BAB II
LANDASAN
TEORITIS
A.
Hasil Belajar
1.
Pengertian Hasil Belajar
Menurut
Sardiman A. R. Dalam buku Interaksi dan Motivasi Belajar bahwa “Belajar
merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan
misalnya membaca, mengamati, mendengarkan, meniru, dan lain sebagainya.”[1]
Sedangkan M. Ngalim Purwanto dalam bukunya Psikologi Pendidikan mendefinisikan
“Belajar sebagai suatu perubahan dalam tingkah laku, dimana perubahan itu dapat
mengarah pada tingkah laku yang lebih baik. Tetapi juga ada kemungkinan
mengarah pada tingkah laku yang lebih buruk.”[2]
Penjelasan
kedua definisi tersebut, dapat diketahui bahwa tujuan belajar itu prinsipnya
sama, yakni perubahan tingkah laku. Sehingga dapat disimpulkan bahwa belajar
merupakan suatu proses kegiatan yang dilakukan berupa tindakan sehingga
diperoleh pengetahuan yang baru untuk mencapai perubahan tingkah laku. Sebagai
salah satu bukti bahwa seseorang telah belajar adalah terjadinya perubahan
tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dari
tidak mengerti menjadi mengerti, yang awalnya tidak faham dengan belajar
seseorang menjadi faham. Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak
setelah melalui kegiatan belajar.[3]
Hasil
belajar pada hakikatnya merupakan kompetensi yang mencakup aspek pengetahuan,
keterampilan sikap dan nilai-nilai yang diwujudkan dalam kebiasaan berpikir dan
bertindak
2.
Macam-macam Hasil Belajar
Hasil
belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki peserta didik setelah menerima
pengalaman belajar. Howard Kingsley membagi tiga macam hasil belajar yakni: (a)
keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan
cita-cita. Adapun Gagne membagi lima kategori hasil belajar, yakni informasi
verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif, sikap, dan keterampilan
motoris.[4]
Berdasarkan
hal tersebut, maka penulis berkesimpulan bahwa jenis hasil belajar itu meliputi
3 (tiga) ranah atau aspek, yaitu ranah kognitif (cognitive domain),
ranah afektif (affective domain), dan ranah psikomotor (psychomotor
domain). Ketiga ranah tersebut juga dapat dijadikan indikator keberhasilan
belajar peserta didik. Oleh karena itu, ketiga aspek tersebut juga harus
menjadi indikator hasil belajar. Ketiga aspek tersebut tidak berdiri sendiri,
tidak dapat dipisahkan dan saling menguatkan satu sama lain.[5]
Ciri-ciri
hasil belajar yang dicapai peserta didik melalui proses belajar mengajar yang
optimal adalah sebagai berikut:
a.
Kepuasaan
dan kebanggaan yang dapat menumbuhkan motivasi belajar peserta didik
b.
Menambah
keyakinan akan kemampuan diri
c.
Kemantapan
dan ketahanan hasil belajar
d.
Hasil
belajar yang diperoleh secara menyeluruh (komprehensif)
e.
Kemampuan
peserta didik untuk mengontrol atau menilai dan mengendalikan diri pada proses
dan usaha belajar.[6]
Untuk
mencapai hasil belajar yang ideal, kemampuan pendidik (guru) dalam membimbing
belajar peserta didik sangat dituntut. Apabila guru dalam keadaan siap dan
memiliki profesiensi (berkemampuan tinggi), harapan terciptanya sumber daya
manusia yang berkualitas akan tercapai. Penilaian hasil belajar adalah kegiatan
yang bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh proses belajar telah berjalan
secara efektif. Keefektifan pembelajaran akan tampak pada kemampuan peserta
didik dalam mencapai tujuan belajar.
3.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Sebagai
seorang guru sudah selayaknya bertanggung jawab atas kelangsungan belajar dan
perkembangan peserta didik karena guru merupakan pengganti orang tua ketika
seorang anak sedang berada di wilayah jam sekolah, sudah sewajarnya mengetahui
hal-hal yang dapat meningkatkan hasil belajar muridnya. Pengetahuan guru
tentang faktor yang dapat meningkatkan hasil belajar peserta didiknya akan
mudah bagi guru untuk menciptakan situasi yang dapat memberikan kemungkinan
pada muridnya untuk belajar guna mencapai prestasi yang menggembirakan, serta
mengarahkan pada pembelajaran yang efektif pada peserta didik. Lebih-lebih pada
orang tua yang bertanggung jawab penuh mengontrol anaknya ketika berada di
rumah untuk memberikan dorongan dan motivasi belajar sehingga hasil belajar
anaknya dapat maksimal. Kedua peran orang tua dan guru tersebut harus saling
bersinergi guna kepentingan peningkatan hasil belajar peserta didik.
Ada
berbagai faktor yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa di
sekolah, secara garis besar faktor tersebut dapat dibagi menjadi dua bagian:
a.
Faktor
internal (faktor individu peserta didik)
Yaitu
keadaan atau kondisi jasmani dan rohani peserta didik yang meliputi kesehatan
mata, telinga, inteligensi, bakat dan minat peserta didik.[7] Dan
faktor fisiologis sekurang-kurangnya ada tujuh faktor yang tergolong faktor
psikologis yaitu inteligensi, minat, bakat, motif, kematangan dan kelelahan.[8]
b.
Faktor
eksternal (faktor dari luar individu peserta didik).
a)
Lingkungan
sosial
Lingkungan
sosial sekolah seperti para guru, para staf administrasi, dan teman-teman satu
kelas dapat mempengaruhi semangat belajar seorang siswa.
b)
Lingkungan
non-sosial
Faktor-faktor
yang termasuk lingkungan non sosial adalah gedung sekolah dan letaknya, rumah
tempat tinggal keluarga siswa dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca
dan waktu belajar yang digunakan siswa.[9] Yaitu
segala sesuatu di luar individu peserta didik yang merangsang individu peserta
didik untuk mengadakan reaksi atau pembuatan belajar dikelompokkan dalam faktor
eksternal, di antaranya faktor keluarga, masyarakat lingkungan, teman sekolah, fasilitas,
dan kesulitan bahan ajar.
4.
Indikator Hasil Belajar
Pada
dasarnya, pengungkapan hasil belajar meliputi segenap aspek psikologis, dimana
aspek tersebut berangsur berubah seiring
dengan pengalaman dan proses belajar yang dijalani siswa. Akan tetapi tidak
dapat semudah itu, karena terkadang untuk ranah afektif sangat sulit dilihat
hasil belajarnya. Hal ini disebabkan karena hasil belajar itu ada yang bersifat
tidak bisa diraba. Maka dari itu, yang dapat dilakukan oleh guru adalah
mengambil cuplikan perubahan tingkah laku sebagai hasil dari belajar yang dianggap
penting dan diharapkan dapat mencerminkan hasil dari belajar tersebut, baik
dari aspek cipta (kognitif), aspek rasa (afektif), aspek karsa
(psikomotorik).
