BAB II
KERANGKA TEORITIS
A. Pengertian,
Macam-macam dan Fungsi Fasilitas Sekolah Pedesaan
1. Pengertian Fasilitas
Sekolah Pedesaan
Fasilitas
sekolah yang dimaksud adalah semua sarana dan prasarana yang ada di sekolah
seperti pustaka sarana belajar atau alat-alat belajar sarana olah raga dan
lain-lain.
Dalam
pengertian lebih luas fasilitas sekolah adalah semua yang digunakan oleh
pengelola pendidikan (kepala, TU), guru dan murid dalam proses pendidikan. Ini
mencakup fasilitas keras dan fasilitas lunak. Fasilitas keras misalnya gedung
sekolah dan alat laboratorium, fasilitas lunak umpamanya kurikulum, metode dan
administrasi pendidikan.[1]
Fasilitas sekolah merupakan suatu sarana yang sangat dibutuhkan setiap
sekolah agar proses belajar mengajar sesuai dengan yang diharapkan. Fasilitas
sekolah sangat mendukung bagi siswa untuk lebih berkreativitas dalam belajar
karena banyak bahan-bahan yang mereka butuhkan selalu ada sehingga siswa tidak
jenuh dengan teori, tetapi siswa bisa praktek langsung sesuai dengan apa yang
siswa itu pelajari.
Fasilitas yang berupa gedung, perpustakaan, alat-alat yang digunakan
tatkala belajar dikelas amat erat hubungannya dengan mutu sekolah. Apalagi bila
alat-alat peraga, alat bantu seperti dalam pengajaran fisika, biologi, anatomi
atau geografi. Banyak sekali konsep pengetahuan yang harus dipelajari murid
yang amat sulit, bahkan tidak mungkin dipahami tanpa adanya bantuan alat-alat
pelajaran.[2]
Pengelola pendidikan sekarang ini sudah mengetahui perlunya tersedia
fasilitas pendidikan untuk membangun sekolah yang bermutu. akan tetapi bukan
berarti pengetahun mereka itu cukup teliti, juga belum berarti bahwa
teori-teori tentang itu sudah mereka kuasai. Fasilitas pendidikan yang sangat
mendasar seperti tempat belajar dan alat-alat belajar yang sederhana memang
sudah mereka kenal. Akan tetapi untuk saat ini kita masih menyaksikan begitu
sederhananya pikiran para pengelola pendidikan. Kita masih menyaksikan adanya
pembangunan sarana belajar belajar yang kelihatannya kurang direncanakan dengan
baik. Mungkin saja sebabnya adalah belum dikuasai teori-teori baru tentang itu.
Kendala yang sudah jelas, dan sering dikemukakan adalah kekurangan biaya.
Alasan ini tidaklah selalu benar. Alasan yang lebih meyakinkan adalah
penguasaan teori-teori tentang fasilitas yang diperlukan memang kurang dikuasai
dengan baik.
Gedung sekolah yang lebih yang mempunyai ruang-ruang belajar yang memenuhi
syarat, jelas lebih memberikan kemungkinan kepada siswa untuk belajar lebih
enak dibandingkan dengan ruang belajar yang sempit, udara yang kurang lancar
sirkulasinya, cahaya yang kurang memenuhi syarat. Demikian juga tentang ruang
perpustakaan, ruang bimbingan dan penyuluhan, sampai kamar-kamar tempat buang
hajat. Dengan demikian jelas bahwa fasilitas amat membantu dalam meningkatkan
mutu suatu sekolah.
Sekolah sebagai penyelenggara pendidikan harus mampu berfungsi menyiapkan
peserta didik untuk memiliki pengetahuan, ketrampilan, sikap, rasa keindahan
dan harmoni yang diperlukan untuk melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi
dan atau untuk hidup di tengah masyarakat sejalan dengan pencapaian tujuan
pendidikan nasional.
Selain itu, sekolah sebagai penyelenggara pendidikan harus berfungsi
menyiapkan peserta didik menjadi manusia produktif dan mampu bekerja mandiri,
terutama untuk bekerja sesuai dengan persyaratan pasar kerja sejalan dengan
pencapaian tujuan pendidikn nasional. Untuk kebutuhan mewujudkan fungsi seperti
yang diuraikan diatas maka dibutuhkan fasilitas-fasilitas pendukung ketika
peserta didik belajar disekolah. Tanpa fasilitas sekolah yang memadai maka
fungsi sekolah untuk mewujudkan peserta didik yang siap lahir dan batin tidak
akan tercapai.
2. Macam-macam
Fasilitas Sekolah Pedesaan
Jenis-jenis
fasilitas sekolah pada umumnya sama, kecuali bagi sekolah-sekolah tertentu
sesuai dengan keperluannya masing-masing menurut sifat khas pengajaran sesuai
dengan tujuan kurikulernya. Fasilitas yang diperlukan oleh sekolah pertanian
akan sedikit berbeda dari fasilitas yang diperlukan oleh sekolah akutansi,
sekolah perawat kesehatan berbeda fasilitas kebutuhan dengan fasilitas sekolah
keguruan.
Sebenarnya
persoalan ini telah diketahui secara umum oleh para pengelola pendidikan,
kenyataan yang sering disaksikan adalah kekurang telitian dalam perencanaan
pengadaan fasilitas. Kadang-kadang perencanaan tidak dibuat secara menyeluruh.
Mula-mula dibangun gedung sekolah, inipun sering kali tidak direncanakan dengan
matang mengenai letak, bentuk, ukuran dan kemungkinan pengembangan. Akibatnya
sering kita saksikan ruang praktek tidak pada tempatnya, gudang barang terletak
didepan sekolah. Ini merupakan akibat perluasan yang dilakukan seadanya tanpa
perencanaan yang menyeluruh sejak awal.
