Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Pengembangan Pendidikan Islam Di Aceh


BAB  III

Pengembangan Pendidikan Islam Di Aceh

A.    Hakikat Tujuan Pendidikan Agama Islam

Pendidikan menurut Soegarda Poerbakawatja ialah “semua perbuatan atau usaha dari generasi tua untuk mengalihkan pengetahuannya, pengalamannya, kecakapannya, dan ketrampilannya kepada generasi muda. Sebagai usaha menyiapkan agar dapat memenuhi fungsi hidupnya baik jasmani maupun rohani”.[1] Menurut M. Arifin, pendidikan adalah “usaha orang dewasa secara sadar untuk membimbing dan mengembangkan kepribadian serta kemampuan dasar anak didik baik dalam bentuk pendidikan formal maupun non formal”.[2] Adapun menurut Ahmad D. Marimba adalah “bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama”.[3] Menurut Achmadi mendefinisikan pendidikan Islam adalah “segala usaha untuk memelihara dan mengembangkan fitrah manusia serta sumber daya insan yang berada pada subjek didik menuju terbentuknya manusia seutuhnya (Insan Kamil) sesuai dengan norma Islam atau dengan istilah lain yaitu terbentuknya kepribadian muslim”.[4]
Dari beberapa pendapat yang telah diuraikan secara terperinci dapat disimpulkan bahwa pendidikan pada hakekatnya merupakan usaha manusia untuk dapat membantu, melatih, dan mengarahkan anak melalui transmisi pengetahuan, pengalaman, intelektual, dan keberagamaan orang tua (pendidik) dalam kandungan sesuai dengan fitrah manusia supaya dapat berkembang sampai pada tujuan yang dicita-citakan yaitu kehidupan yang sempurna dengan terbentuknya kepribadian yang utama.
Masih banyak lagi pengertian pendidikan Islam menurut para ahli, namun dari sekian banyak pengertian pandidikan Islam yang dapat kita petik, pada dasarnya pendidikan Islam adalah usaha bimbingan jasmani dan rohani pada tingkat kehidupan individu dan sosial untuk mengembangkan fitrah manusia berdasarkan hukum-hukum Islam menuju terbentuknya manusia ideal (insan kamil) yang berkepribadian muslim dan berakhlak terpuji serta taat pada Islam sehingga dapat mencapai kebahagiaan didunia dan di akherat. Jadi nilai-nilai pendidikan Islam adalah sifat-sifat atau hal-hal yang melekat pada pendidikan Islam yang digunakan sebagai dasar manusia untuk mencapai tujuan hidup manusia yaitu mengabdi pada Allah Swt. Nilai-nilai tersebut perlu ditanamkan pada anak sejak kecil, karena pada waktu itu adalah masa yang tepat untuk menanamkan kebiasaan yang baik padanya.
Dalam pendidikan Islam, tujuan memegang peranan penting. Tanpa tujuan, maka kegiatan pendidikan terlaksana tanpa arah dan target yang ingin dicapai. Tujuan pendidikan agama Islam sejalan dengan tujuan hidup manusia yaitu untuk mengabdikan diri secara penuh kepada Allah Swt sebagai pencipta alam semesta, sesuai dengan firman Allah Swt dalam surat Az - dzariyat ayat 56 berbunyi :
ÙˆَÙ…َا Ø®َÙ„َÙ‚ْتُ الْجِÙ†َّ ÙˆَالْØ¥ِنسَ Ø¥ِÙ„َّا Ù„ِÙŠَعْبُدُونِ (الزاريات: ٥٦)
Artinya :   Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (Qs. Az-Zariyat: 56).
            Tujuan akhir dari pendidikan agama Islam adalah agar dapat menjadi insan kamil untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat, sebab pendidikan agama tidak hanya mengajarkan pengetahuan agama dan melatih keterampilan dalam melaksanakan ibadah, akan tetapi jauh lebih luas dari pada itu. Agama Islam bertujuan membentuk kepribadian anak yang sesuai dengan ajaran agama.
            Muhammad Fadhil Al-Djamali, seperti dikutip oleh M. Arifin menyatakan bahwa :
Tujuan pendidikan Islam adalah menanamkan makrifat (kesadaran) dalam diri manusia terhadap dirinya sendiri selaku hamba Allah dan kesadaran selaku anggota masyarakat yang harus memiliki tanggung jawab sosial terhadap pembinaan masyarakatnya serta menanamkan kemampuan manusia untuk mengelola, memanfaatkan alam sekitar ciptaan Allah bagi kepentingan kesejahteraan manusia dan kegiatan ibadahnya kepada khaliq pencipta alam itu sendiri.”[5]

