Pengertian Kontekstual Teaching


BAB II
KAJIAN TEORITIS TENTANG PEMBELAJARAN PENDIDIKAN                           AGAMA ISLAM BERBASIS KONTEKSTUAL TEACHING

A.    Pengertian Kontekstual Teaching
Secara etimologi kata kontekstual (contextual) berasal dari kata context yang berarti hubungan, konteks, suasana dan keadaan[1]. Sedangkan Teaching dapat diartikan pembelajaran. dapat diartikan sebagai suatu pembelajaran yang berhubungan dengan suasana tertentu. Secara umum contextual mengandung arti: Yang berkenan, relevan, ada hubungan atau kaitan langsung, mengikuti konteks; Yang membawa maksud, makna, dan kepentingan[2].
Adapun secara terminologi adalah proses pembelajaran yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami makna materi ajar dengan mangaitkannya terhadap konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan/ketrampilan yang dinamis dan fleksibel untuk mengkonstruksi sendiri secara aktif pemahamannya[3].
Menurut Kunandar dalam The wagshinton state konsoritium for contextual teaching mengartikan pembelajaran kontekstual adalah pengajaran yang memungkinkan peserta didik memperkuat, memperluas dan menerapkan keterampilan akademisnya dalam berbagai latar sekolah dan diluar sekolah untuk memecahkan seluruh persoalan yang ada dalam dunia nyata[4]. Pembelajaran kontekstual menjadi ketika peserta didik menerapkan dan mengalami apa yang diajarkan dengan mengacu pada masalah-masalah ril yang berasosiasi dengan peranan dengan tanggung jawab mereka sebagi anggota keluarga, masyarakat, peserta didik dan selaku pekerja.
Contextual teaching adalah sebuah sistem yang menyeluruh. Ia merupakan bagian-bagian yang saling terhubung. Jika bagian-bagian ini terjalin satu sama lain, maka akan dihasilkan pengaruh yang melebihi hasil yang diberikan bagian-bagiannya secara terpisah. “Setiap bagian contextual teaching yang berbeda-beda ini memberikan sumbangan dalam menolong siswa memahami tugas sekolah. Secara bersama-sama, mereka membentuk suatu sistem yang memungkinkan para siswa melihat makna didalamnya, dan mengingat materi akademik”.[5]
Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru (baca: pengetahuan dan keterampilan) datang dari 'menemukan sendiri', bukan dari 'apa kata guru'. Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan kontekstual. Kontekstual hanya sebuah strategi pembelajaran. Seperti halnya strategi pembelajaran yang lain, kontekstual dikembangkan dengan tujuan agar pembelajaran berjalan lebih produktif dan bermakna. Pendekatan kontekstual dapat dijalankan tanpa harus mengubah kurikulum dan tatanan yang ada.
Dengan demikian, yang menjadi konsep dasar dan kerakteristik dari contextual teaching ada tiga hal yang kita harus pahami yaitu sebagai berikut:
Pertama, contextual teaching menekankan kepada proses ketelibatan peserta didik untuk menemukan  materi, artinya proses belajar diorentasikan pada proses pengalaman secara langsung. Proses belajar dalam contextual teaching tidak mengharapkan agar peserta didik hanya menerima pelajaran, akan tetapi proses mancari dan menemukan sendiri materi pelajaran. Kedua, contextual teaching mendorong agar peserta didik dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya peserta didik dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara  pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi peserta didik materi itu akan bermakna secara fungsional akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori peserta didik, sehingga tidak akan mudah dilupakan. Ketiga, contextual teaching mendorong peserta didik untuk dapat menerapkanya dalam kehidupan, artinya contextual teaching bukan hanya mengharapkan peserta didik dapat memahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai dalam kehidupan sehari-hari. Materi pelajaran dalam Contextual Teaching bukan untuk ditumpuk di otak dan kemudian dilupakan akan tetapi bekal mereka dalam mengarungi kehidupan nyata[6].
B.    Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasis Kontekstual Teaching
Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah atau di madrasah, dalam pelaksanaannya masih menunjukkan berbagai permasahalan yang kurang menyenangkan. Seperti halnya proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah saat ini masih sebatas sebagai proses penyampaian “pengetahuan tentang Agama Islam.” Hanya sedikit yang arahnya pada proses internalisasi nilai-nilai Islam pada diri siswa. Hal ini dapat dilihat dari proses pembelajaran yang dilakukan guru masih dominan ceramah. Proses internalisasi tidak secara otomatis terjadi ketika nilai-nilai tertentu sudah dipahami oleh siswa. Artinya, metode ceramah yang digunakan guru ketika mengajar Pendidikan Agama Islam berpeluang besar gagalnya proses internalisasi nilai-nilai agama Islam pada diri siswa, hal ini disebabkan siswa kurang termotivasi untuk belajar materi Pendidikan Agama Islam.
Dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam, penguasaan guru akan materi dan pemahaman mereka dalam memilih metode yang tepat untuk materi tersebut akan sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran. Salah satu metode yang saat ini dianggap tepat dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam adalah melalui pendekatan kontekstual.
Salah satu unsur terpenting dalam penerapan pendekatan kontekstual adalah pemahaman guru untuk menerapkan strategi pembelajaran kontekstual di dalam kelas. Akan tetapi, fenomena yang ada menunjukkan sedikitnya pemahaman guru-guru PAI mengenai strategi ini. Oleh karena itu diperlukan suatu model pengajaran dengan menggunakan pembelajaran kontekstual yang mudah dipahami dan diterapkan oleh para guru Pendidikan Agama Islam di dalam kelas secara sederhana.
Pembelajaran kontekstual didasarkan pada hasil penelitian John Dewey yang menyimpulkan bahwa siswa akan belajar dengan baik jika apa yang dipelajari terkait dengan apa yang telah diketahui dan dengan kegiatan atau peristiwa yang akan terjadi di sekelilingnya. Pembelajaran ini menekankan pada daya pikir yang tinggi, transfer ilmu pengetahuan, mengumpulkan dan menganalisis data, memecahkan masalah-masalah tertentu baik secara individu maupun kelompok.
Jawahir mengemukakan bahwa guru PAI dapat menggunakan strategi pembelajaran kontekstual dengan memperhatikan beberapa hal sebagai berikut, yaitu[7]: Pertama, memberikan kegiatan yang bervariasi sehingga dapat melayani perbedaan individual siswa; Kedua, lebih mengaktifkan siswa dan guru; Ketiga, mendorong berkembangnya kemampuan baru; Keempat, menimbulkan jalinan kegiatan belajar di sekolah, rumah dan lingkungan masyarakat.
Melalui pembelajaran ini, siswa menjadi lebih responsif dalam menggunakan pengetahuan dan ketrampilan di kehidupan nyata sehingga memiliki motivasi tinggi untuk belajar. Beberapa hal yang harus diperhatikan para guru Pendidikan Agama Islam dalam mengimplementasikan pendekatan kontestual, menurut Humaidi adalah sebagai berikut:
1.     Pembelajaran Berbasis Masalah
Langkah pertama yang harus dilakukan guru adalah mengobservasi suatu fenomena, misalnya :
Pertama, Menyuruh siswa untuk menonton VCD tentang kejadian manusia, rahasia Ilahi, Takdir Ilahi, tentang Alam Akhirat, azab Ilahi , dan sebagainya; Kedua, Menyuruh siswa untuk melaksanakan shaum pada hari senin dan kamis, membayar zakat ke BAZ, mengikuti sholat berjamaah di masjid, mengikuti ibadah qurban, menyantuni fakir miskin dan sebagainya[8].
Langkah kedua yang dilakukan oleh guru adalah memerintahkan siswa untuk mencatat permasalahan-permasalahan yang muncul, misalnya;
Pertama, Setelah menonton VCD atau mendengarkan kisah-kisah Al-Qur`an, siswa diharuskan membuat catatan tentang pengalaman yang mereka alami, melalui diskusi dengan teman-temannya; Kedua, Setelah mengamati dan melakukan aktivitas keagamaan siswa diwajibkan untuk mencatat permasalahan-permasalahan yang muncul serta mereka dapat mengungkapkan perasaannya kemudian mendiskusikan dengan teman sekelasnya[9].
Langkah ketiga tugas guru Pendidikan Agama Islam adalah merangsang siswa untuk berpikir kritis dalam memecahkan permasalahan yang ada.
Langkah keempat guru diharapkan mampu untuk memotivasi siswa agar mereka berani bertanya, membuktikan asumsi dan mendengarkan pendapat yang berbeda dengan mereka.
2.     Memanfaatkan Lingkungan Siswa untuk Memperoleh Pengalaman Belajar
Guru memberikan penugasan kepada siswa untuk melakukan kegiatan yang berhubungan dengan konteks lingkungan siswa, antara lain di sekolah, keluarga dan masyarakat. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan penugasan kepada siswa di luar kelas. Misalnya mengikuti shalat berjamaah, mengikuti sholat jum`at, mengikuti kegiatan ibadah qurban dan berkunjung ke pesantren untuk mewawancarai santri atau ustadz yang berada di pesantren tersebut. Siswa diharapkan dapat memperoleh pengalaman langsung dari kegiatan yang mereka lakukan mengenai materi yang sedang dipelajari. Pengalaman belajar merupakan aktivitas belajar yang harus dilakukan siswa dalam rangka penguasaan standar kompetensi, kemampuan dasar dan materi pembelajaran.
3.     Memberikan Aktivitas Kelompok
Di dalam kelas guru PAI diharapkan dapat melakukan proses pembelajaran dengan membentuk kelompok-kelompok belajar. Siswa di bagi kedalam beberapa kelompok yang heterogen. Aktivitas pembelajaran kelompok dapat memperluas perspektif dan dapat membangun kecakapan interpersonal untuk berhubungan dengan orang lain.
Langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh guru dalam mempraktekan metode ini adalah: Pertama, Mendatangkan  ahli  ke kelas, misalnya Tokoh  Agama, Santri atau Ulama dari pesantren, Kedua, Bekerja dengan kelas sederajat, Ketiga, Bekerja dengan kelas yang ada di atasnya[10].
4.     Membuat Aktivitas Belajar Mandiri
