung Dalam Surat Al-Hujarat


BAB IV
NILAI-NILAI PENDIDIKAN YANG TERKANDUNG DALAM SURAT AL-HUJARAT



A.    Nilai Akhlak
Pendidikan Islam sangat memperhatikan penataan individual dan sosial yang membawa penganutnya pada pemelukan dan pengaplikasian Islam secara komprehensif. Agar penganutnya memikul amanat dan yang dikehendaki Allah, pendidikan Islam harus dimaknai secara rinci, karena itu keberadaan referensi atau
sumber pendidikan Islam harus merupakan sumber utama Islam itu sendiri, yaitu al-Qur’an dan al-Sunnah[1].
Pada tatanan akhlak tentu tidak dapat dipisahkan dengan manusia sebagai sosok ciptaan Allah yang sangat sempurna. Akhlak adalah mutiara hidup yang membedakan makhluk manusia dengan makhluk hewan. Manusia tanpa akhlak akan hilang derajat kemanusiaannya sebagai makhluk Allah yang paling mulia, menjadi turun ke mertabat hewani. Manusia yang telah lari dari sifat insaniyahnya adalah sangat berbahaya dari binatang buas.
Di dalam surat at-Tin ayat 4-6 mengajarkan bahwa:
لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ، ثُمَّ رَدَدْنَاهُ أَسْفَلَ سَافِلِينَ، إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَلَهُمْ أَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُونٍ (التين: ٤-٦)
Artinya: Sesunguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya; kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka); kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, amal bagi mereka pahala yang tidak putus-putus (Q. S. at-Tin: 4-6)

Keterangan ayat di atas menggambarkan bahwa manusia dapat saja rendah derajatnya melebihi binatang apabila tidak berakhlak. Akhlak merupakan salah satu jalan manifestasi dari keimanan, serta usaha untuk mengaplikasi iman dan Islam secara langsung
Surat al-Hujurat ayat 11-13 memiliki makna yang luas dan mendalam, membahas tentang akhlak sesama kaum Muslim khususnya. Ayat ini dapat dijadikan pedoman agar terciptanya sebuah kehidupan yang harmonis, tentram dan damai. Sebagai makhluk sosial setiap manusia tentu tidak ingin haknya tergganggu. Oleh karena itu, di sinilah pentingnya bagaimana memahami agar hak (kehormatan diri) setiap orang tidak tergganggu sehingga tercipta kehidupan masyarakat harmonis. Seperti yang telah penulis jelaskan pada bab sebelumnya bahwa surat al- Hujurat ayat 11-13 ini merupakan di antara sekian banyak surat yang membicarakan nilai-nilai pendidikan akhlak. Untuk lebih jelasnya penulis uraikan sebagai berikut:
1.     Nilai pendidikan menjunjung tinggi kehormatan kaum Muslimin, mendidik manusia untuk selalu menghargai dan menjaga kehormatan mereka. Dengan demikian akan terwujud kehidupan masyarakat yang harmonis.
2.     Nilai pendidikan taubat mendidik manusia agar senantiasa mensucikan jiwa mereka. Sehingga wujud dari taubat dengan beramal shaleh dapat dilaksanakan dalam kehidupannya.
3.     Nilai pendidikan husnudhdhan mendidik manusia untuk selalu berfikir positif agar hidup menjadi lebih produktif, sehingga energi tidak terkuras hanya untuk memikirkan hal-hal yang belum pasti kebenarannya.
4.     Nilai pendidikan ta’aruf mendidik manusia untuk selalu menjalin komunikasi dengan sesama, karena banyaknya relasi merupakan salah satu cara untuk mempermudah datangnya rezeki.
5.     Nilai pendidikan egaliter mendidik manusia untuk bersikap rendah hati, sedangkan rendah hati merupakan pakaian orang-orang yang beriman yang akan mengangkat derajatnya di sisi Allah SWT.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kedudukan semua orang adalah sama, artinya siapa yang melakukan kesalahan maka baginya pantas mendapatkan hukuman yang setimpal. Dengan tidak memandang latar belakang dan jabatan yang disandangnya, karena hanya ketakwaan yang membedakan antara yang satu dengan lainnya.
B.    Nilai Moral
Menurut akal sehat setiap orang ingin dihargai dan dihormati, terlebih lagi orang tersebut memiliki kedudukan yang terhormat. Dalam prakteknya di lapangan banyak orang yang hanya ingin dihormati tetapi tidak mau menghormati orang lain. Oleh karena itu, kebiasaan menjunjung kehormatan kaum Muslimin harus benar-benar dibiasakan sejak anak itu masih kecil[2]. Dalam lingkungan keluarga pendidikan saling menghormati harus betul-betul diterapkan melalui metode keteladanan. Sebab pendidikan keluarga merupakan pendidikan pertama kali yang dirasakan dan menyentuh jiwa anak[3]. Sebagai contoh seorang anak yang sehari-harinya biasa melihat ibu berdusta maka sulit bagi anak menjadi orang yang jujur. Demikian pula seorang anak yang sehari-harinya biasa melihat ayahnya mengolok-olok, mencela, menggunjing dan memanggil ibunya dengan kecacatan yang ada pada ibu tersebut maka sulit bagi anak menjadi orang yang menghormati orang lain.
Oleh karena itu dalam kehidupannya dituntut adanya hidup rukun, damai, saling bantu membantu dan mencintai terhadap sesamanya, sebagai wujud nyata  akhlak terhadap sesama manusia. Sehubungan dengan hal ini Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Maidah ayat 1 yang berbunyi:
وَتَعَاوَنُواْ عَلَى الْبرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُواْ عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُواْ اللّهَ إِنَّ اللّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ) المائدة: ٢(
Artinya: ....dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa dan janganlah kamu tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran (permusuhan) dan bertakwalah kamu kepada Allah SWT, karena sesungguhnya Allah SWT  amat berat siksa-Nya. (QS. Al-Maidah:1).