Oleh karena Islam harus mampu menciptakan manusia muslim yang berilmu pengetahuan tinggi, dimana iman dan taqwanya menjadi pengendali dalam menerapkan ilmu dalam masyarakat Indonesia sebagai negara berfilsafah Pancasila menetapkan tujuan pendidikan Nasional sebagai berikut :
Meningkatkan kualitas manusia Indonesia yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin, beretos kerja, profesional, bertanggung jawab, produktif, sehat jasmani dan rohani.[6]

            Dari uraian di atas nampaklah gambaran yang jelas tentang sejauhmana tujuan pendidikan agama dalam membentuk kepribadian anak didik dalam rangka mencapai pendidikan nasional. Pada sisi lain pendidikan Islam mempunyai fungsi mendidik pribadi muslim ke arah kesempurnaan sebagai salah satu upaya mengoptimalkan pengabdian diri kepada Allah. Pendidikan agama lebih menekankan pada pendidikan moral atau akhlak untuk mewujudkan pribadi muslim yang sempurna. Hal ini senada dengan ungkapan Athiyah Al-Abrasyi, bahwa: “Pembentukan moral yang tinggi adalah fungsi utama dari pendidikan Islam”.[7] Kendatipun dia lebih mengutamakan aspek moral, namun tentu saja tidak melupakan aspek-aspek penting lainnya.
Seperti sebelumnya dia mengatakan :
Pendidikan budi pekerti adalah jiwa dari pendidikan Islam yang telah menyimpulkan bahwa pendidikan budi pekerti dan akhlak adalah salah satu fungsi pendidikan Islam. Tapi ini tidak berarti bahwa kita tidak mementingkan pendidikan jasmani, akal atau ilmu, ataupun segi-segi praktis lainnya. Tetapi artinya ialah bahwa kita memperhatikan segi-segi pendidikan akhlak seperti segi-segi lainnya.[8]

            Dari penjelasan-penjelasan di atas, dapatlah disimpulkan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah terbentuknya hamba Allah yang bertaqwa dan memiliki multi pengetahuan lewat pendidikan. Kemudian merealisasikan segala perintah Allah dan bertanggung jawab dalam melaksanakan seluruh aktivitasnya dengan tujuan kebahagian dunia dan akhirat.
            Melalui tujuan pendidikan ini dapat ditingkatkan kualitas manusia dalam membina hubungan kepada Allah (Hablumminallah) dan hubungan sesama manusia (Hablumminannas). Secara keseluruhan An-Nahlawy menjelaskan sikap Pendidikan Islam :
Pendidikan Islam bertujuan mendidik warga negara mukmin dan masyarakat muslim agar dapat merealisasikan ubudiyah kepada Islam semata. Dengan terealisasinya tujuan ini maka terealisasi pulalah segala keutamaan kehidupan sosial, seperti saling tolong menolong, bahu-membahu, menjamin dan mencintai. Disamping itu, pendidikan Islam menanamkan pada anak rasa kasih untuk dekat dengan masyarakat bersandar kepadanya cenderung kepada tradisi dan merasa bangga dengan umat. Semua itu ditanamkannya tanpa penyimpangan, kepatuhan secara membuta atau kehilangan watak diri kepribadian.[9]

            Berdasarkan uraian tersebut di atas jelaslah bahwa, pendidikan Islam memadukan secara seimbang antara pendidikan individual dengan pendidikan sosial, supaya salah satu di antara kedua belah pihak ini tidak saling meremehkan yang lain. Pendidikan individual akan membentuk pribadi-pribadi yang bertaqwa serta taat kepada segala perintah Allah Swt sedangkan pendidikan sosial berorientasi ke arah hubungan antar sesama manusia. Terealisasinya pendidikan ini akan membawa umat ke arah kehidupan yang berbahagia dunia dan akhirat.
            Melalui pelaksanaan pendidikan Islam secara optimal akan terlihat fungsi pendidikan Islam dalam membentuk perilaku muslim sejati yang dapat meningkatkan pengabdian kepada Allah dan mengharmoniskan hubungan sesama manusia. Peningkatan pengabdian kepada Allah serta hubungan sesama manusia sangat dipengaruhi oleh perilaku yang sesuai dengan tuntutan dan tuntutan syari’at Islam. Oleh sebab itu pendidikan agama sangat berfungsi menentukan optimalisasi hubungan kepada Allah dan hubungan sesama manusia.
B.    Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tujuan Pendidikan Agama Islam

