BAB II
KAJIAN TEORITIS
TENTANG INTERAKSI GURU DAN MURID
A. Pengertian
Interaksi Guru-Murid
Interaksi terdiri dari kata “inter (antar), dan aksi
(kegiatan)”.[1]
Jadi interaksi adalah “kegiatan timbal balik. Dari segi terminologi “interaksi”
mempunyai arti hal saling melakukan aksi; berhubungan; mempengaruhi; antar
hubungan”.[2] “Interaksi
akan selalu berkait dengan istilah komunikasi atau hubungan. Sedang
“komunikasi” berpangkal pada perkataan “communicare” yang
berpartisipasi, memberitahukan, menjadi milik bersama”.[3]
Sardiman AM. mengatakan bahwa:
Dalam proses komunikasi, dikenal adanya unsur komunikan
dan komunikator. Hubungan komunikan dan komunikator biasanya menginteraksikan
sesuatu, yang dikenal dengan istilah pesan (message). Untuk menyampaikan pesan
diperlukan saluran atau media. Jadi, di dalam komunikasi terdapat empat unsur
yaitu: komunikan, komunikator, pesan, dan saluran atau media.[4]
Jika dikaitkan dengan proses belajar mengajar, maka
interaksi adalah suatu hal saling melakukan aksi dalam proses belajar mengajar
yang di dalamnya terdapat suatu hubungan antara murid dan guru untuk mencapai
suatu tujuan. Tujuan tersebut adalah suatu hal yang telah disadari dan
disepakati sebagai milik bersama dan berusaha semaksimal mungkin untuk mencapai
tujuan tersebut.
Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak bisa
dipisahkan dalam kegiatan pengajaran. Belajar mengacu kepada apa yang dilakukan
oleh individu (murid), sedangkan mengajar mengacu kepada apa yang dilakukan
oleh guru sebagai pemimpin belajar. Kedua kegiatan tersebut menjadi terpadu
dalam satu kegiatan manakala terjadi hubungan timbal balik (interaksi) antara
guru dengan murid pada saat pengajaran berlangsung.[5]
Dalam pendidikan, interaksi bersifat edukatif dengan
maksud bahwa interaksi itu berlangsung dalam rangka untuk mencapai tujuan
pribadi anak mengembangkan potensi pendidikan. Jadi, interaksi dalam hal ini
bertujuan membantu pribadi anak mengembangkan potensi sepenuhnya, sesuai dengan
cita-citanya serta hidupnya dapat bermanfaat bagi dirinya sendiri, masyarakat
dan negara. “Dalam interaksi itu harus ada perubahan tingkah laku dari murid
sebagai hasil belajar. Di mana murid yang menentukan berhasil tidaknya kegiatan
belajar mengajar dan guru hanya berperan sebagai pembimbing”.[6]
Jadi, interaksi belajar mengajar adalah kegiatan timbal
balik antara guru dengan anak didik, atau dengan kata lain bahwa interaksi
belajar mengajar adalah suatu kegiatan sosial, karena antara anak didik dengan
temannya, antara si anak didik dengan gurunya ada suatu komunikasi sosial atau
pergaulan.[7]
Sedangkan menurut Sabri Ahmad, bahwa interaksi belajar mengajar ialah hubungan
timbal balik antara guru (pengajar) dan anak (murid) yang harus menunjukkan
adanya hubungan yang bersifat edukatif (mendidik).[8] Di
mana interaksi itu harus diarahkan pada suatu tujuan tertentu yang bersifat
mendidik, yaitu adanya perubahan tingkah laku anak didik ke arah kedewasaan.
Dari keterangan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa
interaksi belajar mengajar yang dimaksud di sini adalah hubungan timbal balik
antara guru dan anak didik guna mencapai suatu tujuan tertentu.
