Pendidikan Islam Bagi Anak Usia Dini
BAB III
Pendidikan Islam Bagi Anak Usia Dini
A. Pengertian Pendidikan
Kata “Islam” dalam “pendidikan Islam” menunjukkan warna
pendidikan tertentu, yaitu pendidikan yang berwarna Islam, pendidikan yang Islami,
yaitu pendidikan yang berdasarkan Islam. Jelas, Pertanyaan yang hendak di jawab adalah: Apa itu pendidikan menurut Islam
?” Untuk menjawab pertanyaan ini lebih dahulu dibahas apa pendidikan itu
menurut Islam terutama didasrkan atas keterangan Al-qur’an dan hadist, kadang –
kadang diambil juga pendapat para pakar pendidikan Islam, adapun definisi
pendidikan menurut para pakar adalah sebagi berikut :
Pendidikan berasal dari kata didik yang artinya
”Memelihara, memberi latihan, dan pimpinan, kemudian kata didik itu mendapat
awalan pe- akhiran- an sehingga menjadi pendidikan yang artinya perbuatan
mendidik.
Oemar Muhammad
Al-Syaibani dalam buku ”Filsafat Pendidikan” mengemukakan bahwa
”Pendidikan adalah usaha-usaha untuk membina pribadi muslim yang terdapat pada
pengembangan dari segi spiritual, jasmani, emosi, intelektual dan sosial.”1
Menurut H. M Arifin, pendidikan adalah usaha orang
dewasa secara sadar untuk membimbing dan mengembangkan kepribadian serta kemampuan
dasar anak didik baik dalam bentuk pendidikan formal maupun non formal.2
Menurut
Soegarda Poerbakawatja pendidikan ialah semua perbuatan atau usaha dari
generasi tua untku mengalihkan pengetahuannya, pengalamannya, kecakapannya, dan
ketrampilannya kepada generasi muda. Sebagai usaha menyiapkan agar dapat
memenuhi fungsi hidupnya baik jasmani maupun rohani.3
Dalam Islam, istilah pendidikan disebut dengan tarbiyah.
Menurut ilmu bahasa, tarbiyah berasal dari tiga pengertian kata -robbaba-robba-yurobbii-
yang artinya memperbaiki sesuatu dan meluruskannya. Sedang arti tarbiyah
secara istilah adalah:
1. Menyampaikan
sesuatu untuk mencapai kesempurnaan, dimana bentuk penyampaiannya satu dengan
yang lain berbeda sesuai dengan tujuan pembentukannya.
2. Menentukan
tujuan melalui persiapan sesuai dengan batas kemampuan untuk mencapai
kesempurnaan.
3. Sesuatu
yang dilakukan secara bertahap dan sedikit demi sedikit oleh seorang pendidik.
4. sesuatu
yang dilakukan secara berkesinambungan, maksudnya tahapan-tahapannya sejalan
dengan kehidupan, tidak berhenti pada batas tertentu, terhitung dari buaian
sampai liang lahat.
5. dijadikan
sebagai tujuan terpenting dalam kehidupan, baik secara individu maupun
keseluruhan, yaitu untuk kemashlahatan ummat dengan asas mencapai keridhaan Allah
SWT seperti tersirat dalam firman Allah dalam surat Ali – imran ayat 79 :
ما
كان لبشر أن يؤتيه الله الكتاب والحكم والنبوة ثم يقول للناس كونوا عبادا لى من
دون الله ولكن كونوا ربانيين بما كنتم تعلمون الكتاب وبما كنتم تدرسون )
آل عمران:
٧٩(
Artinya: Tidak
wajar bagi seorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al kitab, hikmah dan kenabian,
lalu ia berkata kepada manusia, 'hendaklah kamu menjadi penyembahku, bukan
penyembah Allah'. Akan tetapi(dia berkata),'hendaklah kamu menjadi orang-orang
rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al kitab dan disebabkan kamu tetap
mempelajarinya.
( Qs. Al Imran:79)
Tarbiyah/pendidikan Islam menurut Prof. Dr. Ibrahim
Amini, diartikan sebagai usaha mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan
pribadinya, kehidupan kemasyarakatannya dan kehidupan dalam alam sekitarnya
dengan dilandasi oleh nilai-nilai Islam.4
Dari ungkapan tersebut jelas bahwa pendidikan merupakan rangkaian usaha
membimbing, mengarahkan potensi hidup manusia yang berupa kemampuan-kemampuan
dasar dan kemampuan belajar, sehingga terjadi perubahan di dalam kehidupan
pribadinya, sebagai makhluk individu dan sosial serta dalam hubungannya dengan
alam sekitar, yang kesemuanya mengacu kepada nilai-nilai Islam.