Pendidikan merupakan kunci kemajuan dan peradaban suatu bangsa. Semakin baik kualitas pedidikan yang diselenggarakan oleh suatu masyarakat atau bangsa, maka akan diikuti dengan semakin baik pula kualitas sumber daya masyarakat atau bangsa tersebut yang kemudian melahirkan peradaban bernilai tinggi yang dibangun di atas fondasi ilmu pengetahuan. Pendidikan senantiasa menjawab kebutuhan masyarakat dan tantangan yang muncul di kalangan masyarakat, sebagai konsekuensi dari suatu perubahan melalui pendidikan dan pengajaran di sekolah maupun non formal.[10] Dalam undang-undang Sisdiknas No 20 Tahun 2003, disebutkan bahwa:
Pendidikan adalah usaha  sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki  kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.[11]

Ada tiga faktor yang mempengaruhi pembelajaran pendidikan agama Islam yang akan kami bahas dalam makalah ini. Di mana ketiga faktor tersebut saling terkait satu dengan yang lainnya sehingga kehilangan salah satu dari faktor ini bisa menyebabkan tidak tercapainya pembelajaran pendidikan agama Islam yang berhasil. Ketiga faktor tersebut antara lain:[12]
1.     Kondisi pembelajaran pendidikan agama Islam
Kondisi pembelajaran pendidikan agama Islam dapat di klasifikasikan menjadi :
a)     Tujuan pembelajaran pendidikan agama Islam
Tujuan pembelajaran menggambarkan bentuk tingkah laku atau kemampuan yang diharapkan dapat dimiliki siswa setelah proses pembelajaran.Rumusan tujuan pembelajaran dapat dibuat dalam berbagai macam cara. Seringkali terjadi, rumusan itu menggambarkan apa yang akan dilakukan guru dalam proses pembelajaran. Jika rumusan semacam ini dibuat, tidak memberi tuntutan kepada siswa untuk belajar sehingga memperoleh hasil tertentu. Dengan singkat dapat dikemukakan bahwa rumusan tujuan harus menggambarkan bentuk hasil belajar yang ingin dicapai siswa melalui proses pembelajaran dilaksanakan.
Di tinjau dari aspek tujuan pendidikan agama Islam yang akan dicapai adalah mengantarkan peserta didik mampu memilih Alquran sebagai pedoman hidup (kognitif), mampu menghargai Alquran sebagai pilihannya yang paling benar (afektif), serta mampu bertindak dan mengamalkan pilihannya (Alquran sebagai pedoman hidup) dalam kehidupan sehari-hari (psikomotorik).
Tujuan pembelajaran ini bisa bersifat umum, umum-khusus dan khusus. Tujuan pendidikan agama Islam yang bersifat umum tercermin dalam GBPP mata pelajaran pendidikan agama Islam, yaitu : “meningkatkan keimanan, penghayatan, dan pengamalan siswa terhadap agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah serta beragkhlak mulia dalamkehidupan pribadi, masyarakat, berbangsa dan bernegara serta untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi”. Tujuan dalam kontinum umum-khusus misalnya siswa memiliki kesadaran dan bertanggung jawab terhadap lingkungan serta terbiasa menampilkan perilaku agamis dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan tujuan yang lebih khusus misalnya; Peserta didik dapat memilih lingkungan yang bersih, sehat, indah dan agamis Peserta didik dapat menghargai lingkungan yang sehat, indah, agamis dan Peserta didik dapat berperilaku menjaga lingkungan yang sehat, indah, dan agamis dalam kehidupan sehari-hari.
Tujuan pendidikan jangka panjang yang dirumuskan sebagai pendekatan diri kepada Allah, dapat dicapai dengan melaksanakan ibadah wajib dan sunnah serta mengkaji ilmu-ilmu fardhu ‘ain seperti ilmu syariah. Sementara, orang-orang yang hanya menekuni ilmu fardhu kifayat sehingga memperoleh profesi-profesi tertentu dan akhirnya mampu melaksanakan tugas-tugas keduniaan dengan hasil yang optimal sekalipun, tetapi tidak disertai dengan hidayah al-din, maka orang tersebut tidak akan semakin dekat dengan Allah.
Tujuan pendidikan jangka pendek menurut al-Ghazali adalah diraihnya profesi manusia sesuai dengan bakat dan kemampuannya dengan mengembangkan ilmu pengetahuan yang fardhu ‘ain dan fardhu kifayat. Masalah kemuliaan duniawi bukanlah tujuan dasar dari seseorang yang melibatkan diri dalam dunia pendidikan. Seorang penuntut ilmu seperti siswa, mahasiswa, guru, atau dosen, akan memperoleh derajat, pangkat, dan segala macam kemuliaan lain yang berupa pujian, kepopularitasan, dan sanjungan manakala ia benar-benar mempunyai motivasi hendak meningkatkan kualitas dirinya melalui ilmu pengetahuan untuk diamalkan. Sebab itulah, al-Ghazali menegaskan bahwa langkah awal seseorang dalam proses pembelajaran adalah untuk menyucikan jiwa dari kerendahan budi dan sifat-sifat tercela, dan motivasi pertama adalah untuk menghidupkan syariat dan misi Rasulullah.
