Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Penerapan Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam Meningkatkan Efektivitas Pembelajaran pada Siswa


BAB I
PENDAHULUAN


1.1     Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan salah satu faktor yang penting dalam kehidupan manusia, masyarakat dan bangsa dalam usaha meningkatkan kesejahteraan, kecakapan dan keterampilan menuju kearah yang lebih baik. Dengan pendidikan diharapkan dapat melahirkan manusia yang lebih mampu membangun dirinya sendiri, masyarakat da bangsa.
Sekolah adalah salah satu lembaga pendidikan dimana terjadinya interaksi antara beberapa komponen untuk mengembangkan kemampuan peserta didik yang mengandung nilai, sikap serta keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Disekolah diajarkan beberapa jumlah mata pelajaran, salah satunya adalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).
IPA merupakan suatu disiplin ilmu dan penerapannya dalam masyarakat membuat IPA penting. Tetapi pengajaran IPA yang bagaimana yang paling tepat untuk anak-anak, karena struktur kognitif  anak-anak tidak dapat dibandingkan dengan struktur kognitif ilmuan. Padahal, mereka perlu diberi kesempatan untuk berelatih keterampilan-keterampilan proses IPA. Sebab, diharapkahn akhirnya mereka dapat berpikir dan memiliki sikap ilmiah. Maka, pengajaran IPA dan keterampilan proses IPA untuk mereka hendaknya dimodifikasi sesuai dengan tahap perkembangan kognitifnya.
Menyadari pentingnya peranan IPA dalam dunia pendidikan maupun dalam linkungan masyarakat, telah banyak usaha yang dilakukan untuk memperbaiki pembelajaran IPA seperti pembaharuan kurikulum, pembaharuan proses belajar mengajar dan pengadaan sarana pendidikan. Namun, sampai saat ini hasil yang dicapai belum memenuhi harapan. Hal tersebut disebabkan minimnya minat belajar siswa yang disebabkan oleh pola pembelajaran yang dilaksanakan guru. Misalnya cara guru menyampaikan materi atau metode pembelajaran yang kurang menarik, sehingga kegiatan belajar mengajar terasa membosankan bagi siswa. Seperti temuan Marpaung (dalam Safrina, 2009:1)
Siswa hampir tidak pernah dituntut mencoba strategi sendiri atau cara alternatif dalam memecahkan masalah, siswa pada umumnya duduk sepanjang waktu di atas kursi dan jarang siswa berinteraksi sesama siswa selama pembelajaran berlangsung. Siswa cenderung pasif menerima pengetahuan tanpa ada kesempatan untuk mengolah sendiri pengetahuan yang diperoleh, aktivitas siswa seolah terprogram mengikuti algoritma yang dibuat guru.

Seorang guru senantiasa berharap dapat berhasil membelajarkan siswa dengan baik,demikian juga seorang siswa tentunya selalu berharap hasil belajarnya dapat mencapai maksimal.        
Hasil dari observasi awal di SD Negeri 5 Juli menunjukkan bahwa sebagian besar guru mengajar cenderung menggunakan pendekatan konvensional atau tradisional, dengan mengikuti alur ceramah, tanya jawab dan pemberian tugas. Dengan kata lain, aktivitas dalam pembelajaran dengan pendekatan konvensional didominasi oleh guru. Guru tidak memberi kesempatan kepada siswa-siswanya mengkonstruksikan  pengetahuan IPA yang akan menjadi milik sendiri. Akibatnya, siswa hanya mampu belajar secara prosedural dan siswa tidak mengalami proses pembelajaran secara bermakna. Permasalahan yang muncul dalam pemikiran peneliti adalah pembelajaran yang bagaimana yang dapat mengaktifkan siswa mengkonstruksikan pengetahuan siswa dalam memahami konsep-konsep pada materi pembelajaran sehingga pembelajaran pun lebih bermakna.
Agar diperoleh pembelajaran yang bermakna perlu diciptakan lingkungan yang alamiah dan dekat dengan dunia nyata siswa. Oleh karena itu, pembelajaran IPA perlu dikaitkan dengan kehidupan siswa sehari-hari. Kegiatan pembelajaran dengan pendekatan Contextual  Teaching and Learning (CTL) dapat membantu guru mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan nyata dan memotivasi siswa untuk mengaitkan pengetahuan yang dipelajarinya dengan kehidupan mereka. Pendekatan CTL dapat mengarahkan siswa untuk lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit dan siswa juga dapat membangun pengetahuan baru dari pengalaman dan pengetahuan awal.
Pembelajaran CTL dilandasi oleh belajar konstruktivisme. Siswa mengkonstruksikan pengetahuan dari diri sendiri, kelompok-kelompok kecil siswa bekerja sama memecahkan masalah yang telah disepakati oleh siswa dan guru. Ketika guru sedang menerapkan pendekatan pembelajaran tersebut, siswa diarahkan untuk menggunakan bermacam-macam keterampilan, prosedur pemecahan masalah dan berpikir kritis.
Oleh karena itu, peneliti perlu mencari solusi untuk meningkatkan efektivitas pembelajaan siswa kelas IV SD Negeri 5 Juli khususnya pada materi gaya. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Penerapan Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam Meningkatkan Efektivitas Pembelajaran pada Siswa Kelas IV SD Negeri 5 Juli pada Materi Gaya”.




