Pembinaan Pendidikan Agama Anak
BAB III
Pembinaan
Pendidikan Agama Anak
A. Hakikat Mendidik Anak
Sebelum sampai pada pengertian pendidikan anak, maka
perlu di awali apa yang dimaksud dengan pendidikan itu sendiri. Terdapat
beragam pandangan mengenai pengertian pendidikan sebagai berikut:
Ahmad D Marimba misalnya, mengatakan bahwa:
Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar
oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan ruhani si terdidik menuju
terbentuknya kepribadian yang utama. Berdasarkan rumusannya ini, Marimba menyebutkan
terdapat lima unsur utama pendidikan, yaitu: pertama, usaha (kegiatan)
yang bersifat bimbingan, pimpinan atau pertolongan yang dilakukan secara sadar.
Kedua, terdapat pendidik, pembimbing atau penolong. Ketiga, ada
yang di didik atau si terdidik. Keempat, adanya dasar dan tujuan dalam
bimbingan tersebut. Kelima, dalam usaha itu ada alat-alat yang
dipergunakan.[1]
Menurut Ahmad Tafsir definisi tersebut dinilai sebagai
definisi yang belum mencakup semua unsur yang dikenal sebagai pendidikan.
Definisi tersebut cukup memadai bila pendidikan dibatasi hanya pada pengaruh
seseorang pada orang lain, dengan sengaja atau sadar. “Pendidikan oleh diri
sendiri dan oleh lingkungan, nampak belum mencakup kedalam batasan pendidikan
dalam pandangan Ahmad D Marimba tersebut”.[2]
Formulasi definisi pendidikan selanjutnya diajukan oleh
tokoh pendidikan nasional, Ki Hajar Dewantoro. Pendidikan adalah:
Usaha yang dilakukan dengan penuh keinsyafan yang
ditujukan untuk keselamatan dan kebahagiaan manusia. Pendidikan tidak hanya
bersifat pelaku pembangunan tetapi sering merupakan perjuangan pula. Pendidikan
berarti memelihara hidup tumbuh kearah kemajuan, tidak boleh melanjutkan
keadaan kemarin menurut alam kemarin. Pendidikan adalah usaha kebudayaan,
berasas peradaban, yakni memajukan hidup agar mempertinggi derajat kemanusiaan.[3]
Rumusan pendidikan ini nampak bernuansa dinamis dan
modern. Pendidikan tidak boleh hanya memberikan bekal untuk membangun, tetapi
seberapa jauh didikan yang diberikan itu dapat berguna untuk menunjang kemajuan
suatu bangsa. Hal yang demikian ini nampaknya sejalan dengan pesan Khalifah
Umar Ibn Al-Khatab yang mengatakan anak-anak masa sekarang adalah generasi muda
dimasa yang akan datang. “Dunia dan kehidupan yang akan mereka hadapi berbeda
dengan dunia yang sekarang. Untuk itu apa yang diberikan kepada anak didik
harus memperkirakan kemungkinan-kemungkinan relevansi dan kegunaannya dimasa
datang”.[4]
Definisi pendidikan yang agak luas cakupannya dapat
dilihat dari pendapatnya Soegarda Poerbacaraka. Menurutnya, pendidikan mencakup:
Segala usaha dan perbuatan dari generasi tua untuk
mengalihkan pengalamannya, pengetahuannya, kecakapannya, serta keterampilannya
kepada generasi muda untuk melakukan fungsi hidupnya dalam pergaulan bersama
sebaik-baiknya. Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa corak pendidikan itu erat
hubungannya dengan corak penghidupan. Karenanya jika corak penghidupan itu
berubah, maka corak pendidikan itu akan berubah pula, agar si anak siap untuk
memasuki lapangan pendidikan itu.[5]
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa pendidikan
adalah kegiatan yang dilakukan dengan sengaja, seksama, terencana, dan
bertujuan yang dilakukan oleh orang dewasa dalam arti memiliki bekal ilmu
pengetahuan dan keterampilan menyampaikannya kepada anak didik secara bertahap.
Apa yang diberikan kepada anak didik diharapkan dapat menolong tugas dan
perannya dimasyarakat dimana kelak mereka hidup.
