BAB
II
LANDASAN
TEORITIS TENTANG PENERAPAN METODE TAHFIDZ DALAM PEMBELAJARAN QURAN
HADIST
A. Pengertian
Metode Tahfizh
Dalam pengertian, kata ‘metode” berasal
dari bahasa Greek yang terdiri dari “meta” yang berarti
“melalui” dan ‘hodos” yang berarti “jalan” jadi metode berarti “jalan
yang dilalui”.[1] Imamsyah Ali
Pane mengemukakan “metode atau metodik adalah cara yang
sistematis yang digunakan oleh guru dalam menyajikan bahan pelajaran untuk
mencapai tujuan”.[2]
Pengertian metode juga dikemukakan oleh Abu Ahmadi yang menyatakan bahwa metode
adalah “cara kerja
yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan
yang telah ditentukan”.[3]
Berdasarkan keterangan di atas, maka
dapat dipahami bahwa metode adalah suatu cara sistematis yang digunakan oleh
guru dalam menyajikan bahan pelajaran untuk mencapai tujuan, yaitu
tujuan-tujuan yang diharapkan tercapai oleh siswa dalam kegiatan belajar.
Dengan demikian, bahwa metode itu merupakan suatu cara yang ditempuh dengan
sistematis di mana dalam fungsinya terletak suatu tujuan tertentu yang hendak
dicapai.
Pengertian metode sebagaimana yang dikemukakan oleh M. Arifin adalah:
Metode dapat juga diartikan sebagai
“cara” yang mengandung pengertian yang fleksibel (lentur) sesuai kondisi dan
situasi dan mengandung implakasi “mempengaruhi” serta saling ketergantungan
antara pendidikan dan anak didik. Disini antara pendidikan berada dalam proses
kebersamaan yang menuju ke arah tujuan tertentu.[4]
Dari pengertian di atas dapat kita ambil pengertian bahwasanya arti metode
adalah jalan yang dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Oleh karena itu kita
harus berhati-hati untuk melalui jalan yang akan kita tempuh. Demikian juga
dengan orang tua, guru dan masyarakat dalam melaksanakan pendidikan, pendidikan
terhadap seseorang anak harus mempunyai metode yang tepat yang dapat
mempengaruhi anak, sehingga apa yang diharapkan akan terwujud.
Kata tahfidz merupakan bentuk masdar ghairu mim dari kata: “hafaza,
yuhafizu yang mempunyai arti menghafalkan”[5].
Sedangkan menurut Abdul Aziz Abdul Rauf mendefinisikan tahfidz adalah “proses
mengulang sesuatu, baik dengan membaca atau mendengar. Pekerjaan apapun jika
sering diulang, pasti menjadi hafal”[6].
Menurut Ibnu Madzkur yang dikutip dalam buku Teknik Menghafal Alquran karangan Abdurrab Nawabudin berkata
bahwa menghafal adalah “orang yang selalu menekuni pekerjaannya”[7].
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan
menghafal Alquran dengan melalui
proses memahami lafazhz-lafazhz Alquran dalam pikiran sehingga selalu teringat dan dapat
mengucapkan kembali tanpa melihat mushaf. Apabila seseorang telah benar-benar
menghafal ayat-ayat Alquran secara lengkap 30 juz, maka disebut al-hafidz atau al-hamil.
B. Langkah-Langkah
Pembelajaran Metode Tahfizh
Terlebih dahulu kamu membaca ayat yang ingin
dihafal, kemudian membacanya sendiri berulang-ulang sambil melihat mushaf Alquran. setelah itu, kemudian kamu dapat memilih langkah-langkah
menghafal berikut ini:
1.
menghafal secara berantai, yaitu menghafal
satu halaman Alquran dengan cara menghafal satu ayat sampai hafal dengan
lancar, kemudian pindah ke ayat kedua sampai benar-benar lancar, setalah itu,
gabungkan ayat 1 dengan ayat 2 tanpa melihat mushaf. Jangan berpindah ke ayat
selanjutnya kecuali ayat sebelumnya lancar, begitu juga seterusnya ayat ketiga
sampai satu halaman, kemudian gabungkan dari ayat pertama sampai terakhir .
Cara ini membutuhkan kesabaran dan sangat melelahkan karena harus banyak
mengulang-ngulang setiap ayat yang sudah hafal kemudian digabungkan dengan ayat
sebelumnya sehingga menguras banyak energi, tetapi akan menghasilkan hafalan
yang benar-benar mantap.
2. menghafal secara menggabungkan, yaitu menghafal satu halaman Alquran dengan cara menghafal satu ayat sampai lancar, kemudian bepindah ke ayat
kedua, setelah ayat kedua lancar berpindah ke ayat ketiga, begitu juga
seterusnya sampai satu halaman. Kemudian
setelah dapat mengahafal satu halaman, menggabungkan hafalan dari ayat pertama
sampai terakhir tanpa melihat mushaf. Ini juga kalau mampu digabungkan satu
halaman sekaligus, kalau dianggap sulit, maka dibagi dua menjadi setengah
halaman dengan melihat mushaf terlebih dahulu dan setelah itu, membacanya tanpa
melihat mushaf. Dan setengah yang kedua pun demikian, setelah lancar, maka
gabungkan setengah pertama dan setengah kedua dengan cara dihafal.