Fasilitas-fasilitas yang dibicarakan dalam setiap kegiatan sekolah
meliputi: bangunan, guru, media, dan alat-alat pendidikan.[3]
a.
Bangunan/Ruang
Bangunan/ruang
yang diharapkan ada disetiap sekolah meliputi:
1.
Ruang Kantor
Kepala Sekolah/Guru.
2. Ruang
Tata Usaha.
3. Ruang
UKS.
4. Gudang.
5. Kamar
mandi dan WC anak didik.
6.
Kamar mandi
dan WC Guru.
7. Ruang
Pustaka.
8. Mushala.
9. Halaman.[4]
Memiliki
prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan sekolah, ruang
pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang
bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, tempat berolahraga, tempat
beribadah dan tempat bermain dan ruang lainnya yang diperlukan untuk menunjang
proses pembejaran yang teratur dan berkelanjutan sesuai dengan standar nasional
pendidikan merupakan fasilitas yang diperlukan oleh sekolah.
Gedung sekolah
yang mempunyai ruang-ruang belajar yang memenuhi syarat, jelas lebih memberikan
kemungkinan kepada siswa untuk belajar lebih enak dibanding dengan ruang
belajar yang sempit, udara yang kurang lancar sirkulasinya, cahaya yang kurang
memenuhi syarat. Demikian pula tentang ruang perpustakaan, ruang bimbingan dan
penyuluhan, sampai kamar-kamar mandi/wc suatu sekolah. Dengan
demikian jelas bahwa ketersediaan bangunan/ruang amat membantu meningkatkan
mutu suatu sekolah.
b. Guru
Pekerjaan guru itu berat, tetapi luhur dan mulia. Tugas guru tidak hanya
mengajar tetapi juga mendidik. Maka untuk melakukan tugas sebagai seroang guru
tidakk sembarang orang dapat menjalankannya. Sebagai guru yang baik harus
memenuhi syarat-syarat.
Bagaimanakah guru yang bisa menjadi fasilitas sekolah? Guru tersebut
adalah guru yang selalu menambah pengetahuannya. Mengajar tidak dapat
dipisahkan dari belajar. Guru yang pekerjaannya memberikan
pengetahuan-pengetahuan dan kecakapan-kecakapan kepada siswa-siswanya tidak
mungkin akan berhasil baik jika guru itu sendiri tidak selalu berusaha menambah
pengetahuannya. Jadi sebenarnya dalam mengajar, guru itu juga sedang belajar.
Guru harus memiliki pengetahuan yang banyak dan selalu menambah
pengetahuannya. Guru tidak boleh tradisional. Guru bukanlah mesin yang dapat
memberikan pengajaran tiap-tiap tahun dengan cara yagn sama dan tentang
pengetahuan yang itu-itu saja.
Dunia makin maju. Kebudayaan manusia pun berubah dan bertambah.
Keterangan-keterangan yang diberikannya berdasarkan pendapat-pendapat lama
belum tentu tetap benar, dan mungkin pula tidak diakui lagi oleh masyarakatnya
karena sudah ada pendapat baru yang dipegang oleh masyarakat.
Lain dari itu, luas pikiran manusia tidak terbatas. Yang kita ketahui
hanyalah batas bahasan yang harus diberikan kepada siswa sesuai dengan umur dan
kecerdasannya. Lagi pula seorang guru yang dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan
murid-muridnya dengan jelas, benar dan luas biarpun mutunya lebih tinggi
daripada yang harus diketahui anak-anak akan mendorong dan menarik jiwanya.
Sebaliknya seorang guru yang selalu memperlihatkan gerak-gerik bahwa ia
sendiri tidak suka kepada mata pelajaran yang diberikannya akan mematikan
semangat belajar siswa.
c.
Media pendidikan
Pengadaan media pendidikan selain gedung/bangunan tidak kalah pelik dan
mahal dibandingkan dengan pengadaan tempat belajar. Peralatan laboratorium ada
yang harganya mahal sekali. Akan tetapi, ada juga peralatan yang cukup murah
seperti papan tulis, kapur tulis, penghapus papan tulis.tetapi adakalanya kita
lihat peralatan sekolah yang murah ini kurang diperhatikan dengan
sungguh-sungguh. Hingga akibatnya ketika dipakai akan didapati papan tulis yang
sulit dihapus, kapur tulis yang sulit digunakan dan penghapus papan tulis yang
kurang berfungsi sebagai penghapus.
Padahal alat-alat ini setiap hari digunakan dan menyangkut secara
langsung dengan proses pembelajaran. Sering siswa salah mencatat karena tulisan
dipapan tulis tidak jelas, guru kesal menulis karena papan tulis sulit ditulisi
dengan kapur. Hal-hal kecil ini sering kali mempunyai pengaruh yang sangat
besar.
Peralatan sekolah harus dirancang secara menyeluruh dan teliti.
Dahulukan alat-alat yang setiap hari digunakan, setelah itu alat-alat yang
sering digunakan, lalu alat yang yang jarang digunakan. Dahulukan media yang
betul-betul diperlukan dan tidak dapat diganti dengan alat-alat atau cara lain.
Misalnya tiruan tubuh manusia untuk pengajaran anatomi. Media ini tidak dapat
diganti dengan media lain, dan tidak pula dapat dipenuhi dengan cara lain.
Pengajaran verbal, bagaimanapun baiknya, tidak akan mampu menjadikan siswa
memahami anatomi manusia tanpa bantuan alat itu. Alat seperti itu harus
didahulukan. Rekaman video tentang shalat dan wudhu’ dapat dibelakangkan
pengadaannya karena hal ini dapat diganti dengan demonstrasi.
