Pembinaan Sikap Tawadhu’ menurut Pendidikan Islam
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Pendidikan bukan hanya sekedar transfer
of knowledge (tannsfer pengetahuan) semata, akan tetapi pendidikan adalah segala pengalaman
belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan
situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan individu[1] demi menyiapkan anak
untuk mengetahui, menghayati, mengimani dan mengamalkan ajaran Islam yang
bersumber pada al-Qur’an dan al-Hadits. Termasuk dalam pembinaan sikap tawadhu’
dalam diri dan jiwa anak melalui kegiatan bimbingan, pendidikan, latihan, serta
penggunaan pengalaman beragama. Dengan
demikian, maka nampaklah pendidikan Islam yang memiliki karakteristik khusus yang bukan hanya
saja membentuk kecerdasan knowledge akan tetapi juga pembinaan sikap tawadhu’
demi lahirnya pribadi anak di samping memiliki kecerdasan intelektual juga
memiliki kecerdasan spiritual dengan sikap rendah hatinya (tawadhu’).
Tawadhu’ merupakan sikap rendah hati
yang tidak memiliki sikap kesombongan dan keangkuhan dalam menjalani
hidupnya di kehidupan dunia. Sehubungan hal ini Imam Syafi’i sebagaimana di
kutib Muhammad Musa Asy-Syarif dalam
bukunya mengemukakan bahwa tawadhu’ merupakan sikap
mulia yang dapat menjadikan seseorang dicintai serta dimuliakan oleh orang
lain.[2] Hal senada juga dikemukakan Ibnu Katsir dalam
tafsirnya sebagaimana dikutip oleh Jamaal Abdur Rahman yang mengatakan
“Janganlah engkau bersikap sombong dengan meremehkan orang hamba-hamba Allah
dan memalingkan mukamu dari mareka bila mereka berbicara denganmu”[3]
Pembinaan sikap
tawadhu’ merupakan sesuatu hal yang sangat prinsipil dalam pendidikan Islam
agar manusia tidak berjalan di atas muka bumi ini dengan penuh kesombongan dan sikap
arogansi. Hal itu sebagaimana difirmankan Allah Swt:
wur
öÏiè|Áè?
£s{
Ĩ$¨Z=Ï9
wur
Ä·ôJs?
Îû
ÇÚöF{$#
$·mttB
( ¨bÎ)
©!$#
w =Ïtä
¨@ä.
5A$tFøèC
9qãsù ôÅÁø%$#ur
Îû
Íô±tB
ôÙàÒøî$#ur
`ÏB
y7Ï?öq|¹
4 ¨bÎ)
ts3Rr&
ÏNºuqô¹F{$#
ßNöq|Ás9
ÎÏJptø:$#
(لقمان: 18-19)
Artinya: Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena
sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan
sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya
seburuk-buruk suara ialah suara keledai. (Q.S.Lukman: 18-19)
|
Fenomena yang terjadi dewasa ini, terjadinya dekadensi bahkan degradasi
moral dikalangan umat telah menjadi permasalahan tersendiri bagi terjadinya pertikaian
satu sama lain. Sikap tawadhu’ merupakan sesuatu yang sudah terabaikan di
kalangan masyarakat umum. Hal itu dapat terlihat pada kalangan pejabat,
politisi, komlongrat, pengusaha bahkan di kalangan peserta didik umumnya yang
lebih mengandalkan keangkuhan dan kesombongannya dalam menjalani kehidupan ini.
Hal itu dibuktikan dengan banyaknya terjadi persaingan politik serta kekuasaan
lainnya yang membuat manusia bersifat angkuh dan sombong.
