Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Pengertian Perkembangan Mental Anak


BAB II

URGENSI PERAN ORANG TUA DALAM MEMAHAMI PERKEMBANGAN MENTAL ANAK


A.    Pengertian Perkembangan Mental Anak

Para ahli psikologi setuju dengan pengertian perkembangan sebagai suatu proses perubahan yang mengarah kepada kemajuan. Perkembangan menyebabkan tercapainya kemampuan dan karakteristik psikis yang baru. Perubahan yang dimaksud sebagai perkembangan itu terjadi apabila individu yang berkembang mengalami dua hal yaitu pertumbuhan dan belajar. “Pertumbuhan diartikan sebagai perubahan aspek fisik yang Nampak dalam perubahan ukuran, berat dan struktur. Misalnya bertambah panjangnya tungkai dan lengan, bertambah tingginya badan, bertambah beratnya badan dan bertambah sempurnanya susunan tulang dan syaraf”[1].
J.Monks menjelaskan suatu konsep lain yang erat kaitannya dengan pertumbuhan adalah sebagai berikut:
Kematangan. Istilah kematangan sering digunakan sebagai arti yang sama dengan pertumbuhan walaupun sebenarnya tidak persis sama. Perubahan fisik yang bersifat kuantitas yang disebut pertumbuhan mungkin terjadi karena tercapainya kematangan, namun tidak seluruhnya perubahan itu disebabkan oleh kematangan, tetapi karena pengaruh factor luar seperti makanan. Jadi pertumbuhan dipengaruhi oleh factor luar dan dalam diri individu yang disebut sebagai kematangan itu. Istilah kematangan menggambarkan pola perubahan fisik dan keterampilan yang ditentukan oleh factor gene[2].

Dari aspek lain perkembangan dicapai karena adanya proses belajar. Karena belajar individu memperoleh pengalaman baru dan pengalaman baru menimbulkan tingkah laku yang baru. Seorang anak berkembang, Nampak dalam perubahan cara makan yaitu cara makan dengan tangan menjadi mampu makan dengan sendok, karena ia belajar dari otang tuanya.
Zulkifli dalam bukunya psikologi perkembangan membahas perkembangan rohani sejak manusia lahir sampai menjadi dewasa sebagai berikut:
Dalam proses perkembangan rahani itu terjadi perubahan terus-menerus, tetapi perkembangan itu tetap merupakan suatu kesatuan. Diantara masa-masa perkembangan itu adalah masa bayi, masa kanak-kanak, masa anak sekolah, masa remaja (pubertas dan adolesen, dan masa dewasa. Dalam bidang kesehatan dikemukakan tentang perlunya meningkatkan gizi bagi calon ibu maupun bayi yang dikandungnya berupa penambahan vitamin-vitamin dan mineral dengan lebih dahulu berkonsultasi dengan bidan ataupun dokter kandungan[3].