Interaksi murid bersama guru merupakan unsur utama dalam
proses belajar mengajar disekolah. Karena melalui proses belajar mengajar, anak
didik tumbuh dan berkembang menjadi dewasa, dan keadaan ini tentu saja banyak
dipengaruhi oleh guru dalam mengajar dan terutama menjalin hubungan baik dengan
muridnya. Dalam proses
belajar mengajar perlu sekali adanya kondisi yang menyenangkan dan suasana
keakraban antara guru dan murid. Sebagaimana dikemukakan oleh Thorndhike dalam
teorinya “law of effect maintaine that a respon is strengthened if is
rollowed by wet satisfying consequence and weakened if is follow wet by
dissatisfying consequences”[9] Artinya
“hubungan respond dan stimulasi
akan bertambah erat bila disertai rasa senang dan puas dan sebaliknya kurang
erat dan bahkan lenyap kalau disertai perasaan tidak senang “Sehingga dengan
adanya rasa senang kepada guru. Maka,murid dan siswi lebih sungguh-sungguh
dalam belajar. Sebaliknya murid yang tidak senang dengan guru akan cenderung
menurun minat belajaranya, sebagaimana dikatakan oleh Elizabeth B . Hurlock “ when
children bring to scool an unffavoreble concept of teater based on what their
parents or older sibling say and based on mass media portrayals of teacher, or
when they have unfavorable personal experiences which teacher attitudes toward
tend to be unvavorable”.[10] Artinya : “jika anak membawa konsep yang tidak positif
terhadap guru ke sekolah yaitu konsep yang didasarkan atas kata orang tua,
saudara, gambaran media massa, atau bila pengalaman pribadi yang tidak
menyenangkan dengan guru, sikap mereka terhadap semua guru cenderung tidak
positif
Dengan demikian menjalin keakraban dengan murid dalam
proses belajar mengajar, perlu dikembangkan, karena proses akrab guru dengan murid
atau sebaliknya akan memudahkan guru dalam membimbing dan mengarahkan murid
dalam meraih hasil dalam membentuk sikap dan pribadinya. Kemudian untuk lebih
jelasnya makna keakraban guru dengan murid, kiranya akan lebih jelas bila
penulis sajikan pengertian sebagai berikut: Kata kearaban dalam kamus bahasa indonesia, megandung arti
persahabatan yang erat antara guru dan murid dalam arti yang positif/keakraban
berarti dekat dan erat[11]
Murid atau yang sering kita sebut anak didik menurut
Achmadi mengandung arti sebagai berikut; “ anak didik adalah objek dan subjek
pendidik, dikatakan sebagai objek pendidik karena mereka dikenai pendidikan
dalam arti dibantu, dibimbing, diarahkanke tujuan pendidikan. Dikatakan sebagai
person (pribadi) yang berdiri sendiri, sedangkan fungsi pendidikan sekedar
memberikan stimulasi agar perkembanganya terarah sasuai dengan tujuan
pendidikan “[12] Sedangkan Guru menurut Achmadi adalah “seseorang yang
memberi atau melaksanakan tugas mendidik yaitu secara sadar bertanggung jawab
dalam membimbing anak untuk mencapai kedewasaan”[13]
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa keakraban murid
dengan guru yang penulis maksudkan dalam penelitian ini adalah hubungan baik murid
dengan guru baik disekolah maupun diluar sekolah. Hubungan ini terutama untuk
memudahakan guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar disekolah, dan
mencapai tujuan pendidikan dan pengajaran.
Salah satu faktor penting yang dapat memaksimalkan
kesempatan pembelajaran bagi anak adalah penciptaan lingkungan pembelajaran
yang kondusif. Lingkungan pembelajaran dalam hal ini, adalah segala sesuatu
yang berhubungan dengan tempat proses pembelajaran dilaksanakan. Sedangkan
kondusif berarti kondisi yang benar-benar sesuai dan mendukung keberlangsungan
proses pembelajaran. Proses pembelajaran merupakan interaksi antara anak dengan
lingkungannya, sehingga pada diri anak terjadi proses pengolahan informasi
menjadi pengetahuan, keterampilan dan sikap sebagai hasil dari proses belajar.
Lingkungan fisik dalam hal ini adalah lingkungan yang ada disekitar murid
belajar berupa sarana fisik baik yang ada dilingkup sekolah, dalam hal ini dalam ruang kelas belajar di
sekolah. Lingkungan fisik dapat berupa sarana dan prasarana kelas, pencahayaan,
pengudaraan, pewarnaan, alat/media belajar, pajangan serta penataannya.
Sedangkan lingkungan sosial merupakan pola interaksi yang
terjadi dalam proses pembelajaran. Interaksi yang dimaksud adalah interkasi
antar murid dengan murid, murid dengan guru, murid dengan sumber belajar, dan
lain sebagainya. Dalam hal ini, lingkungan sosial yang baik memungkinkan adanya
interkasi yang proporsional antara guru dan murid dan upaya menciptakan
lingkungan pembelajaran yang kondusif bagi anak, guru harus dapat memberikan
kemudahan belajar kepada murid, menyediakan berbagai sarana dan sumber belajar
yang memadai, menyampaikan materi pembelajaran, dan strategi pembelajaran yang
memungkinkan murid belajar. Oleh karena itu, peran guru selayaknya membiasakan
pengaturan peran dan tanggung jawab bagi setiap anak terhadap terciptanya
lingkungan fisik kelas yang diharapkan dan suasana lingkungan sosial kelas yang
menjadikan proses pembelajaran dapat berlangsung secara bermakna.