Dari beberapa pendapat tentang tujuan pendidikan Islam diatas, kiranya bisa diambil kesimpulan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah melahirkan manusia paripurna, terbaik, insan kamil atau manusia yang bertaqwa yaitu sosok manusia yang memahami peran dan fungsinya dalam kehidupan serta mendasarkan semuanya pada ajaran dan hukum Allah juga Rasul-Nya.
b)     Karakteristik bidang studi pendidikan agama Islam
Aspek-aspek suatu bidang study yang terbangun dalam struktur isi dan konstruk atau tipe isi bidang study pendidikan agama Islam berupa fakta, hukum atau dalil, konsep, prinsip atau kaidah, prosedur dan keimanan yang menyajikan kebenaran Alquran sebagai pedoman hidup manusia. Serta menanamkan jiwa dengan akhlakul karimah sebagai landasan hidupnya dan dengan tujuan agar siswa mampu berlaku sopan dan santun terhadap sesama dalam bergaul.
Bidang studi yang ada dalam pendidikan agama Islam diantaranya adalah, akidah dan akhlak yakni mempelajari tentang keesan Allah serta mengajari akhlak-akhlak mahmudah, dengan tujuan untuk memberikan binaan keyakinan tentang ketauhidan atau keEsaan Allah merupakan asal-usul dan tujuan hidup manusia, dan mengarahkan siswa agar memiliki akhlakul karimah dalam kehidupan sehari-hari dengan siapa pun dan dimanapun. Sejarah kebudayaan Islam yakni menyiapkan peserta didik agar mempunyai pemahaman terhadap apa yang telah diperbuat oleh orang-orang muslim sebagai katalisator, dan membawa perubahan sesuai dengan tahapan kehidupan mereka. Alquran Hadist yakni pelajaran yang mempelajari ayat-ayat alqur’an dan hadist dengan tujuan agar peserta mampu membaca dengan fasih yang sesuai dengan tajwidnya. Fiqh yakni mempelajari tentang hukum-hukum Islam.
c)     Kendala pembelajaran
Namanya kendala tentunya pasti ada misalnya ; keterbatasan sumber belajar yang ada, keterbatasan alokasi waktu dan keterbatasan dana yang tersedia. Sehingga ini dapat menghambat dalam proses pembelajaran. Kendala yang paling utama yang dihadapi pembelajaran pendidikan agama Islam adalah proses pembelajarannya, karena pendidikan agama Islam masuk dalam mata pelajaran sehingga cara pembelajarannya hanya transfer of knowledge, dan penerapannya sangat kurang sekali, sehingga siswa yang mendapat pelajaran pendidikan agama Islam namun tingkah lakunya tidak mencerminkan Pendidikan agama Islamnya, ini disebabkan karena kurangnya pantauan dari orang tua serta peran guru dalam proses pembelajarannya.
d)     Karakteristik peserta didik
Adalah kualitas perseorangan peserta didik memiliki karakteristik yang berbeda seperti, bakat gaya belajar, perkembangan moral, perkembangan kognitif, social budaya, dan sebagainya. Karakteristik peserta didik adalah kualitas perseorangan peserta didik, seperti bakat, kemampuan awal yang dimiliki, motivasi belajar dan kemungkinan hasil belajar yang akan dicapendidikan agama Islam.
Tujuan dan karakteristik bidang studi dihipotesiskan memiliki pengaruh utama pada pemilihan strategi pengorganisasiam isi pembelajaran. Kendala dan karakteristik bidang studi mempengaruhipemilihan strategi pemilihan penyampendidikan agama Islaman, dan karakteristik peserta didik akan mempengaruhi strategi pengelolaan pembelajaran. Namun perlu diingat, pada tingkat tertentu, dimungkinkan suatu kondisi pembelajaran akan mempengaruhi setiap komponen pemilihan metode pembelajaran seperti karakteristik siswa dapat mempengaruhi pemilihan strategi pengorganisasian isi dan strategi penyampaian agama Islam.[13]
2.     Metode pembelajaran pendidikan agama Islam
Metode pembelajaran dapat diklasifikasikan menjadi :
a)     Strategi pengorganisasian,
Strategi pengorganisasian adalah suatu metode untuk mengorganisasi isi bidang studi pendidikan agama Islam yang pilih untuk pembelajaran. Pengorganisasian isi bidang studi mengacu pada kegiatan pemilihan isi, penataan isi, pembuatan diagram, skema dan sebagainya.
b)     Strategi penyampaian isi pembelajaran,