Adapun
penjelasan tentang indikator hasil belajar adalah sebagai berikut:
a. Indikator Aspek Kognitif
Indikator
aspen kognitif mencakup:
1)
Ingatan
atau pengetahuan (knowledge), yaitu kemampuan mengingat bahan yang telah
dipelajari.
2)
Pemahaman
(cœnprehension), yaitu kemampuan menangkap pengertian, menterjemahkan,
dan menafsirkan.
3)
Penerapan
(application), yaitu kemampuan menggunakan bahan yang telah dipelajari
dalam situasi baru dan nyata.
4)
Analisis
(analisys), yaitu kemampuan menguraikan, mengidentifikasi dan
mempersatukan bagian yang terpisah, menghubungkan antarbagian guna membangun
suatu keseluruhan.
5)
Sintesis
(synthesis),yaitu kemampuan menyimpulkan, mempersatukan banian yang
terpisah guna membangun suatu keseluruhan, dan sebagainya.
6)
Penilaian
(evaluation), yaitu kemampuan mengkaji nilai atau harga sesuatu, seperti
pernyataan atau laporan penelitian yang didasarkan suatu kriteria.
b. Indikator Aspek Afektif
Indikator
aspek afektif mencakup:
1)
Penerimaan
(receiving), yaitu kesediaan untuk menghadirkan dirinya untuk menerima
atau memerhatikan pada suatu perangsang.
2)
Penanggapan
(responding), yaitu keturutsertaan, memberi reaksi, menunjukkan
kesenangan memberi tanggapan secara sukarela.
3)
Penghargaan
(valuing), yaitu kepekatanggapan terhadap nilai atas suatu rangsangan,
tanggung jawab, konsisten, dan komitmen.
4)
Pengorganijasian
(organization), yaitu mengintegrasikan berbagai nilai yang berbeda,
memecahkan konflik antarnilai, dan membangun sistem nilai, serta
pengkonseptualisasian suatu nilai.
5)
Pengkarakterisasian
(characterization), yaitu proses afeksi di mana individu memiliki suatu
sistem nilai senderi yang mengendalikan perilakunya dalam waktu yang lama yang
membentuk gaya hidupnya, hasil belajar ini berkaitan dengan pola umum
penyesuaian diri secara personal, social, dan emosional.
c. Indikator Aspek Psikomotor
Indiaktor
aspek psikomotor mencakup:
1)
Persepsi
(perception), yaitu pemakaian alat-alat perasa untuk membimbing
efektifitas gerak.
2)
Kesiapan
(set), yaitu kesediaan untuk mengambil tindakan.
3)
Respons
terbimbing (guide respons), yaitu tahap awal belajar keterampilan lebih
kompleks, meliputi peniruan gerak yang dipertunjukan kemudian mencoba-coba
dengan menggunakan tanggapan jamak dalam menangkap suatu gerak.
4)
Mekanisme
(mechanism), yaitu gerakan penampilan yang melukiskan proses di mana
gerak yang telah dipelajari, kemudian diterima atau diadopsi menjadi kebiasaan
sehingga dapat ditampilkan dengan penuh percaya diri dan mahir.
5)
Respons
nyata kompleks (complex over respons), yaitu penampilan gerakan secara
mahir dan cermat dalam bentuk gerakan yang rumit, aktivitas motorik berkadar
tinggi.
6)
Penyesuaian
(adaptation), yaitu keterampilan yang telah dikembangkan secara lebih
baik sehingga tampak dapat mengolah gerakan dan menyesuaikannya dengan tuntutan
dan kodisi yang khusus dalam sasana yang lebih problematik.
7)
Penciptaan
(origination), yaitu penciptaan pola gerakan baru yang sesuai dengan
situasi dan masalah tertentu sebagai kreativitas.[10]
B.
Metode Tahsinul Qiraah
1.
Hakikat Pembelajaran Tahsinul Qiraah
Pembelajaran atau mengajar adalah upaya guru
untuk mengubah tingkah laku siswa. Hal ini disebabkan karena pembelajaran adalah
upaya guru untuk supaya siswa mau belajar. Sedangkan belajar adalah perubahan
tingkah laku siswa. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa mengajar bukan upaya
guru untuk menyampaikan bahan, tetapi bagaimana siswa dapat mempelajari bahan
sesuai dengan tujuan.[11]
Apabila dilihat dari arti belajar pada Bab I, yang menyatakan bahwa perubahan
yang dimaksud dengan belajar adalah perubahan yang konstan, berbekas, dan
menjadi milik siswa, maka dalam belajar siswa mengalami proses dan meningkatkan
kemampuan mentalnya. Dengan demikian maka mengajar haruslah mengatur lingkungan
agar terjadi proses belajar mengajar dengan baik. Dari pengertian tersebut
mengajar mempunyai dua arti, yaitu: Menyampaikan pengetahuan kepada siswa, dan Membimbing
siswa.
Dua arti belajar di atas menunjukkan bahwa
pelajaran lebih bersifat pupil-centered, dan guru berperan sebagai meneger
of learning. Hal ini membedakan dengan mengajar dalam arti menanamkan
pengetahuan, yang biasanya pelajaran bersifat teacher-centered. Mengajar
yang berarti menanam pengetahuan, tujuannya adalah penguasaan pengetahuan anak.
Anak dianggap pasif, dan gurulah yang memegang peranan utama. Kebanyakan ilmu
pengetahuan diambil dari buku pelajaran yang tidak dihubungkan dengan realitas
dalam kehidupan sehari-hari. Pengajaran serupa ini disebut intelektualitas,
sebab menekankan pada segi pengetahuan.[12]
Hal di atas berbeda dengan pengertian belajar:
“suatu aktivitas mengatur dan mengorganisasi lingkungan sebaik-baiknya dan
menghubungkannya dengan anak sehingga terjadi proses belajar”. Perbedaan itu
ditunjukkan pada mengajar di sini adalah usaha dari pihak guru untuk mengatur
lingkungan, sehingga terbentuk suasana yang sebaik-baiknya bagi anak untuk
belajar. Artinya yang belajar adalah anak itu sendiri dan berkat kegiatannya
sendiri, sedangkan guru hanya dapat membimbing anak. Dalam membimbing tersebut
guru tidak hanya menggunakan buku pelajaran semata, tetapi dimanfaatkannya
segala faktor dalam lingkungan, termasuk dirinya, alat peraga, lingkungan, dan
sumber-sumber lain.[13]
Uraian di atas memberikan batasan-batasan yang
benar tentang mengajar, yaitu: Pertama, Mengajar adalah membimbing
aktivitas anak. Artinya yang belajar adalah anak sendiri, sedangkan tugas guru
adalah mengatur lingkungan dan membimbing aktivitas anak. Jadi yang aktif
adalah siswa, dan bukan sebaliknya. Kedua, Mengajar berarti membimbing
pengalaman anak. Pengalaman adalah proses dan hasil interaksi anak dengan
lingkungan. Jadi interaksi dengan lingkungan itulah yang dinamakan belajar.