1.2     Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, yang menjadi identifikasi masalah adalah: 
  1. Prestasi belajar siswa masih rendah, karena guru masih menerapkan pola pembelajaran lama dalam mengajar.
  2. Kurangnya pemahaman siswa terhadap materi gaya karena diajarkan dengan pola pembelajaran lama.

1.3     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah peneliti tersebut, maka yang menjadi rumusan masalah dari penelitian ini adalah:
  1. Bagaimana peningkatan efektivitas pembelajaran siswa dengan menggunakan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)?
  2. Bagaimana aktivitas guru dan siswa dalam meningkatkan efektivitas pembelajran dalam materi gaya dengan menggunakan pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) ?
  3. Bagaimana respon siswa terhadap penerapan pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) untuk meningkatakan efektivitas pembelajaran?

1.4     Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1.     Untuk mengetahui peningkatan efektivitas pembelajaran dengan menggunakan                         pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL).
2.     Untuk mengetahui aktifitas guru dan siswa dalam mengelola pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat meningkatkan efektivitas pembelajaran pada materi gaya.
3.     Untuk mengetahui respon siswa terhadap penerapan pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) untuk meningkatkan efektivitas pembelajaran dalam materi gaya.

1.5     Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
a.      Bagi siswa
Bagi siswa dapat meningkatkan pemahaman tentang materi gaya, khususnya siswa kelas IV SD Negeri 5 Juli dan siswa lain pada umumnya dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL).
b.     Bagi guru
Bagi guru penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi untuk memilih alternatif pembelajaran, serta bahan pertimbangan untuk menentukan strategi dalam pembelajaran IPA, khususnya pada materi gaya sehigga hasil belajar siswa menjadi lebih baik.
c.      Bagi instansi terkait (Depdiknas)
Bagi instansi terkait (Depdiknas) agar dapat mengembangkan sebagai salah satu inovasi pembelajaran dalam upaya peningkatan mutu pembelajaran di sekolah.
d.     Bagi Peneliti
1.     Dapat memberi masukan terhadap pihak terkait dan berhubungan dengan penelitian ini sehingga dapat dijadikan tolak ukur dengan kondisi yang diharapkan.
2.     Sebagai pengembangan ilmu bagi peneliti sesuai dengan disiplin ilmu peneliti.

1.6     Definisi Operasional
Untuk memudahkan dan memahami makna dari kata-kata operasional yang akan dilakukan dalam penelitian ini, maka peneliti mendefinisikan beberapa bagian dari kata-kata operasional yang dipakai.

  1. Penerapan adalah Memasang atau mempraktekkan(DessyAnwar,2001:516)
  2. Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru dengan memberikan latihan-latihan soal. Pembelajaran ini berpusat pada guru sehingga siswa menjadi pasif dalam pembelajaran.
  3. Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
  4. Efektivitas berasal dari kata Inggris “Effectiveness” berarti kefektifan, kemanjuran, kemujaraban (Echols dkk, 1983: 207). Sesuatu dikatakan efektif apabila ada efeknya (pengaruhnya, akibatnya, kesannya) (Poerwadarminta, 1984: 266). Dengan demikian dapat ditarik pengertian bahwa efektif berarti suatu kegiatan atau pendayagunaan suatu alat dan proses yang mampu memberikan secara maksimal.
BAB II
LANDASAN TEORITIS


