Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Pendidikan dengan Memberikan Hukuman


A.    Pendidikan dengan Memberikan Hukuman      
                        
Ahmad Tafsir menyatakan hukuman merupakan “adanya unsur menyakitkan, baik jiwa maupun badan”.[1] Syariat Islam yang lurus dan adil serta prinsip-prinsipnya yang universal, sungguh memiliki peran dalam melindungi kebutuhan-kebutuhan primer yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan umat manusia. “Dalam hal ini para imam mujtahid dan ulama ushul fiqh menggaris bawahinya pada lima perkara. Mereka menamakannya sebagai adh-dharuriyyat Al-khams (lima keharusan) atau kulliyyat al-khams. Yakni, menjaga agama, jiwa, kehormatan, akal dan harta benda”.[2] Mereka berkata, "Sesungguhnya semua yang disampaikan dalam undang-undang Islam, berupa hukum, prinssip dan syariat, semuanya bertujuan untuk menjaga dan memelihara lima keharusan tersebut."
Untuk memelihara masalah tersebut, syariat telah meletakkan berbagai hukuman yang mencegah, bahkan bagi setiap pelanggar dan perusak kehormatannya akan merasakan kepedihan. Hukuman-hukuman ini dikenal dalam syariat sebagai hudud dan ta'zir. Yang dimaksud dengan hudud adalah hukuman yang telah ditentukan oleh syariat yang wajib dilaksanakan karena Allah, sedangkan yang dimaksud dengan ta'zir yaitu suatu istilah untuk hukuman atas jarimah-jarimah yang hukumannya belum ditetapkan oleh syara’. Adapun ketetapan hukuman dalam Islam yaitu:
1)     Had bagi yang keluar dari Islam (murtad) adalah dibunuh. Jika ia tetap meninggalkan agama Islam atau terus membangkang dan tidak menerima perintah bertobat. Jika sudah dibunuh, tidak dimandikan, tidak dikafani, tidak dishalatkan, dan tidak dikubur di kuburan orang-orang Islam.
2)     Had bagi pembunuh adalah dibunuh, jika ia membunuh dengan sengaja, sebagimana perintah Allah sebagai berikut:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِي الْقَتْلَى الْحُرُّ بِالْحُرِّ وَالْعَبْدُ بِالْعَبْدِ وَالأُنثَى بِالأُنثَى فَمَنْ عُفِيَ لَهُ مِنْ أَخِيهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ وَأَدَاء إِلَيْهِ بِإِحْسَانٍ ذَلِكَ تَخْفِيفٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَرَحْمَةٌ فَمَنِ اعْتَدَى بَعْدَ ذَلِكَ فَلَهُ عَذَابٌ أَلِيمٌ) البقرة: ١٧٨(
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh: orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih. (QS. Al-Baqarah: 178).

3)     Had bagi pencuri adalah dipotong tangannya dari pergelangan, jika pencuri bukan karena kebutuhannya yang mendesak, sebgaimana Firman Allah sebagai berikut:
وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُواْ أَيْدِيَهُمَا جَزَاء بِمَا كَسَبَا نَكَالاً مِّنَ اللّهِ وَاللّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ) المائدة: ٣٨(
Artinya:  Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Qs. Al-Maidah: 38).

4)     Had menuduh orang lai berbuat zina (qadzaf) adalah dicambuk sebanyak delapanpuluh kali dan tidak diterima persaksiannya. Sesuai dengan firman Allah pada surat An-Nuur: 4 sebagai berikut:
وَالَّذِينَ يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَأْتُوا بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاء فَاجْلِدُوهُمْ ثَمَانِينَ جَلْدَةً وَلَا تَقْبَلُوا لَهُمْ شَهَادَةً أَبَداً وَأُوْلَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ) النور: ٤(
Artinya: Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik.(Qs. An-Nuur: 4).

5)     Had zina: Dicambuk sebanyak seratus kali cambukan, jika ia belum kawin, dan dirajam hingga mati jika ia sudah kawin. Sesuai dengan firman Allah pada QS. An-Nuur: 2 sebagai berikut:
الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا مِئَةَ جَلْدَةٍ وَلَا تَأْخُذْكُم بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِّنَ الْمُؤْمِنِينَ) النور: ٢(
Artinya: Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.(Qs. An-Nuur: 2).

6)     Had membuat kerusakan dibumi: Dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kakinya secara bersilang atau diasingkan. Menurut jumhur fuqaha’ di antaranya Asy-Syafi’I dan Imam Ahmad bahwa perampok jalanan (penyamun) jika membunuh dan mengambil harta, mereka dibunuh dan tidak disalib, tangan dan kaki mereka dipotong secara bersilang.[3] Jika menakut-nakuti orang yang melakukan perjalanan dan tidak mengambil harta, mereka diasingkan dari negerinya. Pendapat ini hampir sama dengan pendapatnya Abu Hanifah. Imam (pemimpin)  mempunyai kebebasan untuk memilih hukuman yang sesuai dengan pendapatnya sebagai pelajaran bagi orang lain dan sebagai jalan ntuk mencapai ketentraman. Sebagai dasarnya adalah firman Allah dalam surat Al- Maidah: 33 sebagai berikut:
إِنَّمَا جَزَاء الَّذِينَ يُحَارِبُونَ اللّهَ وَرَسُولَهُ وَيَسْعَوْنَ فِي الأَرْضِ فَسَاداً أَن يُقَتَّلُواْ أَوْ يُصَلَّبُواْ أَوْ تُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُم مِّنْ خِلافٍ أَوْ يُنفَوْاْ مِنَ الأَرْضِ ذَلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فِي الدُّنْيَا وَلَهُمْ فِي الآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ) المائدة: ٣٣(
Artinya:  Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik , atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar.( Qs. Al- Maidah: 33).