Dari pengalaman, anak memperoleh pengertian-pengertian, sikap, penghargaan,
kebiasaan, kecakapan, dan lain sebagainya. Lingkungan jauh lebih luas
dibandingkan dengan buku dan kata-kata guru. Seluruh lingkungan anak adalah
sumber belajar, untuk itu pelajaran hendaknya dihubungkan dengan kehidupan anak
dalam lingkungannya Ketiga, Mengajar berarti membantu anak berkembang
dan menyesuaikan diri kepada lingkungan. Artinya mengajar adalah mengantarkan
anak agar bakatnya berkembang. Sedangkan membantu anak untuk supaya dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungan dapat diupayakann dengan memberikan
pelajaran yang berfungsi dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini agar lebih
sanggup mengatasi masalah-masalah dalam kehidupannya. Dengan upaya tersebut
diharapkan anak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya, termasuk
lingkungan sosialnya. Ia harus belajar berpikir, merasa, dan berbuat sesuai
dengan norma-norma lingkungan.[14]
Dalam pembelajaran tahsinul
qiraah guru tidak hanya mengambil semua kesempatan untuk menjelaskan,
tetapi memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya atau mengemukakan
pendapatnya. Jika kesempatan itu tidak diberikan maka guru tidak mengetahui
apakah siswanya sudah memahami materi pembelajaran itu, dan akibatnya tujuan
pembelajaran tahsinul qiraah tidak tercapai.
Berdasarkan kegiatan yang
ditimbulkannya, strategi pembelajaran dapat di-bagi dua macam, yaitu strategi
pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, dan strategi pembelajaran yang
berpusat pada pendidik.[15]
Kedua macam strategi tersebut dapat diuraikan di bawah ini :
a).
Strategi
pembelajaran yang berpusat pada peserta didik
Strategi
pembelajaran yang berpusat pada peserta didik adalah kegiatan pembelajaran yang
memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada peserta didik untuk terlibat dalam
perencanaan, pelaksanaan dan penilaian pembelajaran. Stra-tegi ini menekankan
bahwa peserta didik adalah pemegang peran dalam proses keseluruhan kegiatan
pembelajaran, sedangkan pendidik berfungsi untuk mem-fasilitasi peserta didik
dalam melakukan kegiatan pembelajaran.[16]
Strategi
pembelajaran ini juga memiliki keunggulan dan kelemahan, keunggulannya adalah:
a.
Siswa
akan dapat merasakan bahwa pembelajaran menjadi miliknya sendiri karena peserta
didik diberi kesempatan yang luas untuk berpartisipasi.
- Siswa memiliki motivasi yang kuat
untuk mengikuti kegiatan pembelajar-an.
- Tumbuhnya suasana demokratis dalam pembelajaran
sehingga akan terjadi dialog dan diskusi untuk saling belajar
membelajarkan di antara siswa.
- Dapat menambah wawasan pikiran dan pengetahuan bagi
siswa karena sesuatu yang dialami dan disampaikan siswa mungkin belum
diketahui sebelumnya oleh pendidik.[17]
Adapun
kelemahan strategi pembelajaran yang berpusat pada peserta didik antara lain:
a.
Membutuhkan
waktu yang relatif lebih lama dari waktu pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya.
b.
Aktivitas
pembelajaran cenderung akan didominasi oleh sebagian siswa yang sering
berbicara, sedangkan siswa lainnya akan lebih banyak mengikuti jalan pikiran
siswa tersebut.
c.
Pembicaraan
dapat menyimpang dari arah pembelajaran yang telah ditetap-kan sebelumnya.[18]
Strategi
pembelajaran yang berpusat pada peserta didik ini pada dasarnya dapat
diterapkan dalam semua metode pembelajaran perorangan, metode pem-belajaran
kelompok, dan metode pembelajaran komunitas atau massal. Namun penggunaan
strategi pembelajaran ini akan lebih efektif dalam metode pem-belajaran
kelompok.[19]
b).
Strategi
pembelajaran yang berpusat pada pendidik
Strategi
pembelajaran yang berpusat pada pendidik adalah kegiatan pembelajaran yang
menekankan terhadap pentingnya aktivitas pendidik dalam mengajar atau
membelajarkan peserta didik. Perencanaan, pelaksanaan dan penilaian proses
serta hasil pembelajaran dilakukan dan dikendalikan oleh pendidik.[20]
Strategi
ini sangat sesuai untuk pembelajaran tahsinul qiraah, karena dalam
pembelajaran tahsinul qiraah dibutuhkan strategi yang dapat
mengaktif-kan guru dan siswa dalam pembelajaran supaya tidak terdapat
kekeliruan dalam memahami, meyakini serta mengamalkan ajaran Al-Qur’an dan
Hadits.
Maka
dalam hal ini dituntut adanya hubungan yang erat antara guru dengan murid,
karena suksesnya suatu pendidikan sangat tergantung kepada seberapa besar
hubungan kasih sayang yang dijalin oleh seorang guru dengan murid. Hubungan itu
dianggap cukup bila mampu mendorong murid memberikan kepercayaan penuh kepada sang
guru hingga tidak takut kepadanya.[21]
Strategi
pembelajaran ini juga memiliki keunggulan dan kelemahan. Keunggulannya adalah:
a.
Bahan
belajar dapat disampaikan secara tuntas oleh pendidik sesuai dengan program
pembelajaran yang telah disiapkan sebelumnya.
b.
Dapat
diikuti oleh siswa dalam jumlah besar.
c.
Waktu
yang digunakan akan tepat sesuai dengan jadwal waktu pembelajaran yang telah
ditetapkan.
d.
Target
materi pembelajaran yang telah direncanakan relatif mudah tercapai.[22]
Adapun kelemahan strategi pembelajaran yang berpusat pada
pendidik antara lain:
a.
Mudah
menimbulkan rasa bosan pada siswa sehingga hal ini dapat mengurangi motivasi,
perhatian dan konsentrasi peserta didik terhadap kegiatan pembelajaran.
b.
Keberhasilan
pembelajaran, dalam hal perubahan sikap dan perilaku siswa relatif sulit untuk
diukur karena yang diinformasikan kepada siswa pada umumnya lebih banyak
menyentuh ranah kognitif.
c.
Kualitas
pencapaian tujuan belajar yang telah ditetapkan adalah relatif rendah karena
pendidik sering hanya mengejar target waktu untuk menghabiskan materi
pembelajaran.[23]
Strategi pembelajaran yang berpusat pada pendidik ini pada
dasarnya dapat diterapkan dalam metode pembelajaran dengan teknik ceramah atau
kuliah, tanya jawab dan lain sebagainya. Dalam pembelajaran tahsinul qiraah
kedua strategi ini hendaknya diguna-kan secara kombinasi sesuai dengan materi
yang akan dibahas, sehingga tujuan pembelajaran tahsinul qiraah
tercapai.
Pembelajaran Tahsinul Qiraah
adalah proses belajar-mengajar cara membaca al-Qur’an sesuai dengan petunjuk
Nabi Muhammad SAW, Sahabat dan para Salafus Shalih.
2.
Metodelogi Pembelajaran Tahsinul Qiraah
Di dalam proses belajar mengajar,
guru harus memiliki metode yang ditentukan agar siswa dapat belajar secara
efektif dan efisien serta sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Salah satu
langkahnya ialah harus menguasai teknik-teknik penyajian, atau biasanya sering
disebut dengan metode mengajar.