Pengadaan buku-buku perpustakaan juga demikian, dahulukan buku referensi
sebab buku ini jarang dapat dibeli oleh siswa karena mahal dan kadang-kadang
sulit dicari. Kita sering menyaksikan perpustakaan sekolah yang bukunya sedikit
dan itupun banyak bukunya yang kurang perlu bagi siswa. Perencanaan buku
perpustakaan sebenarnya tidak sulit. Setiap guru memahami dengan jelas buku apa
yang wajib di baca untuk memahami bidang studi yang dipegangnya.
d. Alat-alat
pendidikan
Di dalam ilmu
pendidikan, usaha-usaha atau perbuatan-perbuatan si pendidik yang ditujukan
untuk melaksanakan tugas mendidik disebut alat-alat pendidikan.[5]
Penggunaan alat-alat pendidikan bukan hanya soal teknis, melainkan mempunyai
sangkut paut yang erat sekali dengan pribadi yang menggunakan alat-alat
tersebut. Si pendidik yang menggunakan alat itu hendaknya dapat menyesuaikan
diri dengan tujuan yang terkandung dalam alat tersebut. Penggunakan alat-alat
tersebut hendaknya timbul dari pribadi yang menggunakan alat tersebut pula.
Alat-alat pendidikan ini perlu dibahas karena juga merupakan fasilitas sekolah
yang harus diberikan kepada siswa-siswinya. Tanpa alat-alat pendidikan ini maka
jalannya proses pendidikan disekolah tersebut dapat menjadi terkendala.
Adapun
alat-alat pendidikan yang sangat penting dalam pendidikan adalah:
1. Pembiasaan
dan Pengawasan
2. Perintah
dan Larangan
3. Ganjaran
dan Hukuman.[6]
1). Pembiasaan
Pembiasaan adalah salah satu alat pendidikan yang sangat
penting sekali, terutama bagi anak-anak yang masih kecil. Anak-anak kecil belum
menginsafi apa yang dikatakan baik dan apa yang dikatakan buruk dalam arti
susila. Juga anak kecil belum mempunyai kewajibqan kewajiban yang harus
dikerjakan seperti orang dewasa, tetapi mereka sudah mempunyai hak seperti hak
dipelihara, hak mendapat perlindungan, dan hak mendapatkan pendidikan. Anak
kecil belum kuat ingatannya, ia cepat melupakan apa yang sudah dan baru
terjadi. Mereka mudah beralih kepada hal-hal yang baru, yang lain dan yang
disukainya.
Oleh karena itu sebagai permulaan dan
sebagai pangkal pendidikan, pembiasaan merupakan alat satu-satunya. Sejak
dilahirkan anak-anak harus dilatih dengan kebiasaan-kebiasaan dan
perbuatan-perbuatan yang baik, seperti dimandikan dan ditidurkan pada waktu
tertentu, diberi makan dengan teratur dan sebagainya. Makin besar anak itu, kebiasaan-kebiasaan
yang baik itu harus tetap diberikan dan dilaksanakan, seperti tidur dan bangun
pada waktunya yang teratur, demikian pula makan, mandi, bermain-main,
berbicara, belajar dan bekerja.
Anak-anak dapat menurut dan taat
kepada peraturan-peraturan dengan jalan membiasakannya dengan
perbuatan-perbuatan yang baik, didalam rumah tangga, disekolah dan juga
ditempat lain. Pembiasaan penting artinya bagi pembentukan watak anak dan juga
akan terus berpengaruh kepada anak sampai hari tuanya. Menanamkan kebiasaan
pada anak-anak kadang sukar dan membutuhkan waktu yang lama. Akan tetapi segala
sesuatu yang telah menjadi kebiasaan sukar pula kita ubah.
2). Pengawasan
Pembiasaan yang baik membutuhkan pengawasan. Demikian
pula aturan-aturan dan larangan-larangan dapat berjalan dan ditaati jika
disertai dengan pengawasan yang terus menerus. Terus-menerus disini dimaksudkan
bahwa pendidik haruslah konsekuen, apa yang telah dilarang hendaknya selalu
dijaga jangan sampai dilanggar dan apa yang telah diperintahkan jangan sampai
diingkari. Juga pengawasan ini perlu sekali untuk menjaga bilamana ada
bahaya-bahaya yang dapat merugikan perkembangan anak-anak baik jasmani maupun
rohaninya.
Pengawasan itu penting sekali dalam
mendidik anak-anak. Tanpa adanya pengawasan berarti membiarkan anak berbuat
sekehendaknya. Anak tidak akan dapat membedakan yang baik dan yang buruk, tidak
mengetahui mana yang seharusnya dihindari atau tidak senonoh, dan mana yang
boleh dan harus dilaksanakan, mana yang membahayakan dan mana yang tidak. Anak
yang dibiarkan tumbuh sendiri menurut alamnya, akan menjadi manusia yang hidup
menurut nafsunya saja. Kemungkinan besar anak itu menjadi tidak patuh dan tidak
mengetahui kemana arah tujuan hidup yang sebenarnya.
3). Perintah
Perintah bukan hanya apa yang keluar dari mulut seseorang
yang harus dikerjakan oleh orang lain. Melainkan dalam hal ini termasuk pula
peraturan-peraturan umum yang harus ditaati oleh anak-anak. Tiap-tiap perintah
dan peraturan dalam pendidikan mengandung norma-norma kesusilaan, jadi bersifat
memberi arah atau mengandung tujuan kearah perbuatan yang susila.
Perintah dan peraturan itu dapat dengan mudah ditaati
oleh anak-anak jika pendidik sendiri menaati dan hidup menurut peraturan itu,
jika apa yang harus dilakukan oleh anak itu sebenarnya telah dimiliki dan
menjadi pedoman pula bagi hidup si pendidik.