B.
Jenis-Jenis Interaksi Guru Dengan Murid
Pada bagian ini penulis akan mengemukakan beberapa hal
yang berkaitan dengan keakraban murid dengan guru, baik di sekolah maupun
diluar sekolah, hal-hal yang dimaksud adalah sebagaimana telah penulis tetapkan
sebagai indikator penelitian pada BAB I terdahulu sebagai berikut :
a. Hubungan Murid Dengan Guru
Mengenal murid adalah suatu langkah yang baik untuk
memperlancar jalanya proses belajar menuju kearah tercapainya tujuan, dan
mempermudah dalam menjalin hubungan baik dengan murid. Masalah hubungan murid
guru memang penting karena berhasil tidaknya pendidikan tergantung pada
komunikasi yang diupayakan gurunya . hal ini sesuai dengan pendapat yang
dilakukan oleh H. Koestoer Partonisastro sebagai berikut :
Pendidikan supaya berhasil tergantung pada komunikasi.
Kesulitan timbul bila guru menggunakan comonotic hanya untuk meneruskan
pandangan mereka kemurid. diluaskan bahwa komunikasi harus timbal balik antara
murid dengan murid. Dalam keadaan dimana hanya guru yang berkomunikasi. si
murid tidak dapat kesempatan untuk menanyakan hal-hal yang belum terang juga
guru-guru tak mengatahui kesulitan murid-muridnya.[14]
Dengan demikian jelaslah bahwa komunikasi dalam proses
belajar mengajar ditumbuh kembangkan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a)
Guru harus membangun pemahaman mereka tentang mengapa murid-murid berkelakuan
serupa itu dan belajar apa disukai dan dibenci murid-murid.
b)
Guru harus membangun pemahaman dari keperluan dan motif-motif mereka,
terutama untuk diamalkan pada murid. Banyak dari guru yang tak menyadari
bagaimana murid–murid dipengaruhi oleh aspek kehidupan guru itu sendiri.
karena, baik perasaan maupun jalan hidupnya.
c)
Guru harus berhubungan dengan aktivitas yang membantu mereka untuk
membangun pemahaman tentang pentinganya mengajar sebagai pekerjaan yang
berhubungan dengan publik [15]
Dan juga berbicaralah kepada anak-anak sesuai dengan
tingkat perkembangan akal, kemauan dan perasaan, serta sasuai dengan minat
mereka. Dan memang perhatian guru yang demikian ini sangat dianjurkan oleh nabi
Muhammad Saw, sebagai berikut: “berbicaralah kamu dengan manusia menurut tingkat
kemampuan berpikir mereka”.[16]
Dalam hal-hal diatas jelas bahwa seorang guru harus
selalu memperhatikan tingkah laku murid untuk dijadikan bekal dalam menghadapi
anak didikanya, sehingga guru pun dapat interopeksi terhadap diri sendiri
sebagai kontrol figure. Hal ini sejalan dengan pendapat sebagai berikut:“para guru sama-sama maklum bahwa murid-murid
yang tak acuh tertarik minatnya oleh pendahuluan sesuatu yang baru, atau
berbeda dari biasanya”.[17]
Interaksi yang terjadi antara guru dan murid adalah
interaksi bernilai pendidikan, berarti terdapat interaksi yang tidak dapat
digolongkan sebagai alat pendidikan. Untuk itu terdapat beberapa keakraban yang
bernilai pendidikan sebagaimana dikatakan oleh Achmadi sebagai berikut :
a)
Ada siterdidik yang memerlukan bantuan atau pertolongan orang lain.
b)
Ada orang yang bertanggung jawab memberikan bantuan atas pertolongan yaitu
orang dewasa.
c)
Ada arah tujuan yang jelas kemana siterdidik berkembang, yaitu terbentuknya
kepribadian yang utama.
d)
Adanya norma yang mengikat dan ingin ditanamkan yaitu nilai dan cita-cita
yang merupakan pandangan hidup orang tua atau masyarakat.
e)
Dalam pergaulan itu ada hubungan wibawa dari pendidik terhadap si terdidik[18].