Secara umum definisi metode adalah:
Bahwa metode adalah semua aktivitas mengajar dan belajar itu
harus berdasarkan akhlak Islam yang mulia, metode yang digunakan harus dapat
membangkitkan semangat ajaran akhlak Islam, metode-metode apapun dapat dipakai
seperti metode diskusi, dialog, hafalan, ijtihad dan lain sebagainya dapat
dipakai, yang penting siswa itu menyadari bahwa mereka berdialog dengan guru,
berdiskusi secara bebas dengan gurunya tetapi mereka juga harus ingat bahwa
guru mereka harus dihormati dan dihargai.[24]
Demikian juga halnya dengan
pengajaran Tahsinul Qiraah, dimana penggunaan metode mengajar harus
berpedoman kepada tujuan yang akan dicapai tanpa melupakan faktor siswa. Guru
harus menggunakan metode yang sesuai dengan situasi dan kondisi kelas saat
berlangsungnya pelajaran tersebut. Di samping itu, guru Tahsinul Qiraah
sebaiknya menanamkan keyakinan, betapa pentingnya pelajaran tersebut, karena menyangkut
dengan cara membaca al-Qur’an yang baik sesuai dengan dengan petunjuk Nabi dan
Sahabatnya. Memberikan pengetahuan Tahsinul Qiraah kepada anak didik dan
mampu mengarahkan kepada pemantapan membaca dan memahami kitab Allah secara
menyeluruh, juga merupakan intisari ajaran Islam yaitu apa yang termaktub dalam
Al-Qur’an[25].
Dalam penggunaan satu atau beberapa
metode maka harus diperhatikan syarat-syarat berikut: Metode mengajar yang
dipergunakan harus dapat membangkitkan motif, minat, gairah belajar siswa, metode
mengajar yang dipergunakan harus dapat menjamin perkembangan kegiatan kepribadian siswa, metode mengajar yang
dipergunakan harus dapat merangsang keinginan siswa untuk belajar lebih lanjut,
metode mengajar yang dipergunakan harus mendidik murid dalam teknik belajar
sendiri dan cara memperoleh pengetahuan melalui usaha sendiri, metode mengajar
yang dipergunakan harus dapat meniadakan penyajian yang bersifat verbalitas dan
menggantinya dengan pengalaman atau situasi yang nyata dan bertujuan dan metode
yang dipergunakan harus dapat menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai dan
sikap-sikap utama yang diharapkan dalam kebiasaan cara bekerja yang baik dalam
kehidupan sehari-hari.[26]
1) Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran adalah suatu teknik penyampaian bahan
pelajaran kepada siswa, dengan tujuan agar siswa dapat menangkap pelajaran
dengan mudah, efektif dan dapat dicerna oleh siswa dengan baik, oleh karena itu
terdapat beberapa cara yang ditempuh dalam pemilihan metode pengajaran yaitu:
metode sebagai alat motivasi extrinsik (rangsangan dari luar); sebagai strategi
pembelajaran dan metode sebagai alat untuk mencapai tujuan.[27]
Metode juga merupakan salah satu komponen pembelajaran dan
menempati peranan yang tidak kalah penting dari komponen lainnya di dalam
proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran tidak semua siswa berkonsentrasi
dalam waktu yang relatif lama. Faktor intelegensi sangat mempengarihu daya
serap siswa terhadap bahan pelajaran yang diberikan guru. Oleh karena itu untuk
meningkatkan daya serap siswa terhadap bahan pelajaran yang diberikan oleh
guru, diperlukan strategi pengajaran yang tepat dan jawaban untuk memecahkan
permasalahan itu adalah metode pembelajaran.
Pada hakikatnya metode mengajar itu adalah membangkitkan
rasa ingin tahu dan dapat memuaskan rasa keingintahuan siswa, begitu juga dalam
hal menggunakan metode pembelajaran itu dalam mengajar materi PAI. Seorang guru
yang mengajar mata pelajaran itu harus mampu membangkitkan rasa ingin tahu
siswa terhadap pelajaran PAI yang dipaparkannya sehingga dapat diharapkan hasil
yang baik.
Adapun metode pembelajaran yang biasa digunakan dalam
pembelajaran tahsinul qiraah diantaranya:
a.
Metode Ceramah
Metode ceramah adalah suatu metode dalam pendidikan dimana
cara penyampaian materi kepada anak didik dengan jalan penerapan penuturan
secara lisan untuk menjelaskan uraiannya, guru dapat menggunakan alat-alat
Bantu mengajar yang lain, misalnya gambar-gambar, peta, denah atau alat peraga
lainnya.[28]
1. Kelebihannya:
a) Dalam waktu relatif singkat dapat
disampaikan bahan sebanyak-banyaknya.
b) Guru dapat menguasai seluruh kelas
dengan mudah walaupun jumlah murid cukup banyak.
c) Dapat menghemat waktu.
d) Semua siswa mempunyai kesempatan
yang sama dalam mendengar
e) Keterangan atau konsep yang
disampaikan guru dapat berurutan
2. Kekurangannya:
a) Siswa menjadi fasif karena mereka
tidak mempunyai kesempatan untuk menemukan sendiri
b) Guru sukar untuk mengetahui
pemahaman anak terhadap bahan-bahan yang diberikan
c) Materi yang diceramahkan mudah
dilupakan siswa
d) Menimbulkan rasa bosan pada siswa
e) Pada umumnya siswa memahami masalah
secara verbal.[29]
Dalam Pengajaran Pendidikan Agama Islam, maka metode ini
merupakan salah satu metode yang sering digunakan oleh guru-guru Pendidikan
Agama Islam untuk menjelaskan riwayat hidup Rasulullah dan para sahabat serta
peristiwa penting lainnya dalam pelajaran PAI. Pengajaran Pendidikan Agama
Islam juga menggunakan alat-alat Bantu yang lain, misalnya, atlas dan
barang-barang yang bersejarah.
Kegunaan alat tersebut adalah dapat memperlihatkan atau
menunjukkan kepada siswa dimana tempat peristiwa sejauh yang diajarkan dan
begitu pula dengan memperlihatkan gambar-gambar yang ditinggalkan sehingga
mereka dapat memahami hasil Budaya Islam dimasa lampau.
b.
Metode Tanya Jawab
Metode Tanya jawab adalah suatu cara penyajian pelajaran
bentuk pertanyaan yang perlu dijawab oleh siswa, penggunaan metode Tanya jawab
bermaksud memotivasi siswa untuk bertanya. Metode ini pun ada kelebihan dan
kekurangannya.
a. Kelebihan
1) Kelebihannya situasi kelas akan
lebih hidup karena anak didik aktif menyampaikan pemikirannya.
2) Melatih agar siswa berani
mengemukakan murid pendapat secara teratur
3) Guru dapat mengontrol pemahaman
murid pada masalah yang dibicarakan
b.
Kekurangannya:
1) Apabila terjadi perbedaan pendapat
akan banyak memakan waktu untuk menyelesaikannya.
2) Kemungkinan terjadi penyimpangan
perhatian anak didik terutama apabila terdapat jawaban yang kebetulan menarik
perhatiannya, tetapi bukan sasaran yang dituju.