4). Larangan
Disamping memberi perintah sering pula kita harus
melarang perbuatan yang dilakukan oleh anak-anak. Larangan itu biasanya kita
keluarkan jika anak melakukan sesuatu yang tidak baik yang merugikan atau yang
dapat membahayakan dirinya.
Kalau kita perhatikan dengan benar-benar, umumnya didalam
rumah tangga larangan itu merupakan alat mendidik satu-satunya yang lebih
banyak dipakai oleh para orang tua terhadap anaknya. Sebenarnya pendapat yang
demikian itu tidak benar, seorang anak yang selalu dilarang dalam segala
perbuatan dan permainannya sejak kecil, dapat terhambat perkembangan jasmani
dan rohaninya. Seorang ibu atau ayah yang sering melarang perbuatan anaknya, dapat
mengakibatkan bermacam-macam sifat atau sikap yang kurang baik pada anak,
seperti:
a. Keras kepala atau
melawan
b. Pemalu dan penakut
c. Perasaan kurang harga
diri
d. Kurang mempunyai
perasaan tanggung jawab
e. Pemurung dan pesimis
f. Acuh tak acuh terhadap
sesuatu, dll.[7]
5). Ganjaran
Ganjaran adalah salah satu alat pendidikan. Jadi dengan
sendirinya maksud ganjaran adalah sebagai alat untuk mendidik anak suapay anak
dapat merasa senang karena perbuatan atau pekerjaannya mendapat penghargaan.
Umumnya anak mengetahui bahwa pekerjaan atau perbuatan yang menyebabkan ia
mendapat ganjaran yang baik.
Selanjutnya pendidik bermaksud juga supaya dengan
ganjaran itu anak menjadi lebih giat lagi dalam usahanya untuk memperbaiki atau
mempertinggi prestasi yang telah dapat dicapainya. Dengan kata lain, anak
menjadi lebih keras kemauannya untuk bekerja atau berbuat yang lebih baik lagi.
Jadi maksud ganjaran itu yang terpenting bukanlah
hasilnya yang dicapai seorang anak, melainkan dengan hasil yang telah dicapai
anak itu pendidik bertujuan membentuk kata hati dan kemauan yang lebih baik dan
lebih keras pada anak itu.
6). Hukuman
Masalah hukuman merupakan masalah etis,
yang menyangkut soal buruk dan baik, soal norma-norma. Hukuman dapat diartikan
dengan penderitaan yang diberikan atau ditimbulkan dengan sengan oleh seseorang
(orang tua, guru, dan sebagainya) sesudah terjadi suatu pelanggaran atau
kesalahan.
Sebagai alat pendidikan, hukuman
hendaklah:
1.
Senantiasa
memberikan jawaban atas suatu pelanggaran.
2. Sedikit
banyak selalu bersifat tidak menyenangkan.
3. Selalu
bertujuan ke arah perbaikan, hukuman itu hendaklah diberikan untuk kepentingan
anak itu sendiri.
Sekolah yang
diharapkan memiliki fasilitas yang meliputi perabot, peralatan pendidikan,
media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta
perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang
teratur dan berkelanjutan.
Dalam rangka
meningkatkan pelayanan terhadap pengembangan proses pembelajaran maka
penyediaan fasilitas bagi kelancaran tugas-tugas pengajaran merupakan hal yang
sangat penting. Sehebat apapun kualitas SDM tanpa ditunjang oleh fasilitas yang
memadai, nampaknya akan sulit diharapkan hasil yang baik. Oleh sebab itu
tersedianya fasilitas tidak dapat diabaikan.
Bila fasilitas
untuk kegiatan sekolah telah tersedia secara memadai, maka dapat diharapkan
pelaksanaan tugas pengajaran/pembelajaran akan berjalan dengan lancar dan
mencapai hasil yang optimal.
3. Fungsi
Fasilitas Sekolah Pedesaan
Pada dasarnya, fungsi fasilitas dalam proses belajar mengajar di sekolah
menengah sangat penting terutama sebagai alat
kelancaran proses pembelajaran. Artinya, setiap fasilitas diharapkan
untuk pandai-pandai dipergunakan untuk dan dalam kegiatan belajar siswa agar
mencapai keberhasilan belajar (kinerja
akademik) sebagaimana yang telah ditetapkan dalam dalam sasaran kegiatan proses
belajar mengajar. Dengan demikian, semakin jelaslah bahwa peranan fasilitas
dalam dunia pendidikan modern seperti sekarang ini semakin meningkat.
Bangunan atau ruang sebagai salah satu fasilitas mempunyai fungsi yang
sangat signifikan dalam lancarnya satu proses pembelajaran. Tanpa adanya
bangunan dan ruang belajar, belajar memang masih bisa dijalankan. Tetapi tanpa
adanya ruang/ bangunan yang dikhususkan untuk tempat belajar mengajar akan
menjadi sebuah kendala dalam proses dan menghasilkan produk belajar yang
bermutu. Banyak sekolah yang menggunakan tenda-tenda sebagai tempat belajar,
namun dalam pelaksanaannya selalu ada keluhan baik dari guru maupun siswa dalam
belajar.
Adakalanya sebuah sekolah meminjam gedung atau bangunan orang lain
sebagai tempat belajar, namun dalam pelaksanaannya para pelaksana pendidikan
disekolah tersebut was-was dalam menunggu sampai kapan bangunan tersebut bisa
mereka pergunakan.