2.1     Pengertian Efektivitas Pembelajaran

            Dalam memaknai efektivitas, setiap orang memberi arti yang berbeda sesuai dengan sudut pandang dan kepentingan masing-masing. Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Dessy Anwar,2002: 126) dikemukakan bahwa, “efektif ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya), manjur atau mujarab, dapat membawa hasil.
            Berdasarkan pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa efektivitas adalah adanya kesesuaian antar orang yang melaksanakan tugas dengan sasaran yang dituju. Sehubungn dengan efektivitas pembelajaran Sugiarto (dalam Asnidar, 2009:6) mengatakan bahwa, “ keefektivan ialah sehubungan dengan skor hasil nilai siswa. Suatu model pengajaran (pembelajaran) dikatakan efektif apabila skor belajar siswa mencapai hasil yang tinggi.
2.2    Pembelajaran Menurut Pandang Konstruktivisme
            Pembelajaran menurut pandang konstruktivis masyarakat guru untuk berfikir terbuka manjadi fasilitator, mendukung kognitif, menilai masing-masing siswa. Guru yang berfikir terbuka menghargai berbagai pendapat siswa dan berbagai ragam cara belajar siswa. Sebagai pendamping, guru selalu siap sedia memberikan bantuan pada siswa dan memberikan pengarahan untuk keberhasilan siswa membangun konsep.
            Sebagai fasilitator guru bertugas merencanakan pembelajaran sehingga dapat mencapai tujuan. Sebagai pendukung kognitif, guru hendaknya memberikan saran-saran, rekomendasi, menentang kreatifitas siswa dan melibatkan masing-masing siswa untuk berfikir secara mandiri.  Sebagai penilai guru perlu mengetahui kekuatan dan kelemahan masing-masing siswa, kebutuhan dan perasaannya.
            Peranan siswa pada proses pembelajaran dalam pandangan konstruktivis adalah bertanggung jawab kemajuan belajarnya sendiri. Siswa bertanggung jawab mengorganisasikan pekerjaannya sebaik mungkin sehingga berjalan efektif dan efesien. Siswa juga secara optimum melibatkan keingintahuan, inisiatif, konsistensi dan belajar membangun pengetahuan baru.
2.3 Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
2.3.1 Pengertian Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
            Pendekatan Contextual (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Dalam konteks ini, siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatya, dalam status apa mereka, dan bagaimana cara mencapaiannya. Mereka sadar bahwa yang mereka pelajari berguna bagi hidupnya nanti, dalam upaya itu mereka memerlukan guru sebagai pengarah dan pembimbing. Dari pengertian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa:  Pendekatan kontekstual adalah salah satu pendekatan pembelajaran yang menekankan pentingnya lingkungan alamiah itu diciptakan dalam proses belajar agar kelas lebih hidup dan lebih bermakna karena siswa mengalami sendiri apa yang akan dipelajarinya. (Nurhadi dkk, 2003:5)
            Pendekatan kontekstual merpakan pendekatan yang memungkinkan siswa untuk menguatkan, memperluas dan menerapkan pengetahuan dan ketrampilan akademik mereka dalam berbagai macam tatanan kehidupan baik di sekolah maupun diluar sekolah. Selain itu, siswa dilatih untuk dapat memecahkan masalah yang mereka hadapi dalam suatu situasi, misalnya masalah yang ada didunia nyata.
            Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya, maksudnya guru lebih banyak berurusan dengan strategi dari pada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi siswa. Sesuatu yang baru (baca, pengetahuan dan ketrampilan), datang dari menemukan sendiri, bukan dari apa kata guru. Begitulah peran guru dikelas yang dikelola dengan pendekatan kontekstual.
2.3.2 Komponen Utama Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
         Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) memiliki tujuh komponen utama yaitu:
1. Konstruktivisme
Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pendekatan Contekstual Teaching and Learning (CTL), yaitu pengetahuan yang dibuang oleh manusia secara bertahap sedikit demi sedikit. Pengetahuan bukanlah fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.
Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Guru tidak akan mampu memberikan semua pengetahuan kepada siswa. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan dari benak mereka sendiri. Dengan dasar itu, pembelajaran harus dikemas menjadi proses mengkonstruksi bukan menerima pengetahuan. Dalam proses pembelajaran, siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar dan mengajar. Siswa menjadi pusat kegiatan buka guru.


  1. Menemukan (Inquiri)
Menemukan meruapakan bagian inti dalam kegiatan pembelajaran berbasis CTL, pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkannya.
Kegiatan inquiri sebenarnya sebuah siklus. Siklus itu terjadi dari langkah-langkah sebagai berikut:
a.      Merumuskan masalah
b.     Mengumpulkan data melalui observasi
c.      Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel, dan karya lainnya.
d.     Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru atau audiens yang lain.
  1. Bertanya (Questioning)
Bertanya (Questioning) strategi utama pembelajaran berbasis CTL. Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berfikir siswa. Bagi siswa, kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis inquiri yaitu menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahui.
Hampir pada semua kativitas belajar, questioning dapat diterapkan antara siswa dengan siswa, antara guru dengan siswa, antara siswa dengan guru, antara siswa dengan orang lain yang didatangkan ke kelas, dan sebagainya. Aktivitas bertanya juga ditemukan ketika siswa berdiskusi, bekerja dalam kelompok, ketika menemui kesulitan, ketika mengamati dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan itu akan menumbuhkan dorongan untuk bertanya.
  1. Masyarakat Belajar (Learning Community)
Dalam masyarakat belajar, hasil pembelajaran dapat diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Hasl belajar diperoleh dari sharing antara teman, antar kelompok, baik diruang kelas maupun diluar kelas.
Dalam kelas CTL, guru disarankan selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok anggotanya heterogen. Yang pandai mengajari yang lebih, yang tahu memberi tahu yang belum tahu, yang cepat menangkap mendorong temannya yang lambat, yang mempunyai gagasan segera memberi usul. Masyarakat belajar bisa terjadi apabila ada proses komunikasi dua arah.
  1. Pemodelan (Modeling)
Komponen CTL selanjutnya adalah pemodelan. Maksudnya, dalam sebuah pembelajaran ketrampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa ditiru. Pemodelan dapat berbentuk demonstrasi, pemberian contoh tentang konsep atau aktivitas belajar. Dalam hal ini guru menjadi model, tetapi guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa atau juga dapat di datangkan dari luar seperti para ahli dari berbagai disiplin ilmu.

