Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Pengertian Hasil Belajar


BAB II

LANDASAN TEORITIS


A.    Hasil Belajar

1.     Pengertian Hasil Belajar

Menurut Sardiman A. R. Dalam buku Interaksi dan Motivasi Belajar bahwa “Belajar merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya membaca, mengamati, mendengarkan, meniru, dan lain sebagainya.”[1] Sedangkan M. Ngalim Purwanto dalam bukunya Psikologi Pendidikan mendefinisikan “Belajar sebagai suatu perubahan dalam tingkah laku, dimana perubahan itu dapat mengarah pada tingkah laku yang lebih baik. Tetapi juga ada kemungkinan mengarah pada tingkah laku yang lebih buruk.”[2]
Penjelasan kedua definisi tersebut, dapat diketahui bahwa tujuan belajar itu prinsipnya sama, yakni perubahan tingkah laku. Sehingga dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses kegiatan yang dilakukan berupa tindakan sehingga diperoleh pengetahuan yang baru untuk mencapai perubahan tingkah laku. Sebagai salah satu bukti bahwa seseorang telah belajar adalah terjadinya perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti, yang awalnya tidak faham dengan belajar seseorang menjadi faham. Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar.[3]
Hasil belajar pada hakikatnya merupakan kompetensi yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan sikap dan nilai-nilai yang diwujudkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak
2.     Macam-macam Hasil Belajar

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki peserta didik setelah menerima pengalaman belajar. Howard Kingsley membagi tiga macam hasil belajar yakni: (a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan cita-cita. Adapun Gagne membagi lima kategori hasil belajar, yakni informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif, sikap, dan keterampilan motoris.[4]
Berdasarkan hal tersebut, maka penulis berkesimpulan bahwa jenis hasil belajar itu meliputi 3 (tiga) ranah atau aspek, yaitu ranah kognitif (cognitive domain), ranah afektif (affective domain), dan ranah psikomotor (psychomotor domain). Ketiga ranah tersebut juga dapat dijadikan indikator keberhasilan belajar peserta didik. Oleh karena itu, ketiga aspek tersebut juga harus menjadi indikator hasil belajar. Ketiga aspek tersebut tidak berdiri sendiri, tidak dapat dipisahkan dan saling menguatkan satu sama lain.[5]
Ciri-ciri hasil belajar yang dicapai peserta didik melalui proses belajar mengajar yang optimal adalah sebagai berikut:
a.   Kepuasaan dan kebanggaan yang dapat menumbuhkan motivasi belajar peserta didik
b.   Menambah keyakinan akan kemampuan diri
c.   Kemantapan dan ketahanan hasil belajar
d.   Hasil belajar yang diperoleh secara menyeluruh (komprehensif)
e.   Kemampuan peserta didik untuk mengontrol atau menilai dan mengendalikan diri pada proses dan usaha belajar.[6]
Untuk mencapai hasil belajar yang ideal, kemampuan pendidik (guru) dalam membimbing belajar peserta didik sangat dituntut. Apabila guru dalam keadaan siap dan memiliki profesiensi (berkemampuan tinggi), harapan terciptanya sumber daya manusia yang berkualitas akan tercapai. Penilaian hasil belajar adalah kegiatan yang bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh proses belajar telah berjalan secara efektif. Keefektifan pembelajaran akan tampak pada kemampuan peserta didik dalam mencapai tujuan belajar.
3.     Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Sebagai seorang guru sudah selayaknya bertanggung jawab atas kelangsungan belajar dan perkembangan peserta didik karena guru merupakan pengganti orang tua ketika seorang anak sedang berada di wilayah jam sekolah, sudah sewajarnya mengetahui hal-hal yang dapat meningkatkan hasil belajar muridnya. Pengetahuan guru tentang faktor yang dapat meningkatkan hasil belajar peserta didiknya akan mudah bagi guru untuk menciptakan situasi yang dapat memberikan kemungkinan pada muridnya untuk belajar guna mencapai prestasi yang menggembirakan, serta mengarahkan pada pembelajaran yang efektif pada peserta didik. Lebih-lebih pada orang tua yang bertanggung jawab penuh mengontrol anaknya ketika berada di rumah untuk memberikan dorongan dan motivasi belajar sehingga hasil belajar anaknya dapat maksimal. Kedua peran orang tua dan guru tersebut harus saling bersinergi guna kepentingan peningkatan hasil belajar peserta didik.
Ada berbagai faktor yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa di sekolah, secara garis besar faktor tersebut dapat dibagi menjadi dua bagian:
a.      Faktor internal (faktor individu peserta didik)
Yaitu keadaan atau kondisi jasmani dan rohani peserta didik yang meliputi kesehatan mata, telinga, inteligensi, bakat dan minat peserta didik.[7] Dan faktor fisiologis sekurang-kurangnya ada tujuh faktor yang tergolong faktor psikologis yaitu inteligensi, minat, bakat, motif, kematangan dan kelelahan.[8]
b.     Faktor eksternal (faktor dari luar individu peserta didik).
a)     Lingkungan sosial

Lingkungan sosial sekolah seperti para guru, para staf administrasi, dan teman-teman satu kelas dapat mempengaruhi semangat belajar seorang siswa.