3. Menghafal dengan cara membagi-bagi, yaitu menghafal satu halaman Alquran dengan cara membagi-bagi menjadi beberapa bagian, setiap bagian itu
menghafalnya secara tasalsul (mengulangi dari awal), setelah tiap-tiap
bagian telah sempurna (satu halaman) dihafal, kemudian disatukan/digabungkan
antara satu bagian dengan bagian yang lainnya sampai seluruh bagian dapat digabungkan
tanpa melihat mushaf . Metode ini pertengahan antara metode tasalsul dan jam’ii[8].
Metode yang
ketiga ini dianggap yang paling mudah, tidak terlalu memberatkan seperti halnya
metode tasalsuli, akan tetapi ketiga metode ini bukanlah metode yang
mesti dilakukan oleh setiap orang karena setiap metode ada kelebihan dan
kekurangan masing-masing. Ini tergantung pada pribadi masing-masing mana yang
dianggap bagus dan cocok diterapkan, atau bahkan keluar dari ketiga metode
diatas, maka terapkanlah cara yang memberikan kemudahan dalam menghafal karena
setiap orang memiliki potensi menghafal yang berbeda-beda dan memiliki
keluangan waktu yang tidak sama. Tujuan dari metode itu adalah untuk mencapai hafalan yang baik.
C. Kelebihan
dan Kekurangan Metode Tahfidz
Metode membaca Alquran ini baru berakhir disusun pada tahun
1963 M oleh H. Dahlan Salim Zarkasyi, yang terdiri
dari 6 jilid. Buku ini merupakan hasil evaluasi dan pengembangan dari kaidah
Bagdadiyah. Metode Tahfidz ini, secara umum bertujuan agar siswa mampu membaca Alquran dengan baik sekaligus benar menurut
kaidah tajwid.[9]
Secara umum, pembelajaran membaca Alquran dengan metode Tahfidz memiliki kelebihan adalah sebagai berikut:
1) Dapat digunakan pengajaran secara klasikal dan individual
2) Guru menjelaskan materi dengan memberikan contoh materi pokok
bahasan, selanjutnya siswa membaca sendiri.
3) Siswa membaca tanpa mengeja Sejak permulaan belajar, siswa
ditekankan untuk membaca dengan cepat dan tepat.[10]
Kelebihan metode Tahfidz ini adalah pembelajarannya lebih efisien
dan terprogram karena untuk menjadi guru Tahfidz saja seseorang harus mendapatkan syahadah dari pihak Tahfidz pusat
yang menyatakan bahwa seseorang tersebut benar-benar ahli qur’an dan boleh
mengajar Tahfidz.
Adapun kekurangan metode Tahfidz adalah sebagai berikut:
1) Tidak dapat digunakan pengajaran secara klasikal dan individual
D.
Tujuan Pembelajaran Alquran Hadits
1.
Tujuan
Pembelajaran Al-Hadits
Alquran merupakan salah satu bidang studi yang diajarkan di
setiap jenjang pendidikan di bawah naungan Departemen Agama untuk memberi bekal
kepada siswa, agar memahami, meyakini dan mengamalkan ajaran Alquran sebagai sumber utama ajaran agama
Islam.
Untuk memperoleh pengetahuan tentang Alquran harus melalui proses pembelajaran
yang disertai dengan tujuan. Adapun yang dimaksud tujuan pembelajaran adalah
rumusan hasil belajar yang kita harapkan dimiliki siswa setelah mengikuti
pembelajaran dari tiap pokok bahasan/sub pokok bahasan dari bidang studi
tertentu. Menurut Imanuddin Ismail, belajar akan berjalan baik, bila disertai
dengan tujuan, tidak ada tujuan yang jelas, belajar itu tidak akan berhasil
bahkan sama sekali tidak akan terjadi, maka langkah pertama yang harus
dilakukan dalam situasi pengajaran yang baik adalah menolong anak untuk
menentukan tujuan tempat diarahkannya kegiatan.[12]
Menurut Muhammad Abdul Kadir Ahmad
dalam bukunya yang berjudul “Thuruqu Ta’limi al-Tarbiyah al-Islaminyah”
menjelaskan tujuan pembelajaran Alquran adalah sebagai berikut:[13]
a. Kemantapan membaca sesuai dengan
syarat-syarat yang telah ditetapkan dan menghafal ayat-ayat yang mudah bagi
siswa.
b. Kemampuan memahami kitab Allah
secara sempurna, memuaskan akal dan mampu menenangkan jiwanya.
c. Kesanggupan menerapkan ajaran agama
dalam menyelesaikan problem hidup sehari-hari.
d. Penumbuhan rasa cinta dan keagungan Alquran dalam
jiwanya.
e. Pembinaan pendidikan Islam
berdasarkan sumber-sumbernya yang utama dari Alquran.
f. Kemampuan memperbaiki tingkah laku
murid-murid melalui metode pengajaran yang tepat.[14]
Islam pun mengutamakan tujuan pendidikannya dalam tiga
tingkatan, yaitu tingkat tujuan akhir, tingkat tujuan umum, dan tingkat tujuan
khusus. Walaupun tujuan-tujuan itu berasal dari sumber-sumber dasar ajaran
Islam yaitu Alquran dan sunnah, tetapi ia telah
diungkapkan dalam bahasa dan istilah modern dan dapat dilaksanakan di bangku
sekolah dan dalam konteks persekolahan modern.