Dalam proses belajar mengajar pergaulan ini sangat
penting karena adanya pergaulan akan memudahkan terwujudnya hubungan antara
guru dengan muridnya dan proses belajar mengajar pun akan dapat berlangsung
dengan baik, menurut Achmadi, dalam bukunya dasar pendidikan, mengatakan: Bahwa
“keakraban adalah ladang yang disimpan untuk tumbuh atau berkembangnya
pendidikan. Barang siapa akan mendidik dia harus bergaul dulu dengan yang akan
di didik itu”.[19]
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa proses belajar
mengajar akan dapat berlangsung dengan baik apabila adanya hubungan baik antara
guru dengan murid, dan hal ini bisa terjadi kalau guru telah dapat berinteraksi
dengan murid-muridnya disekolah maupun diluar sekolah.
b. Berdiskusi dengan murid dalam menyelesaikan
suatu masalah
Berdiskusi dengan murid adalah suatu bentuk keakraban
guru dengan sisiwa, yang perlu ditumbuh kembangakan dalam proses belajar
mengajar. guru hendaknya juga menggunakan metode diskusi ini, dan tentu harus
sesuai situasi, kondisi murid dan tingkat kemampuan murid. Di dalam pendidikan
Agama Islam untuk diskusi dapat dimanfaatkan menanamkan sikap dan rasa ukhuwah
Islamiyah. Di samping untuk mengembangkan sikap tenggang rasa untuk keberanian
mengemukakan pendapat masing-masing sesuai ajaran agama. Seperti mujadalah cara
yang paling baik, juga menghilangkan saling benci membenci, mendedam dan saling
merendah, melainkan harus membina persaudaraan. Hali ini sesuai dengan Alqur’an
Surat An Nahl : 125 sebagai berikut:
ادْعُ إِلِى
سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُم
بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِ
وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ) النحل: ١٢٥(
Artinnya: Serulah (manusia) kepada jalan
Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara
yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesa t dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk. (Qs. An Nahl: 125 ).
Dan dala surat Asy Syuura ayat 38 Allah Swt berfirman:
وَالَّذِينَ
اسْتَجَابُوا لِرَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَمْرُهُمْ شُورَى بَيْنَهُمْ
وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ
)الشورى: ٣٨(
Artinnya :
Dan (bagi) orang-orang yang
menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka
(diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian
dari rezki yang kami berikan kepada mereka. (QS. Asy Syuura: 38)
Berdasarkan Kalam Allah Swt, tersebut bahwa kita harus
mendiskusikan persoalan penting diantara sesama kita, dan jika telah menetapkan
suatu keputusan maka hendaklah menyerahkan diri kepada Allah Swt. Oleh karena
itu tiap-tiap pendidikan Agama yang perlu di diskusikan perlu memandang
kemungkinan jawaban yang lebih dari satu yang berupa alternatif-alternatif yang
akan dipilih dalam diskusi dan apabila ada soal-soal sebaiknya diserahkan
kepada murid dan diberi kesempatan untuk merumuskan pikiranya secara teratur.
Keikutsertaan guru dalam diskusi baik itu secara langsung
maupun tidak langsung, akan dapat mendekatkan guru dengan murid, dengan kata
lain akan terjalin hubungan yang baik. dengan demikian proses belajar mengajar
pun akan dapat berlangsung dengan baik.
c. Memberikan Kesempatan Mencoba dan Bertanya.
Untuk dapat merealisasikan hubungan baik antara guru dan murid
adalah, hendaknya guru dalam mengajar juga memberikan kesempatan pada murid
untuk mencoba, misalnya menyuruh membaca Al-Qur’an yang ada hubungannya dengan
pendidikan dan juga memberikan kesempatan kepada murid untuk bertanya, dalam
hal ini menurut Nasution terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara
lain sebagai berikut :”sikap guru terhadap pertanyaan murid”
1)
Beranikan hati murid untuk bertanya. mengajar bukanlah memompakan
pengetahuan. Makin banyak anak berfikir dan bertanya, makin besar kemungkinan
mereka belajar. Dari pertanyaan murid nyata hal-hal yang belum dipahami.
2)
Biasakan anak-anak turut bertanggung jawab untuk menjawab pertanyaan dari
salah seorang temanya.
3)
Pertanyaan dari murid tidak diselidiki bersama. Mungkin guru sendiri belum
tahu jawabanya dan dengan sendirinya turut belajar.
4)
Harapan dari murid pertanyaan yang penting dan lalu guru harus dapat
membedakan pertanyaan yang bersifat memancing-mancing.