Jadi dapat disimpulkan bahwa perkembangan anak dapat dilihat secara kualitas dan pertumbuhan anak dapat dilihat secara kuantitas. Dengan kata lain perkembangan terjadi pada psikis sedangkan pertumbuhan terjadi pada phisik.
Perkembangan psikologi anak terutama di usia balita sangatlah penting diperhatikan, mengingat di usia balita merupakan faktor dimana mereka memerlukan semua kebutuhan baik fisik maupun mental. Dari dua kebutuhan tersebut merupakan faktor utama bagi anak saat mengalami pertumbuhan dan perkembangannya. Perlu Anda ketahui, bahwa anak yang lahir dan tumbuh menjadi anak yang sehat secara fisik maka tentu akan mempengaruhi kesehatan mental atau psikologisnya. Sebaliknya, jika anak tumbuh dengan kondisi fisik yang kurang baik maka akan berdampak tidak baik juga bagi kesehatan psikologis anak.
Perkembangan psikologi anak dimulai sejak baru dilahirkan. Berdasarkan penelitian membuktikan bahwa, bayi yang baru lahir dan masuk di bulan pertama kehidupannya hanya bisa mengalami rasa bahagia, sedih, dan marah. Senyum pertama bayi akan bisa dilihat di usia 6-10 minggu. Menurut imu psikologi anak, senyum yang diperlihatkan oleh bayi merupakan senyum sosial yang terjadi pada saat interaksi sosial. Perkembangan psikologi anak yang cukup cepat di usia 8-12 bulan merupakan usia yang rawan, dimana batita mulai merasakan senang saat berada dengan orang-orang yang akrab dengannya, merasakan ketakutan saat ia berada di sekitar lingkungannya, serta dapat merasakan kecemasan saat berpisah dengan orang-orang terdekatnya atau didekati oleh orang asing.
Disamping itu, karena usianya yang belum cukup mengerti akan keadaan di sekitarnya untuk mampu merasakan dan membuat pertimbangan apa yang dibutuhkan, diinginkan, serta apa yang menjadi kepentingan orang lain, maka anak memiliki sifat egosentris yang sangat besar. Di usia anak 2-5 tahun ia baru saja memulai kapasitasnya untuk memahami aturan sosial dan rasa empatinya yang akan terus berkembang hingga ia dewasa. Dengan usia yang akan terus bertambah, perkembangan anak dapat dilihat dari proses ia mengembangkan cara berpikirnya, walaupun terkadang cara berpikirnya tidak selogis orang dewasa. Namun, paling tidak ia sudah mulai mengerti dengan apa yang dilihat dan dirasakannya. Seperti contoh, ketika si kecil sedang bermain dengan robot/bonekanya dan ia tersandung karena mainan tersebut, lalu ia menghukum mainannya dengan pukulan ia menganggap mainannya nakal karena sudah membuatnya tersandung.
Usia balita merupakan usia yang masih dibilang memiliki sifat egosentris yang cukup kuat. Dimana anak hanya dapat mempertimbangkan dan mementingkan segala sesuatunya yang ia anggap benar berdasarkan cara pandangnya sendiri. Tetapi perlu Anda ketahui, bahwa di usia inilah perkembangan psikologi anak berkembang secara pesat. Secara perlahan, sifat egosentrisme anak akan mulai berkurang terutama jika diberikan pola pengasuhan yang tepat dan baik, sehingga anak akan terpola cara didik Anda yang baik semenjak dini.
Disinilah peran orangtua dibutuhkan dalam mengasuh dan membimbing anak secara intensif, sehingga perkembangan psikologi anak bertumbuh secara baik. Namun, bersikaplah untuk lebih sabar dan memahaminya saat Anda mengajar si kecil, serta berikan juga contoh yang baik agar dapat ditiru dan diambil hal positif yang ia lihat dari orangtuanya. Hal tersebut merupakan hal yang penting karena tugas Anda sebagai orangtua adalah mengasuh dan mendidik anak untuk memberikan contoh dalam perilaku yang baik, agar apa yang ia lihat bisa menjadi hal yang positif bagi anak Anda kelak. Jangan lupa juga agar Anda harus bisa bersikap tegas dalam menerapkan hidup disiplin agar anak memiliki pondasi yang kuat dalam pembentukan sifat dan karakternya di masa yang akan datang.


B.    Pandangan Para Ahli Psikologi Tentang Perkembangan Mental Anak

Piaget merupakan salah seorang pakar psikologi swiss yang banyak mempelajari perkembangan kognitif anak. Piaget meyakini bahwa anak membangun secara aktif dunia kognitif mereka sendiri. Anak tidak pasif menerima informasi, melainkan berperan aktif di dalam menyusun pengetahuannya mengenai realitas.[4]
Tahap-tahap perkembangan pemikiran dibedakan Piaget atas empat tahap, yaitu tahap pemikiran sensoris-motorik, praoperasional, operasional konkret dan operasional formal. Akan tetapi, Piaget tidak menetapkan secara tegas batasan-batasan umur pada masing-masing tahap. Batasan umur pada masing-masing tahap diberikan oleh Ginsburg dan Opper. Berikut ini tahap-tahap yang diberikan pada masa bayi, yaitu tahap sensoris-motorik.
Tahap sensoris-motorik berlangsung dari kelahiran hingga kira-kira 2 tahun. Selama tahap ini, perkembangan mental ditandai dengan kemajuan pesat dalam kemampuan bayi untuk mengorganisasikan dan mengkoordinasikan sensasi melalui gerakan-gerakan dan tindakan-tindakan fisik. Dalam hal ini, bayi yang baru lahir bukan hanya menerima secara pasif rangsangan-rangsangan terhadap alat-alat indranya, melainkan juga aktif memberikan respon terhadap rangsangan tersebut, yakni melalui gerak-gerak refleks.  
Syamsu Yusuf menjelaskan bahwa:
Perkembangan adalah suatu perubahan fungsional yang bersifat  kualitatif, baik dari fungsi-fungsi fisik maupun mental sebagai hasil  keterkaitannya dengan pengaruh lingkungan. Perkembangan ditunjukkan  dengan perubahan yang bersifat sistematis, progresif dan berkesinambungan. Perubahan Bersifat Sistematis Perubahan dalam perkembangan yang ditunjukkan dengan adanya saling kebergantungan atau saling mempengaruhi antara aspek-aspek fisik dan psikis dan merupakan satu kesatuan yang harmonis. Misalnya anak diperkenalkan bagaimana cara memegang pensil, membuat huruf-huruf dan diberi latihan oleh orang tuanya. Kemampuan belajar menulis akan mudah dan cepat dikuasai anak apabila proses latihan diberikan pada saat otot-ototnya telah tumbuh dengan sempurna, dan saat untuk memahami bentuk huruf telah diperoleh.[5]

