Pembelajaran Bahasa Daerah
A. Pembelajaran Bahasa Daerah
Dalam kegiatan pembelajaran, terdapat
beberapa istilah tentang cara mengajar seperti model, strategi, pendekatan,
metode, dan teknik pembelajaran. Soekamto berpendapat model pembelajaran adalah
kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu,
dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para
pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktifitas belajar mengajar.[1]
Strategi pembelajaran Bahasa Daerah
adalah kegiatan yang dipilih pengajar dalam proses pembelajaran, sehingga
memperlancar tercapainya tujuan pembelajaran Bahasa Daerah. Supaya proses
pembelajaran Bahasa Daerah berlangsung dengan baik perlu diatur strateginya.
Penggunaan strategi sangat mempengaruhi
proses pembelajaran Bahasa Daerah, oleh karena itu seorang guru hendaklah
menggunakan strategi yang baik dan sesuai dengan tujuan pembelajaran Bahasa
Daerah. Penggunaan strategi yang sesuai akan mendukung tercapainya tujuan
sebagaimana yang diharapkan, akan tetapi penggunaan strategi yang tidak sesuai
dengan bahan pelajaran dapat menyebab-kan kesulitan bagi siswa dalam mencerna
pelajaran yang telah disampaikan oleh guru sehingga tujuan yang ingin dicapai
tidak sempurna sebagaimana yang diinginkan. Model mencakup strategi,
pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.
Strategi itu sendiri merupakan siasat dalam pembelajaran yang bertujuan
meng-optimalkan proses belajar dan pembelajaran. Ramly Maha mendefinisikan
strategi sebagai “kemampuan mengatur langkah-langkah dan menata semua potensi
yang ada agar suatu rancangan pembelajaran yang disusun akan bermanfaat
seoptimal mungkin, sehingga suatu kegiatan pem-belajaran tercapai sasarannya.”[2] Menurut
Dr. Nana Sudjana, strategi mengajar adalah “taktik yang digunakan guru dalam
melaksanakan proses pembelajaran agar dapat mempengaruhi para siswa mencapai
tujuan secara efektif dan efisien.[3]
Mencermati beberapa pengertian strategi
di atas, penulis lebih condong bahwa strategi pembelajaran adalah taktik yang
digunakan guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar yang dapat
mempengaruhi para siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan
efisien. Dalam strategi terdapat beberapa
pendekatan. Pendekatan adalah cara pandang yang digunakan guru dalam
memecahkan suatu masalah. Satu masalah yang dipelajari oleh dua orang dengan
pendekatan yang berbeda akan menghasilkan kesimpulan yang juga berbeda.
Misalnya strategi untuk mengaktifkan anak didik belajar dapat dilaksanakan
dengan menerapkan pendekatan yang berpusat pada siswa, seperti pendekatan
kontekstual, pendekatan tematik, ataupun pendekatan problem posing (pengajuan
masalah).[4]
Adapun metode adalah cara mengajar yang
sifatnya umum dan dapat diguna-kan untuk berbagai mata pelajaran dengan
memperhatikan sasaran tujuannya. Dengan kata lain, metode adalah cara atau
jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan pendidikan. Contohnya metode ceramah
dapat digunakan untuk memperkenalkan teori baru yang bersifat knowledge,
dan metode tanya jawab untuk pengembangan sikap dan nilai. Sedangkan teknik
merupakan cara mengajar yang bersifat khusus sesuai dengan karakter materi
pelajaran, peserta didik atau keterampilan guru. Jadi teknik penyajian adalah
“suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang diperlukan oleh guru.[5]
Dalam pembelajaran Bahasa Daerah guru
tidak hanya mengambil semua kesempatan untuk menjelaskan, tetapi memberi
kesempatan kepada siswa untuk bertanya atau mengemukakan pendapatnya. Jika kesempatan
itu tidak diberikan maka guru tidak mengetahui apakah siswanya sudah memahami
materi pembelajaran itu, dan akibatnya tujuan pembelajaran Bahasa Daerah tidak
tercapai.
Bahasa daerah di Indonesia,
garis pembinaan dan pengembangannya tunduk pada kebijakan pembinaan dan
pengembangan bahasa daerah. Pembinaan dan pengembangan bahasa daerah dapat
dirunut mulai Sumpah Pemuda 1928. Bunyi Sumpah Pemuda yang terkait dengan
bahasa daerah adalah “Kami putra-putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan
bahasa Indonesia”. Dari isi Sumpah Pemuda, secara implisit diakui keberadan
bahasa daerah. Dalam Perubahan Keempat UUD 1945 bab XIII, Pasal 32 , dinyatakan
(1) negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah-tengah peradaban
dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam mmelihara dan mengembangkan
nilai-nilai budayanya dan (2) negara menghormati dan memelihara bahasa daerah
sebagai kekayaan budaya nasional.