Tujuan terakhir (ultimate aim) adalah untuk
mengetahui tujuan hidup manusia, yaitu segala usaha untuk menjadikan manusia
menjadi ‘abid untuk mengabdi dan beribadat kepada-Nya semata, hal ini
sebagaimana disebutkan dalam Alquran:
وَمَا خَلَقْتُ
الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ)
الذاريات: ٥٦(
Artinya:
Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka
menyembah kepada-Ku. (Qs. Al-Zâriyat: 56).
Begitu juga dalam ayat-Nya yang lain:
وَإِذْ قَالَ
رَبُّكَ لِلْمَلاَئِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الأَرْضِ خَلِيفَةً .... )البقرة: ٣٠(
Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berkata kepada malaikat: Aku akan
menciptakan khalifah di bumi. (Qs. al-Baqarah: 30).
Jadi segala usaha untuk membentuk watak manusia sebagai
khalifah di bumi ini, itulah tujuan pendidikan akhir menurut pandangan Islam.[15] Adapun tujuan
dan fungsi mata pelajaran Alquran Hadits di Madrasah Tsanawiyah adalah agar siswa memahami, meyakini, dan
mengamalkan isi kandungan Alquran dan Hadits serta bergairah untuk membacanya dengan fasih dan benar.
Selain tujuan umum di atas masih ada
tujuan khusus pembelajaran Alquran yang ingin dicapai yaitu untuk mengarahkan pemahaman dan penghayatan pada
isi yang terkandung dalam Alquran yang diharapkan dapat diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu
perilaku yang memancarkan iman dan taqwa kepada Allah Swt, sesuai dengan
tuntunan Alquran.[16]
Uraian di atas jelaslah bahwa betapa
pentingnya pembelajaran Alquran bagi kehidupan siswa dan pembangunan ilmu pengetahuan, Alquran merupakan sarana penunjang berbagai
disiplin ilmu, baik ilmu sosial maupun agama. Dengan pembelajaran ini
diharapkan siswa dapat memahami, meyakini dan mengamalkan ajaran yang
terkandung di dalamnya secara benar dan pada akhirnya siswa dapat menerapkan
dalam kehidupan sehari-hari serta sebagai bekal di akhirat nanti.
2.
Tujuan
Pembelajaran al-Hadits
Di dalam kurikulum Madrasah Tsanawiyah tahun 2006, disebutkan tujuan umum
pembelajaran Hadits adalah sebagai berikut :
1.
Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman siswa terhadap
pokok-pokok ilmu Hadits sehingga siswa mempunyai wawasan yang luas tentang
Hadits Nabi.
2.
Meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan keyakinan siswa
terhadap kandungan Hadits Nabi serta kemurnian dan kesempurnaan Hadits sebagai
pedoman dalam kehidupan sehari-hari.
3.
Memberi pengetahuan dan motivasi agar siswa selalu
berpedoman pada Hadits Nabi, baik dalam hubungan antara dirinya dengan manusia
maupun alam, serta mampu mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.[17]
Intinya, dalam pembelajaran hadits di Madrasah Tsanawiyah tersebut bertujuan agar peserta
didik mengerti ajaran agama Islam yang berhubungan dengan masalah yang
dibicarakan, guru memberikan pengetahuan hadits kepada peserta didik supaya
peserta didik dapat mengarah kepada:
a.
Kemantapan membaca tanpa salah, sesuai dengan ketentuan membaca
huruf Arab dan kemampuan menghafalnya dengan mudah.
b.
Kemampuan memahami isi bacaan dengan sempurna, memuaskan
akal, dan kemampuan menenangkan jiwa.
c.
Kemampuan menerapkan ajaran Islam dalam menyelesaikan
problem kehidupan sehari-hari.
Setiap masalah yang dibicarakan,
dalam arti dan maksud hadits, hendaklah selalu berorientasi kepada kenyataan
dan kebutuhan pada waktu tertentu. Yaitu kenyataan dan era yang tengah dihadapi
waktu pengajaran hadits diterimakan kepada peserta didik. Di samping itu, cara
dan kemungkinan pengalamannya harus dapat dipahami sehingga tujuan pengajaran
dapat dicapai.
Orientasinya tidak hanya itu,
masalah yang dibicarakan mesti membawa upaya-upaya peningkatan. Uraian-uraian
teks hadits yang disampaikan perlu dikemas dengan kata-kata yang menarik dan
diterima oleh akal sehat sesuai dengan jalan pikiran peserta didik yang
menerimanya. Isi dan orientasinya dapat mengikuti dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi yang menghendaki uraian yang logis dan wajar. Yang penting adalah
bahwa isi ajaran yang terkandung dalam hadits ini jangan dipisahkan dengan
kenyataan.
Jelasnya, isi hadits yang diperoleh
dari pemahaman atas teks hadits harus diupayakan sejalan dengan kenyataan
empirik dan merangkul kenyataan sesuai dengan prinsip ajaran yang terkandung
dalam hadits itu. Hal itu tentu tidak mudah. Namun dengan latihan, kelincahan
menalar, memberi keterangan serta pembuktian yang dapat dilacak, ditambah
penguasaan pengetahuan yang komprehensif, akan dapat dicapai sesuai yang
dikehendaki.