  1. Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang baru dipelajari atau berfikir kebelakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan dimasa yang lalu, siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru, yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima.
Pada akhir pembelajaran guru menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi. Realisasinya berupa:
v  Pertanyaan langsung tentang apa-apa yang diperoleh hari itu
v  Catatan atau jurnal dibuku siswa
v  Kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran hari iu
v  Diskusi
v  Hasil karya.
  1. Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment)
Authentic Assessment adalah proses pengumpulan data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa ssiwa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Apabila data yang dikumpulkan guru mengidentifikasi bahwa siswa mengalami kemacetan dalam belajar, maka guru segera bisa mengambil tindakan yang tepat agar siswa terbebas dari kemacetan belajar, maka Authentic Assessment tidak dilakukan diakhir periode (semester) pembelajaran seperti pada kegiatan evaluasi hasil belajar (UAS/UAN), tetapi dilakukan bersama dengan secara terintegrasi (tidak dipisahkan) dari kegiatan pembelajaran.
Secara rinci, ciri-ciri penilaian Authentic adalah:
a.      Dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung
b.     Dapat digunakan untuk formatif maupun sumatif
c.      Yang diukur ketrampilan dan performance, bukan mengingat fakta.
d.     Berkesinambungan
e.      Terintegrasi
f.      Dapat digunakan sebagai feed back (umpan balik)
Adapun wujud atau bentuk kegiatan penilaian sebagai dasar untuk menilai prestasi dan kompetensi siswa, antara lain:
a.      Proyek/kegiatan dan laporan
b.     PR
c.      Kuis
d.     Karya siswa
e.      Presentasi atau penampilan siswa
f.      Demonstrasi
g.     Jurnal
h.     Hasil tes tulis
i.       Karya tulis

2.3.3  Karakteristik Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
Segala sesuatu yang terdapat dalam kehidupan ini pasti memiliki karakteristik tersendiri. Dengan adanya karakteristik ini dapat memudahkan kita memahami tentang hal tersebut. Begitu pula dengan pendekatan kontekstual memiliki beberapa karakteristik yaitu:
a.        Kerjasama
b.       Saling menunjang
c.        Menyenangkan, tidak membosankan
d.       Belajar dengan bergairah
e.        Pembelajaran terintegrasi
f.        Menggunakan berbagai sumber
g.       Siswa aktif
h.       Sharing dengan teman
i.         Siswa kreatif guru kreatif
j.         Dinding kelas dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja karya siswa
k.       Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor, tetapi hasil karya siswa, laporan hasil praktikan, karangan dan lain-lain.
2.4 Perbedaan Pembelajaran Kontekstual dengan Pembelajran Konvensional
Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual sangatlah berbeda dengan pendekatan konvensional yang selama ini kita kenal. Nurhadi dkk (2003:35-36) mengemukakan sejumlah perbedaan tersebut pada tabel 2.1 sebagai berikut:
Tabel 2.1 perbedaan kontekstual dengan pendekatan konvensional
No
Pembelajaran Konstektual
Pembelajaran Konvensional
1.


2.



3.



4.


5.


6.


7.



8.




9.



10.





11.












12






13







14




15


16




17


18


19


20


Siswa secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran

Siswa belajar dari teman melalui kerja kelompok, diskusi dan saling mengoreksi

Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata dan atau masalah yang disimulasikan

Perilaku dibangun atas kesadaran sendiri

Ketrampilan dikembangkan atas adasar pemahaman

Hadiah untuk perilaku baik adalah
kepuasan diri

Seseorang tidak melakukan yang jelek karena dia sadar hal itu keliru dan merugikan

Bahasa diajarkan dengan pendekatan komunikatif, yakni siswa diajak menggunakan bahasa dalam konteks nyata

Pemahaman rumus dikembangkan atas dasar schemata yang sudah ada dalam diri siswa

Pemahaman rumus itu relatif berbeda antara siswa yang satu dengan yang lainnya, sesuai dengan schemata siswa (ongoing process of development)

Siswa menggunakan kemampuan berfikir kritis, terlibat penuh dalam mengupayakan proses pembelajaran yang efektif, itu bertanggung jawab atas terjadinya proses pembelajaran yang efektif, dan membawa schemata masing-masing ke dalam proses pembelajaran





Pengetahuan yang dimilliki manusia dikembangkan oleh manusia itu sendiri. Manusia menciptakan atau membangun penegtahuan dengan cara memberi arti dan memahami pengalamannya.