b)     Lingkungan non-sosial

Faktor-faktor yang termasuk lingkungan non sosial adalah gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga siswa dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan siswa.[9] Yaitu segala sesuatu di luar individu peserta didik yang merangsang individu peserta didik untuk mengadakan reaksi atau pembuatan belajar dikelompokkan dalam faktor eksternal, di antaranya faktor keluarga, masyarakat lingkungan, teman sekolah, fasilitas, dan kesulitan bahan ajar.
4.     Indikator Hasil Belajar
Pada dasarnya, pengungkapan hasil belajar meliputi segenap aspek psikologis, dimana aspek tersebut  berangsur berubah seiring dengan pengalaman dan proses belajar yang dijalani siswa. Akan tetapi tidak dapat semudah itu, karena terkadang untuk ranah afektif sangat sulit dilihat hasil belajarnya. Hal ini disebabkan karena hasil belajar itu ada yang bersifat tidak bisa diraba. Maka dari itu, yang dapat dilakukan oleh guru adalah mengambil cuplikan perubahan tingkah laku sebagai hasil dari belajar yang dianggap penting dan diharapkan dapat mencerminkan hasil dari belajar tersebut, baik dari aspek cipta (kognitif), aspek rasa (afektif), aspek karsa (psikomotorik).  
Adapun penjelasan tentang indikator hasil belajar adalah sebagai berikut:
a.      Indikator Aspek Kognitif
Indikator aspen kognitif mencakup:
1)     Ingatan atau pengetahuan (knowledge), yaitu kemampuan mengingat bahan yang telah dipelajari.
2)     Pemahaman (cœnprehension), yaitu kemampuan menangkap pengertian, menterjemahkan, dan menafsirkan.
3)     Penerapan (application), yaitu kemampuan menggunakan bahan yang telah dipelajari dalam situasi baru dan nyata.
4)     Analisis (analisys), yaitu kemampuan menguraikan, mengidentifikasi dan mempersatukan bagian yang terpisah, menghubungkan antarbagian guna membangun suatu keseluruhan.
5)     Sintesis (synthesis),yaitu kemampuan menyimpulkan, mempersatukan banian yang terpisah guna membangun suatu keseluruhan, dan sebagainya.
6)     Penilaian (evaluation), yaitu kemampuan mengkaji nilai atau harga sesuatu, seperti pernyataan atau laporan penelitian yang didasarkan suatu kriteria.
b.     Indikator Aspek Afektif
Indikator aspek afektif mencakup:
1)     Penerimaan (receiving), yaitu kesediaan untuk menghadirkan dirinya untuk menerima atau memerhatikan pada suatu perangsang.
2)     Penanggapan (responding), yaitu keturutsertaan, memberi reaksi, menunjukkan kesenangan memberi tanggapan secara sukarela.
3)     Penghargaan (valuing), yaitu kepekatanggapan terhadap nilai atas suatu rangsangan, tanggung jawab, konsisten, dan komitmen.
4)     Pengorganijasian (organization), yaitu mengintegrasikan berbagai nilai yang berbeda, memecahkan konflik antarnilai, dan membangun sistem nilai, serta pengkonseptualisasian suatu nilai.
5)     Pengkarakterisasian (characterization), yaitu proses afeksi di mana individu memiliki suatu sistem nilai senderi yang mengendalikan perilakunya dalam waktu yang lama yang membentuk gaya hidupnya, hasil belajar ini berkaitan dengan pola umum penyesuaian diri secara personal, social, dan emosional.
c.      Indikator Aspek Psikomotor
Indiaktor aspek psikomotor mencakup:
1)     Persepsi (perception), yaitu pemakaian alat-alat perasa untuk membimbing efektifitas gerak.
2)     Kesiapan (set), yaitu kesediaan untuk mengambil tindakan.
3)     Respons terbimbing (guide respons), yaitu tahap awal belajar keterampilan lebih kompleks, meliputi peniruan gerak yang dipertunjukan kemudian mencoba-coba dengan menggunakan tanggapan jamak dalam menangkap suatu gerak.
4)     Mekanisme (mechanism), yaitu gerakan penampilan yang melukiskan proses di mana gerak yang telah dipelajari, kemudian diterima atau diadopsi menjadi kebiasaan sehingga dapat ditampilkan dengan penuh percaya diri dan mahir.
5)     Respons nyata kompleks (complex over respons), yaitu penampilan gerakan secara mahir dan cermat dalam bentuk gerakan yang rumit, aktivitas motorik berkadar tinggi.
6)     Penyesuaian (adaptation), yaitu keterampilan yang telah dikembangkan secara lebih baik sehingga tampak dapat mengolah gerakan dan menyesuaikannya dengan tuntutan dan kodisi yang khusus dalam sasana yang lebih problematik.
7)     Penciptaan (origination), yaitu penciptaan pola gerakan baru yang sesuai dengan situasi dan masalah tertentu sebagai kreativitas.[10]

B.    Metode Tahsinul Qiraah

1.     Hakikat Pembelajaran Tahsinul Qiraah

Pembelajaran atau mengajar adalah upaya guru untuk mengubah tingkah laku siswa. Hal ini disebabkan karena pembelajaran adalah upaya guru untuk supaya siswa mau belajar. Sedangkan belajar adalah perubahan tingkah laku siswa. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa mengajar bukan upaya guru untuk menyampaikan bahan, tetapi bagaimana siswa dapat mempelajari bahan sesuai dengan tujuan.[11] Apabila dilihat dari arti belajar pada Bab I, yang menyatakan bahwa perubahan yang dimaksud dengan belajar adalah perubahan yang konstan, berbekas, dan menjadi milik siswa, maka dalam belajar siswa mengalami proses dan meningkatkan kemampuan mentalnya. Dengan demikian maka mengajar haruslah mengatur lingkungan agar terjadi proses belajar mengajar dengan baik. Dari pengertian tersebut mengajar mempunyai dua arti, yaitu: Menyampaikan pengetahuan kepada siswa, dan Membimbing siswa.
Dua arti belajar di atas menunjukkan bahwa pelajaran lebih bersifat pupil-centered, dan guru berperan sebagai meneger of learning. Hal ini membedakan dengan mengajar dalam arti menanamkan pengetahuan, yang biasanya pelajaran bersifat teacher-centered. Mengajar yang berarti menanam pengetahuan, tujuannya adalah penguasaan pengetahuan anak. Anak dianggap pasif, dan gurulah yang memegang peranan utama. Kebanyakan ilmu pengetahuan diambil dari buku pelajaran yang tidak dihubungkan dengan realitas dalam kehidupan sehari-hari. Pengajaran serupa ini disebut intelektualitas, sebab menekankan pada segi pengetahuan.[12]
Hal di atas berbeda dengan pengertian belajar: “suatu aktivitas mengatur dan mengorganisasi lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak sehingga terjadi proses belajar”. Perbedaan itu ditunjukkan pada mengajar di sini adalah usaha dari pihak guru untuk mengatur lingkungan, sehingga terbentuk suasana yang sebaik-baiknya bagi anak untuk belajar. Artinya yang belajar adalah anak itu sendiri dan berkat kegiatannya sendiri, sedangkan guru hanya dapat membimbing anak. Dalam membimbing tersebut guru tidak hanya menggunakan buku pelajaran semata, tetapi dimanfaatkannya segala faktor dalam lingkungan, termasuk dirinya, alat peraga, lingkungan, dan sumber-sumber lain.[13]
Uraian di atas memberikan batasan-batasan yang benar tentang mengajar, yaitu: Pertama, Mengajar adalah membimbing aktivitas anak. Artinya yang belajar adalah anak sendiri, sedangkan tugas guru adalah mengatur lingkungan dan membimbing aktivitas anak. Jadi yang aktif adalah siswa, dan bukan sebaliknya. Kedua, Mengajar berarti membimbing pengalaman anak. Pengalaman adalah proses dan hasil interaksi anak dengan lingkungan. Jadi interaksi dengan lingkungan itulah yang dinamakan belajar. Dari pengalaman, anak memperoleh pengertian-pengertian, sikap, penghargaan, kebiasaan, kecakapan, dan lain sebagainya. Lingkungan jauh lebih luas dibandingkan dengan buku dan kata-kata guru. Seluruh lingkungan anak adalah sumber belajar, untuk itu pelajaran hendaknya dihubungkan dengan kehidupan anak dalam lingkungannya Ketiga, Mengajar berarti membantu anak berkembang dan menyesuaikan diri kepada lingkungan. Artinya mengajar adalah mengantarkan anak agar bakatnya berkembang. Sedangkan membantu anak untuk supaya dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan dapat diupayakann dengan memberikan pelajaran yang berfungsi dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini agar lebih sanggup mengatasi masalah-masalah dalam kehidupannya. Dengan upaya tersebut diharapkan anak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya, termasuk lingkungan sosialnya. Ia harus belajar berpikir, merasa, dan berbuat sesuai dengan norma-norma lingkungan.[14]
Dalam pembelajaran tahsinul qiraah guru tidak hanya mengambil semua kesempatan untuk menjelaskan, tetapi memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya atau mengemukakan pendapatnya. Jika kesempatan itu tidak diberikan maka guru tidak mengetahui apakah siswanya sudah memahami materi pembelajaran itu, dan akibatnya tujuan pembelajaran tahsinul qiraah tidak tercapai.
Berdasarkan kegiatan yang ditimbulkannya, strategi pembelajaran dapat di-bagi dua macam, yaitu strategi pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, dan strategi pembelajaran yang berpusat pada pendidik.[15] Kedua macam strategi tersebut dapat diuraikan di bawah ini :
a).     Strategi pembelajaran yang berpusat pada peserta didik
Strategi pembelajaran yang berpusat pada peserta didik adalah kegiatan pembelajaran yang memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada peserta didik untuk terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan dan penilaian pembelajaran. Stra-tegi ini menekankan bahwa peserta didik adalah pemegang peran dalam proses keseluruhan kegiatan pembelajaran, sedangkan pendidik berfungsi untuk mem-fasilitasi peserta didik dalam melakukan kegiatan pembelajaran.[16]
Strategi pembelajaran ini juga memiliki keunggulan dan kelemahan, keunggulannya adalah:

a.      Siswa akan dapat merasakan bahwa pembelajaran menjadi miliknya sendiri karena peserta didik diberi kesempatan yang luas untuk berpartisipasi.
  1. Siswa memiliki motivasi yang kuat untuk mengikuti kegiatan pembelajar-an.
  2. Tumbuhnya suasana demokratis dalam pembelajaran sehingga akan terjadi dialog dan diskusi untuk saling belajar membelajarkan di antara siswa.
  3. Dapat menambah wawasan pikiran dan pengetahuan bagi siswa karena sesuatu yang dialami dan disampaikan siswa mungkin belum diketahui sebelumnya oleh pendidik.[17]
Adapun kelemahan strategi pembelajaran yang berpusat pada peserta didik antara lain:

a.      Membutuhkan waktu yang relatif lebih lama dari waktu pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya.
b.      Aktivitas pembelajaran cenderung akan didominasi oleh sebagian siswa yang sering berbicara, sedangkan siswa lainnya akan lebih banyak mengikuti jalan pikiran siswa tersebut.
c.      Pembicaraan dapat menyimpang dari arah pembelajaran yang telah ditetap-kan sebelumnya.[18]
Strategi pembelajaran yang berpusat pada peserta didik ini pada dasarnya dapat diterapkan dalam semua metode pembelajaran perorangan, metode pem-belajaran kelompok, dan metode pembelajaran komunitas atau massal. Namun penggunaan strategi pembelajaran ini akan lebih efektif dalam metode pem-belajaran kelompok.[19]
b).   Strategi pembelajaran yang berpusat pada pendidik
Strategi pembelajaran yang berpusat pada pendidik adalah kegiatan pembelajaran yang menekankan terhadap pentingnya aktivitas pendidik dalam mengajar atau membelajarkan peserta didik. Perencanaan, pelaksanaan dan penilaian proses serta hasil pembelajaran dilakukan dan dikendalikan oleh pendidik.[20]
Strategi ini sangat sesuai untuk pembelajaran tahsinul qiraah, karena dalam pembelajaran tahsinul qiraah dibutuhkan strategi yang dapat mengaktif-kan guru dan siswa dalam pembelajaran supaya tidak terdapat kekeliruan dalam memahami, meyakini serta mengamalkan ajaran Al-Qur’an dan Hadits.
Maka dalam hal ini dituntut adanya hubungan yang erat antara guru dengan murid, karena suksesnya suatu pendidikan sangat tergantung kepada seberapa besar hubungan kasih sayang yang dijalin oleh seorang guru dengan murid. Hubungan itu dianggap cukup bila mampu mendorong murid memberikan kepercayaan penuh kepada sang guru hingga tidak takut kepadanya.[21]
Strategi pembelajaran ini juga memiliki keunggulan dan kelemahan. Keunggulannya adalah:

a.           Bahan belajar dapat disampaikan secara tuntas oleh pendidik sesuai dengan program pembelajaran yang telah disiapkan sebelumnya.
b.          Dapat diikuti oleh siswa dalam jumlah besar.
c.           Waktu yang digunakan akan tepat sesuai dengan jadwal waktu pembelajaran yang telah ditetapkan.
d.          Target materi pembelajaran yang telah direncanakan relatif mudah tercapai.[22]
Adapun kelemahan strategi pembelajaran yang berpusat pada pendidik antara lain:

a.      Mudah menimbulkan rasa bosan pada siswa sehingga hal ini dapat mengurangi motivasi, perhatian dan konsentrasi peserta didik terhadap kegiatan pembelajaran.
b.     Keberhasilan pembelajaran, dalam hal perubahan sikap dan perilaku siswa relatif sulit untuk diukur karena yang diinformasikan kepada siswa pada umumnya lebih banyak menyentuh ranah kognitif.
c.      Kualitas pencapaian tujuan belajar yang telah ditetapkan adalah relatif rendah karena pendidik sering hanya mengejar target waktu untuk menghabiskan materi pembelajaran.[23]

Strategi pembelajaran yang berpusat pada pendidik ini pada dasarnya dapat diterapkan dalam metode pembelajaran dengan teknik ceramah atau kuliah, tanya jawab dan lain sebagainya. Dalam pembelajaran tahsinul qiraah kedua strategi ini hendaknya diguna-kan secara kombinasi sesuai dengan materi yang akan dibahas, sehingga tujuan pembelajaran tahsinul qiraah tercapai.
 Pembelajaran Tahsinul Qiraah adalah proses belajar-mengajar cara membaca al-Qur’an sesuai dengan petunjuk Nabi Muhammad SAW, Sahabat dan para Salafus Shalih.
2.     Metodelogi Pembelajaran Tahsinul Qiraah

Di dalam proses belajar mengajar, guru harus memiliki metode yang ditentukan agar siswa dapat belajar secara efektif dan efisien serta sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Salah satu langkahnya ialah harus menguasai teknik-teknik penyajian, atau biasanya sering disebut dengan metode mengajar.
Secara umum definisi metode adalah:
Bahwa metode adalah semua aktivitas mengajar dan belajar itu harus berdasarkan akhlak Islam yang mulia, metode yang digunakan harus dapat membangkitkan semangat ajaran akhlak Islam, metode-metode apapun dapat dipakai seperti metode diskusi, dialog, hafalan, ijtihad dan lain sebagainya dapat dipakai, yang penting siswa itu menyadari bahwa mereka berdialog dengan guru, berdiskusi secara bebas dengan gurunya tetapi mereka juga harus ingat bahwa guru mereka harus dihormati dan dihargai.[24]