3) Kurang dapat secara cepat merangkum
bahan-bahan yang dipelajari.
Metode Tanya jawab cocok digunakan untuk mengajar bidang
studi PAI dimana ada siswa yang tidak fokus terhadap pelajaran, karena
Pendidikan Agama Islam ini biasanya diberikan pada akhir jam pelajaran dengan
sendirinya siswa jenuh dengan pelajaran Alquran dan siswa sering mengantuk,
dengan metode ini dapat merangsang kepada apa yang sedang dibicarakan proses
belajar mengajar berjalan guru yang bertanya (mengajukan pertanyaan dan siswa
yang menjawab) sehingga dapat terangsang perhatiannya pada masalah yang sedang
dibicarakan.[30]
c.
Metode Pemberian Tugas
Pemberian tugas adalah suatu pekerjaan yang harus siswa
selesaikan tanpa terikat dengan tempat pemberian tugas belajar, biasanya
dikaitkan dengan resitasi adalah suatu persoalan yang berhubungan dengan
masalah pelaporan siswa sesudah setelah mereka selesai mengerjakan suatu tugas.[31] Ada kelebihan dan
kekurangannya metode ini.
a. Kelebihannya:
1) Baik sekali untuk mengisi waktu
luang
2) Memupuk rasa tanggung jawab pada apa
yang telah dikerjakan
3) Melatih anak didik kepada norma-norma
disiplin
b. Kekurangannya:
1) Guru tidak dapat mengawasi
pelaksanaan tugas ini sehingga kemungkinan siswa mengantuk
2) Siswa yang tidak mampu mengerjakan
tugasnya akan berusaha menghindari pelajaran tersebut dengan berbagai alasan
3) Jika semua pelajaran diberikan
tugas, menyebabkan kesukaran bagi anak didik dalam membagi waktu untuk semua
tugasnya
d.
Metode Diskusi
Diskusi adalah memberikan alternative jawaban untuk membantu
menyelesaikan masalah dan metode ini merupakan bagian yang terpenting dalam
menjelaskan sesuatu masalah. Serta membantu siswa untuk berpikir dan
mengeluarkan pendapat sendiri. Metode ini juga memiliki kelebihan dan
kekurangannya.
a. Kelebihannya:
1) Kemungkinan anak didik yang tidak
ikut aktif, sehingga bagi anak ini, diskusi merupakan kesempatan untuk
melepaskan diri dari tanggung jawab
2) Siswa yang peduli akan mendominasi
dalam diskusi
3) Memerlukan waktu yang banyak.[32]
Berdiskusi adalah kegiatan manusia yang alamiah, sesuatu
kegiatan yang menarik kreatif dan mengasikkan. Dalam suatu diskusi para peserta
berfikir bersama dan mengungkapkan fikirannya, sehingga menimbulkan pengertian
pada dirinya sendiri, pada kawan-kawan diskusi dan juga pada masalah yang
didiskusikan.[33] Dan
dapat menimbulkan pemahaman yang lebih kongkrit oleh karena itu metode ini
merupakan salah satu metode yang ampuh dan menarik.
Dengan metode ini para peserta tidak hanya dilatih untuk
membahas masalah, memecahkan persoalan melalui tukar pikiran dilatih juga
teknik wawancara sistematis dan efektif dan analisa dari pembimbing akan
membantu proses belajar para siswa.
Dari uraian diatas jelas bahwa metode pembelajaran tahsinul
qiraah bermacam-macam, ini berarti bahwa tidak ada satu metode pun yang
sempurna. Dengan demikian metode mengajar tersebut akan saling menutupi
kelemahan masing-masing sehingga hasil pengajaran yang diperoleh akan mencapai
sasaran.
Oleh karena itu seorang guru harus menggunakan metode yang
bermacam-macam dan tidak akan berhasil dengan baik pembelajaran tahsinul qiraah
jika guru hanya mengguanakan satu metode saja. Dengan demikian sangatlah
ditentukan kemampuan guru tahsinul qiraah agar memiliki dan memahami berbagai
metode mengajar. Seseorang guru hendaknya lebih selektif dalam memilih metode
sesuai dengan materi yang diajarkan, tujuan yang ingin dicapai serta situasi
dan kondisi kelas dimana pembelajaran sedang berlangsung.
Adapun cara-cara yang mudah dalam
pengajaran Tahsinul Qiraah sebagai berikut: Mengembangkan cara membaca
Al-Qur’an dengan baik yang kemudian me-nimbulkan ilmu tajwid Al-Qur’an, Meneliti
cara membaca Al-Qur’an (qira’at) yang telah berkembang mana yang sah dan
sesuai serta mana yang tidak sesuai, Memberikan tanda-tanda baca dalam
tulisan-tulisan mushaf sehingga mudah dibaca dengan benar bagi mereka yang baru
membaca Al-Qur’an, Memberikan tentang maksud dan pengertian yang terkandung
dalam ayat-ayat Al-Qur’an yang diajarkan. Pada umumnya diajarkan penjelasan
ayat-ayat Al-Qur’an yang diterima dan didengar dari Nabi Muhammad yaitu berupa
hadits-hadits yang menjelaskan ayat-ayat yang bersangkutan.[34]
Secara garis besar metode tahsin
dibagi menjadi 3 tahapan diantaranya adalah :[35]
a.
Dasar-dasar tahsin
1)
Tidak konsisten terhadap mad asli, apabila menemui tanda
mad, di dalam pembacaannya tidak boleh tergesa-gesa dan tidak boleh
kepanjangan, untuk itu solusinya dengan sedikit mengayunkan suara.
2)
Tidak konsisten terhadap ghunnah, setiap kali bertemu dengan
mim tasydid, nun tasydid, nun mati, tanwin, mim mati bertemu dengan Ba tahan
suara kita tidak boleh tergesa-gesa.
3)
Ketidaksempurnaan vocal ketika membaca Al-Qur’an, Ketika
membaca huruf berharakat fathah buka rongga mulut dengan bukaan mulut yang
sempurna, ketika membaca huruf berharakat dhammah moncongkan kedua bibir kita
dengan sempurna, ketika membaca huruf kasrah naikkan tengah mulut kita kelangit-langit
atau turunkan rahang ke bawah.
4)
Kesalahan mengucapkan huruf sukun (tanda mati), Ketika
menemui huruf sukun kerap kali kita mendengar pantulan dari huruf tersebut.
Untuk itu harus dihindari pantulan suara ketika mengucapkan huruf sukun.
b.
Pengucapan huruf hijaiyah
Penting sekali mengetahui bagaimana membaca huruf-huruf
hijaaiyah sesuai dengan makharijul huruf yaitu mengetahui tempat keluar
huruf-huruf hijaaiyah Adapun tempat keluar huruf itu ada empat: Tenggorokan, Lidah,
Dua bibir, Pangkal hidung.
c.
Penyempurnaan membaca tanda panjang dan ilmu tajwid
a).