Pendidikan Islam adalah pendidikan yang didasarkan pada
konsep penciptaan manusia dalam Islam, yaitu adanya fithrah atau potensi kebaikan
sejak lahir. Manusia lahir membawa potensi percaya kepada Allah, cenderung
kepada Al Haq, dan selalu ingin berbuat baik. Pendidikan Islam harus berusaha
menggali dan mengembangkan potensi spiritual anak didiknya. Salah satu dasar
pendidikan Islam yang terpenting adalah konsep Tauhid. Konsep tauhid yang murni
dan mutlak di bidang ketuhanan ini mempunyai aplikasi yang luas di dalam konsep
kesatuan penciptaan dan eksistensi, kesatuan ilmu pengetahuan, kesatuan nilai
kebajikan dan kesatuan kemanusiaan serta kesatuan sejarah. Konsekuensinya,
didalam pendidikan Islam tidak mengenal dikotomi/pencabangan antara ilmu agama
dan ilmu pengetahuan.5
Sekarang jelas bahwa pendidikan adalah bahwa pendidikan
adalah bimbingan yang diberikan kepada seseorang agar ia berkembang secara
maksimal. Dengan demikian, pendidikan Islam sebenarnya sudah mulai dapat
dirumuskan. Akan tetapi, ingatlah, ini hanya sebagian dari pendidikan, yaitu
pendidikan oleh orang lain. Pendidikan oleh diri sendiri dan pendidikan oleh
lingkungan tidak disebut pendidikan. Ini adalah pendidikan dalam arti sempit.
Definisi inilah yang kita ambil.
Demikian pula tidak ada
pemisahan antara nilai-nilai kebenaran dan kebajikan di dalam ilmu maupun
penerapannya di dalam teknologi. Pendidikan Islam
mengandung pengembangan "sense of meaning"/makna, sense of
commitment"/istiqomah, "sense of purpose"/tujuan dan "sense
of direction"/pengarahan. Dengan pengembangan makna dan komitmen
pendidikan, maka seseorang akan termotivasi untuk berprestasi, mempunyai
semangat mencipta, semangat menemukan, semangat berinovasi yang bersumber
kepada semangat percobaan dan semangat kritis.
Sedang dengan pengembangan tujuan dan pengarahan
pendidikan, anak didik diharapkan tidak hanya mengikuti logika dalam
mengembangkan ilmu dan teknologinya, sehingga tidak menyebabkan kerusakan alam
karena penggalian sumber daya alam yang berlebihan, pencemaran lingkungan
hidup, perlombaan senjata, ketidak-adilan sosial, ekonomi, pelanggaran hak
asasi manusia, perkembangan budaya kekerasan, dan lain-lain. Jelas sekali hasil yang akan didapat dari
pendidikan Islam, yaitu rahmatan lil alamin, penebar rahmat ke seluruh alam.6
Pendidikan Islam bertujuan
untuk membantu pertumbuhan yang seimbang dari keseluruhan kepribadian manusia
melalui latihan, baik jiwa, akal, perasaan, indera jasmaniahnya. Ia harus mampu mendukung pertumbuhan manusia dalam seluruh aspeknya,
baik spiritual, intelektual imajinasi, fisik, ilmiah, linguistik, baik secara
individual maupun kolektif dan mendorong semua aspek ini menuju kebaikan dan
kesempurnaannya. Tujuan akhir pendidikan Islam adalah merealisasikan kepasrahan
yang total dan utuh kepada Allah pada tingkat individual, kelompok dan ummat.
Untuk itu pendidikan Islam harus mampu mencapai dua hal yaitu:
1. Harus
mendorong manusia untuk mengenal Robbnya sehingga mampu menyembahNya dengan
penuh keyakinan akan ke-esa-anNya, menjalankan spritual yang diwajibkan dan
mematuhi syari'at serta ketentuan-ketentuanNya.
2. Harus
mampu mendorong manusia untuk memahami sunnatullah di alam raya ini,
menyelidiki bumi dan isinya dan memanfaatkan segala sesuatu yang telah
diciptakan untuk melindungi iman dan menguatkan agamanya.
Dari pengertian di atas maka yang penulis maksudkan
dengan pendidikan adalah suatu usaha membimbing dan membina pribadi
muslim baik jasmani ataupun rohani menuju terbentuknya akhlak yang mulia.
B. Anak Dalam Tinjauan Pendidikan Islam
Pendidikan Islam atau Tarbiyah Islamiah harus dapat
mewujudkan pertumbuhan atau Improvement. Karena dengan improvement si anak
dapat mencapai kedewasaan yang matang (maturity level). Ini menentukan
bagaimana orang-tua mentransfer kedewasaan yang dimilikinya kepada anaknya,
hingga suatu saat nanti si anak memiliki kedewasaan yang berimbang dengan orang
tuanya. Ini adalah salah satu tingkat kebahagiaan suatu keluarga di mana anak
dan orang-tua dapat berkomunikasi secara dewasa sehingga menghilangkan apa kita
sebut dengan barrier (dinding).