Demikian juga halnya dengan pengajaran Tahsinul Qiraah, dimana penggunaan metode mengajar harus berpedoman kepada tujuan yang akan dicapai tanpa melupakan faktor siswa. Guru harus menggunakan metode yang sesuai dengan situasi dan kondisi kelas saat berlangsungnya pelajaran tersebut. Di samping itu, guru Tahsinul Qiraah sebaiknya menanamkan keyakinan, betapa pentingnya pelajaran tersebut, karena menyangkut dengan cara membaca al-Qur’an yang baik sesuai dengan dengan petunjuk Nabi dan Sahabatnya. Memberikan pengetahuan Tahsinul Qiraah kepada anak didik dan mampu mengarahkan kepada pemantapan membaca dan memahami kitab Allah secara menyeluruh, juga merupakan intisari ajaran Islam yaitu apa yang termaktub dalam Al-Qur’an[25].
Dalam penggunaan satu atau beberapa metode maka harus diperhatikan syarat-syarat berikut: Metode mengajar yang dipergunakan harus dapat membangkitkan motif, minat, gairah belajar siswa, metode mengajar yang dipergunakan harus dapat menjamin perkembangan kegiatan  kepribadian siswa, metode mengajar yang dipergunakan harus dapat merangsang keinginan siswa untuk belajar lebih lanjut, metode mengajar yang dipergunakan harus mendidik murid dalam teknik belajar sendiri dan cara memperoleh pengetahuan melalui usaha sendiri, metode mengajar yang dipergunakan harus dapat meniadakan penyajian yang bersifat verbalitas dan menggantinya dengan pengalaman atau situasi yang nyata dan bertujuan dan metode yang dipergunakan harus dapat menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai dan sikap-sikap utama yang diharapkan dalam kebiasaan cara bekerja yang baik dalam kehidupan sehari-hari.[26]
1)    Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran adalah suatu teknik penyampaian bahan pelajaran kepada siswa, dengan tujuan agar siswa dapat menangkap pelajaran dengan mudah, efektif dan dapat dicerna oleh siswa dengan baik, oleh karena itu terdapat beberapa cara yang ditempuh dalam pemilihan metode pengajaran yaitu: metode sebagai alat motivasi extrinsik (rangsangan dari luar); sebagai strategi pembelajaran dan metode sebagai alat untuk mencapai tujuan.[27]
Metode juga merupakan salah satu komponen pembelajaran dan menempati peranan yang tidak kalah penting dari komponen lainnya di dalam proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran tidak semua siswa berkonsentrasi dalam waktu yang relatif lama. Faktor intelegensi sangat mempengarihu daya serap siswa terhadap bahan pelajaran yang diberikan guru. Oleh karena itu untuk meningkatkan daya serap siswa terhadap bahan pelajaran yang diberikan oleh guru, diperlukan strategi pengajaran yang tepat dan jawaban untuk memecahkan permasalahan itu adalah metode pembelajaran.
Pada hakikatnya metode mengajar itu adalah membangkitkan rasa ingin tahu dan dapat memuaskan rasa keingintahuan siswa, begitu juga dalam hal menggunakan metode pembelajaran itu dalam mengajar materi PAI. Seorang guru yang mengajar mata pelajaran itu harus mampu membangkitkan rasa ingin tahu siswa terhadap pelajaran PAI yang dipaparkannya sehingga dapat diharapkan hasil yang baik.
Adapun metode pembelajaran yang biasa digunakan dalam pembelajaran tahsinul qiraah diantaranya:
a.     Metode Ceramah
Metode ceramah adalah suatu metode dalam pendidikan dimana cara penyampaian materi kepada anak didik dengan jalan penerapan penuturan secara lisan untuk menjelaskan uraiannya, guru dapat menggunakan alat-alat Bantu mengajar yang lain, misalnya gambar-gambar, peta, denah atau alat peraga lainnya.[28]
1. Kelebihannya:
a)     Dalam waktu relatif singkat dapat disampaikan bahan sebanyak-banyaknya.
b)     Guru dapat menguasai seluruh kelas dengan mudah walaupun jumlah murid cukup banyak.
c)     Dapat menghemat waktu.
d)     Semua siswa mempunyai kesempatan yang sama dalam mendengar
e)     Keterangan atau konsep yang disampaikan guru dapat berurutan
2.  Kekurangannya:
a)     Siswa menjadi fasif karena mereka tidak mempunyai kesempatan untuk menemukan sendiri
b)     Guru sukar untuk mengetahui pemahaman anak terhadap bahan-bahan yang diberikan
c)     Materi yang diceramahkan mudah dilupakan siswa
d)     Menimbulkan rasa bosan pada siswa
e)     Pada umumnya siswa memahami masalah secara verbal.[29]
Dalam Pengajaran Pendidikan Agama Islam, maka metode ini merupakan salah satu metode yang sering digunakan oleh guru-guru Pendidikan Agama Islam untuk menjelaskan riwayat hidup Rasulullah dan para sahabat serta peristiwa penting lainnya dalam pelajaran PAI. Pengajaran Pendidikan Agama Islam juga menggunakan alat-alat Bantu yang lain, misalnya, atlas dan barang-barang yang bersejarah.
Kegunaan alat tersebut adalah dapat memperlihatkan atau menunjukkan kepada siswa dimana tempat peristiwa sejauh yang diajarkan dan begitu pula dengan memperlihatkan gambar-gambar yang ditinggalkan sehingga mereka dapat memahami hasil Budaya Islam dimasa lampau.
b.     Metode Tanya Jawab
Metode Tanya jawab adalah suatu cara penyajian pelajaran bentuk pertanyaan yang perlu dijawab oleh siswa, penggunaan metode Tanya jawab bermaksud memotivasi siswa untuk bertanya. Metode ini pun ada kelebihan dan kekurangannya.

a.  Kelebihan
1)    Kelebihannya situasi kelas akan lebih hidup karena anak didik aktif menyampaikan pemikirannya.
2)    Melatih agar siswa berani mengemukakan murid pendapat secara teratur
3)    Guru dapat mengontrol pemahaman murid pada masalah yang dibicarakan
b.  Kekurangannya:
1)     Apabila terjadi perbedaan pendapat akan banyak memakan waktu untuk menyelesaikannya.
2)     Kemungkinan terjadi penyimpangan perhatian anak didik terutama apabila terdapat jawaban yang kebetulan menarik perhatiannya, tetapi bukan sasaran yang dituju.
3)     Kurang dapat secara cepat merangkum bahan-bahan yang dipelajari.
Metode Tanya jawab cocok digunakan untuk mengajar bidang studi PAI dimana ada siswa yang tidak fokus terhadap pelajaran, karena Pendidikan Agama Islam ini biasanya diberikan pada akhir jam pelajaran dengan sendirinya siswa jenuh dengan pelajaran Alquran dan siswa sering mengantuk, dengan metode ini dapat merangsang kepada apa yang sedang dibicarakan proses belajar mengajar berjalan guru yang bertanya (mengajukan pertanyaan dan siswa yang menjawab) sehingga dapat terangsang perhatiannya pada masalah yang sedang dibicarakan.[30]