Adapun pengertian anak sebagaimana tertulis dalam kamus
besar bahasa Indonesia memiliki arti sebagai “keturunan kedua. Disamping itu
anak juga mengandung pengertian sebagai manusia yang masih kecil”.[6]
Selain itu tedapat pengertian lain, bahwa anak pada hakekatnya adalah “seorang
yang berada pada suatu masa perkembangan tertentu atau mempunyai potensi untuk
menjadi dewasa”.[7]
Dari keterangan di atas dapat dipahami bahwa anak adalah
seseorang yang masih berada dalam tahap perkembangan menuju dewasa. Adanya
pentahapan yang mesti dilalui menunjukkan bahwa anak sebagai sosok manusia
dengan kelengkapan-kelengkapan dasar dalam dirinya baru mencapai kematangan
hidup melalui beberapa proses seiring dengan pertambahan usianya.
Dengan demikian yang dimaksud dengan pendidikan anak
adalah usaha orang dewasa yang dilakukan dengan sengaja, seksama, terencana dan
bertujuan untuk membantu agar potensi anak dapat dikembangkan secara maksimal
dan profesional sehingga ia mampu menjalani kehidupannya ditengah masyarakat.
B. Tujuan Mendidik Anak
Tujuan dari
melaksanakan pendidikan anak untuk memberikan pengetahuan tentang pelajaran
agama Islam yang diajarkan untuk memahami, menghayati, dan mengamalkannya dalam
kehidupan sehari-hari. Pengetahuan agama termasuk salah satu pengetahuan
terpenting dalam mengembangkan wawasan keagamaan anak, karena dengan adanya
pendidikan agama, anak dapat mengetahui hal-hal yang berkaitan langsung dengan
pengabdian manusia kepada Khaliknya.
Oleh karena itu, secara garis besar,
pendidikan anak mempunyai tujuan sebagai berikut:
a.
Untuk mengenal
hubungan manusia dengan Allah Swt. (Hablumminallah).
“Hubungan vertikal antara manusia dengan Khaliknya mencakup
dari segi aqidah yang meliputi: iman kepada Allah, iman kepada
Malaikat-Malaikat-Nya, iman kepada Kitab-Kitab-Nya, iman kepada Rasul-rasul-Nya, iman kepada hari Akhir, dan iman kepada Qadha
Qadar-Nya”.[8]
b.
Untuk mengenal hubungan manusia dengan manusia (Hablumminannas).
“Pengetahuan yang diajarkan meliputi: akhlak dalam pergaulan
hidup sesama manusia, kewajiban membiasakan berakhlak yang baik terhadap diri
sendiri dan orang lain, serta menjauhi akhlak yang buruk”.[9]
c.
Untuk mengenal
hubungan manusia dengan alam sekitarnya.
“Pengetahuan tentang hubungan manusia dengan alam sekitarnya
meliputi akhlak manusia terhadap alam lingkungannya, baik lingkungan dalam arti
luas, maupun makhluk hidup selain
manusia, yaitu binatang dan tumbuh-tumbuhan”.[10]
Proses penyaluran ilmu pengetahuan
mempunyai fungsi dan peranannya yang amat luas, baik di dalam tujuan pokok
maupun dalam tujuan sementara. Karena hal tersebut menyangkut keimanan dan
ketaqwaan kepada Allah Swt. sudah sejak awal
menjadi ciri dan unsur pokok umat manusia.
Iman dapat diartikan dengan “keyakinan yang
mantap akan adanya keesaan-Nya, sifat-sifat-Nya, syari’at serta keputusan-Nya,
Maha Pencipta segalanya Dialah satu-satunya Tuhan yang berhak disembah dengan
sebenarnya, tiada Tuhan selain Dia”.[11]
Namun demikian
konsep iman yang dibicarakan dalam bacaan pada umumnya mengacu pada masalah
berbakti kepada Allah dan Rasul-Nya. Menurut Mahmud Syaltut, yang dimaksud
dengan keimanan “mengamalkan apa-apa yang telah diamalkan oleh Nabi saw dan
para sahabatnya; disebut “taqwa” karena mereka teguh mengikuti sunnah Nabi Saw. disebut muslimin, karena mereke berpegang di atas al-haq
(kebenaran), tidak berselisih dalam agama, mereka terkumpul pada para imam al-haq,
dan mengikuti apa yang telah menjadi kesepakatan para ulama”.[12]
Karena itu mengikuti sunnah Rasulullah Saw. maka mereka disebut dengan ahlul hadits, ahlul
autsar, ahlul ‘ittiba’, thaifah al-mansurah (kelompok yang
dimenangkan), dan firqah an-najah (golongan yang selamat).[13] Oleh karena itu,
mempelajari aqidah akhlak merupakan suatu kewajiban bagi kaum muslimin yang
hendak beriman kepada secara teguh kepada Allah Swt.