Hukum Mad
Arti mad menurut bahasa tambahan, menurut istilah
memanjangkan lama suara ketika mengucapkan huruf mad. Huruf mad ada 3 :
1) Waw sukun yang sebelumnnya
huruf berharakat dhammah
2) Ya sukun yang sebelumnya
huruf berharakat kasrah
3) Alif yang sebelumnya berharakat
fathah
Adapun pembagian
mad, sebagai berikut :
1)
Mad asli
: panjangnnya hanya 2 harokat
2) Mad
Far’i :panjangnya 2 sampai 6 harakat. Pemanjangan mad ini ada yang karena
bertemu dengan hamzah, ada yang karena waqaf (berhenti) ada yang karena bertemu
dengan huruf sukun dan ada yang karena aslinya harus dibaca panjang
Pembagian
mad far’i:
a. Mad wajib muttashil
yaitu apabila terdapat mad bertemu dengan hamzah dalam satu kalimat, panjangnya
5 harakat ketika wasal dan 6 harakat ketika waqaf
contoh : اَلْحَمْدُلله رَبِ ْالعَا لَمِيْنَ – إِنْ كُنْتُمْ
مُوْء مِنِيْنَ
b. Mad Jaiz Munfashil yaitu apabila
terdapat mad bertemu dengan hamzah dalam kalimat terpisah. Panjangnya 2 5 harakat.
Pembacaannya harus seragam, kalau memulai dengan 2 harakat maka harus
seterusnya 2 harokat.
Contoh:
أُمِرُوْا
إِلاَّ ِليَعْبُدُوا الله – فِي أَحْسَنِ تَقْوِيْمِ
c. Mad Shilatawiylah yaitu apabila terdapat ha
dhomir bertemu dengan hamzah dalam kalimat terpisah. Panjangnnya seperti Mad
Jaiz Munfashil . yaitu apabila terdapat ha dhamir bertemu dengan
selain hamzah. Panjangnnya 2 harokat. Ha dhamir tidak dibaca 2 harakat
apabila salah satu huruf sesudah atau sebelumnnya mati, selain ha dhamir
tidak dibaca panjang, pengecualian keterangan di atas terdapat di surat Al-Furqan
69 dan Az Zumar. Ha dibaca panjang 2 harakat walaupun sebelumnya
huruf mati, Ha dibaca pendek walaupun sebelum dan sesudah ha huruf
hidup.
Contoh
: أُمِرُ
اِلاَّلِيَعْبُدُوْاالله – فِي أَحْسَنِ تَقْوِيْمٍ
d. Mad Badal Yaitu apabila terdapat
hamzah bertemu dengan mad panjangnya 2 harakat. Yang dibaca karena sukun
adalah: Mad Aridh Lisukun Yaitu apabila mad thabi’i jatuh sebelum huruf
yang diwaqafkan. Panjangnya 2-6 harakat, Mad Lin yaitu apabila
berhenti pada suatu huruf sebelumnya waw sukun atau ya sukun yang
didahului oleh huruf berharakat fathah. Panjangnnya 2-6 harakat.
Contoh
: أُوْتِيَ-
أَدَمَ – إِيْمَانَ – إِيْتُوْنِيْ
e. Mad Iwad
yaitu berhenti pada huruf yang betanwin fathah panjangnnya 2 harakat
Contoh
: عَلِيْما
حَكِيْمًا – غَفُوْرًا رَحِيْمًا – لَيْسُوْا سَوَاءً – جُزْءًا
f. Mad Tamkin yaitu apabila terdapat
ya bertasydid bertemu dengan ya sukun. panjangnnya 2 harakat.
Contoh
: وَإِذََاحُيِّيِتُمْ – فِي اْلأَمِيِّيْن
g. Mad Lazim Mutsaqalkilmi
yaitu apabila terdapat huruf yang bertasdid jatuh sesudah huruf mad.
Panjangnnya 6 harokat .
Contoh : وَامْرَأَتُهُ حَمَّالَةَالْحَطَبْ –
لآتَأْخُذُهُ سِنَةُوَلآنَوْمٌ
h. Mad Lazim Mukhaffaf Kilmi
yaitu apabila terdapat huruf sukun jatuh sesudah Mad Badal. Panjangnnya
6 harakat, mad ini hanya terdapat disurat Yunus : 51 dan 91
Contoh : ءالآأن
i. Mad Farq yaitu apabila terdapat
huruf yang bertasdid jatuh setelah mad badal. Panjangnnya 6 harakat. Mad in
hanya terdapat di dalam surat Al- an am : 143-144, surat Yunus : 59 dan surat
An Naml : 59
j. Mad Lazim Harfi Mutsaqal, yaitu
huruf-huruf di awal surat yang pembacaannya diidghomkan. panjangnya 6 harakat.
contoh : طه – يس – حم
– ا لر
k. Mad Lazim Harfi Mukhaffaf,
sama seperti di atas, namun tanpa diidghamkan
Contoh : ق : قَافْ - ن :
نُوْنْ – ص : صَادْ – عسق : عَيْنْ سِيْنْ قَافْ
- Strategi Pembelajaran Tahsinul Qiraah
Dalam kegiatan pembelajaran, terdapat beberapa istilah
tentang cara mengajar seperti model, strategi, pendekatan, metode, dan teknik
pembelajaran. Rahmah Johar berpendapat model pembelajaran adalah kerangka
konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan
pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu berfungsi sebagai
pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan
dan melaksanakan aktifitas belajar mengajar.[36]
Strategi pembelajaran Tahsinul Qiraah adalah kegiatan yang dipilih
pengajar dalam proses pembelajaran, sehingga memperlancar tercapainya tujuan
pembelajaran. Dalam proses pembelajaran Tahsinul Qiraah berlangsung
dengan baik perlu diatur strateginya.
Penggunaan strategi sangat mempengaruhi proses pembelajaran Tahsinul
Qiraah, oleh karena itu seorang guru hendaklah menggunakan strategi yang
baik dan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan mendukung tercapainya
tujuan sebagaimana yang diharapkan, akan tetapi penggunaan strategi yang tidak
sesuai dengan bahan pelajaran dapat menyebabkan kesulitan bagi siswa dalam
mencerna pelajaran yang telah disampaikan oleh guru sehingga tujuan yang ingin
dicapai tidak sempurna sebagaimana yang diinginkan. Model mencakup strategi,
pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.
Strategi itu sendiri merupakan siasat dalam pembelajaran yang bertujuan
mengoptimalkan proses belajar dan pembelajaran. Ramly Maha mendefinisikan
strategi sebagai “kemampuan mengatur langkah-langkah dan menata semua potensi
yang ada agar suatu rancangan pembelajaran yang disusun akan bermanfaat
seoptimal mungkin, sehingga suatu kegiatan pem-belajaran tercapai sasarannya.”[37]
Menurut Nana Sudjana, strategi mengajar adalah “taktik yang
digunakan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran agar dapat mempengaruhi
para siswa mencapai tujuan secara efektif dan efisien.[38]
Mencermati beberapa pengertian strategi di atas, penulis lebih condong bahwa
strategi pembelajaran adalah taktik yang digunakan guru dalam melaksanakan
proses belajar mengajar yang dapat mempengaruhi para siswa untuk mencapai
tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien. Dalam strategi terdapat beberapa pendekatan.