Orang-tua harus dapat memberikan pemahaman kepada
anaknya bahwa pada suatu saat dirinya tidak dapat menanggung atau memenuhi
apa-apa yang dibutuhkan oleh anaknya. Artinya si anak pada saatnya nanti harus
mampu hidup mandiri tanpa bantuan dari orang-tuanya, apapun pekerjaan yang
dikerjakan orang-tua tidak berhak melarang atau mengarahkannya tetapi yang
penting bagaimana dengan pekerjaannya itu si anak dapat survive (bertahan
hidup).
Untuk mencapai hal itu, maka stabilitas si anak secara
intelektual, fisik,
emosional dan moral harus dapat dicover oleh orang-tuanya. Sukses
dalam mencapai sesuatu juga menjadi tanggung-jawab orang-tua terhadap anaknya. Orang-tua
juga harus dapat mengarahkan bahwa Kesuksesan yang telah dicapai oleh si anak
harus dapat dishare kepada orang lain agar orang lain tersebut juga dapat
mencapai sukses sehingga kesukesan tersebut dapat menjadi lebih besar lagi,
dalam Islam ini dikenal dengan Barokah.7
Orang tua harus mengetahui bagaimana memfungsikan
potensi-potensi yang dimiliki oleh si anak sehingga anak dapat mencapai apa
yang diinginkan tetapi bukan mencapai apa keinginan orang-tuanya. Yang lebih
penting kita harus dapat memberikan nilai tambah kepada anak kita sehingga anak
tidak menjadi seada-adanya, seadanya saja, ada-ada saja tetapi lebih dari itu
yaitu lebih dari adanya.
Anak adalah kepercayaan dari Allah SWT yang diberikan
kepada kita. Allah melahirkan anak kita dalam keadaan suci, maka kita sebagai
orang-tua memiliki tanggung-jawab pula agar si anak kembali kepada Rabbnya
dalam keadaan suci pula. Dengan kata lain kalau kita dipinjami uang Rp.
100.000,- oleh seseorang, maka kita juga harus mengembalikan pula dalam jumlah
Rp.100.000,-, kalau kurang berarti kita telah berkhianat.
Anak memiliki Fitrah artinya sesuai dengan suara Allah.
Menanamkan nilai-nilai yang sesuai dengan suara Allah atau kehendak Allah dan
bukan suara manusia atau mayoritas suara manusia yang dikenal dengan demokrasi.
Dengan adanya anak terkadang orang-tua suka melupakan akan kewajiban
yanglainnya atau dalam keadaan seperti ini seolah-seolah anak adalah segalanya.
Dan ini mungkin saja terjadi pada saat kelahiran anak yang pertama, biasanya album
fotonya lebih banyak dari anak yang ke 2, 3 dan seterusnya, lebih sering diajak
jalan-jalan dan sebagainya. Dalam kondisi seperti itu anak dapat menjadi
fitnah.
Kebahagian sebagai orang-tua menjadi tak terkira
manakala ketika kita pulang kerja si anak (misalnya, kakak dan adik yang
usianya dibawah 6 tahun) sudahsiap-siap menunggu orang-tuanya menunaikan shalat
maghrib berjama'ah, yang laki-laki mengenakan sarung dan kopiah, lalu yang
perempuan mengenakan
mukena dengan semua wajahnya yang berseri-seri. Jangan suka
membandingkan prestasi antara anak yang satu dengan yang lainnya, misalnya :
"Kenapa sih, adik nggak bisa rapi seperti kakak ?!" atau "Lihat
tuh adik selalu rajin, tidak seperti kakak, malas !". Dengan membandingkan
antara anak yang satu dengan yang lainnya sesungguhnya dapat menumpulkan
kreatifitas pada anak. Kalau memiliki anak kembar, terkadang suka salah kaprah
mentang-mentang kembar lalu segala sesuatunya harus sama dari mulai pakaian,
sepatu dan lain sebagainya. Kalau semuanya disamakan nanti yang repot pada saat
si anak mau menikah, maka harus juga mencarikan calon yang sama. Kalau sudah
begini yang menjadi sangat repot adalah orang-tuanya.