Demikian juga dengan
akhlak sebagian dari pelajaran pokok yang diajarkan dalam aqidah akhlak
menyangkut masalah-masalah akhlak dan moralitas dengan mengangkat cerita-cerita
kesabaran dan ketabahan Nabi Saw dalam menghadapi segala macam cobaan, maka
dapatlah diketahui pembinaan akhlak dan moralitas merupakan hal yang sangat
diutamakan disetiap masyarakat sejak dahulu sampai sekarang, terutama dalam
upaya pembinaan manusia seutuhnya dan pembentukan sumber daya manusia yang
berkualitas.
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi dalam Mendidik Anak
Anak merupakan anugerah, karunia dan nikmat Allah yang
terbesar yang harus dipelihara, sehingga tidak terkontaminasi dengan
lingkungan.[14]
Oleh karena itu, sebagai orang tua, maka wajib untuk membimbing dan mendidik
sesuai dengan petunjuk Allah dan Rasul-Nya, dan menjauhkan anak-anak dari
pengaruh buruk lingkungan dan pergaulan. Wajib mencarikan lingkungan yang bagus
dan teman-teman yang istiqâmah. Keluarga adalah lingkungan pertama dan
mempunyai peranan penting dan pengaruh yang besar dalam pendidikan anak. Karena
keluarga merupakan tempat pertama kali bagi tumbuh kembangnya anak, baik
jasmani maupun rohani.
Keluarga sangat berpengaruh dalam membentuk aqidah,
mental, spiritual dan kepribadian, serta pola pikir anak. Yang kita tanamkan
pada masa-masa tersebut akan terus membekas pada jiwa anak dan tidak mudah
hilang atau berubah sesudahnya.[15]
Adapun bagi seorang pendidik, ia harus menjauhkan anak didiknya dari hal-hal
yang membawa kepada kebinasaan dan ketergelinciran, serta mengangkat derajat
mereka dari derajat binatang menjadi derajat manusia yang mempunyai semangat
untuk mengemban amanat dan tugas agama.
Sebagai pendidik, seseorang harus menjadikan kepribadian
Rasul Shallallahu'alaihi Wa Sallam sebagai suri tauladan dalam seluruh aspek
kehidupan dan dalam setiap proses pendidikan. Mengajak mereka untuk mengikuti
jejak salafush-shalih serta memberi motivasi anak didik agar selalu bersanding dengan
ulama dan orang-orang shalih. Seorang pendidik juga harus memahami dampak buruk
yang disebabkan oleh keteledoran dalam mendidik anak. Dan ia harus mewaspadai
faktor-faktor yang bisa mempengaruhi proses pendidikan anak, yaitu lingkungan
rumah, sekolah, media cetak dan elektronik, teman bergaul, sahabat serta
pembantu.
1. Rumah.
Rumah adalah tempat pendidikan pertama kali bagi seorang
anak dan merupakan tempat yang paling berpengaruh terhadap pola hidup seorang
anak. Anak yang hidup di tengah keluarga yang harmonis, yang selalu melakukan
ketaatan kepada Allah 'Azza Wa Jalla, sunah-sunnah Rasulullah
Shallallahu'alaihi Wa Sallam ditegakkan dan terjaga dari kemungkaran, maka ia
akan tumbuh menjadi anak yang taat dan pemberani.[16]
Oleh karena itu, setiap orang tua muslim harus
memperhatikan kondisi rumahnya. Ciptakan suasana yang Islami, tegakkan sunnah,
dan hindarkan dari kemungkaran. Mohonlah pertolongan kepada Allah agar
anak-anak kita menjadi anak-anak yang bertauhid, berakhlak dan beramal sesuai
dengan sunnah Rasulullah serta mengikuti jejak para salafush-shalih.
2. Sekolah.
Sekolah merupakan lingkungan baru bagi anak. Tempat
bertemunya ratusan anak dari berbagai kalangan dan latar belakang yang berbeda,
baik status sosial maupun agamanya. Di sekolah inilah anak akan terwarnai oleh
berbagai corak pendidikan, kepribadian dan kebiasaan, yang dibawa masing-masing
anak dari lingkungan dan kondisi rumah tangga yang berbeda-beda.[17]
3. Media Elektronik dan Cetak.
Kedua media ini sangat berpengaruh terhadap pendidikan,
tingkah laku dan kepribadian anak. Kalau orang tua tidak berhatihati dan
waspada terhadap kedua media ini. Tidak jarang anak-anak akan tumbuh sebagai
mana yang ia peroleh dari kedua media ini.