Manusia di era globalisasi ini lebih senang memuji kehebatan dan
kelebihanya dibandingkan bersikap tawadhu’ antar sesama. Inilah yang melahirkan
nantinya pribadi manusia yang sombong, angkuh, takabur dan lain sebagainya. Fenomena
permasalahan di atas tidak lepas kemungkinan disebabkan oleh pendidikan yang dijalani yang lebih dipengaruhi oleh
pendidikan Barat yang secara tidak sadar menyelimuti otoritas
umat Islam untuk bercongkol pada akal serta bersifat materil dengan mengabaikan
nilai-nilai agama. Padahal para pakar muslim telah meneliti dan menemukan banyak ketimpangan pada konsep
dunia Barat, terutama kosongnya pendidikan agama dan tingginya pendidikan seni
dan penataan jiwa.3 Hal inilah yang
menyebabkan terjadinya dekadensi moral dengan sikap
keangkuhan manusia dewasa ini.
Dalam pendidikan Islam, sikap tawadhu’ merupakan sesuatu hal yang sangat
penting dalam kehidupan umat manusia. Hal itu mengingat dengan adanya sikap
tawadhu’, nicaya akan mampu mengantarkan manusia menjadi pribadi yang lebih
bersikap ramah dan santun terhadap pihak lain. Di samping itu, sikap tawadhu’
mampu menetralisir jiwa manusia agar tidak menyinggung pihak lain dengan
kelebihan dan keutamaan yang dimilikinya. Sehingga membuat kepribadian manusia
yang semakin memiliki kelebihan nisyaya mampu membuat dirinya bersikap tawadhu’
terhadap pihak lain. Beranjak dari permaslahan tersebut, penulis tertarik untuk
mengetengahkan sebuah judul dalam penulisan skripsi ini “ Pembinaan Sikap
Tawadhu’ menurut Pendidikan Islam”
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar
belakang dari fenomena permasalahan di atas, di sini penulis ingin mencoba
meneliti:
1. Bagaimana dasar pendidikan
Islam terhadap pembinaan sikap tawadhu’?
2. Faktor apa saja yang
mempengaruhi pembinaan sikap tawadhu’?
B. Penjelasan Istilah
Dalam suatu karya ilmiah sudah keharusan bagi
peneliti agar memberikan batasan pengertian untuk maksud dari kata-kata yang
ada dalam judul, supaya tidak menimbulkan bermacam-macam pengertian dan
pemahaman terhadap kata-kata yang terdapat di dalamnya. Kata-kata yang perlu
diberi pengertian adalah:
- Pembinaan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa pembinaan adalah usaha,
tindakan atau kegiatan yang dilakukan berdaya guna dan berhasil guna untuk
memperoleh hasil yang baik.[4]
Yakni suatu usaha yang dilakukan untuk
mengarahkan seseorang atau kelompok orang ke arah hidup yang lebih baik.[5]
Adapun pembinaan yang dimaksudkan disini yaitu suatu usaha yang dilakukan
dalam rangka membimbing atau mengarahkan manusia ke arah yang lebih bah. Yakni
di samping memiliki kecerdasan intelektual juga memiliki sikap tawadhu’
terhadap antar sesama.
2. Sikap Tawadhu’
Menurut bahasa sikap adalah “ prilaku, watak atau
karakter”. Sedangkan menurut istilah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “Sikap
diartikan sebagai perbuatan yang berdasarkan pendirian (pendapat atau
pendirian)”.[6]
Adapun tawadhu’ dapat diartikan “merendahkan diri di
hadapan Allah Swt.”[7] Yakni sikap rendah terhadap orang lain, baik dalam
ilmu pengetahuan, harta benda, pangkat, jabatan, keturunan maupun hal lainnya.[8]
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa sikap
tawadhu’ adalah sikap rendah hati yang tercermin lewat prilaku kesehariannya,
baik disaat dia mendapat kelebihan di bidang ilmu pengetahuan, harta yang
berlimpah, pangkat dan jabatan maupun kedudukan lainnya. Inilah definisi
tawadhu’ yang dimaksudkan dalam skripsi ini.
