A. Pendidikan
Estetika dalam Alquran dan Hadist
1. Pendidikan Estetika dalam Alquran
Estetika dalam Islam merupakan perjalanan dari
bentuk-bentuk (sunah) menuju hakikat segala bentuk (ma’na) dari
mana manusia berasal. Dalam tradisi Islam estetika dikaitkan dengan metafisika
atau ontologi, pengetahuan dan pemahaman tentang wujud dan
peringkat-peringkatnya dari yang zahir sampai ke yang batin. Karya seni
dipahami sebagai manifestasi estetika yang paling tinggi yang diharapkan dapat
membawa penikmatnya pada tingkatan kearifan yang lebih tinggi. Atau mendorong
manusia melakukan pendakian dari yang zahir menuju yang batin, dari alam tasybih
yaitu alam dan bentuk yang dapat dicerna indra menuju alam tanzih yaitu
alam transidental yang menuntut tajamnya kepekaan penglihatan kalbu.
Estetika merupakan nilai-nilai yang berkaitan dengan
kreasi seni dengan pengalaman-pengalaman kita yang berhubungan dengan seni.
Hasil-hasil ciptaan seni didasarkan atas prinsip-prinsip yang dapat
dikelompokkan sebagai rekayasa, pola, bentuk dsb. Jadi estetika adalah nilai
keindahan suatu hal. Sedangkan pendidikan estetika adalah mengajarkan hal-hal
yang berupa keindahan dari suatu hal. Hal ini dijelaskan oleh Allah dalam Alquran
Surat Al-A’raf ayat 26 sebagai berikut:
يَا
بَنِي آدَمَ قَدْ أَنزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاساً يُوَارِي سَوْءَاتِكُمْ وَرِيشاً
وَلِبَاسُ التَّقْوَىَ ذَلِكَ خَيْرٌ ذَلِكَ مِنْ آيَاتِ اللّهِ لَعَلَّهُمْ
يَذَّكَّرُونَ) الأعراف: ٢٦(
Artinya: “Wahai anak Adam, sesungguhnya Kami telah
menurunkan pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah sebagai perhiasan.
Sedangkan pakaian takwa itulah yang lebih baik. Yang demikian itu adalah
sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.”
(Qs. Al-A’raf: 26)
Pada ayat ini disebutkan bahwa Allah menurunkan pula bagi
Adam dan anak keturunannya segala sesuatu yang menjadi kebutuhannya dalam
urusan dunia atau agama mereka, seperti pakaian yang digunakan untuk menutup
aurat, atau yang digunakan sebagai perhiasan. Juga pakaian yang digunakan
mereka dalam perang, seperti baju-baju dan rompi-rompi besi, dan lan
sebagainya, maka wajiblah kalian bersyukur kepada Allah Ta’ala atas anugrah
besar ini dan menyembah kepada-Nya semata-mata tanpa mensyarikatkan sesuatu
dengan-Nya.[1]
Adapun Pendidikan Estetika dalam Alquran adalah sebagai
berikut:
1)
Kesenangan dari Benda-Benda Yang Indah Dan Cantik
Sudah menjadi hukum alam, jiwa manusia cenderung untuk
mendapatkan kesenangan dari benda-benda yang indah dan cantik. Namun,
kecenderungan mewujudkan dalam dirinya berkembang sesuai dengan keyakinan agama
serta kearifan masing-masing manusia. Meyakini bahwa Allah adalah pencipta
segala keindahan, manusia beriman akan merasa sangat bahagia mendapatkan
kecantikan ini dan berupaya sebaik mungkin untuk mensyukuri kemahakuasaan dan
keelokan ciptaan-Nya. Kerinduan mereka akan surga menunjang kemampuan untuk
menikmati kecantikan. Terlebih lagi, dengan menekuni penggambaran Alquran
tentang siksaan neraka dan membandingkannya akan membantu manusia beriman
mensyukuri nilai-nilai estetika, yang memberikan rasa suka cita pada jiwa
mereka.
