Pembinaan Pendidikan Agama Anak Pada Masyarakat
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Agama Islam yang diwahyukan kepada Rasulullah
Muhammad SAW mengandung nilai kependidikan yang bertujuan untuk menjadi rahmat
bagi sekalian alam. Nilai-nilai pendidikan tersebut terkandung suatu potensi
yang mengacu kepada dua fenomena perkembangan yaitu; pertama, potensi psikologi
dan pedagogis yang mempengaruhi manusia untuk menjadi pribadi yang berpotensi
dan berilmu pengetahuan yang derajatnya lebih dibandingkan dengan
makhluk-makhluk lainnya. Kedua, potensi pengembangan kehidupan manusia sebagai khalifah di muka
bumi yang dinamis dan kreatif serta responsive terhadap lingkungan sekitarnya.
Untuk mengaktualisasikan (terlaksana) dan memfungsikan potensi tersebut di atas
diperlukan ikhtiar pendidikan yang sistematis dan berencana berdasarkan
pendekatan serta wawasan interdisipliner (antar cabang ilmu pengetahuan dengan
disiplin ilmu). Agama Islam membawa nilai-nilai dan norma-norma kewahyuan bagi
kepentingan hidup manusia di atas bumi, baru berjalan dan berfungsi bila dikaitkan
ke dalam pribadi melalui proses pendidikan yang konsisten, terarah kepada
tujuan.[1]
Pendidikan dalam Islam bertujuan untuk membangun
watak kepribadian manusia, terutama kepada anak-anak, yaitu dengan menanamkan
ilmu agama sejak kecil, karena perkembangan agama pada masa anak-anak terjadi
melalui pengalaman hidupnya sejak kecil dalam keluarga, di sekolah dan dalam
lingkungan masyarakat.
Anak merupakan amanah Allah bagi orang tua yang lahir
dalam keadaan suci tidak ada dosa, bagaikan sehelai kain putih yang belum
ternoda dan tidak dihiasi dengan motif-motif tertentu. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda:
حديث
ابي هريرة رضي الله عنه قال النبي صل الله عليه وسلم:مامن مولود يولد على الفطرة
فابواه يهودانه اوينصرانه اويمجسانه (رواه البخاري)
Artinya : “Abu Hurairah ra berkata: Nabi SAW bersabda:
Tiada bayi yang dilahirkan melainkan lahir di atas fitrah, maka ayah dan ibunya
yang menjadikan Yahudi, Nasrani atau Majusi”(HR. Bukhari)[2]
Dari hadits di atas dapat dipahami bahwa orang tualah
yang memberikan corak atau motif kepadanya, oleh karena itu apabila orang tua
mendidik anaknya dengan baik dan benar sesuai dengan ajaran Islam maka anak
akan terjaga dan tumbuh serta berkembang ke arah kedewasaan yang lebih sempurna (insan kamil).
Orang tua adalah pembina pribadi yang pertama dalam
hidup anak. Kepribadian orang tua, sikap dan cara hidup mereka, merupakan
unsur-unsur pendidikan yang tidak langsung yang dengan sendirinya akan masuk ke
dalam pribadi anak yang sedang tumbuh itu, perlakuan orang tua terhadap
anak-anaknya merupakan unsur pembinaan dalam pribadi anak.
Zakiah Daradjat mengatakan: “Orang tua pendidik utama
dan pertama bagi anak-anak mereka, karena dari merekalah anak mula-mula
menerima pendidikan. Dengan demikian bentuk pertama dari pendidikan terdapat
dalam kehidupan keluarga.”[3]
Muhammad Ali Al-Hasyim mengatakan, “Tuntutan secara
tegas yang menjadi tanggung jawab bagi semua orang tua dan keluarga serta anak
kita semua senantiasa memberikan pendidikan agama secara sempurna bagi
anak-anak kita dalam pembentukan jiwa anak yang berakhlak mulia dan menjadi
anak yang shaleh-shalehahyang berguna bagi agama dan bangsa“.[4]
Moh. Shochib mengatakan,”untuk mencapai keberhasilan
pendidikan anak di sekolah mampu di tempat lain adalah harus berlatang belakang
dari keluarga yang harmonis, penuh kasih sayang dan menerapkan disiplin
berdasarkan kecintaan”.[5]
Keluarga merupakan “pusat pendidikan” yang pertama dan terpenting karena sejak
timbulnya adab kemanusian sampai kini. Keluarga selalu mempengaruhi pertumbuhan
budi pekerti setiap manusia. Di samping itu orang tua dapat menamakan benih kebatinan yang sesuai dengan
kebatinannya sendiri ke dalam jiwa anak-anaknya. Inilah hak orang tua yang utuh
dan tidak bisa dibatalkan oleh orang lain”.[6]
Singgih Dirgagurarsa mengatakan, “Kepedulian orang
tua terhadap pendidikan anak diwujudkan dalam dua bentuk, yaitu: motivasi dan
dukungan kelengkapan belajar. Motivasi yang dimaksud oleh Singgih Dirgagurarsa
adalah dorongan atau kehendak yang menyebabkan timbulnya semacam kekuatan agar
seseorang itu berbuat atau bertindak dalam perkataan lain bertingkah laku.