Dengan demikian anak akan mampu memegang pensil dan membaca bentuk huruf. Perubahan Bersifat Progresif Perkembangan yang ditunjukkan dengan adanya perubahan yang terjadi bersifat maju, meningkat dan mendalam baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Misalnya, perubahan pengetahuan dan kemampuan anak dari yang bersifat sederhana berkembang ke arah yang lebih kompleks. Perubahan Bersifat Berkesinambungan Berkesinambungan ditunjukkan dengan adanya perubahan yang berlangsung secara beraturan atau berurutan, tidak bersifat meloncat-loncat atau karena unsur kebetulan. Misalnya, agar anak mampu berlari maka sebelumnya anak harus mampu berdiri dan merangkak terlebih dahulu. Melalui belajar anak akan berkembang, dan akan mampu mempelajari hal-hal yang baru. Perkembangan akan dicapai karena adanya proses belajar, sehingga anak memperoleh pengalaman baru dan menimbulkan perilaku  baru.    
C.    Fungsi Orang Tua Terhadap Perkembangan Mental Anak    

Orangtua harus melibatkan diri secara langsung agar perkembangan psikologi yang positif dapat dihasilkan. Mereka harus menyediakan fisilitas dasar; peka akan penerimaan tanpa syarat dan menerapkan stimulasi dan pada waktu yang sama mengevaluasi tahap perkembangan dan perangai anak-anak. Keterlibatan secara langsung ini tidak dapat kita amati pada kebanyakan orangtua di Asia. Mereka biasanya menyembunyikan perasaan mereka dan ini menyebabkan suatu jurang yang dalam dari segi hubungan orangtua dan anak mereka. Kaum lelaki dianggap sebagai daya penggerak keluarga dan beliau biasanya lebih memberi arahan daripada berinteraksi dengan anaknya. Beliau lebih suka menegur daripada bersikap mesra, dengan anaknya.
Anak-anak biasanya kurang diberi perhatian. Ayah, mereka jarang menanyakan atau perhatian tentang pelajaran sekolah. Adalah dianggap mencukupi, anaknya mendapatkan pendidikan, berhasil atau tidak adalah menjadi soal kedua. Keterlibatan orangtua secara dangkal ini sepatutnya dihindarkan. Mereka harus melibatkan diri secara langsung untuk membantu perkembangan psikolog yang positif.
Orangtua harus menyentuh, menepuk bahu, memeluk anaknya selalu. Mereka juga mesti memberitahu perasaan mereka terhadap anaknya dan juga pada waktu yang sama mendengar dan berinteraksi dengan anaknya. Orangtua juga mesti siap bila anak-anaknya memerlukan mereka. Tugas orangtua penting dalam menyediakan keperluan dasar yaitu makanan, tetapi ini tidaklah cukup. Komunikasi adalah amat penting antara orangtua dan anak dan ini seharusnya berkelanjutan.
Anak-anak memerlukan garis panduan dalam bertingkahlaku melalui peraturan yang mudah yang disediakan oleh orangtuanya. Konflik tekanan serta masalah tingkahlaku terjadi bila orangtua membuat target lebih ataupun kurang terhadap kemampuan anaknya. Untuk mengatasi ini, orangtua harus memahami kemampuan seseorang anak berdasarkan umurnya. Bila seseorang anak didenda, dia harus diberi pengertian oleh orangtuanya bahwa yang ditolak adalah tingkahlaku dan bukan dirinya.