Pendekatan adalah cara pandang yang digunakan guru dalam
memecahkan suatu masalah. Satu masalah yang dipelajari oleh dua orang dengan
pendekatan yang berbeda akan menghasilkan kesimpulan yang juga berbeda.
Misalnya strategi untuk mengaktifkan anak didik belajar dapat dilaksanakan
dengan menerapkan pendekatan yang berpusat pada siswa, seperti pendekatan
kontekstual, pendekatan tematik, ataupun pendekatan problem posing (pengajuan
masalah).[39]
Adapun metode adalah cara mengajar yang sifatnya umum dan
dapat diguna-kan untuk berbagai mata pelajaran dengan memperhatikan sasaran
tujuannya. Dengan kata lain, metode adalah cara atau jalan yang dilalui untuk
mencapai tujuan pendidikan. Contohnya metode ceramah dapat digunakan untuk
memperkenalkan teori baru yang bersifat knowledge, dan metode tanya
jawab untuk pengembangan sikap dan nilai. Sedangkan teknik merupakan cara
mengajar yang bersifat khusus sesuai dengan karakter materi pelajaran, peserta
didik atau keterampilan guru. Jadi teknik penyajian adalah “suatu pengetahuan
tentang cara-cara mengajar yang diperlukan oleh guru”.[40]
Dalam pembelajaran Tahsinul Qiraah guru tidak hanya
mengambil semua kesempatan untuk menjelaskan, tetapi memberi kesempatan kepada
siswa untuk bertanya atau mengemukakan pendapatnya. Jika kesempatan itu tidak
diberikan maka guru tidak mengetahui apakah siswanya sudah memahami materi
pembelajaran itu, dan akibatnya tujuan pembelajaran Tahsinul Qiraahtidak
tercapai.
Berdasarkan kegiatan yang ditimbulkannya, strategi
pembelajaran dapat di-bagi dua macam, yaitu strategi pembelajaran yang berpusat
pada peserta didik, dan strategi pembelajaran yang berpusat pada pendidik.[41]
Kedua macam strategi tersebut dapat diuraikan di bawah ini :
a).
Strategi
pembelajaran yang berpusat pada peserta didik
Strategi pembelajaran yang berpusat pada peserta didik
adalah kegiatan pembelajaran yang memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada
peserta didik untuk terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan dan penilaian
pembelajaran. Strategi ini menekankan bahwa peserta didik adalah pemegang peran
dalam proses keseluruhan kegiatan pembelajaran, sedangkan pendidik berfungsi
untuk mem-fasilitasi peserta didik dalam melakukan kegiatan pembelajaran.[42]
Strategi pembelajaran ini juga memiliki keunggulan dan
kelemahan, keunggulannya adalah: Pertama, siswa akan dapat merasakan
bahwa pembelajaran menjadi miliknya sendiri karena peserta didik diberi
kesempatan yang luas untuk berpartisipasi Kedua, Siswa memiliki motivasi yang kuat untuk mengikuti kegiatan pembelajaran,
Ketiga, tumbuhnya suasana demokratis dalam pembelajaran sehingga akan
terjadi dialog dan diskusi untuk saling belajar membelajarkan di antara siswa
dan Keempat, Dapat menambah wawasan pikiran dan pengetahuan bagi siswa
karena sesuatu yang dialami dan disampaikan siswa mungkin belum diketahui
sebelumnya oleh pendidik.[43]
Adapun kelemahan strategi pembelajaran yang berpusat pada
peserta didik antara lain : membutuhkan waktu yang relatif lebih lama dari
waktu pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya, aktivitas pembelajaran
cenderung akan didominasi oleh sebagian siswa yang sering berbicara, sedangkan
siswa lainnya akan lebih banyak mengikuti jalan pikiran siswa tersebut, dan pembicaraan
dapat menyimpang dari arah pembelajaran yang telah ditetap-kan sebelumnya.[44]
Strategi pembelajaran yang berpusat pada peserta didik ini
pada dasarnya dapat diterapkan dalam semua metode pembelajaran perorangan,
metode pem-belajaran kelompok, dan metode pembelajaran komunitas atau massal.
Namun penggunaan strategi pembelajaran ini akan lebih efektif dalam metode
pembelajaran kelompok.[45]
b).
Strategi
pembelajaran yang berpusat pada pendidik
Strategi pembelajaran yang berpusat pada pendidik adalah
kegiatan pembelajaran yang menekankan terhadap pentingnya aktivitas pendidik
dalam mengajar atau membelajarkan peserta didik. Perencanaan, pelaksanaan dan
penilaian proses serta hasil pembelajaran dilakukan dan dikendalikan oleh
pendidik.[46]
Strategi ini sangat sesuai untuk pembelajaran Tahsinul
Qiraah, karena dalam pembelajaran Tahsinul Qiraah dibutuhkan
strategi yang dapat mengaktifkan guru dan siswa dalam pembelajaran supaya tidak
terdapat kekeliruan dalam memahami, meyakini serta mengamalkan ajaran
al-Qur’an. Dalam hal ini dituntut adanya
hubungan yang erat antara guru dengan murid, karena suksesnya suatu pendidikan
sangat tergantung kepada seberapa besar hubungan kasih sayang yang dijalin oleh
seorang guru dengan murid. Hubungan itu dianggap cukup bila mampu mendorong
murid memberikan kepercayaan penuh kepada sang guru hingga tidak takut
kepadanya.[47]
Strategi pembelajaran ini juga memiliki keunggulan dan
kelemahan. Ke-unggulannya adalah: Bahan belajar dapat disampaikan secara tuntas
oleh pendidik sesuai dengan program pembelajaran yang telah disiapkan
sebelumnya, dapat diikuti oleh siswa dalam jumlah besar, waktu yang digunakan akan
tepat sesuai dengan jadwal waktu pembelajaran yang telah ditetapkan dan Target
materi pembelajaran yang telah direncanakan relatif mudah tercapai.[48]
Adapun kelemahan strategi pembelajaran yang berpusat pada
pendidik antara lain: Pertama, mudah menimbulkan rasa bosan pada siswa
sehingga hal ini dapat mengurangi motivasi, perhatian dan konsentrasi peserta
didik terhadap kegiatan pembelajaran. Kedua, keberhasilan pembelajaran,
dalam hal perubahan sikap dan perilaku siswa relatif sulit untuk diukur karena
yang diinformasikan kepada siswa pada umumnya lebih banyak menyentuh ranah
kognitif. Ketiga, kualitas pencapaian tujuan belajar yang telah ditetapkan
adalah relatif rendah karena pendidik sering hanya mengejar target waktu untuk
menghabiskan materi pembelajaran.[49]
Strategi pembelajaran yang berpusat pada pendidik ini pada
dasarnya dapat diterapkan dalam metode pembelajaran dengan teknik ceramah atau
kuliah, tanya jawab dan lain sebagainya. Dalam pembelajaran Tahsinul Qiraah
kedua strategi ini hendaknya digunakan secara kombinasi sesuai dengan materi
yang akan dibahas, sehingga tujuan pembelajaran Tahsinul Qiraah tercapai.