5)
Kalau guru tidak dapat menjawab suatu pertanyaan tidak ada salahnya
mengatakan terus terang. Ia tidak akan kehilangan kewibawaanya, oleh sebab itu
murid pun akan tahu segala-galanya akan tetapi hal ini jangan terlampau sering
terjadi. Guru kira-kira dapat meramalkan apa yang mungkin datang dan bersedia
sebelumnya.[20]
Memberi kesempatan bertanya pada murid dalam proses
belajar mengajar dapat menimbulkan rasa percaya murid, bahwa guru menghargai
dirinya. Bila demikian halnya, maka murid akan dengan mudah menjalin hubungan
dengan guru, dan proses belajar mengajar pun dapat berlangsung dengan baik.
d. Menciptakan situasi yang baik
Sikap guru yang otoriter dalam mengajar akan kurang
mendapat hasil yang baik, bahkan murid akan merasa dirinya dikucilkan, karena
sikap otoriter biasanya guru bersikap tertutup, guru yang aktif sedang murid
pasif. Selanjutnya Sardiman A.M mengatakan; “untuk mengatasi hal tersebut perlu
dikembangkan sikap demokratis dan terbuka dari guru. Perlu adanya keaktipan
dari pihak murid, guru harus bersikap sopan saling homat menghormati, guru dan murid
yang lebih profesional, masing-masing pihak bila perlu mengetahui latar
belakang baik guru maupun murid”.[21]
Situasi seperti ini perlu ditumbuh kembangkan mengingat
proses belajar mengajar yang berlangsung dalam situasi yang baik.dalam arti
saling hormat menghormati, saling terbuka akan mamudahkan jalanya proses
belajar mengajar dan tercapai murid.
e. Mengadakan Pengawasan dan pengecekan
Pengawasan yang penulis maksudkan disini adalah bahwa
dalam proses belajar mengajar hendaknya guru tidak saja memperhatikan materi
yang harus disampaikan dalam waktu tertentu, tetapi juga harus memperhatikan
dan mengawasi keaktifan murid dalam mengikuti pelajaran serta mengadakan
pengecekan terhadap catatan pelajaran murid.
Semua itu dilakukan demi tercapainya kedisiplinan murid
dalam mengikuti pelajaran yang disampaikan guru, dalam hal ini The Liang Gie
mengatakan:“Berdisiplin selain akan membuat seorang murid memiliki kecakapan mengenai
cara belajar yang baik juga merupakan suatu proses kearah pembentukan watak
yang baik. Watak yang baik dalam diri seseorang akan menciptakan suatu pribadi
yang luhur. Dan justru bagi para murid yang merupakan harapan bangsa sangat
diperlukan adanya watak yang baik dan pribadi yang luhur”.[22]
Dengan demikian proses belajar mengajar ialah suatu usaha
mendisiplinkan murid dalam belajar agar dapat mendapatkan pengetahuan yang
memadai dan prestasi belajar yang baik, dengan kata lain dalam proses belajar
mengajar guru harus selalu memperhatikan, mengawasi kedisiplinan murid dalam
belajar mengikuti pelajaran yang disampaikan gurunya.
C.
Interaksi Guru dan Murid di Kelas dalam Lingkungan Pendidikan Islam
Guru adalah pendidik profesional, karenanya secara
implisit ia telah merelakan dirinya menerima dan memikul sebagian tanggung
jawab pendidikan yang terpikul di pundak para orang tua. “Mereka ini, tatkala
menyerahkan anaknya ke sekolah sekaligus berarti pelimpahan sebagian tanggung
jawab pendidikan kepada anaknya kepada guru. Hal itu menunjukkan pula bahwa
orang tua tidak mungkin menyerahkan anaknya pada sembarang guru atau sekolah
karena tidak sembarang orang dapat menjadi guru”.[23]
Menurut Zakiah Darajat syarat-syarat (kode etik) dilihat
dari ilmu pendidikan Islam, maka secara umum untuk menjadi guru dan
diperkirakan dapat memenuhi tanggung
jawab yang dibebankan kepadanya hendaknya bertakwa kepada Allah, berilmu, sehat
jasmaniah, baik akhlaknya, bertanggung jawab dan berjiwa nasional.
1)
Taqwa kapada Allah sebagai syarat menjadi guru.
Guru, sesuai dengan tujuan pendidikan Islam, tidak
mungkin mendidik anak kepada Allah jika ia sendiri tidak bertaqwa kepadanya.