4. Pendidikan Islam
Istilah kata pendidikan
berasal dari kata ”didik” yang mendapatkan awalan ”pen” dan akhiran ”an”. Dalam
kamus besar bahasa Indonesia pendidikan diartikan ”perbuatan (hal, cara dan
sebagainya) mendidik.”[9]
Pengertian ini memberikan kesan bahwa pendidikan lebih mengacu pada cara
melakukan sesuatu perbuatan dalam hal mendidik. Yakni suatu upaya sadar dalam mengembangkan, mendorong
serta mengajak manusia ke arah yang lebih maju dengan berdasarkan nilai-nilai yang
tinggi dan kehidupan yang mulia, sehingga terbentuk pribadi yang sempurna, baik
yang berkaitan dengan akal, perasaan maupun perbuatan.[10]

Adapun kata Islam berasal dari
bahasa Arab, yaitu ”masdar” dari kata ”aslama”
yang dalam tafsirnya adalah ”aslama,
yuslimu, islaman” yang artinya tunduk dan patuh terhadap perintah
yang memerintahkan serta tidak melanggar larangan.[12]
Sedangkan dalam Ensiklopedi Islam Indonesia ”secara bahasa berarti damai,
menyerah, patuh, selamat, sejahtera dan sebagainya.”[13]
Muhammad Abduh memberikan definisi
Islam adalah sebagai agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW dan terpelihara
serta difahamkan dengan rapi dan teliti sekali oleh para sahabat beliau dengan
orang-orang yang hidup pada zaman sahabat itu.[14]
Dari penjelasan di atas, yakni
”pendidikan” dan ”Islam” maka ”pendidikan Islam” bisa
di definisikan sebagai upaya memberikan bimbingan jasmani maupun rohani
berdasarkan hukum-hukum Agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian
utama menurut ukuran Islam”.[15]

C. Tujuan Penelitian
Setiap usaha yang dilakukan manusia selalu mempunyai
tujuan, demikian pula dalam penyusunan karya ilmiah ini. Adapun tujuan
Penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui serta
memahami pembinaan sikap tawadhu’ menurut pendidikan Islam.
2. Untuk mengetahui faktor apa
saja yang mempengaruhi pembinaan sikap tawadhu’ .
D. Metode Penelitian
Dalam pembahasan ini, menggunakan
metode deskriptif analisis yaitu suatu metode pemecahan masalah yang meliputi
pencatatan, penafsiran dan analisa terhadap data dalam pengkajian skripsi ini.[16] Sementara dalam pengumpulan data dalam penulisan ini, penulis mengadakan penelitian kepustakaan (Library
Research). Yaitu studi yang di tempuh dengan membaca buku-buku,
artikel, jurnal, majalah, serta berbagai literatur lainnya yang berkaitan
dengan masalah yang dibahas, kemudian kemudian mengadakan analisi dari berbagai ragam penafsiran para ahli secara
objektif, guna dijadikan sebagai
kerangka tempat berpijak mengenai “Pembinaan Sikap Tawadhu’ menurut
Pendidikan Islam”.
1.
Jenis
Penelitian
Adapun jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif,
yaitu penelitian yang tidak bisa diukur atau dinilai dengan angka secara
langsung.
2.
Jenis Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Data
Primer. Yaitu dari buku-buku yang berhubungan langsung dengan masalah yang
diteliti. Data Sekunder. Yaitu meliputi makalah, artikel, jurnal dan lain
sebagainya yang mempunyai hubungan dengan masalah yang diteliti.
Adapun buku pedoman
yang digunakan dalam teknik penulisan skripsi ini adalah “Pedoman Penulisan
Karya Ilmiah, yang diterbitkan oleh Fakultas Tarbiyah IAIN Ar-Raniry Banda
Aceh, tahun 2008”. Sedangkan dalam menerjemahkan ayat-ayat yang terdapat dalam
penulisan skripsi ini penulis menggunakan “Musaf al-Qur’an Terjemah yang
diterbitkan oleh Departemen Agama
RI tahun 2002”.

Abu Ahmadi, dkk., Psikologi
Sosial, Jakarta :
Rineka Cipta, 1991.
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung:
Al-Ma’arit, 1974.