Ruang belajar yang baik mempunyai luas minimal 8x7 meter. Dilengkapi
dengan ventilasi udara keluar masuk yang berfungsi dengan baik dan mempunyai
ketinggian minimal dari lantai. Hal tersebut supaya guru dan siswa dalam
menjalankan proses belajar mengajar merasa leluasa untuk bergerak dan menarik
nafas. Tidak mungkin melaksanakan pembelajaran dalam ruang yang sempit, hal
tersebut akan memengapkan suasana sehingga para guru dan siswa tidak dapat
belajar dengan tenang.
Secara umum bangunan disekolah seperti ruang kepala sekolah, ruang guru,
ruang pustaka, ruang belajar, ruang mushalla, dan ruang-ruang lainnya mempunyai
fungsi masing-masing.
Kepala sekolah sebagai pemimpin disekolah
memerlukan sebuah ruangan khusus untuk melaksanakan pekerjaannya. Karena
adakalanya kepala sekolah memerlukan waktu dan tempat yang khusus dalam
memikirkan lembaga yang dipimpinnya.
Ruang guru diperlukan oleh para guru untuk
tempat beristirahat sejenak sambil menunggu masuknya waktu melakukan pengajaran
lagi, kemudian ruang guru juga diperlukan untuk menyimpan data-data siswanya
yang tidak mungkin dibawa pulang kerumah.
Ruang belajar berfungsi sebagai tempat
melaksanakan proses kegiatan belajar mengajar. Kemudian juga dipergunakan oleh
siswa untuk menaruh barang-barang (tas) yang tidak mungkin dibawa kemana saja
ia pergi ketika masih jam belajar.
Guru sebagai pelaksana
utama proses belajar mengajar mempunyai fungsi Menurut Gagne
sebagai:
1. Designer
of Intruction (perancang pengajaran).
Guru sebagai Designer of Intruction ( perancang
program). Fungsi ini menghendaki guru untuk senantiasa mampu dan
siap merancang kegiatan belajar mengajar yang berhasil guna dan berdaya guna.
Untuk meralisasikan fungsi tersebut, maka setiap guru memerlukan pengetahuan
yang memadai mengenai prinsip-prinsip belajar sebagai dasar dalam menyusun
rancangan kegiatan belajar mengajar.
2.
Manager of Intruction (pengelola pengajaran).
Guru sebagai manager of
intruction, artinya sebagai pengelola pengajaran. Fungsi ini menghendaki
kemampuan guru dalam mengelola seluruh tahapan proses belajar mengajar.
Diantara kegiatan-kegiatan pengelolaan proses belajar mengajar yang terpenting
ialah menciptakan kondisi dan situasi sebaik-baiknya, sehingga siswa
memungkinkan para siswa belajar secara berdaya guna dan berhasil guna. Selain
itu, kondisi dan situasi tersebut perlu diciptakan sedemikian rupa agar proses
komunikasi baik dua arah maupun multiarah antara guru dan dan siswa dalam
proses belajar mengajar dapat berjalan secara demokrasi. Baik guru sebagai
pengajar maupun siswa sebagai pelajar dapat
memainkan peranan masing-masing secara integral dalam konteks komunikasi
intruksional yang kondusif (yang membuahkan hasil).
3.
Evalutor of Student Learning (penilai prestasi belajar
siswa).
Guru sebagai Evaluator
of Student Learning, yakni sebagai penilai hasil pembelajaran siswa. Fungsi
ini menghendaki guru untuk senantiasa mengikuti perkembangan taraf kemajuan
prestasi belajar atau kinerja akademik siswa dalam setiap kurun waktu
pembelajaran. [8]
Media juga
diperlukan dalam proses pembelajaran. Media berfungsi untuk memperjelas
penerangan yang diberikan oleh guru dalam penjelasannya. Kemudian pembelajaran
yang menggunakan media juga akan menambahkan motivasi siswa dalam belajar
karena pembelajaran yang menggunakan media pembelajaran lebih menarik dalam pelaksanaannya.
B. Pengertian,
Bentuk dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar Siswa
1. Pengertian
Motivasi Belajar Siswa
Menurut W. S.
Winkel motivasi berasal dari kata “motif” berarti suatu daya penggerak untuk
melakukan aktifitas tertentu untuk mencapai tujuan. Sedangkan motivasi adalah
daya penggerak yang sudah menjadi aktif. Selanjutnya Winkel menjelaskan bahwa
motif menjadi aktif pada saat-saat tertentu, bila kebutuhan untuk mencapai
tujuan sangat dirasakan atau dihayati.[9]
Apabila motivasi dikaitkan dengan
melaksanakan aktivitas, maka motivasi merupakan keseluruhan daya
penggerak di dalam diri seseorang yang menimbulkan kegiatan untuk menjamin
kelangsungan serta memberi arah pada kegiatan tersebut, sehingga tujuan yang
dikehendaki dapat tercapai.
Keseluruhan
daya penggerak yang dimaksud di atas, adanya beberapa motif yang secara
bersama-sama menggerakkan seseorang untuk melanjutkan studi. Dengan demikian,
siswa yang termotivasi kuat akan mempunyai banyak energi untuk bertindak
melakukan sesuatu.
Hal ini sesuai
dengan pendapat Ngalim Poerwanto menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan
motivasi adalah segala sesuatu yang mendorong seseorang untuk bertindak
melakukan sesuatu.[10]
Sedangkan Sartain sebagaimana yang dikutip Ngalim Poerwanto mengemukakan motif
adalah suatu pernyataan yang kompleks di dalam sutau organisme yang mengarahkan
tingkah laku/perbuatan kesatuan tujuan atau perangsang.[11]
Pada umumnya
suatu motivasi atau dorongan adalah suatu pernyataan yang kompleks yang
mengarahkan tingkah laku terhadap suatu tujuan (goal) atau perangsang (incentive).