Dalam mewujudkan akhlak terhadap sesama  manusia, Islam menyarankan bahwa manusia hidup saling tolong menolong, bantu membantu, sayang menyayangi serta menjalani hubungan tali persaudaraan yang baik terhadap sesamanya, karena di dunia ini manusia tidak dapat hidup sendiri-sendiri, ia selalu memerlukan bantuan orang lain demi kesempurnaan kehidupannya.
Metode nasihat dan metode kisah dapat digunakan pendidik untuk memberikan penjelasan kepada anak didik tentang pentingnya menjunjung kehormatan kaum Muslimin dalam kehidupan serta menjelaskan alasan mengapa harus menghormati kaum Muslimin yaitu agar terciptanya kehidupan yang harmonis. Pendidik juga dapat memperkuat penjelasan tersebut dengan memberikan perumpamaan orang-orang yang tidak menghormati hak kaum Muslimin dan yang terpenting lagi menjelaskan dampak negatif dari orang tidak menjunjung kehormatan kaum Muslimin, di antaranya akan dijauhi oleh temantemannya, menimbulkan perpecahan dan pertengkaran serta jauh dari Allah dekat dengan neraka dan jauh dari surga.
Akhlak merupakan cermin kepribadian seseorang, sehingga baik buruknya seseorang dapat dilihat dari kepribadiannya. Al-Qur’ an adalah sumber pokok dalam berprilaku dan menjadi acuan kehidupan, karena di dalamnya memuat berbagai aturan kehidupan dimulai dari hal yang urgent sampai kepada hal yang sederhana sekalipun. Jika Al-Qur’an telah melekat dalam kehidupan setiap insan, maka ketenangan dan ketentraman bathin akan mudah ditemukan dalam realita kehidupan.
C.    Nilai Prilaku Sosial
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri dan membutuhkan orang lain. Dengan ta’aruf keakraban dan keharmonisan dalam kehidupan akan terjalin di antara sesama[4]. Kebiasaan ini hendaknya sudah diajarkan kepada anak didik sejak kecil, sehingga ketika sudah dewasa anak tersebut akan menjadi pribadi yang peduli kepada sesama melalui upaya ta’aruf. Namun kalau dicermati bahwa pada zaman sekarang ini tradisi ta’aruf sekaligus silaturrahim sudah kurang mendapat perhatian telebih lagi di kota-kota besar, kehidupan lebih bersifat individualistik setiap orang sudah disibukkan dengan urusannya masing-masing, sehingga ta’aruf dan jalinan silaturrahim semakin terabaikan[5].
Dalam surat Al-Hujurat ayat 13 Allah SWT berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوباً وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ   )الحجرات: ١١ -١٣(
Artinya: Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.(Qs. Al-Hujurat:13 )