Amru Khalid, Semua Akhlak Nabi, terj. Imam
Mukhtar, Solo: Aqwam, 2006.
Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet. IV, Jakarta : Balai Pustaka,
1998.
Tim Penyusun IAIN Sharif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia, jil. II, cet. II, Jakarta:
Djambatan, 2002.
Hamad Hasan
Ruqaith, Sudahkah Anda Mendidik Anak Dengan Benar?, Terj. Luqman Abdul
Jalal, Jakarta :
Cendekia, 2004.
Jalaluddin,
Teologi Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002.
Jamaal Abdur
Rahmaan, Tahapan Mendidik Anak Teladan Rasulullah Saw, terj.Bahrun
Abubakar Ihsan Zubaidi. Cet. I, Bandung :
Irsyad Baitus Salam: 2005.
Louis Makluf, Al-Munjid, cet. XXI,
Bairut: Dar Al-Masyruq, 1976.
Muhammad Abduh, Risalah
Tauhid, terj. Firdaus AN, Jakarta :
Bulan Bintang, 1975.
Muhammad
Musa Asy-Syarif, Ibadah Qalbu, terj. Uzeir Hamdan, Jakarta : Akbar, 2005.
Sumaiyah, Menuju Akhlak Mulia, terj. Ahsan Askan,
Jakarta :
Cendekia, 2006.
Suharsini
Arikunto, Prosedur Penelitian suatu
Pendekatan Praktek, Jakarta :
Rineka Cipta, 1992.
Redja Mudyahardjo Pengantar Pendidikan, Jakarta : RajaGrafindo
Persada, 2001.
Yusuf A. Faisal, Pokok-Pokok Pikiran Tentang Ilmu Pedidikan, cet.I,
Jakarta: Mizan, 1994.
W. J. S.
Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia ,
Jakarta :
Balai Pustaka, 1991.
|
[1] Redja
Mudyahardjo Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001),
hal. 3.
[2] Muhammad Musa Asy-Syarif,
Ibadah Qalbu, terj. Uzeir Hamdan, (Jakarta : Akbar, 2005), hal. 188.
[3] Jamaal Abdur Rahmaan, Tahapan Mendidik Anak Teladan Rasulullah Saw,
terj.Bahrun Abubakar Ihsan Zubaidi , cet. Pertama, (Bandung : Irsyad Baitus Salam: 2005), hal.
343-344.
3
Hamad Hasan Ruqaith, Sudahkah Anda Mendidik Anak Dengan Benar?, Terj. Luqman
Abdul Jalal, (Jakarta :
Cendekia, 2004), hal. 16.
[4] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hal. 117.
[5] Abu Ahmadi, dkk., Psikologi
Sosial, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), hal. 5.
[6] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Cet. IV (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), hal. 938.
[7] Amru Khalid, Semua Akhlak Nabi, terj. Imam Mukhtar, (Solo:
Aqwam, 2006), hal. 85.
[9] W.J.S. Poerwadarminta, Kamus
besar Bahasa Indonesia, cet. II, (Jakarta: Balai Pustaka, 1982), hal. 204.
[10] Jalaluddin, Teologi Pendidikan, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2002), hal. 75.
[11] Yusuf A. Faisal, Pokok-Pokok Pikiran
Tentang Ilmu Pedidikan, cet.I, (Jakarta: Mizan, 1994), hal. 4.
[12] Louis Makluf, Al-Munjid, cet. XXI,
(Bairut: Dar Al-Masyruq, 1976), hal. 59.
[13] Tim Penyusun IAIN Sharif Hidayatullah, Ensiklopedi
Islam Indonesia, jil. II,
cet. II, (Jakarta: Djambatan, 2002), hal. 800.
[14] Muhammad Abduh, Risalah Tauhid, Terj. Firdaus AN, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1975), hal. 193.
[15] Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat
Pendidikan Islam, (Bandung: Al-Ma’arif, 1960), hal. 96.
[16] Suharsini Arikunto, Prosedur
Penelitian suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992),
hal. 243.