Selanjutnya dalam Undang-undang
Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang dijabarkan lagi ke dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000, dinyatakan bahwa pengembangan bahasa
dan budaya daerah yang merupakan bagian dari bidang pendidikan dan kebudayaan
menjadi kewenangan Pemerintah Propinsi. Dalam Politik Bahasa Nasional tentang
kedudukan dan fungsi bahasa daerah dinyatakan bahwa di dalam hubungannya dengan
kedudukan bahasa Indonesia, bahasa-bahasa seperti Bali, Batak, Bugis, Jawa,
Madura, Makasar, dan Sunda, yang terdapat di wilayah Republik Indonesia,
berkedudukan sebagai bahasa daerah. Di dalam kedudukannya sebagai bahasa
daerah, bahasa-bahasa seperti Bali, Batak, Bugis, Jawa, Madura, Makasar, dan
Sunda berfungsi sebagai (1) lambang kebanggaan daerah, (2) lambang identitas
daerah, dan (3) alat perhubungan di dalam keluarga dan masyarakat daerah.[6]
Di antara semua bidang
linguistik terapan, bidang pembelajaran bahasa ibu dan bahasa asing merupakan
bidang yang sudah mantap perkembangannya karena pembelajaran bahasa mempunyai
daya jual yang tinggi dan diperlukan masyarakat. Pengetahuan linguistik mengenai
bentuk, makna, struktur, fungsi, dan variasi bahasa sangat diperlukan sebagai
modal dasar pembelajaran bahasa.[7]Kegiatan
pembelajaran bahasa merupakan upaya yang mengakibatkan siswa dapat mempelajari
bahasa dengan cara efektif dan efisien.
Upaya-upaya yang dilakukan dapat berupa
analisis tujuan dan karakteristik studi dan siswa, analisis sumber belajar,
menetapkan strategi pengorganisasian, isi pembelajaran, menetapkan strategi
penyampaian pembelajaran, menetapkan strategi pengelolaan pembelajaran, dan
menetapkan prosedur pengukuran hasil pembelajaran. Oleh karena itu, setiap
pengajar harus memiliki keterampilan dalam memilih strategi pembelajaran untuk
setiap jenis kegiatan pembelajaran. Dengan demikian, dengan memilih strategi
pembelajaran yang tepat dalam setiap jenis kegiatan pembelajaran, diharapkan
pencapaian tujuan belajar dapat terpenuhi.[8]
Suatu program pembelajaran
bahasa yang menyeluruh dan terpadu tidak dapat melepaskan diri dari pemberian
input kebahasaan dan aspek-aspek kebudayaan pada waktu yang bersamaan. Hal ini
perlu dilakukan agar pelajar dapat mengaplikasikan kecakapan linguistik
dan keterampilan berbahasa dalam suatu konteks budaya
sebagaimana dianut oleh suatu masyarakat. Dalam proses belajar-mengajar bahasa
ada sejumlah variabel, baik bersifat linguistik maupun yang bersifat
nonlinguistik, yang dapat menentukan keberhasilan proses belajar mengajar itu.
Variabel-variabel itu bukan merupakan hal yang terlepas dan berdiri
sendiri-sendiri, melainkan merupakan hal yang saling berhubungan, berkaitan,
sehingga merupakan satu jaringan sistem. Keberhasilan belajar bahasa, yaitu
yang disebut asas-asas belajar, yang dapat dikelompokkan menjadi asas-asas yang
bersifat psikologis anak didik, dan yang bersifat materi linguistik. Asas-asas
yang yang bersifat psikologis itu, antara lain adalah motivasi, pengalaman
sendiri, keingintahuan, analisis sintesis dan pembedaan individual.
Motivasi lazim diartikan
sebagai hal yang mendorong seseorang untuk berbuat sesuatu. Maka untuk
berhasilnya pengajaran bahasa, murid-murid sudah harus dibimbing agar memiliki
dorongan untuk belajar. Jika mereka mempunyai dorongan untuk belajar. Tanpa
adanya kemauan, tak mungkin tujuan belajar dapat dicapai. Jadi, sebelum proses
belajar mengajar dimulai, atau sebelum berlanjut terlalu jauh, sudah seharusnya
murid-murid diarahkan. Pengalaman sendiri atau apa yang dialami sendiri akan
lebih menarik dan berkesan daripada mengetahui dari orang, karena pengetahuan
atau keterangan yang didapat dan dialami sendiri akan lebih baik daripada hanya
mendengar keterangan guru. Keingintahuan merupakan kodrat manusia yang dapat
menyebabkan manusia itu menjadi maju. Pada anak-anak usia sekolah rasa
keingintahuan itu sangat besar. Rasa keingintahuan ini dapat dikembangkan
dengan memberi kesempatan bertanya dengan meneliti apa saja.
[1] Rahmah Johar dkk., Strategi Belajar Mengajar (Banda Aceh: FKIP
Universitas Syiah Kuala, 2006), hal. 8.
[2] Ramly Maha, Strategi Pembelajaran (Banda Aceh: KKD Rahmad, 1994),
hal. 1.
[3] Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi, Pengelolaan Pengajaran (Jakarta:
Rineka Cipta, 1991), hal. 33.
[4] Rahmah Johar dkk., Strategi Belajar..., hal. 9-10.
[5] Hasan Langgulung, Manusia dan
Pendidikan; Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan, (Jakarta:
al-Husna Zikra, 1995), hal. 39.
[6]
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Hasil Seminar Politik Bahasa Nasional. Jakarta: Seri Penyuluhan 3. 1977.
Post a Comment for "Pembelajaran Bahasa Daerah"