E. Metode Pembelajaran Alquran Hadits
Metode berasal dari bahasa Inggris “method”
yang artinya cara[19].
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia metode ialah “cara yang telah teratur dan
terpikir baik baik untuk mencapai suatu maksud (dalam ilmu pengetahuan dan
sebagainya)”[20].
Zakiah Daradjat berpendapat adalah
“suatu cara kerja yang sistematis dan umum, seperti cara kerja ilmu
pengetahuan”[21].
Suryosubroto mengemukakan bahwa “metode adalah cara yang dalam fungsinya
merupakan alat untuk mencapai tujuan”[22].
Dari pengertian di atas maka dapat
diambil kesimpulan bahwa metode adalah suatu cara yang sistematis dalam
menyampaikan pengetahuan dan fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan.
Secara umum Omar Muhammad al-Tomy
mendefinisikan sebagaimana dikutip dari buku Pengantar Didaktik Metodik Proses
Belajar Mengajar
Bahwa metode adalah semua aktivitas
mengajar dan belajar itu harus berdasarkan akhlak Islam yang mulia, metode yang
digunakan harus dapat membangkitkan semangat ajaran akhlak Islam, metode-metode
apapun dapat dipakai seperti metode diskusi, dialog, hafalan, ijtihad dan lain
sebagainya dapat dipakai, yang penting siswa itu menyadari bahwa mereka
berdialog dengan guru, berdiskusi secara bebas dengan gurunya tetapi mereka
juga harus ingat bahwa guru mereka harus dihormati dan dihargai”.[23]
Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia dikemukakan bahwa pembelajaran artinya proses atau cara
menjadikan orang atau makhluk hidup belajar”[24].
Menurut Dimyati dan Modjiono berpendapat, pembelajaran adalah “kegiatan
pendidik secara terprogram dalam desain instruksional untuk membuat peserta
didik belajar aktif,yang menekankan pada penyediaan sumber belajar”[25].
Oemar Hamalik mengemukakan bahwa pembelajaran adalah upaya mengorganisasi
lingkungan untuk menciptakan kondisi pembelajaran bagi peserta didik. Kegiatan ini meliputi unsur-unsur
manusiawi, material fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling
mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Unsur manusiawi ini meliputi peserta
didik, pendidik, dan tenaga lainnya[26].
Dari beberapa pengertian di atas maka yang
dimaksud dengan pembelajaran adalah suatu kegiatan yang melibatkan pendidik,
peserta didik dan komponen lainnya dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Dengan
kata lain, pembelajaran adalah suatu proses yang mengandung serangkaian
perbuatan pendidik dan peserta didik
atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif
dan ditunjang oleh berbagai unsur lainnya untuk mencapai tujuan yang telah
dirumuskan.
Dengan
demikian, metode pembelajaran AlQur’an hadis adalah cara yang digunakan dalam
proses pembelajaran untuk menyampaikan materi pembelajaran AlQur’an Hadis dari
seorang pendidik kepada peserta didik dalam rangka pencapaian tujuan yang
diharapkan.
Demikian juga halnya dengan
pengajaran Alquran Hadits, dimana penggunaan metode
mengajar harus berpedoman kepada tujuan yang akan dicapai tanpa melupakan
faktor siswa. Guru harus menggunakan metode yang sesuai dengan situasi dan
kondisi kelas saat berlangsungnya pelajaran tersebut.
Di samping itu, guru Alquran Hadits sebaiknya menanamkan
keyakinan, betapa pentingnya pelajaran tersebut, karena pendidikan Islam
bersumberkan pada Alquran dan
Hadits sesuai dengan tujuannya. Memberikan pengetahuan Alquran dan Hadits kepada anak didik dan mampu
mengarahkan kepada pemantapan membaca dan memahami kitab Allah secara
menyeluruh, juga merupakan intisari ajaran Islam yaitu apa yang termaktub dalam
Alquran. Sedangkan hadits dan sunah
Rasulullah merupakan penjelasan dari apa-apa yang dimaksud oleh Alquran.[27]
Dalam penggunaan satu atau beberapa
metode maka harus diperhatikan syarat-syarat berikut :
a.
Metode mengajar yang dipergunakan harus dapat membangkitkan
motif, minat, gairah belajar siswa.
b.
Metode mengajar yang dipergunakan harus dapat menjamin
perkembangan kegiatan kepribadian siswa.
c.
Metode mengajar yang dipergunakan harus dapat merangsang keinginan
siswa untuk belajar lebih lanjut.
d.
Metode mengajar yang dipergunakan harus mendidik murid dalam
teknik belajar sendiri dan cara memperoleh pengetahuan melalui usaha sendiri.
e.
Metode mengajar yang dipergunakan harus dapat meniadakan
penyajian yang bersifat verbalitas dan menggantinya dengan pengalaman atau
situasi yang nyata dan bertujuan.
f.
Metode yang dipergunakan harus dapat menanamkan dan
mengembangkan nilai-nilai dan sikap-sikap utama
yang diharapkan dalam kebiasaan cara bekerja yang baik dalam kehidupan
sehari-hari.[28]
Adapun cara-cara yang mudah dalam
pengajaran Alquran bagi siswa Madrasah Ibtidaiyah
sebagai berikut :
a.