4.
Problematika Pembelajaran Tahsinul Qiraah
Pendidikan al-Qur’an yang terdapat di masyarakat belum bisa memenuhi
kebutuhan. Terbukti masih banyak generasi muda Islam yang belum bisa membaca
al-Qur’an, apalagi mengetahui artinya dan mau mengamalkan isinya. al-Qur’an
memuat perintah yang harus dilakukan dan larangan yang harus dijauhi. Hasil
belajar yang kurang bagus adalah akibat adanya problem yang selama iuni belum
bisa dipecahkan.[50]
Kesulitan yang dirasakan sebagian orang dalam mempelajari
tahsin al-Quran telah mengantarkan pada satu kesimpulan bahwa yang paling
penting dalam membaca Al-Qur’an adalah berusaha memahaminya agar mampu
diamalkan, bahkan sebagian ada yang berpendapat bahwa kesempurnaan membaca
Al-Quran dengan menerapkan tajwid atau tahsinnya adalah pelengkap saja
atau sekedar hiasan (aksesoris), maka mencapai kesempurnaan membacanya
bukanlah suatu prioritas yang diutamakan, kembali pada pendapat di atas, tujuan
utama membaca Al-Quran adalah memahaminya untuk diamalkan, sebab kalau tidak
demikian, maka fungsi ‘huda’ tidak tercapai, begitulah kira-kira pendapat
sebagian orang tersebut. Terlebih lagi sebagian orang tua ada yang berkata,
lisan kami sudah sangat sulit untuk mencapai pengucapan huruf yang sempurna,
maka interaksi kami dengan Al-Quran cukuplah hanya berusaha memahaminya agar
bisa diamalkan.
5.
Langkah-Langkah
Metode Tahsinul Qiraat
Metode membaca al-Qur’an ini baru berakhir disusun pada
tahun 1963 M oleh H. Dahlan Salim
Zarkasyi, yang terdiri dari 6 jilid. Buku ini merupakan hasil evaluasi dan
pengembangan dari kaidah Bagdadiyah. Metode tahsinul qiraat ini, secara umum
bertujuan agar siswa mampu membaca al -Qur’an dengan baik sekaligus benar
menurut kaidah tajwid.[51]
Secara umum,
pembelajaran membaca al-Qur’an dengan metode tahsinul qiraat adalah sebagai berikut;
1)
Dapat digunakan
pengajaran secara klasikal dan individual
2)
Guru
menjelaskan materi dengan memberikan contoh materi pokok bahasan, selanjutnya
siswa membaca sendiri.
3)
Siswa membaca
tanpa mengeja Sejak permulaan belajar, siswa ditekankan untuk membaca dengan
cepat dan tepat.[52]
Kelebihan
metode Qiroati ini adalah pembelajarannya lebih efisien dan terprogram karena
untuk menjadi guru Qiraati saja seseorang harus mendapatkan syahadah dari pihak Qiraati pusat
yang menyatakan bahwa seseorang tersebut benar-benar ahli qur’an dan boleh
mengajar Qiraati.
Adapun
ciri khas yang dimiliki Metode tahsinul
qiraat adalah
a.
Tidak dijual
secara bebas (tidak ada di toko-toko)
b.
Guru yang
mengajarkan Qiroati telah ditashih untuk mendapatkan syahadah (sertifikat/ijin
mengajar)
c.
Kelas TKQ/TPQ
dalam disiplin yang sama [53]
[11] Ahmad Rohani
dan Abu Ahmadi, Pengelolaan Pengajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991),
h. 19.
[12] Habib Thoha,
dkk., Metodologi Pengajaran Agama, Cet. II, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2004), h. 45.
[13] Ibid,
h. 46.
[14] Imansjah
Alipandie, Didiktik Metodik Pembelajaran Umum, (Surabaya: Usaha
Nasional, 1984), h. 44.
[15] Sudjana, Metode
dan Teknik Pembelajaran Partisipatif, (Bandung: Falah Production, 2001), h.
37.
[16] Rahmah Johar
dkk., Strategi Belajar..., h. 12.
[17] Sudjana, Metode
dan Teknik..., h. 37.
[18] Ibid.,
h. 38.
[19] Ibid.
[20] Ahmad Tafsir, Ilmu
Pendidikan dalam Perspektif Islam, Cet. VI, (Bandung: Remaja Rosda-Karya,
2005), h. 76.
[21] M. Bahri Ghazali, Konsep Ilmu Menurut
al-Ghazali, (Yogyakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1991), h. 93.
[22] Sudjana, Metode
dan Teknik..., h. 38.
[23] Ibid.,
h. 39.
[24] Tim Penulis
IKIP Surabaya, Pengantar..., h. 53.
[25] Zuhairi, dkk.,
Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), h. 76.
[27] Djamarah, Strategi
Belajar…, h. 27.
[28]Zuhairini dkk.,
Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Surabaya: Usaha Nasional, 1983), h. 83.
[29]Tayar Yusuf dan
Syaiful Bahri Djamarah, Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), h. 45.
[30]Imamsyah Ali
Pandie, Didakdik Metodik Pendidikan Umum, (Surabaya: Usaha Nasional,
t.t.), h. 79.
[31]Abu Ahmadi, Sosiologi
Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999), h. 62.
[32]Team Didakdik
Metodik Kurikulum FKIP Surabaya, Pengantar Didakdik Metodik Kurikulum Proses
Belajar Mengajar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1989), h. 48.
[33]Lumadi, Pendidikan
Orang Dewasa, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1981), h. 37.
[34] Ibid.,
h. 81.
[35]
Budiyanto, Prinsip-prinsip Metodologi
Buku Iqra’, (Yogyakarta: Team Tadarus “AMM”. 1995), h. 37-39.
[36] Rahmah Johar dkk., Strategi Belajar Mengajar, (Banda Aceh:
FKIP Universitas Syiah Kuala, 2006), h. 8.
[37] Ramly Maha, Strategi
Pembelajaran (Banda Aceh: KKD Rahmad, 1994), h. 1.
[38] Nana Sudjana, Penelitian
dan Penilaian Pendidikan, (Bandung: Sinar Baru, 1990), h. 33.
[40] Hasan
Langgulung, Manusia dan Pendidikan; Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan,
(Jakarta: al-Husna Zikra, 1995), h. 39.
[41] Sudjana, Metode
dan Teknik Pembelajaran Partisipatif, (Bandung: Falah Production, 2001), h.
37.
[42] Rahmah Johar
dkk., Strategi Belajar..., h. 12.
[43] Sudjana, Metode
dan Teknik..., h. 37.
[44] Ibid., h. 38.
[46] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Cet.
VI, (Bandung: Remaja Rosda-karya, 2005), h. 76.
[47] M. Bahri Ghazali, Konsep
Ilmu Menurut al-Ghazali, (Yogyakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1991), h.
93.
[48] Sudjana, Metode dan Teknik..., h. 38.
[49] Ibid., h. 39.
[50] Imansjah
Alipandie, Didiktik Metodik Pembelajaran Umum, (Surabaya: Usaha
Nasional, 1984), h. 56.
0 Comments
Post a Comment