Strategi penyampaian isi pembelajaran pendidikan agama Islam adalah metode-metode penyampaian agama Islam pembelajaran pendidikan agama Islam yang dikembangkan untuk membuat siswa dapat merespon dan meneriama pelajaran pendidikan agama Islam dengan mudah, cepat, dan menyenangkan. Strategi penyampaian isi pembelajaran ini berfungsi sebagai penyampaian isi pembelajaran kepada peserta didik dan menyediakan informasi yang diperlukan peserta didik untuk menampilkan unjuk kerja (hasil kerja).
Ada tiga komponen dalam strategi penyampaian  ini, yaitu:
1)       Media pembelajaran
2)       Interaksi media pembelajaran dengan peserta didik
3)       Pola atau bentuk belajar mengajar.
Pemilihan media pembelajaran pendidikan agama Islam sekurang-kurangnya dapat mempertimbangkan beberapa hal yakni: kecermatan representative, tingkat interaktif yang mampu ditimbulkan, tingkat kemempuan khusus yang dimilikinya. Tingkat motivasi yang mampu ditimbulkannya dan tingkat biaya yang diperlukannya. Interaksi peserta didik dengan media berarti bagaimana peran media pembelajaran dalam meragsang kegiatan belajar peserta didik. Setiap media pembelajaran pendidikan agama Islam yang direncanakan hendaknya dipilih, ditetapkan dan dikembangkan sehingga dapat meimbulkan interaksi peserta didik dengan pesan-pesan yang di bawa media pembelajaran.
4)     Strategi pengelolaan pembelajaran.
Strategi pengelolaan pembelajaran adalah metode untuk menata interaksi antara peserta didik dengan komponen-komponen metode pembelajaran lain, seperti pengorganisasian dan penyampaian isi pembelajaran. Strategi pembelajaran dapat ditinjau dari segi ilmu, seni dan atau keterampilan yang digunakan pendidikan dalam upaya membantu (memotivasi, membimbing, membelajarkan, memfasilitasi) peserta didik sehingga mereka.
Pemilihan metode pembelajaran pendidikan agama Islam sekurang-kurangnya dapat mempertimbangkan lima hal, yaitu:
a)     Tingkat kecermatan representasi
b)     Tingkat interaktif yang mampu ditimbulkannya
c)     Tingkat kemampuan khusus yang dimilikinya
d)     Tingkat motivasi yang mampu ditimbulkannya
e)     Tingkat biaya yang diperlukannya.
5)     Hasil pembelajaran pendidikan agama Islam
Dalam hasil pembelajaran pendidikan agama Islam adalah mencakup semua akibat yang dapat dijadikan indicator tentang nilai dari penggunaan metode pembelajaran pendidikan agama Islam dibawah kondisi pembelajaran yang berbeda. Hasil pembelajaran pendidikan agama Islam dapat berupa hasil nyata (actual out-come) dan hasil yang di inginkan (desired out-come). Actual out-come adalah hasil belajar pendidikan agama Islam yang dicapai peserta didik secara nyata karena digunakannya suatu metode pembelajaran pendidikan agama Islam tertentu yang dikembangkan sesuai dengan kondisi yang ada. Sedangkan desired out-come merupakan tujuan yang ingin dicapai yang biasanya sering memepengaruhi keputusan perancang pembelajaran pendidikan agama Islam dalam melakukan pilihan suatu metode pembelajaran yang paling baik untuk digunakan sesuai dengan kondisi pembelajaran yang ada.
Sedangkan indikator keberhasilan pembelajaran pendidikan agama Islam dapat di klasifikasikan menjadi tiga yaitu :
a)     Keefektifan
Pembelajaran dikatakan efektif jika pembelajaran tersebut mampu memberikan atau menambah informasi atau pengetahuan baru bagi siswa.
b)     Efisiensi
Pembelajaran yang efisien adalah pembelajaran yang menyenangkan, menggairahkan dan mampu memberikan motivasi bagi siswa dalam belajar, sehingga pendidik harus bisa menciptakan sesuatu yang baru dalam pembelajaran agar siswa tidak merasa jenuh dalam pembelajaran.
c)     Daya Tarik
Daya tarik yang dimaksud dalam hal ini adalah pembelajaran itu diukur dengan mengamati kecendurungan peserta didik untuk berkeinginan terus belajar. Dan serta harus dimotivasi agar peserta didik dapat gemar dengan pendidikan agama Islam. Karena akhir-akhir ini pendidikan agama Islam dianggap kuno sehingga minat untuk belajar sangatlah kurang dan lebih memilih dengan pelajaran-pelajaran eksak yang dianggap penting dan populer saat ini dan mengabaikan pelajaran pendidikan agama Islam.                                                       
C.    Komponen-komponen Tujuan Pendidikan Agama Islam
              