Mengembangkan cara membaca Alquran dengan baik
yang kemudian me-nimbulkan ilmu tajwid Alquran.
b.
Meneliti cara membaca Alquran (qira’at)
yang telah berkembang mana yang sah dan sesuai serta mana yang tidak sesuai.
c.
Memberikan tanda-tanda baca dalam tulisan-tulisan mushaf
sehingga mudah dibaca dengan benar bagi mereka yang baru membaca Alquran.
d.
Memberikan tentang maksud dan pengertian yang terkandung
dalam ayat-ayat Alquran yang diajarkan. Pada umumnya diajarkan penjelasan ayat-ayat Alquran yang
diterima dan didengar dari nabi Muhammad yaitu berupa hadits-hadits yang
menjelaskan ayat-ayat yang bersangkutan.[29]
Ada beberapa metode yang dipergunakan dalam mendidik yang
bukan hanya melewati akal, melainkan langsung masuk ke dalam perasaan anak
didik, melalui pendidikan Alquran Hadits.
Metode-metode tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Metode hiwar (percakapan) Qurani
dan Nabawi
Hiwar ialah percakapan silih berganti
antara dua pihak atau lebih mengenai suatu topik, dan dengan sengaja diarahkan
kepada suatu tujuan yang dikehendaki (dalam hal ini oleh guru). Dalam
percakapan itu bahan pembicaraan tidak dibatasi, dapat digunakan berbagai
konsep sains, seni, wahyu, hadits dan lain-lain. Kadang-kadang pembicaraan itu
sampai pada satu kesimpulan, kadang-kadang tidak ada kesimpulan karena salah
satu pihak tidak puas terhadap pendapat pihak lain. Yang manapun yang
ditemukan, hasilnya dari segi pendidikan tidak jauh berbeda, masing-masing
mengambil pelajaran untuk menentukan sikap bagi dirinya.
Hiwar mempunyai dampak yang dalam bagi
pembicara dan juga bagi pendengar pembicaraan itu. Itu disebabkan oleh beberapa
hal sebagai berikut:
- Hiwar itu berlangsung secara dinamis
karena kedua pihak terlibat langsung dalam pembicaraan, tidak membosankan.
Kedua pihak saling memperhatikan. Jika tidak memperhatikan, tentu tidak
dapat mengikuti jalan pikiran pihak lain. Kebenaran atau kesalahan masing-masing
dapat diketahui dan direspons saat itu juga, dan selanjutnya pembicaraan
berjalan terus. Topik-topik baru sering ditemukan dalam pembicaraan
seperti itu.
- Pendengar tertarik untuk
mengikuti terus pembicaraan itu karena ia ingin tahu kesimpulannya. Ini
biasanya diikuti dengan penuh perhatian, tampaknya tidak bosan dan penuh
semangat.
- Metode ini
dapat membangkitkan perasaan dan menimbulkan kesan dalam jiwa, yang
membantu mengarahkan seseorang menemukan sendiri kesimpulannya.
- Bila hiwar dilakukan
dengan baik, memenuhi akhlak tuntunan Islam, maka cara berdialog, sikap
orang yang terlibat, itu akan mempengaruhi peserta sehingga meninggalkan
pengaruh berupa pendidikan akhlak, sikap dalam berbicara, menghargai
pendapat orang lain, dan sebagainya.
Kekurangannya
:
Adapun
kekurangan metode hiwar adalah sebagai berikut:
- Apabila terjadi perbedaan
pendapat akan banyak memakan waktu guna menyelesaikannya.
- Kemungkinan terjadi
penyimpangan perhatian anak didik terutama apabila terdapat jawaban yang
kebetulan menarik perhatiannya, tetapi bukan sasaran yang dituju.
- Kurang dapat secara cepat
merangkum bahan-bahan yang dipelajari.
- Memakan waktu yang lama.[30]
2.
Metode kisah Qurani dan Nabawi
Dalam pendidikan Islam, terutama
pendidikan agama Islam (sebagai suatu bidang studi), kisah sebagai metode amat
penting. Dikatakan amat penting, alasannya antara lain sebagai berikut:
- Kisah dapat mengaktifkan dan
membangkitkan semangat siswa. Karena setiap anak didik akan senantiasa
merenungkan makna dan mengikuti berbagai situasi kisah sehingga anak didik
terpengaruh oleh tokoh dan topik kisah tersebut.
- Mengarahkan semua emosi
sehingga menyatu pada satu kesimpulan yang menjadi akhir cerita.
- Dapat mempengaruhi emosi,
seperti khauf, perasaan diawasi, rela, senang, benci, sehingga
bergelora dalam cerita.[31]
Kekurangannya adalah sebagai berikut:
a. Pemahaman siswa menjadi sulit ketika
kisah itu telah terakumulasi oleh masalah lain.
b. Bersifat monoton dan dapat
menjenuhkan siswa.
c. Sering terjadi ketidakselarasan isi
cerita dalam kontek yang dimaksud sehingga pencapaian tujuan sulit dicapai.[32]
Kisah Qurani bukanlah hanya
semata kisah atau semata-mata karya seni yang indah, ia juga suatu cara Tuhan
mendidik umat agar beriman kepada-Nya. “Ditinjau
dari dampak pedagogis, kisah Nabawi tidak berbeda dari kisah Qurani.