Oleh karena itu, seorang pendidik harus menanamkan kembali tentang pentingnya ta’aruf dan silaturrahim, sehingga diharapkan nantinya ketika sudah dewasa anak tersebut gemar melakukan ta’aruf dan bersilaturrahim sebagai wujud kepedulian sesama. Dalam kaitannya dengan manamkan sikap saling berta’aruf dan silaturrahim metode nasihat dapat dijadikan sebagai salah satu metode untuk menumbuhkan sikap tersebut. Metode nasihat merupakan metode yang sering digunakan orang tua dalam mendidik anaknya menjadi manusia yang lebih baik. Seorang pendidik harus mampu menjelaskan pentingnya ta’aruf dan silaturrahim serta hikmah yang terkandung di dalamnya, karena memang ta’aruf dan silaturrahim banyak mengandung manfaat. Agar metode ini dapat terlaksana dengan baik, maka dalam pelaksanaannya perlu memperhatikan beberapa hal, yaitu:
1.     Gunakan bahasa yang baik dan sopan serta mudah dipahami anak didik.
2.     Jangan sampai menyinggung perasaan orang yang dinasihati atau orang disekitarnya.
3.     Sesekali selingi nasihat dengan humor yang bisa membuat suasana lebih nyaman bagi anak dengan tidak melanggar aturan yang melanggar Islam, seperti berbohong.
Di samping metode nasihat, metode pembiasaan bisa digunakan oleh pendidik sekaligus orang tua agar anak terbiasa ta’aruf dan bersilaturrahim. Misalnya orang tua mengajak anaknya untuk mengunjungi saudaranya baik itu kerabat dekat maupun jauh lalu memperkenalkannya. Berkunjung ke saudara jangan hanya ketika membutuhkan bantuan, namun pada saat kapan pun bersilaturrahim bisa dilakukan. Namun perlu diingat juga bahwa bersilaturrahim tersebut jangan dilakukan terlalu sering maupun terlalu jarang, sehingga dengan demikian akan timbul rasa saling mencintai karena Allah SWT.
Metode kisah bisa juga digunakan oleh seorang pendidik dalam menanamkan agar anak terbiasa ta.aruf dan bersilaturrahim. Pendidik bisa menjelaskan kisah Nabi Ibrahim AS. Beliau senang sekali dengan kedatangan tamu, bahkan beliau senantiasa mencari tamu untuk bisa diajak makan bersama. Hal ini menandakan bahwa beliau senang bersilaturrahim untuk menjaga ukhuwah di antara sesama Muslim dan berbagi rezeki ketika mendapat nikmat dari Allah.
Dengan demikian Islam dalam ajaran syariatnya, mengukuhkan adanya penghormatan terhadap manusia, menjamin kebebasan kehidupan dan hak asasi mereka, dan kedudukan mereka di hadapan hukum adalah sama. Tidak ada ajaran untuk melebihkan satu dari yang lain di hadapan hukum, kecuali dengan mengamalkan kebaikan dan meninggalkan perbuatan dosa dan pelanggaran. Adapun bentuk dari pelaksanaan persamaan hak itu antara lain ialah penerapan hukum bagi pelaku kejahatan tanpa membeda-bedakan status sosial pelakunya.




[1] Imam Ghazali, Ihya Ulumuddin, terj. Purwanto, Cet. VI, (Bandung: Marja, 2006), hal. 9.
[2] Abdurrahman, An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat, terj. Cet. I, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), hal. 296.

[3] Ibid., hal. 297.

[4] Muhammad Nasib Rifai, Kemudahan dari Allah Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, jilid IV, (Jakarta: Gema Insani, 2000), hal. 429.

[5] Ibid., hal. 430.