Melalui aktivitas ini, peserta didik mampu mencari, menganalisis dan menggunakan informasi sendiri dengan sedikit bantuan atau bahkan tanpa bantuan guru. Supaya dapat melakukannya, siswa harus lebih memperhatikan bagaimana mereka memproses informasi, menerapkan strategi pemecahan masalah, dan menggunakan pengetahuan yang telah mereka peroleh. Pengalaman pembelajaran kontekstual harus mengikuti uji-coba terlebih dahulu; menyediakan waktu yang cukup, dan menyusun refleksi; serta berusaha tanpa meminta bantuan guru supaya dapat melakukan proses pembelajaran secara mandiri (independent learning).
5.     Menyusun Refleksi
Dalam melakukan refleksi, misalnya ketika pelajaran berakhir siswa merenungkan kembali pengalaman yang baru mereka peroleh dari pelajaran tentang sholat berjama`ah, puasa senin- kamis, membayar zakat, menyantuni fakir miskin, dan seterusnya. Melalui perenungan ini, siswa dapat lebih menemukan kesadaran dalam dirinya sendiri tentang makna ibadah yang mereka lakukan dalam hubungan mereka sebagai hamba Allah dan dalam hubungan mereka sebagai makhluk sosial.
C.    Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasis Kontekstual Teaching
Untuk memilih metode dan teknik yang digunakan memang memerlukan keahlian tersendiri. Seorang pendidik harus pandai memilih metode dan teknik yang akan dipergunakan, dan teknik tersebut harus dapat memotivasi serta memberikan kepuasan bagi anak didiknya seperti hasil atau prestasi belajar siswa yang semakin meningkat. Untuk menjawab persoalan-persoalan tersebut perlu diterapkan suatu cara alternatif guna mempelajari Pendidikan Agama Islam yang kondusif dengan suasana yang cenderung rekreatif sehingga memotivasi siswa untuk mengembangkan potensi kreativitasnya. Salah satu alternatif yang bisa digunakan adalah dengan penerapan suatu paradigma baru dalam pembelajaran di kelas yaitu dengan metode pembelajaran kontekstual, dikarenakan ada kecenderungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan lebih baik jika lingkungannya diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak-anak “mengalami” apa yang dipelajarinya, bukan “mengetahui”-nya. Salah satu metode pembelajaran yang dapat diterapkan dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam adalah dengan pendekatan kontekstual atau contextual teaching. Sehubungan dengan hal tersebut maka makalah ini akan membahas pendekatan kontekstual dalam pembelajaran pendidikan agama Islam sebagai salah satu alternatif model dalam pengembangan pembelajaran PAI di sekolah[11].
Menurut Mulyasa, pembelajaran contextual teaching adalah konsep pembelajaran yang menekankan pada keterkaitan antara materi pelajaran dengan dunia kehidupan peserta didik secara nyata, sehingga para peserta didik mampu menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil belajar dalam kehidupan sehari-hari. Melalui proses penerapan kompetensi dalam kehidupan sehari-hari, peserta didik akan merasakan pentingnya belajar, dan mereka akan memperoleh makna yang mendalam terhadap apa yang dipelajarinya.[12] Pembelajaran contextual teaching adalah konsep belajar dimana guru menghadirkan dunia nyata kedalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antar pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, sementara siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari konteks yang terbatas.[13]
Pembelajaran contextual teaching adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.[14]
Pendekatan contextual teaching merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang menekankan pentingnya lingkungan alamiah itu diciptakan dalam proses belajar agar kelas lebih hidup dan lebih bermakna, karena siswa mengalami sendiri apa yang dipelajarinya, pendekatan contextual teaching memungkinkan siswa menguatkan, memperluas, dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan akademik mereka dalam berbagai macam tatanan kehidupan baik disekolah maupun diluar sekolah. Selain itu, siswa dilatih untuk dapat memecahkan masalah yang mereka hadapi dalam suatu situasi.
Adapun metode pembelajaran sejarah berbasis contextual teaching adalah:
1.   Metode ceramah dapat digunakan untuk memperkenalkan teori baru yang bersifat knowledge,
2.   Metode tanya jawab untuk pengembangan sikap dan nilai. Sedangkan teknik merupakan cara mengajar yang bersifat khusus sesuai dengan karakter materi pelajaran, peserta didik atau keterampilan guru. Jadi teknik penyajian adalah “suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang diperlukan oleh guru”.[15]
Pembelajaran kontekstual menempatkan siswa di dalam konteks bermakna yang menghubungkan pengetahuan awal dengan materi yang sedang dipelajari dan sekaligus memperhatikan faktor kebutuhan individual siswa dan peran guru, sehubungan dengan itu, maka pendekatan pengajaran kontekstual harus menekankan pada 7 hal:

Pertama, Belajar Berbasis Masalah (Problem Based Instruction), yaitu suatu pendekatan pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks siswa untuk belajar tentang berfikir kritis dan ketrampilan pemecahan masalah serta memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi dari materi pelajaran, dalam hal ini siswa terlibat penyelidikan untuk pemecahan masalah yang mengintegrasikan ketrampilan dan konsep dari berbagai isi materi pelajaran, pendekatan ini mencakup pengumpulan inferensi yang berkaitan dengan pertanyaan dan mempresentasikan penemuannya kepada orang lain. Kedua, Pengajaran authentic (Authentik instruction), yaitu pendekatan yang memperkenankan siswa untuk mempelajari konteks yang bermakna. Ia mengembangkan ketrampilan berfikir dan pemecahan masalah yang penting di dalam konteks kehidupan nyata. Ketiga, Belajar berbasis inquiry (Inquiry based learning) yang membutuhkan strategi pelajaran yang mengikuti metodologi sains dan menyediakan kesempatan untuk pembelajaran bermakna. Keempat, Belajar berbasis proyek (Project based learning) yang membutuhkan suatu pembelajaran yang komprehensif dimana lingkungan belajar siswa (kelas) didesain agar siswa dapat melakukan penyelidikan terhadap masalah authentic termasuk pendalaman materi dari suatu topik mata pelajaran dan melaksanakan tugas bermakna lainnya, pendekatan ini memperkenankan siswa untuk bekerja secara mandiri dan mengkonstruksi (membentuk) pembelajarannya dan merealisasikan  dalam produk nyata. Kelima, Pembelajaran berbasis kerja (Work based learning) yang memerlukan suatu pendekatan-pendekatan dalam pengajaran yang memungkinkan siswa menggunakan konteks tempat kerja untuk mempelajari materi pelajaran berbasis sekolah dan bagaimana materi tersebut dipergunakan kembali di dalam tempat kerja, jadi dalam hal ini tempat kerja atau sejenisnya dan berbagai aktifitas dipadukan dengan materi pelajaran untuk kepentingan siswa. Keenam, Belajar Jasa Layanan (service learning) yang memerlukan penggunaan metodologi pengajaran yang mengkombinasikan jasa layanan masyarakat dengan suatu struktur berbasis sekolah untuk merefleksikan jasa layanan tersebut. Jadi menekankan hubungan antara pengalaman jasa layanan dan pembelajaran akademis. Dengan kata lain, pendekatan ini menyajikan suatu penerapan praktis dan pengetahuan baru yang diperlukan dan berbagai ketrampilan untuk memenuhi kebutuhan di dalam masyarakat melalui proyek atau tugas terstruktur dan kegiatan lainnya. Ketujuh, Belajar kooperatif (cooperative learning), yang memerlukan pendekatan pengajaran melalui penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja dalam memaksimalkan kondisi belajar dalam mencapai tujuan belajar.[16]