Komponen merupakan bagian dari suatu sistem yang meiliki peran dalam keseluruhan berlangsungnya suatu proses untuk mencapai tujuan sistem. Komponen pendidikan berarti bagian-bagian dari sistem proses pendidikan, yang menentukan berhasil dan tidaknya atau ada dan tidaknya proses pendidikan. Bahkan dapat dikatakan bahwa untuk berlangsungnya proses kerja pendidikan diperlukan keberadaan komponen-komponen tersebut.[14]
Proses pendidikan melibatkan banyak hal yaitu ;
a)     Ke arah mana bimbingan diberikan (Tujuan Pendidikan)
b)     Subyek yang dibimbing ( Peserta didik)
c)     Orang yang membimbing (Pendidik)
d)     Pengaruh yang diberikan dalam pendidikan (Materi Pendidikan)
e)     konteks yang memepengaruhi suasana pendidikan ( Lingkungan, Alat, dan Metode).[15]
1.     Tujuan Pendidikan
Sebagai ilmu pengetahuan praktis, tugas pendidikan dan atau pendidik maupun guru ialah menanamkam sistem-sistem norma tingkah-laku perbuatan yang didasarkan kepada dasar-dasar filsafat yang dijunjung oleh lembaga pendidikan dan pendidik dalam suatu masyarakat.[16] Adapun tujuan pendidikan Islam itu sendiri identik dengan tujuan Islam sendiri. Tujuan pendidikan Islam adalah memebentuk manusia yang berpribadi muslim kamil serta berdasarkan ajaran Islam. Hal ini dapat dilihat dalam firman Allah yang berbunyi.[17]
ÙŠَـآءَÙŠُّها الَّـذِ ينَ امَÙ†ُوا اتَّÙ‚ُÙˆْا اللهَ Ø­َÙ‚َّ تُÙ‚َاتِÙ‡ِ، ÙˆَÙ„َا تَÙ…ُÙˆْتُÙ†َّ Ø¥ِÙ„َّا ÙˆَØ£َÙ†ْتُÙ…ْ Ù…ُّسْÙ„ِÙ…ُÙˆْ) آل عمران: ١٠٢(
Artinya:  Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkandalam keadaan beragama Islam. (QS. Ali Imran ayat 102).
Ahmadi, mengatakan Tujuan pendidikan adalah agar anak didik dapat mewujudkan atau menikmati nilai-nilai hidup tersebut, memiliki kekayaan harta menghayati keindahan / kesenian, pengetahuan luas, berwatak sosial, berperan dalam bidang kekuasaan dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.[18]
2.     Peserta Didik
Sehubungan dengan persoalan anak didik disekolah Amstrong 1981 mengemukakan beberapa persoalan anak didik yang harus dipertimbangkan dalam pendidikan. Persoalan tersebut mencakup apakah latar belakang budaya masyarakat peserta didik ? bagaimanakah tingkat kemampuan anak didik ? hambatan-hambatan apakah yang dirasakan oleh anak didik disekolah ? dan bagaimanakah penguasaan bahasa anak di sekolah ?
Berdasarkan persoalan tersebut perlu diciptakan pendidikan yang memperhatikan perbedaan individual, perhatian khusus pada anak yang memiliki kelainan, dan penanaman sikap dan tangggung jawab pada anak dididk.[19]
Ciri khas peserta didik yang perlu dipahami oleh pendidik ialah :[20]
a.      Individu yang memiliki potensi fisik dan psikis yang khas, sehingga merupakan insan yang unik. Maksudnya, anak sejak lahir telah memiliki potensi-potensi yang ingin dikembangkan dan diaktualisasikan. Untuk mengaktualisasikan membutuhkan bantuan dan bimbingan.
b.     Individu yang sedang berkembang, maksudnya perubahan yang terjadi dalam diri peserta didik secara wajar, baik ditujukan kepada diri sendiri maupun kearah penyesuaian lingkungan.
c.      Individu yang membutuhkan bimbingan individual dan perlakuan manusiawi. Maksudnya, dalam proses perkembangannya peserta didik membutuhkan bantuan dan bimbingan. Bayi yang baru lahir secara badani dan hayati tidak terlepas dari ibunya seharusnya setelah ia tumbuh berkembang menjadi dewasa ia sudah dapat hidup sendiri. Tetapi kenyataannya untuk kebutuhan perkembangan hidupnya, ia masih menggantungkan diri sepenuhnya kepada orang dewasa, sepanjang ia belum dewasa. Hal ini menunjukkan bahwa pada diri peserta didik ada dua hal yang menggejala: Pertama, Keadaannya yang tidak berdaya menyebabkan ia membutuhkan bantuan. Hal ini menimbulkan kewajiban orang tua untuk membantunya. Kedua, Adanya kemampuan untuk mengembangkan dirinya, hal ini membutuhkan bimbingan. Orang tua berkewajiban untuk membimbingnya. Agar bantuan dan bimbingan itu mencapai hasil maka harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak.