Karena ilmu pengetahuan itu dikembangkan (dikontruksi) oleh manusia sendiri, sementara manusia selalu mengalami peristiwa baru, maka pengetahuan itu tidak pernah stabil, selalu berkembang (tentative and incomplete)

Siswa diminta bertanggung jawab memonitor dan mengembangkan pembelajaran mereka masing-masing.

Penghargaan terhadap pengalaman siswa sangat diutamakan

Hasil belajar diukur dengan berbagai cara, proses kerja, hasil karya, penampilan, rekoman, tes, dan lain-lain.

Pembelajaran terjadi di berbagai tempat, konteks dan setting.

Pengesahan adalah hukuman dari perilaku jelek

Perilaku baik berdasar dari motivasi intrinsik

Seseorang berperilaku baik karena dia yakin itulah yang terbaik dan bermanfaat    
Siswa adalah penerima informasi secara pasif

Siswa belajar secara individual



Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis



Perilaku dibangun atas kebiasaan


Ketrampilan dikembangkan atas dasar latihan

Hadiah untuk perilaku baik adalah pujian atau nilai (angka) rapor

Seseorang tidak melakukan yang jelek karena dia takut hukuman


Bahasa diajarkan dengan pendekatan struktural, rumus dierangkan sampai paham, kemudian dilatihkan (drill)


Rumus itu ada diluar diri siswa, yang harus diteragkan, diterima, dihafalkan dan dilatihkan.

Rumus adalah kebenaran absolute (sama untuk semua orang). Hanya ada dua kemungkinan, yaitu pemehaman rumus yang benar.


Siswa secara pasif menerima rumus atau kaidah (membaca, mendengarkan, mencatat, menghafal) tanpa memberikan kontribusi ide dalam dalam proses pembelajaran








Pengetahuan adalah penangkapan terhadap serangkaian fakta, konsep atau hokum yang berada di luar diri manusia




Kebenaran bersifat absolute dan pengetahuan bersifat final






Guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran



Pembelajaran tidak memperhatikan pengalaman siswa

Hasil belajar diukur dengan tes




Pembelajaran hanya terjadi dalam kelas


Sanksi adalah hukuman dari perilaku jelek


Perilaku baik berdasarkan dari motivasi intrinsik

Seseorang berperilaku baik karena dia terbiasa begitu. Kebiasaan ini dibangun dengan hadiah yang menyenangkan


1.2        Kelebihan dan kekurangan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual teacing and learning (CTL)
Kontekstual hanya sebuah strategi pembelajaran. Seperti halnya strategi pembelajaran lain, kontekstual dikembangkan dengan tujuan agar pembelajaran berjalan lebih produktif dengan bermakna. Namun, dalam penerapannya pendekatan kntekstual memiliki kelebihan dan kekurangan.
Adapun beberapa kelebihan pendekatan kontekstual menurut Nurhadi (dalam Elfiani 2008:10) adalah (1) siswa lebih termotivasi karena materi yang disajikan terkait dekat dengan kehidupan sehari-hari. (2) materi yang disajikan lebih lama membekas dipikiran siswa karena siswa dilibatkan aktif dalam pembelajaran. (3) siswa menemukan sendiri arti didalam proses pembelajarannya sehingga pembelajaran menyenangkan. (4) siswa akan berfikir alternative dalam membuat pemodelan. (5) siswa bekerja keras untuk mencapai tujuan pembelajaran. (6) siswa menggunakan pengalaman dan pengetahuan sebelumnya untuk membangun pengetahuan baru. Sedangkan kekurangannya yaitu tidak tidak semua guru mampu mengelola dan menciptakan suasana kelas yang kontekstual dan dalam penerapannya menyita banyak waktu.  
           
2.5   Gaya
            Gaya dalam sais berarti tarikan dan dorongan. Semua bentuk tarikan dan dorongan adalah gaya. Contoh tarikan adalah gerakan menarik gerobak, menarik pintu, menarik tali timba, dan menarik benang layang-layang. Contoh dorongan adalah gerakan mendorong meja, menutup pintu, menendang bola, dan menginjak pedal sepeda.