Sebab ia adalah teladan bagi muridnya.
2)
Berilmu sebagai syarat untuk menjadi guru.
Ijazah bukan semata-mata secarik kertas, tetapi suatu
bukti, bahwa pemiliknya telah mempunyai ilmu pengetahuan dan kesanggupan
tertentu yang diperlukannya untuk suatu jabatan. Gurupun harus mempunyai ijazah
supaya dibolehkan mengajar. Kecuali dalam keadaan darurat, misalnya jumlah
murid sangat meningkat, sedangkan jumlah guru jauh daripada mencukupi, maka
terpaksa menyimpang untuk sementara, yakni menerima guru yang belum berijazah.
Tetapi dalam keadaan normal ada patokan bahwa makin tinggi pendidikan guru
makin baik mutu pendidikan dan ada gilirannya makin tinggi pula derajat
masyarakat.
3)
Sehat jasmani sebagai syarat menjadi guru.
Kesahatan jasmani kerapkali dijadikan salah satu syarat
bagi mereka yang melamar ingin menjadi guru. Guru yang mengidap penyakit
menular umpamanya sangat membahayakan kesehatan anak-anak.
4)
Berkelakuan baik syarat menjadi guru.
Budi pekerti guru maha penting dalam pendidikan watak
murid. Guru harus menjadi suri tauladan karena anak bersifat suka meniru.
Diantara akhlak tersebut adalah :
a.
Mencintai jabatan menjadi guru.
b.
Bersikap adil terhadap semua muridnya.
c.
Berlaku sabar dan tenang.
d.
Guru harus berwibawa.
e.
Guru haru gembira.
f.
Guru harus bersifat manusiawi.
g.
Bekerja sama dengan guru lain.
h.
Bekerja sama dengan masyarakat.[24]
Sedangkan dalam interaksi guru dan murid dalam kelas,
untuk menciptakan iklim pembelajaran sebagaimana yang dikutip dari Sardiman
AM., interaksi edukatif adalah “Interaksi yang dikatakan sebagai interaksi
edukatif apabila secara sadar mempunyai tujuan untuk mendidik, untuk
mengantarkan anak didik ke arah kedewasaannya”.[25]
Ada beberapa bentuk interaksi diantaranya:
a)
Guru sebagai Orang Tua Anak Didik
Guru adalah orang tua, anak didik adalah anak. Orang tua
dan anak adalah dua sosok insani yang diikat oleh tali jiwa, belaian kasih sayang adalah naluri jiwa orang tua
yang sangat diharapkan oleh anak, sama halnya dengan belaian kasih dan sayang
seorang guru dan anak didiknya. Ketika guru hadir bersama-sama anak didik di
sekolah, di dalam jiwanya seharusnya sudah tertanam niat untuk mendidik anak
didik agar menjadi orang yang berilmu pengetahuan, mempunyai sikap dan watak
yang baik, cakap dan terampil, berasusila dan berakhlak mulia.
Syaiful Bahri Jamarah mengatakan “semua norma yang
diyakini mengandung kebaikan perlu ditanamkan kedalam jiwa anak didik melalui
peranan guru dalam pengajaran. Guru dan anak berada dalam suatu relasi
kejiwaan. Interaksi antara guru dan anak didik terjadi karena saling
membutuhkan”[26].
b)
Guru sebagai Pendidik
Guru dan anak
didik adalah yang menggerakkan proses interaksi edukatif, dimana interaksi
edukatif tesebut mempunyai suatu tujuan. Ketika interaksi edukatif tersebut
berproses, guru harus dengan ikhlas dalam bersikap dan berbuat serta mau
memahami anak didik dengan konsekwensinya. “Semua kendala yang menghambat
jalannya proses interaksi edukatif harus dihilangkan dan membiarkan, karena
keberhasilan interaksi edukatif lebih banyak ditentukan oleh guru dalam mengelola kelas”.[27]
Masalahnya yang penting adalah mengapa guru dikatakan
“pendidik” Guru memang seorang “pendidik” sebab dalam pekerjaannya ia tidak
hanya “mengajar” seseorang agar tahu beberapa hal, tetapi guru juga melatihkan
beberapa keterampilan dan terutama sikap mental anak didik. “mendidik” sikap
mental seseorang tidak cukup hanya “mengajarkan” sesuatu pengetahuan, tetapi
bagaimana pengetahuan itu harus dididikkan, dengan guru sebagai idolanya.[28]
Sementara itu dari segi hubungan antara pendidik dan anak didik, menurut
Sutari Imam Barnadib dibagi sebagai berikut :
1)
Pelindung. Pendidik selalu melindungi anak dalam jasmaniyah dan
rohaniahnya.