7)     Had meminum khamar (minuman yang dapat mengakibatkan mabuk) adalah dicambuk antara empatpuluh sampai delapanpuluh kali.
8)     Ta’zir adalah hukuman yang berupa memberi pelajaran kepada pelaku jarimah dengan tujuan membuatnya jera. Dan hukuman tidak ditentukan oleh Al-Qur’an dan hadits yang berkaitan dengan kejahatan yang melanggar hak Allah dan hak hamba atau sesama manusia. Contohnya adalah memukul anak usia 10 tahun apabila meninggalkan shalat.
Menurut hemat penulis, jika pendidik memperhatikan pendidikan anak dari segi keimanannya, membentuknya dalam pengawasan Allah dan takut kepada-Nya, maka ancaman-ancaman Alquran dan Sunnah yang suci akan memberikan bekas yang besar dalam upaya memperbaiki anak dan mencegahnya dari mendekati hal-hal yang diharamkan. Juga telah kita bicarakan dalam Tanggung Jawab Pendidikan Keimanan tentang peran yang wajib dilaksanakan pendidik dalam mendidik anak dari segi akidah dan membentuknya dari segi Iman. Sehingga anak tumbuh dalam istiqamah, terdidik dalam akhlak, dan ini adalah hukuman ancaman yang menjerakan, yang telah kita bahas di atas.
Sebagai penutup Abdullah Nashih Ulwan mengatakan, “sesungguhnya pendidik tidak boleh melalaikan metode yang efektif dalam membuat anak jera. Metode-metode yang telah kita terangkan adalah metode-metode terpenting dalam membuat anak jera”[4]. Di sini pendidik harus berlaku bijaksana dalam memilih dan memakai metode yang paling sesuai. Tidak diragukan, bahwa metode-metode ini adalah bertingkat sesuai dengan tingkatan anak dalam kecerdasan, kultur, kepekaan dan pembawaannya. Di antara mereka ada yang cukup dengan isyarat dari kejauhan, yang menggetarkan hatinya. Ada yang tidak jera, kecuali dengan pandangan cemberut dan marah yang terus terang. Di antara mereka ada pula yang cukup dengan ancaman siksaan yang akan dilaksanakan kemudian.
Pendidik yang budiman, demikianlah berbagai metode pendidikan yang berpengaruh dan memberikan bekas pada anak. Metode-metode tersebut, seperti telah kita ketahui merupakan metode-metode esensial, praktis, dan efektif. Jika dapat dilaksanakan dengan segala batasan dan persyaratannya, maka tidak diragukan lagi anak akan menjadi manusia yang berarti, dihormati, dikenal di antara kaumnya sebagai orang yang bertakwa, ahli beribadah, dan ihsan.
Kiranya sangat keliru jika orang menyangka, bahwa “pendidikan dalam Islam tidak berdasarkan pada prinsip-prinsip ini, terbentuk bukan pada metode metode ini, kecuali pendidikan Rabbani, seperti pendidikan para Nabi”.[5] Ia senantiasa berada dalam pengawasan Allah Taala, diciptakan oleh- Nya, yang tidak mungkin ada kekurangan dan kesalahan sedikitpun. Islam dalam upaya mendidik anak dari segi Iman, spiritual dan moral. Pendidikan dengan cara memberi teladan yang baik, membuat anak akan mendapatkan sifat-sifat yang utama, akhlak yang sempurna, meningkat pada keutamaan dan kehormatan. Tanpa teladan yang baik, pengajaran dan nasehat, maka pendidikan tidak akan berguna.
Pendidikan dengan kebiasaan, akan menjadikan anak berada dalam pembentukan edukatif dan sampai pada hasil-hasil yang memuaskan Sebab, ini semua bersandarkan pada metode memperhatikan dan mengawasi, berdasarkan bujukan dan ancaman, bertitik tolak dari bimbingan dan pengarahan. Tanpa ini, pendidik akan seperti orang yang menegakkan benang basah dan mengukir langit.
Dengan pemberian nasehat, anak akan terpengaruh oleh kata-kau yang memberi petunjuk, nasehat yang memberi bimbingan, kisah yang efektif, dialog yang menarik hati, metode yang bijaksana dan pengarahan yang membekas. Tanpa ini, tak akan tergerak perasaan anak, tidak akan bergerak hati dan emosinya, sehingga pendidikan akan menjadi kering, tipis harapan untuk memperbaikinya.
Karenanya, jika kita menginginkan kebaikan pada diri anak, kebahagiaan bagi masyarakat, ketenteraman bagi negara, hendaknya metode-metode ini tidak kita abaikan. Dan hendaknya kita berlaku bijaksana dalam memilih metode yang paling efektif dalam situasi dan kcndisi tertentu. Semua ini bukanlah hal yang mustahil bagi Allah Yang Maha Perkasa.[6]



               [1] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan, hal. 186.
               [2] Ibid., hal. 146.
               [3] Ulwan, Pedoman Pendidikan, hal. 148.
               [4] Ulwan, Pedoman Pendidikan, hal. 149.
               [5] Ibid., hal. 150.
               [6] Ulwan, Pedoman Pendidikan, hal. 155.