Tujuan (goal) adalah yang
menentukan/membatasi tingkah laku organisme itu. Jika yang ditekankan adalah
fakta/objeknya, sedangkan yang menarik organisme itu dipergunakan istilah
“perangsang” (incentive).
Seseorang atau
suatu organisme yang berbuat/melakukan sesuatu, sedikit banyaknya ada kebutuhan
di dalam dirinya atau ada sesuatu yang ingin dicapai. Dalam hal ini untuk
memenuhi kebutuhan tersebut diperlukan motivasi/pendorong. Jika seseorang
mendapat motivasi yang tepat untuk mencapai tujuan yang diinginkan, maka
lepaslah tenaga yang luar biasa, sehingga tercapai hasil-hasil yang tidak
terduga.
Sudirman A. M.
menerangkan tentang pendapat yang dikemukakan oleh Mc. Donald bahwa, motivasi
adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai munculnya “feeling”
dan didahului dengan tanggapan-tanggapan terhadap adanya tujuan.[12]
Dari pengertian tersebut ada tiga elemen penting, yaitu:
1.
Bahwa
motivasi mengawali terjadinya perubahan energi pada diri setiap individu.
Karena menyangkut perubahan energi manusia (walaupun motivasi itu muncul dari
dalam diri manusia), namun penampakannya akan menyangkut kegiatan fisik
manusia.
2.
Motivasi
ditandai dengan munculnya rasa/feeling, afeksi seseorang yang dapat
menentukan tingkah laku manusia.
3.
Motivasi
muncul dalam diri seseorang karena terangsang oleh adanya tujuan yang ingin
dicapai dan tujuan tersebut menyangkut kebutuhan.
Berdasarkan
uraian ketiga elemen di atas, maka dapat dikatakan motivasi itu sebagai sesuatu
yang kompleks. Karena motivasi menyebabkan perubahan energi pada diri manusia.
Sehingga dalam bergayut dengan persoalan-persoalan kejiwaan, perasaan, dan juga
emosi untuk kemudian bertindak atau melakukan sesuatu, semua iru didorong
karena adanya tujuan, keinginan dan kebutuhan.
Dalam usaha
melanjutkan studi, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak
di dalam diri seseorang yang dapat menimbulkan keinginan untuk belajar,
menjamin kelangsungan dan memberikan arah pada kegiatan studi sehingga tujuan
yang dikehendaki oleh siswa dapat tercapai. Oleh karena itu, remaja putri
mempunyai motivasi yang kuat, akan memiliki banyak energi untuk melanjutkan
studi di perguruan tinggi.
Dalam
pengertian tentang motivasi, Wasty Soemanto menjelaskan pendapat yang dikemukakan
oleh Mc. Donald bahwa, motivasi yaitu suatu perubahan tenaga di dalam pribadi
seseorang yang ditandai oleh dorongan afektif dan reaksi-reaksi untuk mencapai
tujuan.[13]
Pada umumnya
setiap terjadi perubahan tingkah laku disertai perubahan tenaga yang memberikan
kekuatan bagi tingkah laku tersebut. Sehingga menimbulkan dorongan afektif
seperti, mendisiplinkan diri dalam melakukan segala aktivitas. Hal ini dapat
dilihat bahwa kalangan remaja yang termotivasi dapat membuat reaksi-reaksi dari
siswa tersebut mengarahkan dirinya untuk mencapai tujuan hidupnya. Dengan
kata lain, motivasi dapat memimpin seseorang ke arah reaksi-reaksi pencapaian
tujuan.
Selanjutnya Wasty Soemanto menjelaskan tentang pendapat yang dikemukakan
oleh Jame O. Whittaker bahwa motivasi adalah kondisi-kondisi untuk mengaktifkan
atau memberi dorongan pada individu untuk bertingkah laku mencapai tujuan yang
ditimbulkan oleh motivasi tersebut.[14]
Dalam hubungannya dengan minat belajar siswa, kondisi tersebut sangat
berpengaruh serta untuk mengaktifkan para siswa. Di samping kondisi-kondisi
yang menguntungkan, kadang-kadang ada pula kondisi-kondisi yang tidak mendukung
siswa itu sendiri. Tentu hal ini disebabkan oleh beberapa faktor. Dengan
demikian, dipihak pelaksana pendidikan perlu menyelidiki penyebab-penyebabnya
untuk mengatasi masalah itu dan membangkitkan kembali semangat/motivasi anak
didik sehingga dalam mencapai tujuan dalam melanjutkan studi mereka.
2. Bentuk-bentuk
Motivasi Belajar Siswa
W. S. Winkel membagikan motivasi
belajar atas dua bentuk, yaitu:
a.
Motivasi intrinsik,
yaitu bentuk motivasi yang di dalamnya aktivitas belajar dimulai dan diteruskan
berdasarkan suatu dorongan yang secara mutlak berkaitan dengan aktivitas
belajar.
b.
Motivasi
ektrinsik, yaitu bentuk motivasi yang di dalamnya aktivitas belajar dimulai dan
diteruskan berdasarkan suatu dorongan yang secara tidak mutlak berkaitan dengan
aktivitas belajar.[15]
Siswa yang
bermotivasi intrinsik mempunyai tujuan menjadi orang yang terdidik, yang
berpengetahuan, yang ahli dalam bidang studi tertentu dan lain sebagainya.
Salah satu jalan menuju ke tujuan yang ingin dicapai ialah dengan belajar,
tanpa belajar tidak mungkin mendapat pengetahuan, tidak mungkin menjadi ahli.
Dorongan yang menggerakkan siswa itu bersumber dari dalam dirinya, yaitu
kebutuhan menjadi orang terdidik dan lain sebagainya.