C. Dasar-Dasar Pendidikan Terhadap Anak
Usia Dini
Kata peribahasa "Anak mudah dilahirkan, sulit
dididik", bagaimana mendidik anak agar senang membaca buku, bagaimana
mendidik anak agar gemar berolah raga, bagaimana mendidik anak agar menjadi
orang yang jujur, baik, memiliki kasih, memiliki rasa tanggung jawab, semuanya
ini menjadi masalah yang tiada habis dipikirkan oleh para orang tua. Ada orang tua yang
menyerahkan seluruh tanggung jawab mendidik anak kepada sekolah, tanpa
menyadari bahwa pendidikan bukan hanya urusan sekolah, orang tua dan masyarakat
juga memiliki tanggung jawab yang tak terelakkan.8
Lalu bagaimana pula orang tua harus memikul tanggung
jawab pendidikan? Sebenarnya, pada saat Sang anak masih dalam kandungan orang
tua sudah harus memulai dalam memberikan langkah awal pendidikan. Pendidikan
Dalam Kandungan Penelitian ilmiah membuktikan, seorang ibu yang selama masa
kehamilannya telah memulai pendidikannya terhadap janinnya, maka akan
memberikan manfaat yang sangat besar. Pendidikan dalam kandungan bukanlah
temuan ilmiah zaman modern, sejak zaman Tiongkok kuno sudah ada. Saat itu
sejumlah orang yang bermoral tinggi sudah mulai memperhatikan pendidikan dalam
kandungan, namun pemahaman yang ada sekarang ini sudah jauh berbeda. Pada waktu
Sang ibu mengandung Zhou Wenwang (pendiri dinasti Zhou, 1099-1050 SM), mata
tidak dibiarkan memandang warna yang tidak baik, telinga tidak dibiarkan
mendengarkan suara asusila, mulut tidak mengucapkan kata-kata berseloroh
ataupun mengolok-olok.
Dengan demikian, raja memang sejak lahir sudah mengerti
tentang kesucian, akhirnya bahkan telah menjadi tokoh bijaksana pada jamannya. Orang
bermoral dan bertalenta beranggapan, pada masa hamil sang ibu dapat
melaksanakan pendidikan dalam kandungan. Sang ibu yang melaksanakan pendidikan
dalam kandungan, tidak berbaring miring, tidak duduk di pinggiran, tidak
berdiri dengan satu kaki, tidak mengonsumsi sembarang makanan. Makanan yang
tidak dipotong dengan rapi tidak dimakan, tidak menempati tempat yang tidak
ditata rapi. Malam hari membahas hal-hal yang positif. Dengan demikian, anak yang dilahirkan akan
memiliki tubuh dan paras yang serasi, talenta, pengetahuan serta keterampilan
yang luas.9
Lalu, apakah janin dalam kandungan benar-benar dapat
merasakan? Jawabannya: bukan saja dapat merasakan, bahkan dapat mendengar dan
melihat!
Saya mempunyai seorang sanak famili yang bekerja sebagai juru ketik,
dia melahirkan seorang anak perempuan. Anak tersebut sewaktu masih kecil sudah
belajar mengenali huruf dengan kecepatan yang sangat mencengangkan. Sebelum
masuk ke Sekolah Dasar sudah dapat membaca sendiri buku cerita, juga sangat
gemar membaca iklan, nama-nama tempat dan lain-lain pada acara televisi.
Pernah sekali saya berkunjung ke rumahnya, dia sedang
menonton televisi, waktu itu sedang disiarkan ramalan cuaca, dia lalu
menunjuk-nunjuk dengan jari kecilnya membacakan nama-nama tempat untuk saya,
tanpa membuat kesalahan sama sekali, pada saat itu dia masih belum genap
berusia lima tahun. Pernah ada seorang guru bahasa asing yang bercerita pada
diri saya, ketika anaknya masih kecil, belum lagi bisa berbicara sudah gemar
menonton acara siaran bahasa Inggris untuk anak-anak di televisi. Setelah
besar, ia tidak pernah mengalami kesulitan dalam mempelajari bahasa asing. Oleh
karena itu, bagaimana dapat dikatakan bahwa kultivasi moral dan kegemaran orang
tua tidak akan mempengaruhi anak dalam kandungan.
Orang tua selalu mengharapkan apapun yang dikerjakan
anaknya mencapai hasil yang luar biasa. Maka, perlulah memupuk ketelatenan dan
keberanian Sang anak. Hal ini justru harus dipupuk sedikit demi sedikit mulai
sang anak masih kecil dan dari hal-hal yang kecil. Sebagai contoh: anak belajar
mengikat tali sepatu, bukanlah hal yang mudah. Namun ini merupakan kesempatan
bagi anak untuk memupuk kesabaran dan ketelatenannya. Banyak anak yang mencoba
setengah-harian masih tidak berhasil namun juga tidak menghendaki bantuan orang
dewasa. Sebaliknya juga ada banyak orang tua, tanpa menghiraukan apa yang
dipikir Sang anak, juga tidak memperdulikan bagaimana dirinya harus mengajar,
begitu saja lalu mengikatkan untuk si anak.10
Hal ini bagi Sang anak sebenarnya justru merupakan
kehilangan suatu kesempatan baik untuk memperolah pendidikan! Sebenarnya orang
tua boleh mengajarnya dengan cara yang paling sederhana, itu sudahlah cukup. Bersamaan
dengan itu, orang tua perlu memupuk anak untuk mempunyai kebiasaan baik, gemar
membaca. Meskipun dikatakan tabiat sudah terbentuk sejak dini, temperamen dan
karakter adalah bawaan sejak lahir, namun kegemaran membaca dan belajar pada
hakekatnya dapat dipupuk setelah lahir.