2)
Pakaian Yang Bermacam-Macam Tingkat Dan Kualitasnya
Allah menyeru kepada anak cucu Adam, dan menyebutkan
anugrah-Nya kepada mereka, yakni nikmat yang Allah anugrahkan kepada mereka
berupa pakaian yang bermacam-macam tingkat dan kualitasnya, dari sejak pakaian
rendah yang digunakan untuk menutup aurat, sampai ke pakaian yang paling
tinggi, berupa perhiasan-perhiasan yang menyerupai bulu burung dalam memelihara
tubuh dari panas dan dingin, disamping merupakan keindahan dan keelokan.[2]
Imbalan untuk semua keindahan itu, kepada manusia hanya
dituntut sikap mensyukuri kepada Allah dan hidup di dunia menurut
perintah-perintah-Nya dan menjauhi apa pun larangan-Nya. Mereka yang
mematuhinya akan dikaruniai surga dan akan menerima berkah dan
keindahan-keindahan tidak terbatas untuk selama-lamanya. Kalau tidak, mereka dibolehkan
memanfaatkan untuk sementara segala sesuatu yang tersedia di bumi, yang tak
satu pun darinya bakal menolong mereka di hari perhitungan, ketika semua
manusia harus menghitung semua perbuatan mereka selama berada di dunia ini. Di
akhir penghitungan, mereka ini berhak dijebloskan ke neraka, tempat penyiksaan
abadi dan tak tertanggungkan pedihnya.
Menurut Wahbah Al-Zuhaili dalam bukunya tafsir Al-Wasith
bahwa penciptaan pakaian dan perhiasan yang mengindikasikan kelapangan rezeki,
kemakmuran hidup dan kesejahteraan hidup merupakan tanda-tanda kekuasaan allah
yang menunjukkan pada kekuasaan-Nya, karunia-Nya, anugerah-Nya, dan rahmat-Nya
bagi hamba-hambanya. Nikma-dian membuat manusia dapat mengingat karunia Allah
SWT yang di berikan kepada mereka dan mengantarkan mereka kepada sikap
mensyukuri dan mengagungkan yang diberi nikmat, serta menjauhi fitnah setan
yang senantiasa berupaya untuk menjerumuskan manusia ke dalam malapetaka dan
penyingkapan aurat.[3]
Kelurusan hati adalah sebuah pola pikir yang konsisten
sepanjang waktu. Anda harus memiliki jalur berpikir positif yang tentu saja
lurus adanya. Tetapi saat seseorang menyerahkan pikirannya untuk dikendalikan
oleh alam bawah sadar, tepat saat itu jugalah sulit untuk mencapai kelurusan
hati.
Berlaku tulus kepada yang memberi nikmat dan berterima
kasih kepadanya merupakan respons yang sewajarnya bagi setiap kebaikan bagi
orang yang melakukannya. Siapa yang berbuat bagi orang lain maka dia layak
mendapat ucapan terima kasih dan apresiasi yang selayaknya. Maka dari itu,
Allah SWT mengingatkan kepada orang-orang yang beriman pada apa-apa yang
dinilai baik bagi diri mereka sendiri dan jangan sampai mereka dipalingkan oleh
syetan dari wasiat-wasiat Allah dan syariat serta agamanya.[4]
Fitnah setan adalah mengikuti hawa nafsu dan merendahkan
diri sendiri. Dan makna yang dimaksud dalam firman Allah Swt.”Janganlah sampai
kamu tertipu oleh syetan, yaitu dengan mencegah diri untuk tidak mendengarkan
bisikan syetan dan tidak mematuhi perintahnya, karena setan mempunyai tipu daya
dan makar untuk menyesatkan manusia, Adam dan Hawa hingga mengeluarkan keduanya
dari surga. Disebabkan penetangan keduanya terhadap perintah Allah lantaran
terbujuk oleh setan, maka keduanya pun di usir dari surge dan pakaian terlepas
dari kedunya hingga aurat keduanya tersingkap. Yang di maksud pakaian di sini
adalah daun-daun surga sedangkalan kata aurat dalam ayat tersebut di ambil dari
kata sau’a yang arti dasarnya adalah buruk, namyun disini maksudnya adalah
aurat.[5]
Tambahan peringatan dan pemberitahuan bahwa Allah Swt.