d.     Individu yang memiliki kemampuan untuk mandiri. Maksudnya dalam perkembangan peserta didik ia mempunyai kemampuan untuk berkembang kearah kedewasaan. Pada diri anak ada kecenderungan untuk memerdekakan diri. Hal ini menimbulkan kewajiban pendidik dan orang tua ( si pendidik) untuk setapak demi setapak memberikan kebebasan dan pada akhirnya mengundurkan diri. Jadi, pendidik tidak boleh memaksakan agar peserta didik berbuat menurut pola yang dikehendaki pendidik. Ini dimaksud agar peserta didik memperoleh kesempatan memerdekakan diri dan bertanggung jawab sesuai dengan kepribadiannya sendiri dan bertanggung jawab sendiri.
3.     Pendidik
Salah satu komponen penting dalam pendidikan adalah pendidik. Terdapat beberapa jenis pendidik dalam konsep pendidikan sebagai gejala kebudayaan, yang tidak terbatas pada pendidikan sekolah saja. Guru sebagai pendidik dalam lembaga sekolah, orang tua sebagai pendidik dalam lingkungan keluarga, dan pimpinan masyarakat baik formal maupun informal sebagai pendidik dilingkungan masyarakat.[21]
Pendidik adalah unsur manusiawi dalam pendidikan, pendidik atau guru adalah figur manusia sumber yang menempati posisi memegang peranan penting dalam Pendidikan, ketika semua orang mempersoalkan masalah dunia pendidikan, figur guru mesti terlibat dalam agenda pembicaraan terutama yang menyangkut persoalan pendidikan formal di sekolah.[22]
4.     Materi/Isi Pendidikan
Isi pendidikan memiliki kaitan yang erat dengan tujuan pendidikan. Untuk mencapai tujuan pendidikan perlu disampaikan kepada peserta didik isi/bahan yang biasanya disebut kurikulum dalam pendidikan formal. Isi pendidikan berkaitan dengan tujuan pendidikan, dan berkaitan dengan manusia ideal yang dicita-citakan.
Untuk mencapai manusia yang ideal yang berkembang keseluruhan sosial, susila dan individu sebagai hakikat manusia perlu diisi dengan bahan pendidikan. Macam-macam isi pendidikan tersebut terdiri dari pendidikan agama. pendidikan moril, pendidikan estetis, pendidikan sosial, pendidikan civic, pendidikan intelektual, pendidikan keterampilan dan peindidikan jasmani.[23]
Dalam sistem pendidikan persekolahan, materi telah diramu dalam kurikulum yang akan disajikan sebagai sarana pencapaian tujuan. Materi ini meliputi materi inti maupun materi local, materi inti bersifat nasional yang mengandung misi pengendalian dan persatuan bangsa. Sedangkan muatan lokal misinya adalah mengembangkan kebinekaan kekayaan budaya sesuai dengan kondisi lingkungan. Dengan demikian jiwa dan semangat Bhinneka Tunggal Ika dapat ditumbuh kembangkan.[24]
5.     Konteks yang Memepengaruhi Suasana Pendidikan Lingkungan
Lingkungan pendidikan meliputi segala segi kehidupan atau kebudayaan. Hal ini didasarkan pada pendapat bahwa pendidikan sebagai gejala kebudayaan, yang tidak membatasi pendidikan pada sekolah saja. Lingkungan pendidikan dapat dikelompokkan berdasarkan lingkungan kebudayaan yang terdiri dari lingkungan kurtural ideologis, lingkungan sosial politis, lingkungan sosial.
6.     Sarana/Alat dan Metode
Sarana atau media pendidikan berguna untuk membantu dalam proses pendidikan sehingga sesuai dengan apa yang diharapkan. Metode dimaksudkan sebagai jalan dalam sebuah transfer nilai pendidikan oleh pendidik kepada peserta didik. Oleh karena itu pemakaian metode dalam pendidikan Islam mutlak dibutuhkan. Sarana/Alat melihat jenisnya sedangkan metode melihat efisiensi dan efektivitasnya. alat dan metode diartikan sebagai segala sesuatu yang dilakukan ataupun diadakan dengan sengaja untuk mencapai tujuan pendidikan. Alat pendidikan dibedakan atas yang preventif dan yang kuratif.
a)     Yang bersifat preventif, yaitu yang bermaksud mencegah terjadinya hal-hal yang tidak dikehendaki misalnya larangan, pembatasan, peringatan bahkan juga hukuman.
b)     Yang bersifat kuratif, yaitu yang bermaksud memperbaiki, misalnya ajakan contoh,nasihat, dorongan, pemberian kepercayaan, saran, penjelasan, bahkan juga hukuman.
c)     Untuk memilih dan menggunakan alat pendidikan yang efektif ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu ; Kesesuaiannya dengan tujuan yang ingin dicapai, Kedua, Kesesuaiannya dengan peserta didik.
Demikianlah komponen- komponen dalam Pendidikan Agama Islam, keseluruhan komponen-komponen tersebut merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan dalam proses pendidikan Islam yang bertujuan untuk mencapai tujuan pendidikan.