Akan tetapi bila ditinjau secara mendalam, ternyata kisah Nabawi berisi
rincian yang lebih khusus seperti menjelaskan pentingnya keikhlasan dalam
beramal, menganjurkan bersedekah dan mensyukuri nikmat Allah”.[33]
3.
Metode amtsal (perumpamaan) Qurani dan Nabawi
Metode ini
dapat juga digunakan oleh guru dalam mengajar. Pengungkapannya tentu saja sama
dengan metode kisah, yaitu dengan berceramah atau membaca teks. Kebaikan metode
ini antara lain sebagai berikut:
- Mempermudah siswa memahami konsep
yang abstrak, ini terjadi karena perumpamaan itu mengambil benda konkret
seperti kelemahan tuhan orang kafir diumpamakan dengan sarang laba-laba. Sarang laba-laba memang lemah
sekali, disentuh dengan lidi pun dapat rusak.
- Perumpamaan dapat merangsang
kesan terhadap makna yang tersirat dalam perumpamaan tersebut. Seperti
kata dharb dalam surat al-Baqarah: 26, dimaksudkan untuk
mempengaruhi dan membangkitkan kesan, seakan-akan si pembuat perumpamaan
menjewer telinga pembaca dengannya sehingga pengaruh jeweran itu
meresap ke dalam kalbu.
- Merupakan pendidikan agar bila
menggunakan perumpamaan haruslah logis dan mudah dipahami. Jangan sampai
dengan menggunakan perumpamaan malah pengertiannya kabur atau hilang sama
sekali. Perumpamaan harus memperjelas konsep, bukan sebaliknya.
Keistimewaan perumpamaan dalam Alquran ialah
natijah (konklusi) silogismenya justru tidak disebutkan, yang
disebutkan hanya premis-premisnya.
- Amtsal Qurani dan Nabawi
memberikan motivasi kepada pendengarnya untuk berbuat amal baik dan menjauhi
kejahatan. Jelas hal ini amat penting dalam pendidikan
Islam.[34]
4. Metode
Keteladanan
Dalam Alquran kata teladan diproyeksikan dengan kata uswah yang
kemudian diberi sifat di belakangnya seperti sifat hasanah yang berarti baik.
Metode ini dianggap penting karena aspek agama yang terpenting adalah akhlak
yang termasuk dalam kawasan afektif yang terwujud dalam bentuk tingkah laku (behavioral).[35]
Ada beberapa konsep yang dapat
dipetik dari penggunaan metode ini:
- Metode pendidikan Islam
berpusat pada keteladanan. Yang memberikan teladan itu di lingkungan
sekolah adalah guru, kepala sekolah, dan semua aparat sekolah. Dalam
pendidikan masyarakat, teladan itu adalah pemimpin masyarakat. Dan dalam
kehidupan keluarga adalah ayah, ibu dan orang yang lebih tua.
- Teladan
untuk guru-guru ialah Rasulullah Saw. Guru tidak boleh mengambil tokoh yang diteladani selain Rasul Saw.
Sebab, Rasul itulah teladan yang terbaik. Rasul meneladankan bagaimana
kehidupan yang dikehendaki Tuhan karena Rasul itu adalah penafsir ajaran
Tuhan.[36]
Sebagaimana firman Allah dalam
ayat-Nya:
يَا أَيُّهَا
النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاء الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ
عَلَيْهِنَّ مِن جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ
اللَّهُ غَفُوراً رَّحِيماً)
الأحزاب: ٥٩(
Artinya: Sesungguhnya telah ada pada
(diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang
mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut
Allah.” (QS. al-Ahzâb: 21).
5. Metode
pembiasaan
Alquran dalam memberikan materi pendidikan
adalah kebiasaan yang dilakukan secara bertahap. Dalam hal ini termasuk merubah
kebiasaan-kebiasaan yang negatif. Alquran menjadikan kebiasaan itu sebagai suatu metode pendidikan, mengubah
seluruh sifat-sifat yang baik menjadi kebiasaan, sehingga jiwa dapat menunaikan
kebiasaan itu dengan mudah. Kebiasaan yang digunakan oleh Alquran tidak terbatas hanya kebiasaan yang
baik dalam perbuatan melainkan juga dalam bentuk perasaan dan pikiran.[37]
Dalam proses belajar mengajar,
karena pembiasaan ini berintikan pengulangan, maka metode pembiasaan juga
berguna untuk menguatkan hafalan. Sehingga dengan seringnya mengulang, para
peserta didik akan lebih cepat menghafal materi pelajaran yang sedang
diajarkan. Bahkan Rasulullah pun sering mengulang-ulang berdoa dengan lafadz
yang sama, sehingga beliau hafal betul doa tersebut, dan para sahabatnya yang
mendengarkan doa itu pun juga hafal doa itu dengan sendirinya.