2)
Menjadi teladan, Pendidik selalu menjadi teladan pada anak didik.
3)
Pusat mengarahkan fikiran dan perbuatan, Pendidik selalu mengikut sertakan
anak didik dengan apa yang dipikirkan baik yang menggembirakan ataupun dengan
apa yang sedang dipikirkan
4)
Penciptaan perasaan bersatu, Untuk memiliki perasaan bersatu anak harus
dibiasakan hidup didalam lingkungan yang teratur.[29]
Dalam interaksi belajar murid dengan guru adalah hubungan
yang sengaja antara pendidik dan peserta didik dengan fokus proses pembelajaran
pada kegiatan murid di dalam bentuk grup, individu dan kelas. Selain itu juga
ada partisipasi didalam proyek, penelitian pendidikan, penemuan dan beberapa
macam strategi yang hanya dibatasi dari imajinasi guru.
Pada hakikatnya intereaksi belajar murid dengan guru
adalah proses humanisasi pendidikan menuju kedewasaan, namun realitas sering
terjadi degredasi dari makna idealnya. Pembaruan, revolusi, revormasi dan
kontruksi dalam bidang pendidikan semakin banyak dibicarakan, alhasil sekarang
muncul beberapa alternatif baru yang diharapkan dapat memberikan konstribusi
signifikan.
PP No. 19 tahun 2005, pasal 19 ayat 1 menyatakan bahwa
proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interakttif,
inspiratif, menyenangakan, menantang, memotifasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreatifitas, serta kemandirian sesuai sengan bakat, minat dan perkembangan
fisik serta psikologis peserta
didik. Hal tersebut merupakan dasar
bahwa guru perlu menyelenggarakan pembelajaran yang melibatkan segenap potensi
pembelajaran yang menjadi salah satu alternatif tersendiri dan memberikan
signifikansi positif di tengah-tengah keterpurukan dunia pendidikan dewasa ini,
ditambah dengan munculnya UU guru dan dosen baru-baru ini.
Pada dasarnya guru sudah banyak yang memahami bahwa
penerapan masih banyak kendala dan persoalan tekhnis. Interaksi belajar murid
dengan guru merupakan pembelajaran yang memungkinkan murid mampu melakukan
kegiatan yang beragam untuk mengembangkan ketrampilan, sikap dan pemahaman
dengan mengutamakan belajar sambil bekerja. Hal semacam itu dapat menjadikan
sebagai sumber belajar sekaligus membantu peran guru bagi murid.
Untuk lebih mengoptimalkan kualitas pembelajaran yang
sesuai dengan materi PAI tetap dipengaruhi adanya kurikulum, dukungan fasilitas
belajar, kesiapan peserta didik dan juga sukap guru yang kreatif dan kemauan
mengadakan improfisasi.[30]
Interaksi di dalam dunia pendidikan merupakan komponen
penting dan tidak terpisahkan dalam interaksi guru dan murid dalam proses
belajar mengajar. Pembelajaran dapat
mengakibatkan kegagalan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Proses
rasionalisasi, enkulturasi dari upaya menanggulangi pengaruh negatif dan
patologi sosial lainnya membutuhkan kepatuhan para murid dalam mencapai
keberhasilan dari tujuan pendidikan
melalui proses pembinaan dan sosialisasi penerapan norma-norma di sekolah.
Untuk menumbuhkan interaksi Murid di dalam sekolah
diperlukan adanya motifasi baik berupa angka, hadiah, saingan/kompetisi,
ego-involvement, ulangan, mengetahui hasil, pujian, hukuman, hasrat untuk
belajar, minat dan tujuan yang diakui.[31]
Ketika salah satu atau keseluruhan cara tersebut diterapkan maka seorang murid
dapat dan mau untuk melakukan kegiatn belajar. Tugas pendidikan terutama dalam
dunia sekolah adalah untuk mengembangkan kemampuan pro-aktif murid. Jika
dimensi proaktif murid dalam belajar meliputi moral, etika, tingkah, tanggung
jawab dan cara hidup Islami maka murid yang aktif akan memiliki ketangguhan
sebagai Insan yang Islami sebab hal ini muncul karena adanya pendidikan di
sekolah.
D.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Interaksi Guru dengan Murid
Faktor yang mempengaruhi interaksi murid
dengan guru dalam lingkungan sekolah maupun secara umum dapat penulis sajikan
sebagai berikut :
a.