[1]Soegarda Poerbakawatja, Ensiklopedi Pendidikan, (Jakarta: Gunung Agung,1981), hal. 257.

[2]M. Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), hal. 12.

[3]Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan, (Bandung: Al Ma’arif, 1989) hal.
19.

[4]Achmadi, Islam Sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: Aditya Media,1992), hal. 14.
[5]M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Edisi I, Cet. III, (Jakarta: Bumi Aksara, 1993), hal 133.
[6]Departemen Agama RI, Petunjuk Pelaksanaan Kurikulum/GBPP Pendidikan Agama Islam Sekolah Menengah Umum/Kejuruan, (Jakarta: Dirjen Bimbaga Islam, 1995/1996), hal. 1.

[7]Mohd. ‘Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, (Terjemahan Bustami A. Gani dan Djhsr Bahri), Cet. I, (Jakarta: Bulan Bintang , 1970), hal 136.

[8]Ibid, hal. 1.
[9]Abdurrahman An-Nahlawy, Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam, Cet. II, (Bandung: Diponegoro, 1992), hal. 197.
               [10] Hujair Sananki, Paradigma Pendidikan Islam: Membangun Masyarakat Modern, (Yogyakarta: Safarina Insani Press,2003), hal. 3.

               [11] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, (Bandung: Citra Umbara, 2006), hal. 72.
               [12] Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hal. 146-149.
               [13] Ibid., hal. 151.
               [14] Udin Syaefudin dan Abin Syamsudin Makmun, Perencanaan Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 20050, hal. 51.

               [15] Nur Uhbiyati, Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 1998), hal. 42.

               [16] Made Pidarta, Landasan Kependidikan, (Jakarta: Aneka Cipta, 2000), hal. 98. 

               [17] Abudin Nata, Paradigma Pendidikan Islam: Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: Gramedia, 2000), hal. 13.
               [18] Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), hal. 69.

               [19] Hamdani Ihsan dan A. Fuad Hasan, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), hal. 59.

               [20] Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 1999), hal. 10.
               [21] Roestiyah  NK, Masalah-masalah Ilmu Keguruan, (Jakarta: Bina Aksara, 1982), hal. 86.

               [22] Zakiah Daradjat, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Angkasa, 2001), hal. 91.
               [23] M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hal. 18.

               [24] Arifin, Ilmu Pendidikan Islam (Tinjauan Teoritis Dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Multidispliner), (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), hal. 121.