Karena tingkah laku tersebut dilatar belakangi oleh adanya motivasi”.[7]
Abu Abdullah Bin Muhammad Ismail Al-Bukhary
mengatakan, “Anak adalah amanah Allah yang dititipkan kepada orang tua sebagai
amanah, kehadiran anak di tengah keluarga harus disyukuri, salah satu cara
mensyukuri anak adalah orang tua mendidiknya dengan baik agar menjadi generasi
yang berkualitas”.[8]
Sehubungan dengan
penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa setiap orang tau mempunyai kewajiban
untuk memberikan pembinaan pendidikan agama Islam kepada anak-anaknya.
Seorang nelayan juga
mempunyai tanggung jawab untuk mendidik dan membina pendidikan agama kepada
anak. Walaupun mereka sibuk dengan mencari nafkah ditengah lautan, akan tetapi
persoalan pendidikan anak ini tidak dapat lepas dari tanggung mereka sebagai
orang tua. Hal ini jarang terjadi pada orang tua dalam masyarakat Desa
Keuneukai Kecamatan Suka Raja Kota Madya Sabang. Dimana mereka sibuk dengan
kegiatan mereka sebagai nelayan dan jarang memperdulikan terhadapa pembinaan
pendidikan agama anak. Sehingga anak tidak dapat menerima pendidikan agama
secara maksimal sebagai jalan untuk mendapatkan kebahagiaan di dunia dan
akhirat kelak. Hal inilah yang telah menggugah hati penulis untuk meneliti
sebuah judul “Pembinaan Pendidikan Agama Anak Pada Masyarakat Nelayan di Kampung
Keuneukai Kecamatan Suka Jaya Kota Madya Sabang”
B.
Rumusan Masalah
Sehubungan dengan uraian
di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana Pembinaan
pendidikan agama anak di kalangan masyarakat nelayan di Kampung Keuneukai
Kecamatan Suka Jaya Kota Madya Sabang?
2. Apa saja
kendala-kendala masyarakat nelayan dalam Pembinaan pendidikan agama anak di Kampung
Keuneukai Kecamatan Suka Jaya Kota Madya Sabang?
3. Apa saja
usaha-usaha yang dilakukan oleh masyarakat nelayan dalam membina pendidikan agama
anak Kampung Keuneukai di Kecamatan Suka Jaya Kota Madya Sabang?
C. Penjelasan
Istilah
Untuk menghindari
kesalahan tentang penjelasan istilah-istilah yang terdapat dalam judul skripsi
ini, perlu diberikan batasan-batasan sebagai berikut:
a. Pembinaan
Pembinaan menurut bahasa berasal dari kata “bina”, berawalan “pe” dan berakhiran “an”,
bina atau membina artinya membangun, mendirikan, membuat lebih baik. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, pembinaan adalah usaha atau tindakan dan kegiatan
yang dilakukan secara berdaya guna untuk memperoleh hasil yang baik.[9]
Pembinaan menurut istilah adalah suatu usaha untuk menggerakkan manusia dalam
melaksanakan apa yang dihendakinya dalam usaha untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan. Menurut Hidayat pembinaan adalah suatu usaha yang dilakukan dengan
sadar, berencana, teratur, dan terarah untuk meningkatkan pengetahuan,
perilaku, serta keterampilan subjek anak didik dengan tindakan, pengarahan dan
bimbingan”.[10]
Berdasarkan pengertian di atas, pembinaan yang penulis maksud disi adalah
suatu usaha yang dilakukan secara terus menerus dengan membina ajaran islam
dalam jiwa anak pada masyarakat nelayan Kampung Keuneukai Kecamatan Suka Jaya Kota Madya Sabang menuju
terbentuknya pribadi yang utama untuk mencapai hasil yang lebih baik bagi
kehidupan anak untuk masa yang akan datang.