D.    Strategi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasis                     Kontekstual Teaching
Kontektual teaching adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan pada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka[17]. Dari konsep diatas terdapat tiga hal yang harus kita pahami :
Pertama, contektual teaching menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung, Kedua, contektual teaching mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat menagkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sehingga tidak akan mudah dilupakan dan Ketiga, contektual teaching mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan, artinya contektual teaching bukan hanya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.[18]

Sehubungan dengan hal itu, terdapat beberapa karakteristik dalam proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan contektual teaching yakni: kerjasama, saling menunjang, menyenangkan, tidak membosankan, belajar dengan bergairah, pembelajaran terintegrasi, menggunakan berbagai sumber, siswa aktif, sharing dengan teman, siswa kritis guru kreatif, dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor dan lain-lain. Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor tetapi hasil karya siswa, laporan hasil pratikum, karangan siswa dan lain-lain.[19]
                Pendekatan contektual teaching merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.[20]
Adapun strategi pembelajaran sejarah kebudayaan  Islam berbasis contektual teaching adalah sebagai berikut:
1.     Strategi pembelajaran merangsang siswa belajar aktif,
2.     Strategi pembelajaran motivasi pada siswa untuk belajar,
3.     Strategi pembelajaran belajar berpikir kritis,
4.     Strategi pembelajaran melatih siswa untuk berkomunikasi,
5.     Strategi pembelajaran membantu siswa dalam mempertajam pelajarannya,
6.     Strategi pembelajaran melatih siswa percaya diri, dan lain sebagainya.
Pembelajaran contektual teaching adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlansung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa.
               Ada kecenderungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi mengingat jangka pendek tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang. Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa).
Pendekatan kontekstual mendasarkan diri pada kecenderungan pemikiran tentang belajar sebagai berikut:
a.      Proses belajar