Berkurang atau menurunnya kasih sayang dari orangtua yang dapat diamati anak-anak melalui tindak tanduk orangtua merupakan suatu pengalaman yang dahsyat bagi anak-anak dan seharusnya dihindarkan. Orangtua harus mengetahui akan pentingnya stimulasi dalam hubungan langsung dan pengaruh/hasilnya terhadap interaksi yang diterapkan. Stimulasi melibatkan pelbagai pancaindera yaitu penglihatan, bau, pendengaran, sentuhan dan rasa. Masing-masing ada secara terpisah dan juga dapat diamati dalam kombinasi yang berbeda.
Stimulasi dapat diterapkan sejak kelahiran, contohnya, dalam proses perawatan pada bayi dan lain-lainnya. Ini juga dapat digabungkan dalam rutinitas harian yaitu waktu mandi; makan; mencud pakaian dan melakukan pekerjaan rumah. Orangtua harus berbicara dengan mereka dan ini akan meningkatkan lagi pemikiran dan kemahiran menyelesaikan masalah. Selanjutnya, ikatan yang lebih rapat dapat terjalin antara orangtua dan anak-anak. Dalam memperkenalkan pelbagai stimulasi, langkah yang harus diambil adalah orangtua harus memastikan bahwa tugas yang diberikan pada anak semestinya berdasarkan kemampuan anak tersebut pada jenjang umur yang sesuai. Orangtua harus memperkenalkan stimulasi secara teliti. Bagi anak yang tidak bermasalah langsung, stimulasi yang banyak tidak digalakkan. Banyak usaha serta waktu yang harus diperuntukkan bagi anak-anak yang lambat (slow-to warm- up). Sebaliknya, stimulasi harus dikurangi pula sekiranya anak tersebut diserang histeria.
Orangtua harus peka kepada kehendak anaknya. Sekiranya anak itu tidak gembira dengan kerja yang diberikan maka kerja tersebut harus dihentikan. Sekiranya aktiviti yang dijalankan adalah membosankan, maka seharusnya ditukar atau diusahakan menjadi lebih menarik.
Ada tiga hal yang harus diperhatikan oleh orangtua dalam menyediakan stimulasi untuk perkembangan anaknya sebagai berikut:
Pertama, kelemahan yang ada di pihak orangtua yang tradisional. Mereka bermain dengan anak mereka hanya ketika mereka bayi saja. Mereka merasa kurang senang bermain dengan anak mereka dalam tahap anak-anak. Orangtua harus meninggalkan tradisi ini dan mulai bermain dengan anak-anak mereka yang bukan bayi lagi. Kedua, ibu dianggap sebagai pemberi kasih sayang yang utama walaupun didapati bahwa banyak ibu mulai bekerja saat ini. Keterlibatan ayah dengan anak-anak mereka juga tidak begitu besar. Misalnya anak lelaki menganggap ayahnya sebagai model dan sebaliknya bagi anak perempuan. Selanjutnya hubungan anak tersebut dengan model sajalah yang rapat. Ini harus dikurangi, interaksi antara kedua orangtua dengan anak-anak lebih digalakkan. Ketiga, efek dari kedua orangtua yang pergi kerja menyebabkan mereka tidak punya waktu penjagaan yang berkualitas untuk dihabiskan dengan anak-anak. Waktu luang yang begitu singkat dihabiskan untuk mengutamakan keperluan keluarga. Waktu emas ini harus digunakan dengan sebaik-baiknya untuk menyediakan peluang-peluang stimulasi dan bukannya melemahkan kembali interaksi, misalnya pertengkaran suami isteri yang saling menyalahkan satu sama lain dalam menjalankan tanggungjawab sebagai ibu dan bapak.[6]