4. Teman dan Sahabat.
“Teman memiliki peran dan pengaruh besar dalam
pendidikan, sebab teman mampu membentuk prinsip dan pemahaman yang tidak bisa
dilakukan kedua orang tua. Oleh sebab itu, Alquran dan As-Sunnah sangat menaruh
perhatian dalam masalah persahabatan”.[18]
5. Jalanan.
“Jalanan tempat bermain dan lalu lalang anak-anak
terdapat banyak manusia dengan berbagai macam perangai, pemikiran, latar
belakang sosial dan pendidikan”.[19]
Dengan beragam latar belakang, mereka sangat membahayakan proses pendidikan
anak, karena anak belum memiliki filter untuk menyaring mana yang baik dan mana
yang buruk. Di sela-sela bermain, anak akan mengambil dan meniru perangai serta
tingkah laku temannya atau orang yang sedang lewat; sehingga terkadang mampu
merubah pemikiran lurus menjadi rusak, apalagi mereka mempunyai kebiasaan
rusak, misalnya perokok, pemabuk dan pecandu narkoba; maka mereka lebih cepat
menebarkan kerusakan di tengah pergaulan anak-anak dan remaja.
6. Pembantu dan Tetangga.
“Para pembantu memiliki peran cukup signifikan dalam
pendidikan anak, karena pembantu mempunyai waktu yang relatif lama tinggal
bersama anak, terutama pada usia balita”.[20]
Sedangkan pada fase tersebut, anak sangat sensitif dari berbagai macam
pengaruh. Pada masa usia itu merupakan masa awal pembentukan pemikiran dan aqidah,
serta emosional. Begitu juga tetangga, mereka bisa membawa pengaruh, karena
anak-anak kita kadang harus bermain ke rumahnya.
D. Mendidik Anak dalam Perspektif Pendidikan Islam
Islam memandang pendidikan
adalah suatu yang penting yang harus diberikan kepada anak sejak dini. Hal ini
disebabkan karena pada fase ini anak-anak mudah menerima sesuatu yang baik dan begitu pula dengan hal-hal yang buruk.
Pendidikan sejak dini akan menentukan kehidupan di masa yang akan datang.
Apabila anak-anak dibiasakan dan diajarkan dengan sifat-sifat yang baik, maka
ia akan tumbuh dengan sifat yang baik dan begitu pula sebaliknya, apabila anak
dibiasakan tumbuh dengan hal-hal yang dilarang agama, maka ia terbiasa dengan
keadaan tersebut.
Menurut Islam, pendidikan
anak adalah kegiatan pendidikan yang diberikan kepada anak yang dijalankan sesuai dengan landasan agama Islam yaitu Alquran dan hadits sebagaimana
yang telah diuraikan di atas. Untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut, maka
semua pihak hendaknya bertanggung jawab terhadap pelaksanaannya. Dimanapun anak
berada, keberadaan orang dewasa sangat menentukan tercapai tidaknya tujuan
pendidikan, di antaranya pendidik (guru), orang tua dan masyarakat.
Lingkungan keluarga
merupakan fondasi awal, dan yang paling kuat pengaruhnya terhadap pendidikan
anak. Hal ini disebabkan karena keluarga merupakan lingkungan pertama seorang
anak melakukan interaksi. Dalam hal ini orang tualah yang berperan utama dalam
memberi pendidikan kepada anak, keteladanan orang tua akan menjadi kunci utama
keberhasilan pendidikan anak. Berkenaan dengan ini Rasulullah Saw. Bersabda
sebagai berikut:
عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى
الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ. (رواه
البخاري)
Artinya: Dari Abu Hurairah ra. bahwasanya Nabi
Saw. bersabda: Tiap-tiap anak yang baru lahir dalam keadaan fitrah, maka ibu
bapaknyalah yang menjadikan anaknya Yahudi, Nasrani atau Majusi. (HR. Bukhari)[21]
Oleh karena itu kedudukan
orang tua sangat berperan dalam membentuk pribadi anak, baik dan buruknya
seorang anak tergantung dibawah kendali orang tuanya.
Dalam Alquran surat At-Tahrim ayat 6
Allah juga menegaskan:
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَاراً وَقُودُهَا النَّاسُ
وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا
أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ (التحريم: ٦)
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (Qs. At-Tahrim:
6).
Dari ayat di atas dapat
dipahami bahwa orang tua memegang tanggung jawab yang besar. Tanggung jawab
tersebut bukan saja dari segi materi, tetapi lebih dari itu adalah pendidikan
agama, sebab pemeliharaan diri yang dimaksud dalam ayat di atas adalah masalah
pendidikan agama. Pendidikan tersebut haruslah diamati dari keluarga dimana
orang tualah yang mempunyai peran penting dalam pembentukan pribadi anak.