2.5.1   Gaya mengubah gerak dan bentuk benda
            Gaya yang diberikan kesebuah benda mengakibatkan berbagai perubahan. Benda diam diberi gaya dapat menjadi bergerak. Benda bergerak diberi gaya dapat menjadi bergerak makin pelan atau menjadi diam. Gaya juga dapat membuat benda bergerak menjadi berubah arah, benda bergerak makin cepat, atau bentuk benda menjadi berubah.
1.   Gaya menggerakkan benda diam
Mobil yang mogok akan bergerak maju jika didorong. Meja dan kursi dapat berpindah tempat jika kita tarik, sedangkan ditepuk bola yang tadi diam menjadi bergerak. Demikian pula kelereng yang tadinya diam menjadi bergerak setelah disentil. Tepukan dan sentilan adalah gaya dalam bentuk dorongan. Gaya menyebabkan benda diam menjadi bergerak.
2.   Gaya mempengaruhi gerak benda
Gaya yang diberikan pada benda bergerak memberi hasil bermacam-macam. Benda bergerak dapat menjadi diam jika diberikan gaya. Bola yang mengelilingi dapat berhenti (diam) saat ditahan dengan kaki.
Benda bergerak dapat menjadi berubah arah jika dikenai gaya. Bola yang menggelinding dapat berbalik arah saat ditahan dengan kaki. Hal ini dapat terjadi jika benda dihadang saat bergerak kencang.
Benda bergerak juga dapat bergerak semakin cepat jika mendapat gaya. Meja akan bergeser dengan cepat jika orang yang mendorrongnya makin banyak. Semakin banyak orang yang mendorong, semakin besar gaya yang diberikan. Semakin besar gaya diberikan , benda dapat bergerak makin cepat.
Bola yang menggelinding di lantai datar lama kelamaan akan berhenti. Hal ini terjadi karena timbulnya gesekan antara bola dan lantai. Gesekan akan memperlambat gerak benda. Bola yang menggelinding di lantai miring (menurun) terus menggelinding. Di lantai miring, gaya yang mendorong benda lebih besar dari gesekan. Akibatnya bola justru bergerak makin cepat.
3.   Gaya mengubah bentuk benda
Dalam kegiatan sehari-hari banyak sekali contoh gaya yang mengubah bentuk benda. Telur yang diketuk kuat ke meja pasti pecah dan bentuk telur berubah, kaleng yang dipukul dengan palu akan menjadi gepeng, makin besar gaya. Plastisin jika ditekan atau digulung, maka bentuk plastisin akan berubah. Semakin besar gaya yang  diberikan, semakin besar pula perubahan benda yang dapat terjadi.

2.5.2  Pengaruh gaya pada benda dalam air
Ada tiga posisi benda di dalam air, yaitu terapung, melayang dan tenggelam.
a.        Terapung      : hampir semua bagian benda berada di permukaan air
b.       Melayang     : semua bagian benda berada dalam air, tetapi tidak menyentuh dasar  air
c.        Tenggelam   : semua bagian benda berada dalam air dan benda menyentuh dasar air.

Piring plastik, gunung, dan sterofoam terapung di air. Jika kita menekan benda-benda itu ke dalam air maka seolah air menahannya. Air memang memberi tekanan ke atas. Ini menunjukkan bahwa air memberikan gaya ke atas di dalam air. Jika kamu berenang, perhatikanlah apa yang kamu rasakan saat berada di dalam air. Air akan mendorong tubuhmu ke atas sehingga kamu dapat mengapung. Jika kamu bermain-main dengan cara mengendong temanmu, kamu merasa berat temanmu lebih ringan. Berat teman yang kamu gendong terasa berkarang akibat gaya ke atas di dalam air.
Bentuk dapat mempengaruhi kemampuan suatu benda untuk mengapung atau tenggelam di dalam air. Kamu mungkin akan takjub jika melihat dipelabuhan kapal dari besi dapat mengapung di air. Padahal, sebatang jarum akan tenggelam saat diletakkan di air. Plastisin yang berbentuk bola tenggelam dalam air. Plastisin yang berbentuk perahu terapung di air. Hal ini disebabkan perbedaan luas permukaan benda yang dikenai gaya keatas air. Plastisin yang berbentuk bola mempunyai permukaan lebih sempit. Akibatnya, gaya keatas dari air terhadap plastisin hanya kecil. Gaya keatas dari air tidak dapat menahan berat plastisin, plastisinpun tenggelam. Plastisin yang berbentuk perahu mempunyai permukaan lebih luas. Akibatnya, gaya keatas dari air terhadap plastisin menjadi besar. Gaya keatas dari air dapat menahan berat plastisin. Plastisinpun dapat mengapung. Gaya keatas di dalam air memberi manfaat bagi manusia, manusia dapat mengurangi lautan dengan menggunakan perahu atau kapal laut.









BAB III
METODE PENELITIAN

3.1    Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan rancangan penelitian tindakan. Penelitian ini memerlukan keterlibatan langsung peneliti dari awal sampai berakhirnya peneliti.
Ada empat macam langkah dalam penelitian tindakan yaitu :
1.       Perencanaan: pada langkah ini biasanya berorientasi ke depan, bertujuan untuk meningatkan apa yang telah terjadi pada saat itu. Perencanaan berupa persiapan untuk melakukan tindakan dalam pembelajaran, persiapannya adalah perangkat-perangkat pembelajaran.
2.       Tindakan: pada langkah ini dilakukan tindakan yang terkontrol secara seksama berdasarkan pada rencana yang rasional dan terukur.
3.       Observasi: observasi dilakukan untuk mengamati aktivitas guru dan siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung.  
4.       Refleksi: merupakan sarana untuk melakukan pengkajian kembali tindakan yang telah dilakukan dan telah dicatat dalam observasi guna memperbaiki pada perencanaan selanjutnya.