c.      Metode Pemberian Tugas
Pemberian tugas adalah suatu pekerjaan yang harus siswa selesaikan tanpa terikat dengan tempat pemberian tugas belajar, biasanya dikaitkan dengan resitasi adalah suatu persoalan yang berhubungan dengan masalah pelaporan siswa sesudah setelah mereka selesai mengerjakan suatu tugas.[31] Ada kelebihan dan kekurangannya metode ini.
a. Kelebihannya:
1)     Baik sekali untuk mengisi waktu luang
2)     Memupuk rasa tanggung jawab pada apa yang telah dikerjakan
3)     Melatih anak didik kepada norma-norma disiplin
 b. Kekurangannya:
1)     Guru tidak dapat mengawasi pelaksanaan tugas ini sehingga kemungkinan siswa mengantuk
2)     Siswa yang tidak mampu mengerjakan tugasnya akan berusaha menghindari pelajaran tersebut dengan berbagai alasan
3)     Jika semua pelajaran diberikan tugas, menyebabkan kesukaran bagi anak didik dalam membagi waktu untuk semua tugasnya
d.     Metode Diskusi
Diskusi adalah memberikan alternative jawaban untuk membantu menyelesaikan masalah dan metode ini merupakan bagian yang terpenting dalam menjelaskan sesuatu masalah. Serta membantu siswa untuk berpikir dan mengeluarkan pendapat sendiri. Metode ini juga memiliki kelebihan dan kekurangannya.
a.      Kelebihannya:
1)     Kemungkinan anak didik yang tidak ikut aktif, sehingga bagi anak ini, diskusi merupakan kesempatan untuk melepaskan diri dari tanggung jawab
2)     Siswa yang peduli akan mendominasi dalam diskusi
3)     Memerlukan waktu yang banyak.[32]
Berdiskusi adalah kegiatan manusia yang alamiah, sesuatu kegiatan yang menarik kreatif dan mengasikkan. Dalam suatu diskusi para peserta berfikir bersama dan mengungkapkan fikirannya, sehingga menimbulkan pengertian pada dirinya sendiri, pada kawan-kawan diskusi dan juga pada masalah yang didiskusikan.[33] Dan dapat menimbulkan pemahaman yang lebih kongkrit oleh karena itu metode ini merupakan salah satu metode yang ampuh dan menarik.
Dengan metode ini para peserta tidak hanya dilatih untuk membahas masalah, memecahkan persoalan melalui tukar pikiran dilatih juga teknik wawancara sistematis dan efektif dan analisa dari pembimbing akan membantu proses belajar para siswa.


Dari uraian diatas jelas bahwa metode pembelajaran tahsinul qiraah bermacam-macam, ini berarti bahwa tidak ada satu metode pun yang sempurna. Dengan demikian metode mengajar tersebut akan saling menutupi kelemahan masing-masing sehingga hasil pengajaran yang diperoleh akan mencapai sasaran.
Oleh karena itu seorang guru harus menggunakan metode yang bermacam-macam dan tidak akan berhasil dengan baik pembelajaran tahsinul qiraah jika guru hanya mengguanakan satu metode saja. Dengan demikian sangatlah ditentukan kemampuan guru tahsinul qiraah agar memiliki dan memahami berbagai metode mengajar. Seseorang guru hendaknya lebih selektif dalam memilih metode sesuai dengan materi yang diajarkan, tujuan yang ingin dicapai serta situasi dan kondisi kelas dimana pembelajaran sedang berlangsung.
Adapun cara-cara yang mudah dalam pengajaran Tahsinul Qiraah sebagai berikut: Mengembangkan cara membaca Al-Qur’an dengan baik yang kemudian me-nimbulkan ilmu tajwid Al-Qur’an, Meneliti cara membaca Al-Qur’an (qira’at) yang telah berkembang mana yang sah dan sesuai serta mana yang tidak sesuai, Memberikan tanda-tanda baca dalam tulisan-tulisan mushaf sehingga mudah dibaca dengan benar bagi mereka yang baru membaca Al-Qur’an, Memberikan tentang maksud dan pengertian yang terkandung dalam ayat-ayat Al-Qur’an yang diajarkan. Pada umumnya diajarkan penjelasan ayat-ayat Al-Qur’an yang diterima dan didengar dari Nabi Muhammad yaitu berupa hadits-hadits yang menjelaskan ayat-ayat yang bersangkutan.[34]
Secara garis besar metode tahsin dibagi menjadi 3 tahapan diantaranya adalah :[35]
a.      Dasar-dasar tahsin
1)   Tidak konsisten terhadap mad asli, apabila menemui tanda mad, di dalam pembacaannya tidak boleh tergesa-gesa dan tidak boleh kepanjangan, untuk itu solusinya dengan sedikit mengayunkan suara.
2)   Tidak konsisten terhadap ghunnah, setiap kali bertemu dengan mim tasydid, nun tasydid, nun mati, tanwin, mim mati bertemu dengan Ba tahan suara kita tidak boleh tergesa-gesa.
3)   Ketidaksempurnaan vocal ketika membaca Al-Qur’an, Ketika membaca huruf berharakat fathah buka rongga mulut dengan bukaan mulut yang sempurna, ketika membaca huruf berharakat dhammah moncongkan kedua bibir kita dengan sempurna, ketika membaca huruf kasrah naikkan tengah mulut kita kelangit-langit atau turunkan rahang ke bawah.
4)   Kesalahan mengucapkan huruf sukun (tanda mati), Ketika menemui huruf sukun kerap kali kita mendengar pantulan dari huruf tersebut. Untuk itu harus dihindari pantulan suara ketika mengucapkan huruf sukun.
b.     Pengucapan huruf hijaiyah
Penting sekali mengetahui bagaimana membaca huruf-huruf hijaaiyah sesuai dengan makharijul huruf yaitu mengetahui tempat keluar huruf-huruf hijaaiyah Adapun tempat keluar huruf itu ada empat: Tenggorokan, Lidah, Dua bibir, Pangkal hidung.
c.      Penyempurnaan membaca tanda panjang dan ilmu tajwid
a).   Hukum Mad
Arti mad menurut bahasa tambahan, menurut istilah memanjangkan lama suara ketika mengucapkan huruf mad. Huruf mad ada 3 :
1)     Waw sukun yang sebelumnnya huruf berharakat dhammah
2)     Ya sukun yang sebelumnya huruf berharakat kasrah
3)     Alif yang sebelumnya berharakat fathah
Adapun pembagian mad, sebagai berikut :