b. Pendidikan
Menurut Nur Udhita
pendidikan adalah bimbingan yang dilakukan oleh seseorang dewasa terhadap
terdidik dalam masa pertumbuhan agar ia memiliki kepribadian muslim”.[11]
Pengertian pendidikan agama menurut Zuhairini pendidikan agama berarti
usaha-usaha secara sistematis dan pragmatis dalam membatu anak didik agar
supaya mereka sesuai dengan ajaran Islam”.[12]
Jadi pembinaan
pendidikan agama yang penulis maksudkan adalah usaha yang dilaksanakan oleh
masyarakat Kampung Keuneukai Kecamatan Suka Jaya Kota Madya Sabang secara
berencana dan sistematis untuk membantu generasi muda dalam mengembangkan
kemampuan, sikap dan tingkah laku sesuai dengan ajaran Islam dengan cara
bimbingan dan pengajaran.
c. Masyarakat
Nelayan
Masyarakat adalah
sekelompok manusia yang hidup dan bertempat tinggal dalam satu kawasan dan
saling berinteraksi sesamanya untuk mencapai tujuan”.[13]
Sedangkan nelayan adalah orang yang mata pencahariannya penangkap ikan di laut”.[14]
Nelayan juga diartikan yang
mata pencaharian utamanya dari usaha menangkap ikan di laut”[15]
D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian
dalam membahas skripsi ini adalah:
1. Untuk mengetahui
pembinaan pendidikan agama anak di kalangan masyarakat di Kampung Keuneukai
Kecamatan Suka Jaya Kota Madya Sabang
2. Untuk
mengetahui kendala-kendala masyarakat nelayan dalam pembinaan pendidikan agama anak di Kampung Keuneukai
Kecamatan Suka Jaya Kota Madya Sabang.
3. Untuk
mengetahui usaha-usaha yang dilakukan dalam membina pendidikan agama anak di
kalangan masyarakat nelayan di Kampung Keuneukai Kecamatan Suka Jaya Kota Madya
Sabang.
E. Postulat dan Hipotesis
Postulat adalah
merupakan anggapan dasar yang kebenarannya tidak diragukan lagi sedangkan
hipotesis adalah merupakan jawaban sementara yang masih memerlukan pembuktian
kebenarannya.
Adapun yang menjadi
postulat adalah sebagai berikut:
- Pendidikan
Islam adalah merupakan usaha bagi pengembangan potensi dasar yang dimiliki
oleh setiap umat manusia dari segi mental maupun spiritual untuk mencapai
kebahagiaan dunia dan akhirat.
- Lingkungan
pendidikan Islam dilaksanakan pada tiga tempat keluarga, sekolah dan masyarakat.
Berdasarkan postulat di
atas, maka penulis merumuskan hipotesis sebagai berikut:
a. Sebagian
masyarakat nelayan di Kampung Keuneukai Kecamatan Suka Jaya Kota Madya Sabang
kurang memperhatikan pentingnya pendidikan agama anak Islam baik yang bersifat
formal maunpun informal serta nonformal.
b. Masyarakat
nelayan di Kampung Keuneukai Kecamatan Suka Jaya Kota Madya Sabang di Lampulo telah
melakukan upaya-upaya dalam membina pendidikan agama anak
c. Adanya
hambatan-hambatan yang dihadapi masyarakat nelayan di Kampung Keuneukai
Kecamatan Suka Jaya Kota Madya Sabang dalam membina pendidikan agama anak.
[3] Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi
Aksara, 1996), hal. 35.
[4] Muhammad Ali Al-Hasyim, Jati
Diri Muslim, (Jakarta Timur: Pustaka Al-Kausar, 1999), hal. 96.
[5] Moh. Shochib, Pola Asuh
Orang Tua Dalam Membantu Anak Mengembangkan Disiplin Diri, (Jakarta: Reneka Cipta, 1997), hal. 8.
[6] Ibid., hal. 10.
[7] Singgih Dirgagurarsa, Pengantar Psikologi, (Jakarta
: Mutiara, 1978), hal. 92.
[8]Abu Abdullah Bin Muhammad
Ismail Al-Bukhary, Shahihul Bukhary, (Mesir: Makhtabah Al-Husaini, t.t),
hal. 240.
[9] Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
1990), hal. 177.
[10] S. Hidayat, Pembinaan
Generasi Muda, Cet. I, (Surabaya: Study Group, 1978), hal. 26.
[11]Nur Udhita, Ilmu Pendidikan Islam,
(Bandung: Pustaka Setia, 1997), hal. 95
[12]Zuhairini, dkk., Metode Khusus
Pendidikan Agama, Cet. VIII, (Surabaya: Usaha Nasional, 1983), hal. 23.
[13]W. J. S. Poerwadarminta, Kamus
Umum…, hal. 1016.
[14]Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
1990), hal. 612.