6. Metode
’ibrah dan mau’izah
Pendidikan Islam memberikan
perhatian khusus kepada metode ‘ibrah agar pelajar dapat mengambilnya
dari kisah-kisah dalam Alquran,
sebab kisah-kisah itu bukan sekedar sejarah, melainkan sengaja diceritakan
Tuhan karena ada pelajaran (’ibrah) yang penting di dalamnya. Adapun mau’izah,
seperti ditafsirkan Rasyid Ridha, adalah “nasihat dengan cara menyentuh kalbu
dan menggetarkan hati. Secara teori, nasihat yang menggetarkan hati haruslah
nasihat dengan menggunakan bahasa yang menyentuh hati. Itu tidak mudah. Akan tetapi
dengan keikhlasan dan berulang-ulang, akhirnya nasihat itu akan dirasakan
menyentuh kalbu pendengarnya”.[38]
Begitu juga dalam proses
pembelajaran sehari-hari. Para peserta didik dituntut untuk dapat mengambil ibrah
atas apa yang mereka pelajari dari kisah-kisah yang Allah ceritakan dalam Alquran tersebut, sehingga itu berbekas di
hati mereka dan berpengaruh baik terhadap tingkah laku mereka.
7. Metode
targhib dan tarhib
Targhib adalah janji terhadap kesenangan,
kenikmatan akhirat yang disertai bujukan. Tarhib adalah ancaman karena
dosa yang dilakukan. Metode ini bertujuan agar orang mematuhi aturan Allah.
Tekanan targhib agar melakukan kebaikan, sedangkan tarhib agar
menjauhi kejahatan. “Targhib dan tarhib dalam pendidikan Islam berbeda dengan
metode ganjaran dan hukuman dalam pendidikan Barat. Perbedaan utamanya ialah targhib
dan tarhib bersandarkan ajaran Allah, sedangkan ganjaran dan hukuman
bersandarkan hukum dan ganjaran duniawi”.[39]
Maka dalam melaksanakan pendidikan,
hendaknya seorang guru lebih selektif dalam memilih hukuman yang akan diberikan
kepada peserta didik. Hukuman itu semestinya yang dapat mendidik mereka untuk
berubah dan memperbaiki diri untuk lebih baik. Begitu juga dengan ganjaran,
hendaknya yang dapat memotivasi peserta didik untuk terus berkembang dan lebih
giat lagi dalam proses belajar mengajar.
Adapun metode-metode mengajar Alquran Hadits secara umum yang sering dipraktekkan dalam proses
belajar mengajar yang formal, serta kelebihan dan kekurangannya masing-masing
dapat dilihat pada penjelasan di bawah ini :
1. Metode
Ceramah
Metode ceramah adalah cara
menyampaikan suatu pelajaran tertentu dengan jalan penuturan secara lisan
kepada anak didik atau khalayak ramai. Dalam metode ini guru memegang peranan
utama, jadi keberhasilan pengajaran tergantung pada guru. Dalam sejarah Islam,
Nabi Muhammad Saw dan para sahabat, dalam mengembangkan dan mendakwahkan agama
Islam banyak menggunakan dengan cara berceramah ini.[40]
Untuk mencapai hasil yang memuaskan dalam metode ini,
seorang guru harus menempuh langkah-langkah sebagai berikut :
- Tujuan yang hendak dicapai atau
yang harus dipelajari oleh anak didik, harus dirumuskan dengan jelas.
- Menetapkan istilah-istilah atau
pengertian-pengertian yang akan dipergunakan dalam ceramahnya.
- Menyusun bahan ceramah dengan
teliti.
- Mengarahkan perhatian siswa
pada pokok masalah yang diceramahkan.
- Menanamkan pengertian-pengertian
dengan jelas.
- Mengadakan evaluasi untuk mengetahui apakah tujuan telah tercapai.[41]
2. Metode
Tanya jawab
Metode tanya jawab dipergunakan untuk dapat mengetahui
apakah murid telah mengetahui fakta-fakta tertentu yang sudah diajarkan, atau
apakah proses pemikiran terdapat pada para murid. Dengan demikian guru dapat
mengetahui apabila murid belum mengerti, agar guru dapat mengulang kembali
sampai murid benar-benar mengerti. Jadi, metode tanya jawab lahir dari
ketidakpahaman siswa dalam memahami materi yang diterangkan guru atau siswa
lain yang memberikan argumentasinya.[42]
Tujuan metode tanya jawab :
- Untuk merangsang anak didik
agar perhatiannya terarah pada masalah yang dibicarakan.
- Untuk mengarahkan proses
pemikiran anak sebagai ulangan atau evaluasi pelajaran yang telah
diberikan.
- Untuk mengarahkan
langkah-langkah berpikir atau proses yang ditempuh dalam memecahkan
soal/masalah, sehingga anak didik berpikir secara sistematis.[43]
Metode ini sangat sesuai untuk digunakan dalam pembelajaran Alquran Hadits, sebab apabila ada hal yang
kurang dimengerti dapat ditanyakan langsung, metode tanya jawab ini benar-benar
mendorong anak didik untuk berani bertanya agar semua masalah yang ada dapat
diselesaikan.
3. Metode
Diskusi
Metode diskusi adalah salah satu
cara memecahkan persoalan secara bersama-sama, dengan mengemukakan dan
pertukaran pengetahuan yang ada pada guru dengan murid, sehingga akan menemukan
jawaban yang tepat. Metode diskusi adalah cara yang baik untuk merangsang
murid-murid berpikir dan mengeluarkan pendapat sendiri, serta ikut
mengembangkan pikiran dalam satu masalah bersama.[44]
Metode diskusi ini pada umumnya akan membuat suasana kelas
lebih hidup, karena siswa lebih aktif dan bersemangat Di mana setiap siswa
mendapat kesempatan untuk mengemukakan pendapat mereka masing-masing. Jadi
metode diskusi ini merupakan proses pembelajaran yang menyebabkan terjadinya
interaksi antara guru dengan siswa dan antara siswa dengan siswa. Dalam pembelajaran Alquran Hadits metode ini sangat bermanfaat
untuk mengetahui sejauh mana ilmu yang telah diajarkan dapat dikuasai oleh
siswa, dan apabila terdapat perbedaan pendapat dapat diselesaikan secara
bersama-sama.