1)     Mad asli : panjangnnya hanya 2 harokat
2)     Mad Far’i :panjangnya 2 sampai 6 harakat. Pemanjangan mad ini ada yang karena bertemu dengan hamzah, ada yang karena waqaf (berhenti) ada yang karena bertemu dengan huruf sukun dan ada yang karena aslinya harus dibaca panjang
Pembagian mad far’i:
a.      Mad wajib muttashil yaitu apabila terdapat mad bertemu dengan hamzah dalam satu kalimat, panjangnya 5 harakat ketika wasal dan 6 harakat ketika waqaf
contoh : اَلْحَمْدُلله رَبِ ْالعَا لَمِيْنَ – إِنْ كُنْتُمْ مُوْء مِنِيْنَ
b.     Mad Jaiz Munfashil yaitu apabila terdapat mad bertemu dengan hamzah dalam kalimat terpisah. Panjangnya 2 5 harakat. Pembacaannya harus seragam, kalau memulai dengan 2 harakat maka harus seterusnya 2 harokat.
Contoh: أُمِرُوْا إِلاَّ ِليَعْبُدُوا الله – فِي أَحْسَنِ تَقْوِيْمِ
c.       Mad Shilatawiylah yaitu apabila terdapat ha dhomir bertemu dengan hamzah dalam kalimat terpisah. Panjangnnya seperti Mad Jaiz Munfashil . yaitu apabila terdapat ha dhamir bertemu dengan selain hamzah. Panjangnnya 2 harokat. Ha dhamir tidak dibaca 2 harakat apabila salah satu huruf sesudah atau sebelumnnya mati, selain ha dhamir tidak dibaca panjang, pengecualian keterangan di atas terdapat di surat Al-Furqan 69 dan Az Zumar. Ha dibaca panjang 2 harakat walaupun sebelumnya huruf mati, Ha dibaca pendek walaupun sebelum dan sesudah ha huruf hidup.
Contoh : أُمِرُ اِلاَّلِيَعْبُدُوْاالله – فِي أَحْسَنِ تَقْوِيْمٍ
d.     Mad Badal Yaitu apabila terdapat hamzah bertemu dengan mad panjangnya 2 harakat. Yang dibaca karena sukun adalah: Mad Aridh Lisukun Yaitu apabila mad thabi’i jatuh sebelum huruf yang diwaqafkan. Panjangnya 2-6 harakat, Mad Lin yaitu apabila berhenti pada suatu huruf sebelumnya waw sukun atau ya sukun yang didahului oleh huruf berharakat fathah. Panjangnnya 2-6 harakat.
Contoh : أُوْتِيَ- أَدَمَ – إِيْمَانَ – إِيْتُوْنِيْ
e.       Mad Iwad yaitu berhenti pada huruf yang betanwin fathah panjangnnya 2 harakat
Contoh : عَلِيْما حَكِيْمًا – غَفُوْرًا رَحِيْمًا – لَيْسُوْا سَوَاءً – جُزْءًا
f.      Mad Tamkin yaitu apabila terdapat ya bertasydid bertemu dengan ya sukun. panjangnnya 2 harakat.
Contoh : وَإِذََاحُيِّيِتُمْ – فِي اْلأَمِيِّيْن
g.     Mad Lazim Mutsaqalkilmi yaitu apabila terdapat huruf yang bertasdid jatuh sesudah huruf mad. Panjangnnya 6 harokat .
Contoh : وَامْرَأَتُهُ حَمَّالَةَالْحَطَبْ – لآتَأْخُذُهُ سِنَةُوَلآنَوْمٌ
h.     Mad Lazim Mukhaffaf Kilmi yaitu apabila terdapat huruf sukun jatuh sesudah Mad Badal. Panjangnnya 6 harakat, mad ini hanya terdapat disurat Yunus : 51 dan 91
Contoh : ءالآأن
i.       Mad Farq yaitu apabila terdapat huruf yang bertasdid jatuh setelah mad badal. Panjangnnya 6 harakat. Mad in hanya terdapat di dalam surat Al- an am : 143-144, surat Yunus : 59 dan surat An Naml : 59
j.       Mad Lazim Harfi Mutsaqal, yaitu huruf-huruf di awal surat yang pembacaannya diidghomkan. panjangnya 6 harakat.
contoh : طه – يس – حم – ا لر

k.     Mad Lazim Harfi Mukhaffaf, sama seperti di atas, namun tanpa diidghamkan
Contoh : ق : قَافْ - ن : نُوْنْ – ص : صَادْ – عسق : عَيْنْ سِيْنْ قَافْ
  1. Strategi Pembelajaran Tahsinul Qiraah

Dalam kegiatan pembelajaran, terdapat beberapa istilah tentang cara mengajar seperti model, strategi, pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Rahmah Johar berpendapat model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktifitas belajar mengajar.[36] Strategi pembelajaran Tahsinul Qiraah adalah kegiatan yang dipilih pengajar dalam proses pembelajaran, sehingga memperlancar tercapainya tujuan pembelajaran. Dalam proses pembelajaran Tahsinul Qiraah berlangsung dengan baik perlu diatur strateginya.
Penggunaan strategi sangat mempengaruhi proses pembelajaran Tahsinul Qiraah, oleh karena itu seorang guru hendaklah menggunakan strategi yang baik dan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan mendukung tercapainya tujuan sebagaimana yang diharapkan, akan tetapi penggunaan strategi yang tidak sesuai dengan bahan pelajaran dapat menyebabkan kesulitan bagi siswa dalam mencerna pelajaran yang telah disampaikan oleh guru sehingga tujuan yang ingin dicapai tidak sempurna sebagaimana yang diinginkan. Model mencakup strategi, pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.  Strategi itu sendiri merupakan siasat dalam pembelajaran yang bertujuan mengoptimalkan proses belajar dan pembelajaran. Ramly Maha mendefinisikan strategi sebagai “kemampuan mengatur langkah-langkah dan menata semua potensi yang ada agar suatu rancangan pembelajaran yang disusun akan bermanfaat seoptimal mungkin, sehingga suatu kegiatan pem-belajaran tercapai sasarannya.”[37]
Menurut Nana Sudjana, strategi mengajar adalah “taktik yang digunakan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran agar dapat mempengaruhi para siswa mencapai tujuan secara efektif dan efisien.[38] Mencermati beberapa pengertian strategi di atas, penulis lebih condong bahwa strategi pembelajaran adalah taktik yang digunakan guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar yang dapat mempengaruhi para siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien. Dalam strategi terdapat beberapa pendekatan.
Pendekatan adalah cara pandang yang digunakan guru dalam memecahkan suatu masalah. Satu masalah yang dipelajari oleh dua orang dengan pendekatan yang berbeda akan menghasilkan kesimpulan yang juga berbeda. Misalnya strategi untuk mengaktifkan anak didik belajar dapat dilaksanakan dengan menerapkan pendekatan yang berpusat pada siswa, seperti pendekatan kontekstual, pendekatan tematik, ataupun pendekatan problem posing (pengajuan masalah).[39]
Adapun metode adalah cara mengajar yang sifatnya umum dan dapat diguna-kan untuk berbagai mata pelajaran dengan memperhatikan sasaran tujuannya. Dengan kata lain, metode adalah cara atau jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan pendidikan. Contohnya metode ceramah dapat digunakan untuk memperkenalkan teori baru yang bersifat knowledge, dan metode tanya jawab untuk pengembangan sikap dan nilai. Sedangkan teknik merupakan cara mengajar yang bersifat khusus sesuai dengan karakter materi pelajaran, peserta didik atau keterampilan guru. Jadi teknik penyajian adalah “suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang diperlukan oleh guru”.[40]
Dalam pembelajaran Tahsinul Qiraah guru tidak hanya mengambil semua kesempatan untuk menjelaskan, tetapi memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya atau mengemukakan pendapatnya. Jika kesempatan itu tidak diberikan maka guru tidak mengetahui apakah siswanya sudah memahami materi pembelajaran itu, dan akibatnya tujuan pembelajaran Tahsinul Qiraahtidak tercapai.
Berdasarkan kegiatan yang ditimbulkannya, strategi pembelajaran dapat di-bagi dua macam, yaitu strategi pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, dan strategi pembelajaran yang berpusat pada pendidik.[41] Kedua macam strategi tersebut dapat diuraikan di bawah ini :
a).   Strategi pembelajaran yang berpusat pada peserta didik