Anak-anak di luar negeri sebelum tidur suka mendengarkan
orang dewasa bercerita, hal ini bukan saja memupuk kebiasaan membaca buku bagi
anak, juga memberikan hidup yang kaya arti bagi anak. Banyak sekali
ketertarikan dan kesukaan anak berasal dari buku-buku tersebut. Orang tua tentunya
harus telaten, dalam mengerjakan hal ini pantangan terbesarnya adalah: tidak
konsisten. Ketika seorang anak mendapatkan kemajuan, orang tua perlu memuji
sepantasnya serta memastikan ketelatenan dan kegemaran belajar mereka secara
tepat waktu.
Satu hal yang penting diingat orang tua adalah : dalam
bergaul dengan anak, teladan adalah jauh lebih baik daripada wejangan.
Maksudnya, jika ingin mempunyai anak yang baik, harus memperbaiki diri sendiri.
Selain itu fungsi orang tua adalah membimbing, bukan memaksa. Hal ini harus
dikuasai benar. Baik belajar maupun bermain, hendaknya dimulai dari yang mudah
menuju yang sulit. Janganlah
meremehkan kemajuan sepele seorang anak, karena bagi mereka itu bukanlah hal
kecil.11
Selain itu, ada orang tua yang
menyayang anak sampai-sampai segala kehendaknya selalu dituruti. Seorang anak kecil, ia masih belum bisa membedakan baik dan buruk,
juga belum tahu mana yang bahaya mana yang tidak. Sebab itu perlu memberitahu
mereka apa yang benar dan yang salah, juga sama pentingnya untuk memberitahu
mereka apa yang berbahaya.
D. Pendidikan Islam Dalam Mendidik Anak
Usia Dini
Dalam kehidupan manusia harta benda dan anak-anak kita
merupakan karunia Ilahi dan sebagai ujian atau percobaan (fitnah), apakah kita
dapat memanfaatkan harta itu dan sudah benarkah kita mendidik anak-anak
tersebut. Yang perlu kita ketahui dalam kehidupan mansuia bahwa harta dan
anak-anak merupakan unsur utama untuk mendapatkan kebahagiaan lahir dan
duniawi. Karena harta dan anak adalah hiasan hidup duniawi, dalam hal ini Allah
SWT berfirman dalam surat
Al-Hadid ayat 20:
اعملوا
أنما الحياة الدنيا لعن ولهو وزينة وتفاخر بينكم وتكاثر فى الأموال والأولاد .. .
(الحديد:٢٠(
Artinya:Sesungguhnya hidup di dunia ini adalah
permainan, kesenangan dan kemegahan serta saling bangga, saling berlomba banyak
dalam harta dan anak ... (Qs. Al-Hadid:20).
Jadi, sebagai fitnah, sisi lain dari harta dan anak
ialah kemungkinannya dengan mudah berubah dari sumber kebahagiaan menjadi
sumber kesengsaraan dan kenistaan yang tidak terkira. Yaitu apabila kita tidak
sanggup memanfaatkan harta dan mendidik anak tersebut sesuai dengan pesan dan
amanat Allah. Makna pendidikan Islam
bagi kita adalah Islam bukanlah sekedar tindakan-tindakan ritual seperti sholat
dan membaca do'a saja. Akan tetapi Islam lebih dari itu, yaitu agama mengatur
keseluruhan tingkah laku manusia demi memperoleh ridla Allah.
Pendidikan Islam dengan kata lain, pendidikan meliputi
keseluruhan tingkah laku manusia dalam hidup ini, yang tingkah laku itu
membentu keutuhan manusia berbudi luhur (berakhlak karimah), atas dasar percaya
atau iman kepada Alllah dan bertanggung jawab secara pribadi di Hari Kemudian
(Kiamat). Hal tersebut diatas merupakan pernyataan kita dalam do'a pembukaan
shalat kita (do'a iftitah), bahwa shalat kita, darma bakti kita, hidup kita,
mati kita dan semua adalah untuk atau milik Allah seru sekalian alam.
Pendidikan Islam sesungguhnya adalah pendidikan untuk pertumbuhan
total seorang anak didik. Dan tidak benar jika dibatasi hanya kepada
pengertian-pengertiannya konvensional dalam masyarakat. Karen itu peran orang
tua dalam mendidik anak melalui pendidikan keagamaan yang benar adalah amat
penting. Oleh Karena itu pendidikan agama keagamaan dalam keluarga tidak hanya
melibatkan orang tua saja, akan tetapi seluruh keluarga dalam usaha menciptakan
suasana keagamaan yang baik dan benar dalam kelaurga. Peran orang tua tidak
hanya barupa pengajaran, tetapi juga berupa peran tingkah laku, ketauladanan
dan pola-pola hubungannya dengan anak yang dijiwai dan disemangati oleh
nilai-nilai keagamaan menyeluruh. Seperti pepatah mengatakan bahwa pendidikan
dengan bahasa perbuatan (perilaku) (tarbiyah bi lisan-I'l-hal) untuk
anak adalah lebih efektif dan lebih mantap dari pada pendidikan dengan bahasa
ucapan (tarbiyah bi lisan-il-maqal). Karena itu yang penting adalah
adanya penghayatan kehidupan keagamaan dalam suasana rumah tangga.