Dalam Alquran,
“Allah menganjurkan kepada kita untuk
berdiskusi dan bermusyawarah secara baik dalam menghadapi berbagai masalah yang
dihadapi bersama”[45], dalam ayat-Nya yang berbunyi:
فَبِمَا رَحْمَةٍ
مِّنَ اللّهِ لِنتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنتَ فَظّاً غَلِيظَ الْقَلْبِ لاَنفَضُّواْ
مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الأَمْرِ
فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّهِ إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ
الْمُتَوَكِّلِينَ) آل عمران: ١٥٩(
Artinya:
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah
lembut ter-hadap
mereka. Sekiranya kamu bersikeras lagi berhati kasar, tentulah mereka
menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah me-reka, mohonlah
ampun bagi mereka, dan bermusyawarah dengan me-reka dalam urusan itu. Kemudian
apabila kamu telah membulatkan te-kad, maka bertawakallah kamu kepada Allah,
sesungguhnya Allah me-nyukai orang-orang
yang bertawakal kepada-Nya.” (QS. Ali Imran: 159).
Dalam upaya menghidupkan proses
pembelajaran yang efektif maka tujuan metode diskusi antara lain:
- Mendorong anak didik berpikir
dan mengeluarkan pendapatnya dengan dasar argumentasi yang kuat dan
akurat.
- Mendorong anak didik untuk
mengembangkan daya imajinasi dan intuitif serta daya pikir yang kritis.
- Mendorong anak didik
menyumbangkan buah pikirnya untuk memecahkan masalah bersama.
- Mengambil satu atau beberapa
alternatif jawaban untuk memecahkan masalah berdasarkan pertimbangan yang
seksama.[46]
Dari uraian di atas jelas bahwa metode pembelajaran Alquran Hadits bermacam-macam, ini berarti
tidak ada satu metode pun yang sempurna. Dengan demikian metode mengajar
tersebut akan saling menutupi kelemahan masing-masing sehingga hasil pengajaran
yang diperoleh akan mencapai sasarannya.
Jadi seorang guru harus menggunakan metode yang
bermacam-macam dan tidak akan berhasil dengan baik pembelajaran Alquran Hadits jika guru hanya menggunakan
satu metode saja. Dengan demikian sangatlah dituntut kemampuan guru Alquran Hadits agar memiliki dan memahami
berbagai metode mengajar, dan seorang guru hendaklah lebih selektif dalam
memilih metode sesuai dengan materi yang diajarkan, tujuan yang ingin dicapai
serta situasi dan kondisi kelas di mana pembelajaran sedang berlangsung.
[2]
Imansyah Ali Pane, Didakdik Metodik Pendidikan Umum, Cet. III,
(Surabaya: Usaha Nasional, 1999), hal. 71.
[6] Abdul Aziz Abdul Rauf, Kiat Sukses Menjadi Hafizh Quran Daiyah,
Cet, 4, (Bandung: Syaamil Cipta Media, 2004), hal. 49.
[7]
Abdurrab Nawabudin, Teknik Menghafal Alquran, Cet. 1, (Bandung: Sinar Baru, 1991), hal. 23.
[9] Imam
Murjito, Pedoman Metode Praktis Pengajaran Ilmu Alquran Qiraati, (Semarang: Raudhatul Mujawwidin, t.th.),
hal. 9.
[12] Imanuddin Ismail, Pengembangan Kemampuan
Belajar pada Anak, (Jakarta: Bulang Bintang, 1980), hal. 40.
[13] Habib Thoha, dkk., Metodologi Pengajaran
Agama, Cet. II, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hal. 33.
[14] Ibid., hal. 33.
[15] Hasan
Langgulung, Manusia..., hal. 56 dan 65.
[16] Departemen Pendidikan Agama R.I., GBPP
Madrasah Aliyah, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama
Islam Departemen Agama R.I, 1993), hal. 1.
[17] Tim Penulis IKIP Surabaya, Pengantar
Didaktik Metodik Kurikulum PBM, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006),
hal. 48.
[18] Habib Thoha, dkk., Metodologi Pengajaran...,
hal. 63.
[19] Anwar
Yusuf. Syaiful Tayar, Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab, Cet. I, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), hal. 16.
[22] Suryosubroto,
B. Proses Belajar Mengajar, Cet.I, (Jakarta:
Rineka Cipta, 1997), hal. 38.
[24] Arman
Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Pers , 2002), hal. 34.
[27] Zuhairi, dkk., Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara,
1992), hal. 76.
[28] Ibid., hal. 53.
[29] Ibid., hal. 81.
[31] Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam,
(Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hal.161.
[33] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan..., hal. 141.
[34] Ibid., hal. 142.
[35] Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana
Ilmu, 1997), hal. 95.
[36] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan..., hal. 143.
0 Comments
Post a Comment