Siklus Rencana Penelitian Tindakan Kelas
(Action Research)

 
e.      




Refleksi
                                Observasi             Siklus I
Tindakan


Refleksi
                                Observasi            Siklus II
Tindakan


   Gambar 2.1 Siklus Rancangan Penelitian Tindakan (Action Research)

Pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar (KMB) untuk sekali pertemuan mengikuti siklus rancangan penelitian tindakan kelas adalah perencanaa, tindakan (KMB), observasi dan refleksi. Pada tahap perencanaan, guru menyusun perangkat pembelajaran yaitu RPP-1 yang mengacu pada materi tentang gaya dan disesuikan dengan pretes serta menyiapkan alat-alat yang dibutuhkan. Setelah perencanaan ini selanjutnya guru melakukan tindakan yaitu melaksanakan KMB sesuai dengan RPP-1. Pada saat KMB berlangsung dilakukan pengamatan (observasi) terhadap aktivitas siswa dan guru (peneliti) oleh 2 orang pengamat. Setelah proses observasi dilakukan refleksi terhadap pelaksanaan RPP-1 guna memperbaiki RPP-2 yang merupakan rencana selanjutnya.

3.2     Lokasi Penelitian
Untuk memperoleh data yang akurat penelitian ini dilakukan langsung pada SD Negeri 5 Juli. Ditetapkan SD ini sebagai lokasi penelitian untuk menghemat biaya, tenaga dan waktu. Disamping itu, sepanjang pengetahuan penulis SD Negeri 5 Juli belum pernah ada mahasiswa  yang meneliti tentang pembelajaran dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) pada  materi gaya di kelas IV.

3.3    Kehadiran Penelitian
Sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif, maka peneliti bertindak sebagai instrumen kunci sekaligus sebagai pengumpul data, jadi kehadiran peneliti di lapangan sangat diperlukan. (Moleong,1997:121)menyatakan bahwa kedudukan peneliti dalam penelitian kualitatif cukup rumit, karena peneliti bertindak sebagai perencana, pelaksana, penganalisis, penafsiran data dan sebagai pelapor hasil. Oleh karena itu untuk mengumpulkan data wawancara.

3.4    Sumber Data
Sumber penelitian ini merupakan suatu sumber yang supaya tahu dimana data diperoleh,  Arikunto Suharsimi (1993:102) menyatakan “Sumber data adalah subjek dari mana data diperoleh”.
Jadi data penelitian ini data yang diperoleh dari siswa kelas IV SD Negeri 5 Juli yang berjumlah  25 orang dijadikan subjek penelitian. Adapun jumlah subjek wawancara diambil 6 orang siswa, 2 orang siswa berkemampuan tinggi, 2 orang siswa berkemampuan sedang dan 2 orang siswa berkemampuan rendah.

3.5    Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.     Tes
Tes yang dilakukan dalam penelitian ini adalah tes awal dan tes akhir. Tes awal dilakukan untuk melihat pengetahuan awal siswa sebagai dasar memberikan pelajaran sedangkan tes akhir dilaksanakan pada akhir tindakan dengan tujuan untuk melihat tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajarinya.
2.     Observasi
Observasi dilakukan untuk mengamati aktivitas peneliti sebagai pengajar dan aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung, sebagai upaya untuk mengetahui adanya kesesuaian antara perencana dan pelaksana tindakan. Kegiatan pengamatan ini dilakukan oleh teman sejawat atau guru kelas dengan menggunakan lembar pengamatan, utnuk mencatat hal yang perlu sebagai evaluasi pembelajaran.
3.     Wawancara
Wawancara dilakukan dengan berpendapat pada hasil tes siswa untuk menelusuri dan mengetahui pemahaman siswa pada materi gaya. Setelah itu wawancara dilakukan untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran yang diikuti.  
4.     Angket
Angket dimaksudkan untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran yang telah mereka ikuti. Angket diberikan setelah semua tindakan berakhir.
3.6    Analisis Data
3.6.1       Analisis Tes Hasil Belajar

Untuk mengetahui ada/tidaknya peningkatan prestasi belajar siswa dengan diterapkan model pembelajaran berbasis masalah di SD Negeri 5 Juli digunakan statistic deskriptif yaitu presentase.

 x 100%
Keterangan :
P = Angka persentase
F = Frekuensi persentase yang sedang dicari
N = Jumlah frekuensi banyaknya individu.