Pertama, Belajar tidak hanya sekedar menghafal. Peserta didik harus mengkontruksi pengetahuan di benak mereka. Kedua, Peserta didik belajar dari mengalami lalu mencatat sendiri pola-pola bermakna dari pengetahuan baru, dan bukan diberi begitu saja oleh pendidik. Ketiga, Para ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki sesorang itu terorganisasi dan mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang sesuatu persoalan. Keempat, Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi yang terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan. Kelima, Manusia mempunyai tingkatan yang berbeda dalam menyikapi situasi baru. Keenam, Peserta didik perlu dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Ketujuh, Proses belajar dapat mengubah struktur otak. Perubahan struktur otak itu berjalan terus seiring dengan perkembangan organisasi pengetahuan dan keterampilan sesorang.

                 
b.     Transfer pengetahuan

Pertama, Peserta belajar dari mengalami sendiri, bukan dari pemberian orang lain. Kedua, Keterampilan dan pengetahuan itu diperluas dari konteks yang terbatas (sedikit demi sedikit). Ketiga, Penting bagi peserta didik tahu untuk apa dia belajar dan bagaimana ia menggunakan pengetahuan dan keterampilan itu

c.      Lingkungan belajar

Pertama, Belajar efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada peserta didik. Dari pendidik akting di depan kelas, peserta didik menonton ke peserta didik akting bekerja dan berkarya, pendidik mengarahkan. Kedua, Pengajaran harus berpusat pada bagaimana cara peserta didik menggunakan pengetahuan baru mereka. Strategi belajar lebih dipentingkan dibandingkan hasilnya. Ketiga, Umpan balik amat penting bagi peserta didik, yang berasal dari proses penilaian yang benar. Keempat, Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok itu penting[21].




[1] Muslich Masnur, KTSP Pembelaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual, (Jakarta: Bumi Aksara,2008), hal. 24.

[2] Ibid., hal. 25.

[3] Ibid., hal. 26.

[4] Kunandar, The Washington State Konsoritium for Contextual Teaching and Learning, [online]. 2005). Tersedia: http://www.surgamakalah.com/2011/07/konsep-model-pembelajaran-contextual.html [7 Maret 2012].

[5] Elaine B. Johnson, Contekstual teaching & Learning Edisi Baru, Cet-I, (Bandung: Kaifa Learning,  2010), hal. 65.
[6] Mujahid Imam, Contekstual Teaching and Learning, [online], 2005). Tersedia:http://uanghipni.blogspot.com/2010/10/pengertian-contextual-teaching-and.html [7 Maret 2012].

[7] Mochamad Jawahir, Teknik dan Strategi Pembelajaran, (Bandung: Cendekia Press, 2005), hal. 44.
[8] Humaidi, M.K, Model-Model Pembelajaran Kreatif, (Bandung: Rosdakarya, 2006), hal. 33.

[9] Ibid., hal. 33.

[10] Humaidi, M.K, Model-Model..., hal. 35.
[11] Ahmad Badruzaman, Strategi dan Pendekatan dalam Pembelajaran., (Yogyakarta: Ar Ruuz, 2006), hal. 46.

[12] E. Mulyasa, Implementasi Kurikulum 2004, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), hal. 55.

[13] Ibid, hal. 46.

[14] Ibid, hal. 47.
    [15] Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan; Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan, (Jakarta: al-Husna Zikra, 1995), hal. 39.
[16]Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah, Dirjen Pendidikan Lanjutan Pertama, Pendekatan Kontekstual,(Jakarta: Depdiknas, 2002), hal. 12-14. 
[17] Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer: Suatu Tinjauan Konseptual Operasional, Cet I, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2009), hal. 39.

[18] Depdiknas, 25 tahun SMP Terbuka, (Jakarta: Depdiknas, 2003), hal. 6.
[19] Ibid., hal. 7.

[20] Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta,1999), hal. 45.
[21] Elaine B. Jhonson, Contextual Teaching and Learning : Menjadikan Kegiatan Belajar-Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna, Cet. VII, (Bandung: Mizan Learning Centre,  2007), hal. 55-56.

0 Comments