Strategi pembelajaran yang berpusat pada peserta didik adalah kegiatan pembelajaran yang memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada peserta didik untuk terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan dan penilaian pembelajaran. Strategi ini menekankan bahwa peserta didik adalah pemegang peran dalam proses keseluruhan kegiatan pembelajaran, sedangkan pendidik berfungsi untuk mem-fasilitasi peserta didik dalam melakukan kegiatan pembelajaran.[42]
Strategi pembelajaran ini juga memiliki keunggulan dan kelemahan, keunggulannya adalah: Pertama, siswa akan dapat merasakan bahwa pembelajaran menjadi miliknya sendiri karena peserta didik diberi kesempatan yang luas untuk berpartisipasi Kedua, Siswa memiliki motivasi yang kuat untuk mengikuti kegiatan pembelajaran, Ketiga, tumbuhnya suasana demokratis dalam pembelajaran sehingga akan terjadi dialog dan diskusi untuk saling belajar membelajarkan di antara siswa dan Keempat, Dapat menambah wawasan pikiran dan pengetahuan bagi siswa karena sesuatu yang dialami dan disampaikan siswa mungkin belum diketahui sebelumnya oleh pendidik.[43]
Adapun kelemahan strategi pembelajaran yang berpusat pada peserta didik antara lain : membutuhkan waktu yang relatif lebih lama dari waktu pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya, aktivitas pembelajaran cenderung akan didominasi oleh sebagian siswa yang sering berbicara, sedangkan siswa lainnya akan lebih banyak mengikuti jalan pikiran siswa tersebut, dan pembicaraan dapat menyimpang dari arah pembelajaran yang telah ditetap-kan sebelumnya.[44]
Strategi pembelajaran yang berpusat pada peserta didik ini pada dasarnya dapat diterapkan dalam semua metode pembelajaran perorangan, metode pem-belajaran kelompok, dan metode pembelajaran komunitas atau massal. Namun penggunaan strategi pembelajaran ini akan lebih efektif dalam metode pembelajaran kelompok.[45]

b).   Strategi pembelajaran yang berpusat pada pendidik

Strategi pembelajaran yang berpusat pada pendidik adalah kegiatan pembelajaran yang menekankan terhadap pentingnya aktivitas pendidik dalam mengajar atau membelajarkan peserta didik. Perencanaan, pelaksanaan dan penilaian proses serta hasil pembelajaran dilakukan dan dikendalikan oleh pendidik.[46]
Strategi ini sangat sesuai untuk pembelajaran Tahsinul Qiraah, karena dalam pembelajaran Tahsinul Qiraah dibutuhkan strategi yang dapat mengaktifkan guru dan siswa dalam pembelajaran supaya tidak terdapat kekeliruan dalam memahami, meyakini serta mengamalkan ajaran al-Qur’an.  Dalam hal ini dituntut adanya hubungan yang erat antara guru dengan murid, karena suksesnya suatu pendidikan sangat tergantung kepada seberapa besar hubungan kasih sayang yang dijalin oleh seorang guru dengan murid. Hubungan itu dianggap cukup bila mampu mendorong murid memberikan kepercayaan penuh kepada sang guru hingga tidak takut kepadanya.[47]
Strategi pembelajaran ini juga memiliki keunggulan dan kelemahan. Ke-unggulannya adalah: Bahan belajar dapat disampaikan secara tuntas oleh pendidik sesuai dengan program pembelajaran yang telah disiapkan sebelumnya, dapat diikuti oleh siswa dalam jumlah besar, waktu yang digunakan akan tepat sesuai dengan jadwal waktu pembelajaran yang telah ditetapkan dan Target materi pembelajaran yang telah direncanakan relatif mudah tercapai.[48]
Adapun kelemahan strategi pembelajaran yang berpusat pada pendidik antara lain: Pertama, mudah menimbulkan rasa bosan pada siswa sehingga hal ini dapat mengurangi motivasi, perhatian dan konsentrasi peserta didik terhadap kegiatan pembelajaran. Kedua, keberhasilan pembelajaran, dalam hal perubahan sikap dan perilaku siswa relatif sulit untuk diukur karena yang diinformasikan kepada siswa pada umumnya lebih banyak menyentuh ranah kognitif. Ketiga, kualitas pencapaian tujuan belajar yang telah ditetapkan adalah relatif rendah karena pendidik sering hanya mengejar target waktu untuk menghabiskan materi pembelajaran.[49]
Strategi pembelajaran yang berpusat pada pendidik ini pada dasarnya dapat diterapkan dalam metode pembelajaran dengan teknik ceramah atau kuliah, tanya jawab dan lain sebagainya. Dalam pembelajaran Tahsinul Qiraah kedua strategi ini hendaknya digunakan secara kombinasi sesuai dengan materi yang akan dibahas, sehingga tujuan pembelajaran Tahsinul Qiraah  tercapai.