Selanjutnya dapat dikatakan bahwa pendidikan Islam
berkisar antara dua dimensi hidup, yaitu penanaman rasa taqwa kepada Allah dan
pengembangan rasa kemanusiaan kepada sesama. Penanaman rasa taqwa kepada Allah
sebagai dimensi hidup dimulai dengan pelaksanaan kewajiban-kewajiban formal
agama yang berupa ibadah-ibadah. Sedangkan pelaksanaannya harus disertai dengan
penghayatan yang sedalam-dalamnya akan makna ibdah-ibadah tersebut, sehingga
ibadah-ibadah itu tidak dikerjakan semata-mata sebagai ritual belaka, melainkan
dengan keinsyafan mendalam akan fungsi edukatifnya bagi kita semua.
Rasa taqwa kepada Allah itu kemudian dapat dikembangkan
dengan menghayati keagungan dan kebesaran Allah lewat perhatian kepada alam
semesta beserta segala isinya, dan kepada lingkungan sekitar. Sebab menurut
al-Qur'an hanya mereka yang memahami alam sekitar dan menghayati hikmah dan
kebesaran yang terkandung di dalamnya sebagai ciptaan Ilahi yang dapat dengan
benar-benar merasakan kehadiran Allah sehingga bertaqwa kepada-Nya. Melalui
hasil perhatian, pengamatan, dan penelitian kita terhadap gejala alam dan
social kemanusiaan tidak hanya menghasilkan ilmu pengetahuan yang bersifat
kognitif belaka, juga tidak hanya yang bersifat aplikatif dan penggunaan
praktis semata (penggunaan teknologi), tetapi dapat membawa kita kepada
keinsyafan Ketuhanan yang mendalam, melalui penghayatan keagungan Tuhan
sebagaimana tercermin dalam seluruh ciptaannya.12
Pendidikan Islam merupakan satu sarana diantara dalam
membangun kepribadian manusia untuk mewujudkan tujuan – tujuan besar manusia
dalam lingkar ajaran Islam. Tujuan pendidikan Islam adalah membentuk generasi
berkualitas pemimpin, yakni berkepribadian Islam, menguasai tsaqofah Islam, dan
menguasai ilmu kehidupan (sains dan
teknologi) yang memadai. Apabila ke tiga tujuan ini tercapai, maka akan
terwujudlah generasi pemimpin yang individunya memiliki ciri sebagai insan yang
shaleh/shalehah, sehat, cerdas dan peduli bangsa.
Setiap orang harus siap untuk menjadi pemimpin. Karena
kepemimpinan itu sebuah sunatullah dan merupakan amanah yang akan dimintai
pertanggungjawabannya oleh Allah SWT kelak. Sebagaimana ditegaskan didalam
sabda Rasulullah SAW: “Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai
pertanggungjawaban atas kepemimpinannya... (HR. Bukhori, Muslim, Ahmad, Abu
Dawud, Tirmidzi dari Ibnu Umar).
Upaya untuk mencapai tujuan
pendidikan Islam ini sangat erat kaitannya dengan sistem hidup Islam. Sebagai
bagian yang menyatu (integral) dari sistem kehidupan Islam, pendidikan
memperoleh masukan dari supra sistem, yakni keluarga dan masyarakat atau
lingkungan, dan memberikan hasil/keluaran bagi suprasistem tersebut. Sementara sub-sub sistem yang membentuk sistem pendidikan antara
lain adalah tujuan pendidikan itu sendiri, anak didik (pelajar/mahasiswa),
manajemen, struktur dan jadwal waktu, materi, tenaga pendidik/pengajar dan
pelaksana, alat bantu belajar, teknologi, fasilitas, kendali mutu, penelitian
dan biaya pendidikan.13
Interaksi fungsional antar subsistem pendidikan dikenal
sebagai proses pendidikan. Proses pendidikan dapat terjadi di mana saja,
sehingga berdasarkan pengorganisasian serta struktur dan tempat terjadinya
proses tersebut dikenal adanya pendidikan sekolah dan pendidikan luar sekolah.
Melalui proses ini diperoleh hasil pendidikan yang mengacu pada tujuan
pendidikan yang telah ditentukan. Untuk menjaga kesinambungan proses pendidikan
dalam menjabarkan pencapaian tujuan pendidikan, maka keberadaan kurikulum
pendidikan yang integral menjadi suatu kebutuhan yang tak terelakkan. Kurikulum
pendidikan integral sangatlah khas dan unik. Kurikulum ini memiliki ciri- ciri
yang sangat menonjol pada arah, azas, dan tujuan pendidikan, unsur-unsur
pelaksana pendidikan serta pada struktur kurikulumnya.