Sedangkan
siswa bermotivasi ektrinsik juga mempunyai suatu tujuan, tetapi tujuannya lain
dari menjadi orang terdidik dan lain sebagainya. Kegiatan belajar yang
dilakukan untuk mencapai tujuan tidak mutlak dengan belajar atau dengan kata
lain tujuan yang diharapkan tidak langsung berhubungan dengan esensi yang
dilakukannnya.
Motivasi
ektrinsik sering digunakan guru terhadap siswa di sekolah. Digunakan
apabila para siswa berprestasi rendah dalam belajarnya dan lain-lain. Dalam hal
ini seorang guru harus dapat memberikan dan membangkitkan motivasi siswa, agar
siswa mempunyai gairah untuk belajar dengan baik, misalnya dengan memberikan
hadiah, memberi hukuman dan lain sebagainya.
Menurut M. Ngalim Poerwanto mengutip dari pendapat Sartain, motif-motif
terbagi atas dua golongan, yaitu:
a. Physiological
drive,
ialah dorongan-dorongan yang bersifat fisiologis/jasmaniah, seperti haus, lapar
dan sebagainya.
b. Social
motives,
ialah dorongan-dorongan yang ada hubungannya dengan manusia lain dalam
masyarakat, seperti dorongan estetis, dorongan ingin selalu berbuat baik
(etika) dan sebagainya.[16]
Berdasarkan pendapat tersebut di atas, bahwa ada dua dorongan yang
terdapat pada setiap individu yaitu dorongan fisiologis dan dorongan sosial.
Kedua golongan motif ini saling berhubungan satu sama lain, sehingga motif
sosial sifatnya lebih tinggi (hanya terdapat pada manusia saja). Dorongan
sosial menunjukkan manusia sebagai makhluk sosial yang selalu bermasyarakat dan
berinteraksi dengan orang lain.
Selanjutnya M. Ngalim Poerwanto
menjelaskan bahwa motivasi dibagi kepada tiga macam, yaitu:
1.
Kebutuhan-kebutuhan
organik, merupakan motif yang ada hubungannya dengan kebutuhan-kebutuhan bagian
dalam dari tubuh (kebutuhan-kebutuhan organis) atau sering disebut sebagai
kebutuhan biologis seperti lapar, haus, kebutuhan berbuat, beristirahat dan
kebutuhan seksual.
2.
Motif-motif
darurat, yaitu motif yang timbul jika situasi menuntut timbulnya tindakan
kegiatan yang spontan (reflek) dan kuat dari manusia. Dalam hal ini timbul
bukan atas dasar kemauan manusia, misalnya dorongan untuk menyelamatkan diri
dari musibah.
3. Motif objektif ialah motif yang diarahkan atau
ditujukan kesuatu objek atau tujuan tertentu di sekitar manusia. Motif ini
timbul karena adanya dorongan dari dalam diri manusia untuk menghadapi dunia
luar. Contohnya
kebutuhan menyelidiki keadaan lingkungan alam sekitar.[17]
Berdasarkan pendapat di atas, maka M. Ngalim
Poerwanto menyimpulkan bahwa motivasi dapat digolongkan menjadi dua jenis,
yaitu:
1. Motif
intrinsik, jika mendorong untuk bertindak ialah nilai-nilai yang terkandung di
dalam objek itu sendiri.
2. Motif
ektrinsik, yaitu dorongan yang berasal dari luar yang dapat menimbulkan
seseorang melakukan sesuatu.[18]
Perbuatan-perbuatan
yang dilakukan sehari-hari banyak dipengaruhi oleh dorongan atau motivasi
ektrinsik. Tetapi yang banyak berperan dalam belajar adalah motif intrinsik.
Dengan motivasi intrinsik anak akan aktif sendiri, bekerja sendiri tanpa
paksaan dari orang lain. Dengan demikian, setiap tingkah laku atau perbuatan
seseorang termasuk pemilihan studi lanjutan dan proses belajar mengajar siswa,
dipengaruhi oleh jenis-jenis motivasi tersebut.
Dalam bukunya Sudirman A. M. menyebutkan dua jenis motivasi, ialah:
motivasi bawaan dan motivasi yang dipelajari.[19]
Motif-motif
bawaan adalah motif-motif yang dibawa sejak lahir, motivasi ini adanya tanpa
dipelajari. Motif-motif ini disebut juga motif-motif yang diisyaratkan secara
biologis, seperti dorongan untuk makan, dorongan untuk bekerja dan sebagainya. Sementara
itu, motif-motif yang dipelajari, maksudnya motif yang keberadaannya karena
dipelajari. Sebagai contoh dorongan untuk belajar ilmu pengetahuan, dorongan
untuk mengejar kedudukan dalam masyarakat dan sebagainya. Motif-motif ini sering
juga sebagai motif yang diisyaratkan secara sosial, sebab hidup manusia dalam
lingkungan sosial sesama manusia lain, sehingga motivasi ini terbentuk
Selanjutnya Sudirman A. M. menambahkan beberapa jenis motivasi, yaitu
motif rohaniah dan jasmaniah serta motif estrinsik dan intrinsik.[20]
Yang termasuk dalam motif rohaniah adalah kemauan, sedangkan yang termasuk
dalam motif jasmaniah adalah nafsu reflek dan instink otomatis.
Motif ektrinsik dimaksudkan motif-motif yang menjadi aktif atau
berfungsinya karena ada yang merangsang dari luar. Sedangkan motif intrinsic dimaksudkan
motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya karena tidak ada rangsangan
dari luar, sebab dalam diri individu sudah ada dorongan untuk melakukan
sesuatu.
3.
Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Motivasi Belajar Siswa
a. Faktor
Psikologis
Motivasi seseorang mengenai segala
sesuatu dipengaruhi oleh keadaan psikologis atau kejiwaan, pengalaman mental
merupakan salah satu faktor bagaimana seseorang menilai dan menanggapi suatu
masalah. Kondisi psikologis yang sedang tenang akan menghasilkan fikiran yang
rasional, sehingga motivasi diharapkan dapat meningkat. Begitu juga motivasi
remaja dalam melanjutkan studi. Bila kondisi remaja sedang senang ia akan
berpikir yang baik mengenai usaha melanjutkan studi mereka.
b. Faktor
Keluarga
Keluarga merupakan tempat pertama
kali tempat memberikan motivasi kepada anaknya. Pola pikiran anak-anak secara
perlahan-lahan akan ikut juga mewarnai pola pikiran orang tua. Bila orang tua
memandang segala sesuatu masalah dari sudut pandang yang positif dan objektif,
hal itu akan berpengaruh pada pola pikir dimasa mendatang anak-anaknya.
c. Faktor
Kebudayaan
Kebudayaan dan lingkungan dimana
seorang anak tumbuh dan berkembang juga merupakan salah satu faktor
meningkatnya motivasi dalam diri anak.
Berdasarkan
penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi seorang anak sangat
dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain:
1.
Faktor
psikologis, termasuk emosional, keluarga dan lingkungan.
2.
Faktor
karakteristik anak yang pada dasarnya berbeda dan unik dari anak lain.
3. Faktor
penilaian masyarakat itu sendiri terhadap objek yang diamati berdasarkan hasil
pendidikan, kebiasaan dan ketentuan yang berlaku dalam lingkungan tempat anak
itu tumbuh dan berkembang.
C.
Hubungan
Fasilitas Sekolah Terhadap Motivasi Belajar siswa
Hubungan fasilitas sekolah terhadap motivasi belajar siswa adalah suatu
upaya dalam meningkatkan mutu belajar siswa dan mencegah siswa dari sifat
kebosanan dalam belajar, sehingga siswa tersebut bisa sungguh-sungguh bila guru
dalam pemberian materi harus diselesaikan, karena siswa tidak harus tergantung
kepada guru karena adanya fasilitas sekolah yang bisa siswa gunakan untuk
belajar.
Dalam upaya
meningkatkan motivasi belajar tersebut, guru mempersiapkan metode pembelajaran
yang efektif, agar anak didik bisa belajar dengan bergairah dan semangat. Salah
satu alternatif agar siswa termotivasi dalam belajar adalah dengan menggunakan
fasilitas sekolah, artinya metode mengajar yang digunakan guru tidak berpaku
pada satu metode saja tetapi banyak metode yang bisa digunakan dengan fasilitas
sekolah yang ada. Sehingga dengan sendirinya siswa tersebut bisa belajar dengan
semangat. Pada dasarnya semua siswa tidak menginginkan adanya kebosanan dalam
belajar. Karena sesuatu yang membosankan adalah sesuatu yang tidak disenangi.
Penggunaan metode mengajar dengan menggunakan metode yang sama pada setiap
materi yang diberikan, tentunya siswa tersebut bosan dan jenuh, sehingga disini
perlu adanya kesadaran guru dalam menerapkan metode mengajar yang bervariasi.
Maka dapat disimpulkan bahwa hubungan fasilitas sekolah
dengan motivasi adalah salah satu upaya guru dalam mendidik anak dengan
berbagai teknik penyajian untuk menghilangkan kejenuhan siswa dalam belajar,
sehingga siswa tersebut bisa termotivasi untuk belajar lebih giat. Maka di sini
perlu adanya motivasi belajar dengan menggunakan fasilitas sekolah karena fasilitas
sekolah sangat membuat siswa lebih kreatif dalam mencari bahan pelajaran
seperti adanya perpustakaan yang memadai siswa akan lebih bermotivasi. Dan
apabila fasilitas sekolah belum diterapkan sesuai dengan materi yang diberikan,
maka siswa dalam belajar tidak bergairah, sehingga pembelajaran yang diterapkan
tidak berhasil. Dikarenakan siswa jenuh dengan teori-teori selalu yang
diberikan guru tidak pernah mengenal bagai yang sebenarnya, misalnya siswa
belajar komputer tetapi guru tidak pernah menampakkan komputer siswa akan bosan
dan tidak berhasil.
[1]Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan
dalam Perspektif Islam, (Bandung :
Remaja Rosdakarya, 2005) hal. 90
[2]Ahmad Ghozali, Administrasi Sekolah, (Jakarta: Pepara, 1981), hal. 7
[3]Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan
dalam Perspektif Islam, (Bandung:Rosda, 1991), hal. 90
[5]M. Ngalim Purwanto, Ilmu
Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995), hal.
176.
[7]Winarno Surachmad, Psikologi
Pemuda Indonesia, (Bandung: Jemmars, 1985), hal. 43
[8] Muhibbin Syah, Psikologi…….,
hal.251
[9]W. S. Winkel, Motivasi dalam Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 1999), hal. 27.
[10]Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1995), hal. 64.
[12]Sudirman. A. M, Psikologi dalam Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hal. 71
[13]Wasty Soemanto, Ilmu Jiwa Pendidikan, (Jakarta: Bina Aksara, 2000), hal. 193.
[15]W. S. Winkel, 1998), hal.
27.
[16]Ngalim Purwanto, Psikologi …,
hal. 66.
[19]Sudirman, Psikologi …, hal.
85.
[20]Sudirman. A. M, Tugas-Tugas
Perkembangan dan Bimbingan Anak, (Bandung :
Remaja Rosdakarya, 2000), hal. 87.
[21]Bimo Walgito, Psikologi
Kelompok, (Yogyakarta : Andi, 2006), hal.
82.
0 Comments
Post a Comment