4.     Problematika Pembelajaran Tahsinul Qiraah

Pendidikan al-Qur’an yang terdapat di masyarakat belum bisa memenuhi kebutuhan. Terbukti masih banyak generasi muda Islam yang belum bisa membaca al-Qur’an, apalagi mengetahui artinya dan mau mengamalkan isinya. al-Qur’an memuat perintah yang harus dilakukan dan larangan yang harus dijauhi. Hasil belajar yang kurang bagus adalah akibat adanya problem yang selama iuni belum bisa dipecahkan.[50]
Kesulitan yang dirasakan sebagian orang dalam mempelajari tahsin al-Quran telah mengantarkan pada satu kesimpulan bahwa yang paling penting dalam membaca Al-Qur’an adalah berusaha memahaminya agar mampu diamalkan, bahkan sebagian ada yang berpendapat bahwa kesempurnaan membaca Al-Quran dengan menerapkan tajwid atau tahsinnya adalah pelengkap saja atau sekedar hiasan (aksesoris), maka mencapai kesempurnaan membacanya bukanlah suatu prioritas yang diutamakan, kembali pada pendapat di atas, tujuan utama membaca Al-Quran adalah memahaminya untuk diamalkan, sebab kalau tidak demikian, maka fungsi ‘huda’ tidak tercapai, begitulah kira-kira pendapat sebagian orang tersebut. Terlebih lagi sebagian orang tua ada yang berkata, lisan kami sudah sangat sulit untuk mencapai pengucapan huruf yang sempurna, maka interaksi kami dengan Al-Quran cukuplah hanya berusaha memahaminya agar bisa diamalkan.
5.     Langkah-Langkah Metode Tahsinul Qiraat
Metode membaca al-Qur’an ini baru berakhir disusun pada tahun  1963 M oleh H. Dahlan Salim Zarkasyi, yang terdiri dari 6 jilid. Buku ini merupakan hasil evaluasi dan pengembangan dari kaidah Bagdadiyah. Metode tahsinul qiraat ini, secara umum bertujuan agar siswa mampu membaca al -Qur’an dengan baik sekaligus benar menurut kaidah tajwid.[51]
 Secara umum, pembelajaran membaca al-Qur’an dengan metode  tahsinul qiraat adalah sebagai berikut;
1)   Dapat digunakan pengajaran secara klasikal dan individual
2)   Guru menjelaskan materi dengan memberikan contoh materi pokok bahasan, selanjutnya siswa membaca sendiri.
3)   Siswa membaca tanpa mengeja Sejak permulaan belajar, siswa ditekankan untuk membaca dengan cepat dan tepat.[52]

Kelebihan metode Qiroati ini adalah pembelajarannya lebih efisien dan terprogram karena untuk menjadi guru Qiraati saja seseorang harus mendapatkan syahadah dari pihak Qiraati pusat yang menyatakan bahwa seseorang tersebut benar-benar ahli qur’an dan boleh mengajar Qiraati.
Adapun ciri khas yang dimiliki Metode tahsinul qiraat adalah
a.      Tidak dijual secara bebas (tidak ada di toko-toko)
b.     Guru yang mengajarkan Qiroati telah ditashih untuk mendapatkan syahadah (sertifikat/ijin mengajar)
c.      Kelas TKQ/TPQ dalam disiplin yang sama [53]




               [1] Sardiman AM, Interaksi Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: CV. Rajawali, 1992), h. 20.
               [2] M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), h. 84-85.
               [3] Asep Jihad, Abdul Haris, Evaluasi Pembelajaran, (Yogyakarta: Multipresindo, 2008), h. 14.
               [4] Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, Cet. III, (Bandung: Sinar Baru, 1995), h. 45-46.
               [5] Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Islam, (Jakarta: Raja Gravindo Persada, 2006), h. 98.
               [6]Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995), h. 56-57.
               [7] Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, Cet. 1, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), h. 132.
               [8] Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi, Cet. 5, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h. 55.
               [9] Muhibbin Syah, Psikologi..., h. 137-138.
               [10] Nanang Hanafiah, Konsep Strategi Pembelajaran, (Bandung: PT Refika Aditama, 2010), h. 21-22.
[11] Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi, Pengelolaan Pengajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), h. 19.
[12] Habib Thoha, dkk., Metodologi Pengajaran Agama, Cet. II, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), h. 45.
[13] Ibid, h. 46.
[14] Imansjah Alipandie, Didiktik Metodik Pembelajaran Umum, (Surabaya: Usaha Nasional, 1984), h. 44.
[15] Sudjana, Metode dan Teknik Pembelajaran Partisipatif, (Bandung: Falah Production, 2001), h. 37.
[16] Rahmah Johar dkk., Strategi Belajar..., h. 12.
[17] Sudjana, Metode dan Teknik..., h. 37.
[18] Ibid., h. 38.
[19] Ibid.
[20] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Cet. VI, (Bandung: Remaja Rosda-Karya, 2005), h. 76.
[21] M. Bahri Ghazali, Konsep Ilmu Menurut al-Ghazali, (Yogyakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1991), h. 93.
[22] Sudjana, Metode dan Teknik..., h. 38.
[23] Ibid., h. 39.
[24] Tim Penulis IKIP Surabaya, Pengantar..., h. 53.
[25] Zuhairi, dkk., Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), h. 76.
    [26] Ibid., h. 53.
[27] Djamarah, Strategi Belajar…, h. 27.
[28]Zuhairini dkk., Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Surabaya: Usaha Nasional, 1983), h. 83.
[29]Tayar Yusuf dan Syaiful Bahri Djamarah, Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), h. 45.
[30]Imamsyah Ali Pandie, Didakdik Metodik Pendidikan Umum, (Surabaya: Usaha Nasional, t.t.), h. 79.
[31]Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999), h. 62.
[32]Team Didakdik Metodik Kurikulum FKIP Surabaya, Pengantar Didakdik Metodik Kurikulum Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1989), h. 48.
[33]Lumadi, Pendidikan Orang Dewasa, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1981), h. 37.
[34] Ibid., h. 81.
[35] Budiyanto,  Prinsip-prinsip Metodologi Buku Iqra’, (Yogyakarta: Team Tadarus “AMM”. 1995), h. 37-39.
[36] Rahmah Johar dkk., Strategi Belajar Mengajar, (Banda Aceh: FKIP Universitas Syiah Kuala, 2006), h. 8.
[37] Ramly Maha, Strategi Pembelajaran (Banda Aceh: KKD Rahmad, 1994), h. 1.
[38] Nana Sudjana, Penelitian dan Penilaian Pendidikan, (Bandung: Sinar Baru, 1990), h. 33.
[39] Rahmah Johar dkk., Strategi Belajar..., h. 9-10.
[40] Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan; Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan, (Jakarta: al-Husna Zikra, 1995), h. 39.
[41] Sudjana, Metode dan Teknik Pembelajaran Partisipatif, (Bandung: Falah Production, 2001), h. 37.
[42] Rahmah Johar dkk., Strategi Belajar..., h. 12.
[43] Sudjana, Metode dan Teknik..., h. 37.
[44] Ibid., h. 38.
[45] Ibid. h. 38
[46] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Cet. VI, (Bandung: Remaja Rosda-karya, 2005), h. 76.
[47] M. Bahri Ghazali, Konsep Ilmu Menurut al-Ghazali, (Yogyakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1991), h. 93.
[48] Sudjana, Metode dan Teknik..., h. 38.
[49] Ibid., h. 39.
[50] Imansjah Alipandie, Didiktik Metodik Pembelajaran Umum, (Surabaya: Usaha Nasional, 1984), h. 56.
               [51] Imam Murjito, Pedoman Metode Praktis Pengajaran Ilmu Al-Qur’an Qiraati,    (Semarang: Raudhatul Mujawwidin, t.th.), h. 9.
               [52] Imam Murjito, Pengantar Metode Qiraati, (Semarang: Raudhatul Mujawwidin, t.th), h.13.
               [53] http://www.qiraati.org.  Diakses tanggal 20 Mei 2008.