Faktor pemahaman guru terhadap interaksi edukatif
Kemampuan guru dalam memahami tingkah laku murid adalah satu faktor
yang menentukan interaksi diantara mereka. Hal ini kiranya akan dapat
mewujudkan bila ditopang oleh tingkat pendidikan guru yang memadai. Karena
untuk dapat mengadakan interaksi merespon tingkah laku murid, maka tingkah laku
murid itu akan dipengaruhi oleh kehadiran, keyakinan, tindakan dan ciri-ciri
guru itu sendiri, walaupun masih banyak hal yang ikut mempengaruhinya. Dalam
hubungan dengan interaksi educatif ini Siti Partini Suardiman membagi teori
ketertarikan menjadi tiga antara lain yaitu :
a)
Teori
Cognitive, Teori ini
menekankan bahwa proses berfikir adalah dasar yang menentukan tingkah laku.
Theodore new comb menyambut dengan teori balanced yaitu jika seseorang menyukai
lainya dan jika mereka keduanya saling menyukai dapatlah dikatakan bahwa
hubungan tersebut balanced atau seimbang. Hubungan antara pribadi yang baik
dilandasi oleh adanya persetujuan dasar kesamaan pandangan tentang orang lain,
tempat atau benda.
b)
Teori
Reinforcement, Penguatan atau
stimulus atau respon adalah teori yang berakar pada teori yang
menginterprestasikan keterkaitan sebagai respon yang dipelajari.
c)
Teori
Interaktienist, Teori ini
menyebutkan bahwa seseorang tertarik pada orang lain karena keterkaitan pada pribadi
sebagai suatu konsep.[32]
Ketiga faktor tersebut dapat disimpulkan bahwa orang
dapat tertarik pada seseorang bila terjadi hubungan yang baik antara kedua
belah pihak yaitu guru dan murid, tegasnya pergaulan murid dengan guru akan
dapat terjalin dengan baik bila guru memahami arti penting interaksi educatif,
juga guru harus selalu membimbing dan menanamkan nilai pentingnya keakraban.
b.
Faktor Kepribadian guru
Guru adalah suri tauladan bagi seluruh murid. untuk itu
guru hendaknya selalu mengadakan hubungan baik dengan murid. Dengan begitu murid akan mudah untuk dipengaruhi dan cenderung
untuk mewujudkan keakraban. Baik itu dengan teman atau gurunya. Disini peran
guru pun sangat penting karena guru yang memiliki kepribadian baik, terbuka dan
mudah menerima orang lain, akan sangat membantu dalam mewujudkan keakraban
dengan murid.
Keakraban menurut Bahar Suharto adalah:
Perkembangan manusia yang wajar harus memperhatikan segi individual
dari para manusia dalam arti bahwa kepribadian manusia masing-masing merupakan
keseluruhan jiwa raga yang mempunyai struktur dan kecakapan yang khas, oleh
karena itu manusia itu merupakan kesatuan, maka kepribadian manusia pun
merupakan kesatuan yang berbudi, berkembang dan bertanggung jawab.[33]
Jadi dengan kata lain bahwa guru harus mampu mempertunjukan
tata aturan sosial yang kokoh disekolah, yaitu biar terlihat keakraban dengan murid
dan terjalin hubungan dengan baik guru selalu membimbing dan mempertunjukan
sikap serta tingkah laku yang baik dan konsisten dalam arti yang berubah-ubah
dalam situasi dan kondisi tertentu.
[2]
Soegarda Poerbakawatja, Ensiklopedi Pendidikan, (Jakarta: Gunung Agung,
1982), hal. 443
[3]
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Balai Pustaka, 1993), hal. 745.
[4]
Sardiman A.M., Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Cet. IX, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2001), hal. 47.
[9]
Jhon Wely and Sons, Learning Memoryt and Conceptrual Processes, (Jakarta: INCM New York, 2001), hal. 41.
[15] Ibid., hal. 25.
[18]
Achmadi, Ilmu pendidikan...., hal. 12.
[21]
Sardiman A.M, Interaksi dan
Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rajawali Pers, 1987), hal. 147.
[25]
Sardiman A.M. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), hal. 8.
[26]
Syaiful Bahri Djamarah, Guru Dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta
2001), hal. 3.
[29]
Sutari Imam Barnadib, Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis, (Yogyakarta: Andi Offser), hal 112.
[31] Ibid., hal. 16.
0 Comments
Post a Comment