Menetapkan setan dapat menggangu keturunan Adam. Ini merupakan pemberitahuan
dari Allah kepada kita bahwa setan golongannya melihat orang-orang yang
beriman, sementara mereka tidak dapat melihatnya. Dengan demikian mereka wajib
membebaskan diri dari bisikan-bisikannya dengan memperbanyak ketaatan dan
qanaah terhadap rezeki Allah serta karunia-Nya. Perlu diketahui bahwa setan
memiliki pendukung-pendukung dan pembela-pembela, sementara setan adalah
pendukung orang-orang kafir yang tidak beriman kepada Allah Swt dengan keimanan
yang sebenarnya yang membuat jiwa mereka menjadi suci membuat amal mereka
menjadi baik, disebabkan justru mempersiapkan diri untuk menerima
bisikan-bisikan setan, seperti kesiapan orang-orang yang lemah fisiknya untuk
menerima penyakit-penyakit yang membahayakan dengan kecepatan yang tinggi dan
kebinasaan yang parah.[6]
Ayat ini mengingatkan kita bahwa setan adalah musuh
manusia. Dengan demikian kita harus senantiasa mewaspadai berbagai tipu dayanya
dan mengingat serta janji setan kepada Allah bahwa kita hanya beribadah
kepada-Nya tanpa menyekutukan-Nya, menyucikan jiwa dengan akhlak yang mulia dan
adab yang terpuji, serta memperbaiki diri agar kita dapat mewujudkan kebahagian
yang abadi di akhirat, dan juga menunaikan risalah dalam kehidupan ini dengan
pelaksanaan yang sesempurna mungkin.[7]
Kesimpulannya adalah bahwa Allah berfirman, hai anak cucu
adam, dengan kekuasaan Kami, sesungguhnya kami telah menurunkan kepadamu dari
langit Kami, untuk mengatur urusan kalian. Pakaian yang menutupi aurat kalian
dan perhiasan yang kamu pakai di majlis-majlis dan pertemuan-pertemuan. Yaitu
pakaian yang paling tinggi dan sempurna, juga pakaian yang rendah dari itu.
Yaitu pakaian yang digunakan untuk memelihara diri dari panas dan dingin.[8]
Adapun maksud diturunkan hal-hal tersebut dari langit
ialah diturunkannya bahan berupa kapas, wool bulu sutera, bulu burung dan
lainnya. Yang ditimbulkan oleh kebutuhan, dan manusia telah terbiasa
memakainya. Setelah mereka mempelajari cara-cara membuatnya, berkat naluri dan
sifat yang Allah adakan dalam diri mereka. Dengan naluri dan sifat-sifat
tersebut, mereka dapat memintal, menenun, dan merajut semua itu dengan berbagai
cara, lalu menjahitnya dengan bentuk yang beragam. Terutama di zaman sekarang
pabrik-pabrik telah berkembang pesat dan modern.[9]
Ibnu Katsir menulis dalam buku tafsirnya sebagaimana yang dikutip Wahbah
Az-Zuhaili dalam Tafsir Al-Wasith, “Pakaian untuk menutupi aurat yaitu perkara
yang dianggap buruk bila terlihat. Perhiasan ialah perkara untuk keindahan
lahiriah. Yang pertama merupakan kebutuhan primer dan yang kedua sebagai
kebutuhan sekunder”.[10]
Dalam bukunya, Ibnu Katsir menulis, “Para mufassir
berikhtilaf mengenai makna penggalan ini. Akramah berkata bahwa pakaian takwa
ialah busana yang dipakai oleh orang-orang takwa pada hari kiamat. Demikian
diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim. Ada pula yang mengartikannya sebagai pakaian
keimanan atau sholeh atau tanda kebaikan di wajah. Semua pengertian tersebut
hampir sama maknanya.[11]
Dan tidak diragukan lagi, bahwa bila Allah
menganugerahkan kepada kita, pakaian dan perhiasan, hal itu merupakan bahwa
dalil perhiasan dan keinginan untuk memakainya di bolehkan. Jadi, islam adalah
agama fitrah, tidak terdapat padanya sesuatu yang bertentangan dengan apa yang diperlukan
kepada kebutuhan.[12]
Menyukai pakaian adalah termasuk naluri manusia yang
paling kuat, yang mendorong mereka untuk menampakkan sunnah-sunnah Allah kepada
makhluk-Nya. Pendapat yang paling yang mahsyhur dari para tabi’in ialah yang
dimaksud Libasut-taqwa ialah pakaian ma’nawi, bukan pakaian konkrit.
Sedang menurut riwayat dari Ibnu Abbas bahwa yang dimaksud iman dan amal saleh,
karena iman dan amal saleh itu lebih baik dari perhiasan-perhiasan pakaian.[13]
1.
Pendidikan Estetika dalam Hadist
Secara sederhana, masyarakat (lingkungan sosial) dapat
diartikan sebagai sekelompok individu pada suatu komunitas yang terikat oleh
satu kesatuan visi kebudayaan yang mereka sepakati bersama. Setidaknya ada dua
macam bentuk masyarakat dalam komunitas yang terikat oleh satu kesatuan visi
kebudayaan yang mereka sepakati bersama. Setidaknya ada dau macam bentuk
masyarakat dalam komunitas kehidupan manusia. Pertama, kelompok primer yaitu
kelompok dimana manusia mula-mula berinteraksi dengan orang lain secara
langsung, seperti keluarga dan masyarakat secara umum. Kedua, kelompok sekunder
yaitu kelompok yang dibentuk secara sengaja atas pertimbangan dan kebutuhan
tertentu, seperti perkumpulan profesi,
sekolah, partai politik, dan sebagainya. Kesatuan visi ini secara luas kemudian
membentuk hubungan yang komunikatif dan dinamis, sesuai dengan tuntutan
perkembangan zamannya.