Setelah keluarga,
lingkungan kedua bagi anak adalah sekolah. Di sekolah guru merupakan penanggung
jawab pertama terhadap pendidikan anak sekaligus sebagai suri teladan. Sikap
maupun tingkah laku guru sangat berpengaruh terhadap perkembangan dan
pembentukan pribadi anak. Dalam hal ini, Zakiah Daradjat menegaskan “bagi anak
didik yang masih kecil, guru adalah contoh
teladan yang sangat penting dalam pertumbuhannya, guru adalah orang yang
pertama sesudah orang tua yang mempengaruhi pembinaan kepribadian anak didik.[22]
Apa
saja yang dilakukan oieh guru dinilai baik oleh anak dan sebaliknya apa saja
yang tidak balk menurut guru juga tidak baik menurut anak. Jadi guru memegang
tanggung jawab dan peranan yang amat penting terhadap pendidikan agama anak
dalam rangka pembentukan kepribadiannya menjadi seorang muslim yang bertaqwa dan
berintelektual.
Sedangkan lingkungan yang ketiga, setelah keluarga dan
sekolah adalah masyarakat. Di lingkungan inilah seorang anak lebih banyak
menggunakan waktunya dibandingkan di rumah dan di sekolah. Di dalam masyarakat anak mulai belajar dan memahami
orang lain. Anak tersebut terbentuk dengan kebiasaan-kebiasaan dan adat yang
ada di lingkungan. Adat dan kebiasaan tersebut akan ikut mewarnai sikap dan
prilaku anak.
Oleh karena itu, masyarakat
juga ikut serta memikul tanggung jawab dan ini merupakan tanggung jawab moral
dari setiap individu muslim. Tanggung jawab ini hendaknya dilaksanakan secara
sukarela dan dengan penuh kesadaran bahwa pendidikan anak sebagai generasi
penerus ada di tangan orang tua dalam kelompok besar yakni masyarakat, karena
sudah menjadi kodrat bahwa manusia mempunyai kecenderungan berkumpul dan
berinteraksi dengan orang lain, sehingga perlu dibangun masyarakat muslim yang
madani, berakhlak dan berintelektual, seperti yang tertera dalam Alquran sebagai berikut:
كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ
لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ
بِاللّهِ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْراً لَّهُم مِّنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ
وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ. (ال عمران: ١١٠)
Artinya: Kamu (umat Islam) adalah umat yang terbaik yang
dilahirkan untuk manusia, karena kamu menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah
yang mungkar dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah
itu lebih baik bagi mereka. Diantara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan
mereka adalah orang-orang fasik.
(Qs.
Ali Imran: 110).
Ayat di
atas menjelaskan bahwa umat Islam merupakan umat terbaik yang diutus Allah.
Masyarakat yang menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar. Jika
lingkungan ini dapat diwujudkan maka akan terbentuk masyarakat yang dijadikan
teladan bagi anak dan hal ini merupakan tanggung jawab kita semua.
Dan uraian di atas dapat
dipahami, bahwa pendidikan anak menurut konsep Islam adalah pendidikan yang
dijalankan atas dasar Alquran dan Hadits untuk mencapai tujuan akhir yaitu generasi
yang bertaqwa dan berintelektual.
[2]Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Prespektif Islam, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1994), hal. 25.
[5]
Soegarda Poerbacaraka, Pendidikan Dalam Alam Indonesia Merdeka, (Jakarta: Gunung Agung, 1970), hal.
11.
[8]Ahmad Amin, Etika dalam Islam, (Jakarta:
Pustaka Al-Husna, 1992), hal. 2.
[9]Ibid., hal. 3.
[10]Ibid., hal. 4.
[11]Muhammad Abduh, Risalatut Tauhid,
(Beirut: Wasyirkah al-Halabi al-Babi, 1953), hal. 122.
[12]Mahmud Syaltut, Aqidah wa Syari’ah,
(Mesir: Dar al-Kutub, t.t.), hal. 65.
[13]Ibid., hal. 66.
[16]
Burhanuddin Salam, Pengantar Pedagogik (Dasar-Dasar Ilmu Mendidik), Cet. I, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), hal. 7.
[21] Imam Bukhari, Shaheh Bukhari, juz. II, (Cairo: Darul Ma’taban,
Asya’biah, t.t), hal. 125.
[22] Zakiah Daradjat, Kepribadian Guru, Cet. II, (Jakarta: Bulan Bintang,
1980), hal. 18.