3.6.2       Analisis Aktivitas Guru dan Siswa
Aktivitas guru dan siswa menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dianalisis dengan menngunakan persentase. Untuk mengetahui pengelolaan pembelajarn berbasis masalah digunakan analisis data berdasarkan hasil skor rata-rata pengamatan dengan ketentuan sebagai berikut:
1 = kurang baik
2 = sedang
3 = baik
4 = baik sekali


3.6.3       Analisis Respon Siswa
Analisis respon siswa dilakukan dengan cara mempresentasikan jawaban dariangket yang diberikan kepada siswa dengan analisis deskriptif yaitu dengan menggunakan presentase  x 100 %
Keterangan:
P = angka persentase
F = frekuensi jawaban siswa
N = jumlah siswa

Dari jawaban tersebut akan dipersentasikan jumlah jawaban siswa terhadap masing-masing di tiap pertanyaan. Jawaban yang diberikan siswa akan diberikan skor 1 apabila menjawab setuju, senang, sesuai, benar, atau ingin dan akan memberi skor 0 jika menjawab tidak setuju, tidak senang, tidak benar atau tidak ingin.

3.7    Pengecekan Keabsahan Data
Untuk memperoleh keabsahan data perlu dilakukan teknik pemeriksaan keabsahan data dengan memanfaatkan data yang lai diluar data itu sebagai pembanding data tersebut. Menurut Moleong (2007:330) : “Triangulasi merupakan cara pemeriksaan data yang memanfaatkan suatu diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data”. Dengan cara membendingkan hasil tes, hasilobservasi dan hasil wawancara.



3.8    Tahap-Tahap Penelitian
Tahap-tahap penelitian dapat dilakukan dengan tindakan sebagai berikut:
1.     Perencanaan Tindakan
Sebelum pelaksanaan tindakan ini dimulai, perlu diterangkan hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan tersebut antara lain:
v   Menentukan jenis dan bentuk tindakan yang akan dilakukan
v   Menetapkan materi yaitu gaya
v   Menentukan jumlah siklus belajar yaitu dua siklus dengan jumlah jam pelajaran 8 jam (4 x pertemuan)
v   Menyusun perangkat pembelajaran yaitu RPP dan LKS
v   Menyiapkan lembaran observasi guru dan siswa dengan menggunakan pembelajaran pendekatan CTL
v   Menyiapkan lembaran pedoman wawancara.
2.     Pelaksanaan Tindakan
Sebelum memulai pembelajaran, terlebih dahulu diberikan tes awal, (pre-test) tentang materi gaya yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan dasar yang dimiliki oleh siswa. Selanjutnya guru memberikan pengarahan kepada siswa tentang model pembelajaran pendekatan CTL. Setelah itu dilaksanakan kegiatan belajar mengajar (KBM) yang diamati oleh dua pengamat. Setelah KBM berakhir, siswa diberikab tes akhir (post-test) yang bertujuan untuk mengetahui prestasi belajar siswa setelah mengikuti KMB.
3.     Observasi (memantau aktivitas guru dan siswa)
Tindakan ini dilakukan pada proses pelaksanaan sedang berjalan seiring dengan kegiatan juga dilakukan observasi untuk melihat apa saja yang dilakukan guru dan siswa pada saat kegiatan belajar mengajar sedang berlangsung.
4.     Refleksi
Setelah semua kegiatan berjalan sampai pada tahp observasi, maka untuk langkah selanjutnya perlu dianalisis hasilnya lalu ditinjau ulang apa yang belum dilakukan, yang tujuannya untuk memberikan arahan guna untuk melakukan langkah pada siklus berikutnya.

Kriteria untuk tindakan terdiri dari kriteria proses dan kriteria hasil. Kriteria proses adalah jika observasi telah mencapai skor  85 %. Sedangkan kriteria hasil adalah jika  85 % siswa mendapat skor  65 pada tes akhir tindakan.























DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Dessy. 2002. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya : Amelia Arikunto,
Suharsimi. 1998. Prosudur Penelitian Suatu Penaekatan Praktik. Jakarta: Bina Aksara

Hadi, Sutrisno. 1996. Metodologi Research. Yokyakarta: Andi.

Haryanto, 2004. Sains untuk Sekolah Dasar Kelas IV. Jakarta : Erlangga.

Maidiyah Erni, 2008. Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala.

Nurdin, dkk, 2003. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang: Universitas Negeri Malang.

Ruslan, 2005. PPKN Sekolah Dasar. Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala.

Sardinah, dkk, 2007. Pelajaran Sains SD. Banda Aceh: Education Rehabilitation In Aceh Program (ERA)

Tim Pengajar, 2005. Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam di Sekolah Dasar. Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala.

Tim Pengembangan Kurikulum, 2008. KTSP Sekolah Dasar (RPP). Bireuen: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan.




















PENERAPAN PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DALAM MENINGKATKAN EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN PADA SISWA KELAS IV
 PADA MATERI GAYA

Proposal


Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan
memenuhi persyaratan guna memperoleh
gelar Sarjana Pendidikan


Oleh :


KIKI ROEWAIDA
NIM : 070209172


 







PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ALMUSLIM MATANGGLUMPANGDUA, BIREUEN
2010