عَنْ أَبِيْ
هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لاَ تَحَاسَدُوْا ، وَلاَ تَنَاجَشُوْا ، وَلاَ تَبَاغَضُوْا
، وَلاَ تَدَابَرُوْا ، وَلاَ يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ ،
وَكُوْنُوْا عِبَادَ اللهِ إِخْوَانًا ، اَلْـمُسْلِمُ أَخُوْ الْـمُسْلِمِ ، لاَ
يَظْلِمُهُ ، وَلاَ يَخْذُلُهُ ، وَلاَ يَحْقِرُهُ ، اَلتَّقْوَى هٰهُنَا ،
وَيُشِيْرُ إِلَى صَدْرِهِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ ، بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ
أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْـمُسْلِمَ ، كُلُّ الْـمُسْلِمِ عَلَى الْـمُسْلِمِ
حَرَامٌ ، دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ) رواه
احمد(
Artinya: Dari Abu Hurairah Radhyallahu anhu ia berkata,
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kalian jangan saling
mendengki, jangan saling najasy, jangan saling membenci, jangan saling
membelakangi ! Janganlah sebagian kalian membeli barang yang sedang ditawar
orang lain, dan hendaklah kalian menjadi hamba-hamba Allâh yang bersaudara.
Seorang muslim itu adalah saudara bagi muslim yang lain, maka ia tidak boleh
menzhaliminya, menelantarkannya, dan menghinakannya. Takwa itu disini –beliau
memberi isyarat ke dadanya tiga kali-. Cukuplah keburukan bagi seseorang jika
ia menghina saudaranya yang Muslim. Setiap orang Muslim, haram darahnya,
hartanya, dan kehormatannya atas muslim lainnya.” (H.R. Ahmad).[14]
Dari perluasan dilalah dari hadits-hadits di atas
membuktikan bahwa islam mempunyai keistimewaan dalam dunia pendidikan, tidak
terkecuali dalam perhatiannya terhadap
lingkungan pendidikan masyarakat. Perpaduan antara wahyu dan akal yang diadopsi
oleh Islam merupakan keistimewaan yang tak dapat disamai oleh konsep pendidikan
lainnya. Mungkin
dalam beberapa aspek, konsep islam tentang hal ini ada mempunyai beberapa kemiripan dengan yang ada dalam
teori-teori pendidikan pada umumnya. Akan tetapi sekali lagi keistimewaan islam
adalah ruhul Islam itu sendiri. Yang
bermula dari wahyu dan kemudian diajarkan kepada manusia melalui Nabi
Muhammad saw. Keistimewaan itu bukanlah hanya sekedar klaim-klaim yang tak
berdasar. Sebaliknya, keistimewaan itu terungkap dalam beberapa pandangan
pemikir Islam. Mereka bukan membentuk sesuatu yang dibuat-buat, akan tetapi
dari hasil penggalian inspirasi dari warisan peradaban Islam yang adil dan luhur.
Adapun Pendidikan Estetika dalam Hadist adalah sebagai
berikut:
1)
Kelembutan
Islam dan
dunia seni bagaikan sebuah mata uang yang memiliki dua sisi. Islam tanpa seni
dan seni tanpa Islam tidak akan mencapai kesempurnaan. Islam merupakan ajaran
Tuhan yang memerlukan seni di dalam mengartikulasikan kedalaman aspek kebatinan
dari ajaran itu. Seni merupakan bagian dari sisi dalam manusia yang membutuhkan
lokus untuk mengaktualisasikan nilai-nilai estetisnya. Islam dan seni menuntut
ekspresi ”rasa” yang amat mendalam dari manusia. Islam berisi ajakan
kelembutan, kedamaian, kehalusan, harmoni kepada pemeluknya, sedangkan seni
menawarkan ajakan-ajakan itu.
2. Kelembutan dan
Kehalusan
Islam dan seni keduanya mencitrakan hal-hal yang
bersifat universal, seperti nilai-nilai
etika dan estetika. Seni memiliki potensi yang amat dalam untuk mendekatkan
diri sedekat-dekatnya seorang hamba kepada Tuhannya. Dengan seni seseorang
dapat merasakan keindahan, ketenangan, kehangatan, kerinduan, kesyahduan, dan
keheningan.
0 Comments
Post a Comment