Azas pendidikan Islam adalah aqidah Islam. Azas ini
berpengaruh dalam penyusunan kurikulum pendidikan, sistem belajar mengajar,
kualifikasi guru, budaya yang dikembangkan dan interaksi diantara semua
komponen penyelenggara pendidikan. Yang dimaksud dengan menjadikan aqidah Islam
sebagai azas atau dasar dari ilmu pengetahuan adalah menjadikan aqidah Islam
sebagai standar penilaian. Dengan istilah lain, aqidah Islam difungsikan
sebagai kaidah atau tolak ukur pemikiran dan perbuatan. Oleh sebab itu,
implementasi pendidikan anak usia dini adalah PAUD BAI.
Pihak-pihak yang terlibat dalam pengelolaan pendidikan
anak usia dini adalah pemerintah (negara), masyarakat dan keluarga. Keluarga
adalah institusi pertama yang melakukan pendidikan dan pembinaan terhadap anak
(generasi). Disanalah pertama kali dasar?dasar kepribadian anak dibangun. Anak
dibimbing bagaimana ia mengenal Penciptanya agar kelak ia hanya mengabdi kepada
Sang Pencipta Allah SWT.
Demikian pula dengan pengajaran perilaku dan budi
pekerti anak yang didapatkan dari sikap keseharian orangtua ketika bergaul
dengan mereka. Bagaimana ia diajarkan untuk memilih kalimat?kalimat yang baik,
sikap sopan santun, kasih sayang terhadap saudara dan orang lain. Mereka
diajarkan untuk memilih cara yang benar ketika memenuhi kebutuhan hidup dan
memilih barang halal yang akan mereka gunakan. Kesimpulannya, potensi dasar
untuk membentuk generasi berkualitas dipersiapkan oleh keluarga.14
Masyarakat yang menjadi lingkungan anak menjalani
aktivitas sosialnya mempunyai peran yang besar dalam mempengaruhi baik buruknya
proses pendidikan, karena anak satu bagian yang tidak terpisahkan dari
masyarakat. Interaksi dalam lingkungan ini sangat diperlukan dan berpengaruh
dalam pertumbuhan dan perkembangan anak, baik secara fisik maupun biologis.
Oleh sebab itu masalah?masalah yang akan dihadapi anak ketika berinteraksi
dalam masyarakat harus difahami agar kita dapat mengupayakan solusinya.
Masyarakat yang terdiri dari sekumpulan orang yang
mempunyai pemikiran dan perasaan yang sama serta interaksi mereka diatur dengan
aturan yang sama, tatkala masing?masing memandang betapa pentingnya menjaga
suasana kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan generasi maka semua orang akan
sepakat memandang mana perkara-perkara yang akan membawa pengaruh positif dan
mana yang membawa pengaruh negatif bagi pendidikan generasi. Sedapat mungkin
perkara negatif yang akan menjerumuskan anak akan dicegah bersama.
Disinilah peran masyarakat sebagai kontrol sosial untuk
terwujudnya generasi ideal. Masyarakat yang menjadi lingkungan hidup generasi
tidak saja para tetangganya tetapi juga termasuk sekolah dan masyarakat dalam
satu negara. Karena itu para tetangga, para pendidik dan juga pemerintah sebagai
penyelenggara urusan negara bertanggung jawab dalam proses pendidikan generasi.
Selain keluarga dan sekolah, partai dan organisasi
masyarakat seperti majelis ta’lim, mempunyai peran dalam melahirkan generasi
berkualitas pemimpin. Disanalah generasi akan dibina untuk menjadi politikus
yang ulung dan tangguh. Oleh sebab itu, partai dan ormas ini juga berperan
dalam membina para ibu agar ibu dapat mendidik generasi secara baik dan benar.
Dari seluruh pihak yang mempunyai tanggungjawab dalam mendidik generasi cerdas,
generasi peduli bangsa, tentu negaralah yang mempunyai peran terbesar dan
terpenting dalam menjamin berlangsungnya proses pendidikan generasi.15
Negara bertanggung jawab mengatur suguhan yang
ditayangkan dalam media elektronik dan juga mengatur dan mengawasi penerbitan
seluruh media cetak. Negara berkewajiban menindak perilaku penyimpangan yang
berdampak buruk pada masyarakat dll. Negara sebagai penyelenggara pendidikan
generasi yang utama, wajib mencukupi segala sarana untuk memenuhi kebutuhan
pendidikan umat secara layak. Atas dasar ini negara wajib menyempurnakan
pendidikan bebas biaya bagi seluruh rakyatnya. Kebijakan pendidikan bebas biaya
akan membuka peluang yang sebesar?besarnya bagi setiap individu rakyat untuk
mengenyam pendidikan, sehingga pendidikan tidak hanya menyentuh kalangan
tertentu (yang mampu) saja, dan tidak lagi dijadikan ajang bisnis yang bisa
mengurangi mutu pendidikan itu sendiri. Padahal mutu pendidikan sangat
mempengaruhi corak generasi yang dihasilkannya.16
Negara wajib menyediakan tenaga-tenaga pendidik yang
handal. Mereka yang memiliki kepribadian Islam yang luhur, punya semangat
pengabdian yang tinggi dan mengerti filosofi pendidikan generasi serta
cara?cara yang harus dilakukannya, karena mereka adalah tauladan bagi anak
didiknya. Kelemahan sifat pada pendidik berpengaruh besar terhadap pola
pendidikan generasi. Seorang guru tidak hanya menjadi penyampai ilmu pada
muridnya tetapi ia seorang pendidik dan pembina generasi.