Peran keluarga sangat penting dalam mengembangkan kesehatan mental anak. Dengan perawatan orang tua yang penuh kasih sayang dan pendidikan tentang nilai-nilai kehidupan, baik agama maupun social budaya sangat penting sekali, karena untuk mempersiapkan anak menjadi pribadi dan anggota masyarakat yang sehat. Mengembangkan kesehatan mental berbasis keluarga memberikan petunjuk tentang tugas dan fungsi orang tua dalam merawat dan mendidik anaknya, sehingga hidup anaknya pun berada dalam jalan yang benar.
Keluarga merupakan aset yang sangat penting , karena individu tidak dapat hidup sendirian tanpa ada ikatan dengan keluarga. Keluargapun memberikan pengaruh yang besar terhadap seluruh anggotanya sebab selalu terjadi interaksi yang paling bermakna dan berkenan, Keluarga yang bahagia sangat penting bagi perkembangan emosi para keluarganya (terutama anak). Apabila suatu keluarga tidak bahagia emosi anakpun akan terganggu dan tidak merasa nyaman dengan keluarganya, karena dikeluargalah seorang anak dapat merasakan kasih sayang dan perhatian yang penuh dari keluarganya terutama dari ayah dan ibunya.
D.    Hubungan Pertumbuhan dan Perkembangan Mental Anak dengan Kepedulian Orang Tua
     
Beberapa faktor mempengaruhi orangtua dan hal ini hanya berpengaruh terhadap hubungan dengan anak-anak mereka. Faktor-faktor tersebut adalah faktor ekonomi, konflik rumah tangga, tekanan yang berhubungan dengan pekerjaan, kekurangan pengetahuan tentang perkembangan khusus kanak- kanak dan kemahiran dalam berperan sebagai orangtua. Kesemua faktor ini dapat berinteraksi antara satu sama lain dan kadangkala menghalangi orangtua untuk melaksanakan keterlibatan pada tahap yang berbeda.
Orangtua mungkin memerlukan dukungan untuk bertindak sebagai orangtua, sebagai suami dan isteri dan sebagai individu. “Orangtua tidak akan begitu mengutamakan aspek-aspek halus keorangtuaan sekiranya mereka mempunyai hal-hal untuk memenuhi keperluan dasar dan juga mungkin mereka mengalami tekanan dalam menyelesaikan pekerjaan kantor dan pekerjaan rumah. Orangtua memerlukan rangkaian sokongan secara informal dari saudara dan teman-teman dan lingkungan sosial yang formal”[7]. Suatu dukungan dalam pendidikan berperan sebagai orangtua yang khusus perlu bagi mendidik orangtua. Melalui pendidikan ini, ia dapat mengenal secara pasti bahwa orangtua umumnya mempunyai kekuatan dan kepandaian tertentu dalam lingkup ‘berperan sebagai orangtua’ tetapi mereka mungkin memerlukan pengetahuan tambahan dan juga ketrampilan-ketrampilan baru untuk meningkatkan perawatan anak-anak.
Orangtua juga harus tegas dalam menjalankan tugas mereka, bekerjasama terhadap kejadian yang dilalui dengan orangtua yang lain. Mereka juga harus belajar dari orangtua yang lain. Sebagai orangtua yang selalu sibuk dengan rutinitas kerja yang padat. Membuat waktu kita sangat terbatas untuk anak kita. Padahal inginnya kita bisa terus menerus dekat dengan si buah hati. tapi kira-kira bisa tidak waktu kita yang terbatas itu menjadi berkualitasdan mungkin atau tidak kita bisa menjadi orang tua yang efektif.
Selama kita bisa memanfaatkan waktu, orang tua yang sibuk pasti tetap bisa membesarkan anaknya dengan baik. Karena belum tentu juga anak yang orangtuanya mempunyai seratus persen waktu di rumah, bisa memiliki kualitas fisik, jiwa dan psikologis yang lebih baik dibandingkan anak yang orangtuanya banyak waktunya habis di tempat kerja. “Karena tumbuh kembang anak tidak bergantung pada lama waktu alias kuantitas orang tua bersama anaknya. Tetapi lebih kepada kualitasnya”[8].
Ibu yang setiap hari di rumah, tapi tidak terlalu care pada tumbuh kembang anaknya, misalnya ibu asyik menonton televisi sendiri, sementara anaknya dibiarkan bermain sendiri tanpa bimbingan darinya. Tidak akan sebanding dengan ibu yang bekerja namun memanfaatkan waktunya yang terbatas secara maksimal untuk mengikuti dan membimbing tumbuh kembang anaknya.      
E.    Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Mental Anak    
     
Pembicaraan mengenai factor-faktor yang mempengaruhi perkembangan, membahas tentang hal-hal yang memungkinkan berlangsung atau tidak berlangsungnya perkembangan itu. Para ahli dari berbagai aliran mengemukakan kecenderungan yang berbeda-beda mengenai hal ini. Dibawah ini dikemukakan pendapat para ahli Nativisme, Empirisme, Konvergensi[9].
1.     Para ahli aliran nativisme mengemukakan bahwa perkembangan individu semata-mata ditentukan oleh factor dalam diri yang dibawa semenjak lahir. Factor itu disebut bakat, baik bakat fisik maupun bakat psikis. Bakat fisik adalah potensi yang menetukan sifat fisik individu apakah ia akan menjadi tinggi, rendah, gemuk, kurus, kuning, hitam dsb. Bakat psikis dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu bakat umum atau intelegensi dan bakat khusus. Misalnya potensi untuk menjadi penari, pelukis, pemahat dll. Para ahli aliran ini biasanya mempertahankan pendapat ini dengan menunjukkan bukti bahwa terdapat persamaan antara orang tua dengan anak-anaknya. Misalnya kalau ayah atau ibu ahli musik maka anak-anaknya cenderung untuk menjadi ahli music pula.
2.     Para ahli aliran empirisme dengan tokohnya Jhon Locke berpendapat bahwa yang paling menentukan dalam perkembangan individu adalah factor lingkungan pendidikan, sedangkan factor dalam diri individu dianggap tidak memegang peranan penting. Aliran ini ada kelemahannya juga jika pendapat ini benar maka kita sebagai pendidik akan dapat menciptakan manusia sesuai dengan keinginan kita, toh mereka gagal.
3.     Oleh karena itu munculah aliran ketiga yang merupakan jalan tengah antara kedua aliran di atas. Aliran ini disebut dengan aliran konvergensi. Pendapat ini dianggap dapat mengatasi pendapat yang berat sebelah itu. Tokoh dari aliran ini adalah William Stern, yang berpendapat bahwa individu berkembang sebagai hasil pengaruh perpaduan antara factor-faktor hereditas (dalam diri individu) dan pendidikan (lingkungan). Bakat sebagai suatu potensi yang telah dimiliki secara hereditas baru dapat terealisasi dalam bentuk penampilan jika lingkungan memungkinkannya, misalnya seorang seorang anak berbakat untuk menjadi pemain music, tetapi jika lingkungan tidak menyediakan alat music, dan tidak memberi kesempatan untuk berlatih bermain music, maka bakat tersebut tidak akan muncul (tetap potensial).
Sesuai dengan pendapat di atas dapat dipahami bahwa perkembangan anak tidak hanya dipengaruhi oleh faktor keturun (hereditas) namun juga sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Selain itu Anneahira berpendapat dalam Asianbrain bahwa Pada umumnya anak memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan normal yang merupakan hasil interaksi banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas tumbuh kembang anak antara lain:[10]
1.     Faktor Dalam
-        Ras/etnik atau bangsa : Anak yang dilahirkan dari ras/bangsa Amerika, maka ia tidak memilki faktor herediter ras/bangsa Indonesia atau sebaliknya
-        Keluarga: Ada kecenderungan keluarga yang memiliki postur tubuh tinggi, pendek, gemuk atau kurus
-        Umur : Kecepatan pertumbuhan yang pesat adalah masa prenatal, tahun pertama kehidupan dan masa remaja.
-        Jenis kelamin : fungsi reproduksi pada anak perempuan berkembang lebih cepat daripada laki-laki.. Tetapi setelah melewati masa pubertas, pertumbuhan anak laki-laki akan lebih cepat
-        Genetik : adalah bawaan anak yaitu potensi anak yang akan menjadi ciri khasnya. Ada beberapa kelainan genetik yang berpengaruh pada tumbuh kembang anak seperti kerdil.
-        Kelainan kromosom : Kelainan kromosom umumnya disertai dengan kegagalan pertumbuhan seperti pada sindroma Down's dan sindroma Turner's.[11]