Agar para pendidik bersemangat dalam menjalankan
tugasnya tentu saja negara harus menjamin kehidupan materi mereka. Ini dapat
memberi motivasi lebih pada mereka meski tugas mereka tidak ditujukan semata
untuk memperoleh materi, tetapi merupakan ibadah yang mempunyai nilai
tersendiri di sisi Allah SWT. Betapa besar jasa para pendidik yang hingga ada
ungkapan: "Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa". Tentu saja
pengabdian mereka harus mendapat penghargaan, dan ini merupakan tanggungjawab
negara.
Dalam kehidupan manusia, tingkah
laku atau kepribadian merupakan hal yang sangat penting sekali, sebab aspek ini
akan menentukan sikap identitas diri seseorang. Baik dan buruknya seseorang itu
akan terlihat dari tingkah laku atau kepribadian yang dimilikinya. Oleh karena
itu, perkembangan dari tingkah laku atau kepribadian ini sangat tergantung
kepada baik atau tidaknya proses pendidikan yang ditempuh.
Proses pembentukan
tingkah laku atau kepribadian ini hendaklah dimulai dari masa kanak-kanak, yang
dimulai dari selesainya masa menyusui hingga anak berumur enam atau tujuh
tahun. Masa ini termasuk masa yang sangat sensitif bagi perkembangan kemampuan
berbahasa, cara berpikir, dan sosialisasi anak. Di dalamnya terjadilah proses
pembentukan jiwa anak yang menjadi dasar keselamatan mental dan moralnya. Pada
saat ini, orang tua harus memberikan perhatian ekstra terhadap masalah
pendidikan anak dan mempersiapkannya untuk menjadi insan yang handal dan aktif
di masyarakatnya kelak.17
Di dalam lingkungan
keluarga, orang tua berkewajiban untuk menjaga, mendidik, memelihara, serta
membimbing dan mengarahkan dengan sungguh-sungguh dari tingkah laku atau
kepribadian anak sesuai dengan syari’at Islam yang berdasarkan atas tuntunan
atau aturan yang telah ditentukan di dalam Al-Qur’an dan hadits. Tugas ini
merupakan tanggung jawab masing-masing orang tua yang harus dilaksanakan.
Pentingnya
pendidikan Islam bagi tiap-tiap orang tua terhadap anak-anaknya, Hal tersebut
juga didukung oleh teori psikologi perkembangan yang berpendapat bahwa
masing-masing anak dilahirkan dalam keadaan seperti kertas putih. Teori ini
dikenal dengan teori “tabula rasa”, yang mana teori ini berpendapat bahwa
setiap anak dilahirkan dalam keadaan bersih; ia akan menerima pengaruh dari
luar lewat indera yang dimilikinya. Pengaruh yang dimaksudkan tersebut berhubungan
dengan proses perkembangan intelektual, perhatian, konsentrasi, kewaspadaan,
pertumbuhan aspek kognitif, dan juga perkembangan sosial. Akan tetapi,
perkembangan aspek-aspek tersebut sangat dipangaruhi oleh lingkungan sang anak
tersebut.18
1 Oemar Muhammad At-Tomy Al-Syaibani, Filsafat
Pendidikan Islam ,terj. Hasan Langgulung, Cet. I, (Jakarta : Bulan Bintang, 2003 ), hal.44
6
Zakiah Daradjat. Pendidik dan Pemikir daiam Ulama Perempuan Indonesia, (
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002), hal. 45
7 Abdurrahman An Nahlawi, Prinsip-Prinsip dan Metode
Pendidikan Islam, (Bandung: CV
Dipenogoro, 1992), hal. 273
11 Imam Barnadib, Filsafat
Pendidikan Sistem & Metode, Cet. Kesembilan ( Yogyakarta :
Andi,2007),hal. 56
13 Muslim
Usa, Pendidikan Islam di Indonesia antara Cita dan Fakta, , Cet. I (
Yogyakarta: Tiara Wacana, 2001), hal.23
14 M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam,( Jakarta: Bumi Aksara,
1996), hal. 61