2.     Faktor Luar
a.      Faktor prenatal
-        Gizi : Nutrisi ibu hamil terutama dalam trisemester akhir kehamilan akan mempengaruhipertumbuhan janin.
Mulai konsepsi sampai kelahiran, yaitu pada masa pranatal, anak sudah mengalami pengaruh dari luar. Keadaan fisik dan psikis ibu yang baik dan seimbang adalah persyaratan mutlak bagi perkembangan pranatal anak yang sehat, meskipun sampai saat ini belum bisa ditentukan seberapa jauh faktr luar tadi memberikan pengaruh positif maupun negatif pada janin dalam kandungan tersebut. Sejak dilahirkan seorang anak bukan hanya merupakan makhluk yang reaktif saja, melainkan juga suatu pasangan yang aktif yang memberikan pengaruh pada lingkungan dan dengan demikian juga memberikan pengaruh terhadap dirinya sendiri. Karena arah perhatian sosial serta meningkatnya kemungkinan motoris dan kognitif bertambahlah lingkup aktifitas bayi dengan cepat. Tingkah laku lekat, kelekatan dengan ibu (atau dengan objek lekat yang lain), merupakan ciri khas perkembangan anak pada tahun pertama.
-        Mekanis : Posisi fetus yang abnormal bisa menyebabkan kongenital seperti club foot
-        Toksi/zat kimia :beberapa obat-obatan dapat menyebabkan kelainan kongenital.
-        Radiasi Paparan radium dan sinar rontgen dapat kelainan pada janin seperti deformitas anggota gerak
-        Infeksi : Infeksi pada trimester pertama dan kedua oleh virus TORCH dapat menyebabkan kalainan pada janin, katarak, bisu tuli, retasdasi mental dam kelainan jantung.
-        Kelainan imunologi: Adanya perbedaan golongan darah antara janin dan ibu sehingga ibu membentuk antibodi terhadap sel darah merah janin, kemudian melalui plasenta masuk dalam peredaran darah janin dan akan menyebabkan hemolisis yang selanjutnya mengakibatkan kerusakan jaringan otak
-        Psikologi ibu: Kehamilan yang tidak diinginkan, perlakukan salah/kekerasan mental pada ibu hamil dan lain-lain
b.     Faktor persalinan, komplikasi persalinan pada bayi seperti trauma kepala, asfiksia dapat menyebabkan keruskaan jaringan otak
c.      Faktor pascasalin
-        Gizi : untuk tumbuh kembang bayi, diperlukan zat makanan yang adekuat
-        Penyakit kronis/kelainan kongenital: tuberkolosis, anemia, kelainan jantung bawaan mengakibatkan retardasi pertumbuhan jasmani
-        Lingkukan fisis dan kimia: Lingkungan sebagai tempat anak hidup berfungsi sebagai penyedia kebutuhan dasar anak. Sanitasi lingkungan yang kurang baik, kurangnnya sinar matahari, paparan sinar radioaktif, zat kimia tertentu mempunya dampak yang negatif terhadap pertumbuhan anak.
d.     Psikologis
Hubungan anak dengan orang sekitarnya. Seorang anak yang tidak dikehendaki oleh orang tuanya atau anak yang selalu merasa tertekan, akan mengalami hambatan di dalam pertumbuhan dan perkembangannya
e.      Sosio-Ekonomi
Kemisikinan selalu berkaitan dengan kekurangan makanan, kesehatan lingkungan yang jelek dan ketidaktahuan, akan menghambat pertumbuhan anak.
f.      Lingkungan Pengasuhan
Pada lingkungan pengasuhan, interaksi ibu anak sangat mempengaruhi tumbuh kembang anak
g.     Stimulasi
Pertumbuhan memerlukan rangsang/stimulasi khususnya dalam keluarga, misalnya penyediaan alat mainan, sosialisasi anak, keterlibatan ibu dan anggota keluarga lain terhadap kegiatan anak.
h.     Obat-obatan
Pemakaian kortikosteroid jangka lama akan menghamba pertumbuhan, demikian halnya dengan pemakaian obat perangsang terhadap susunan saraf yang menyebabkan terhambatnya produksi hormon pertumbuhan



               [1] Elida Prayitno, Perkembangan Individu I (Perkembangan Anak Usia Dini dan Sekolah Dasar), (Padang: UNP, 2004), hal. 29.

               [2] F.J.Monks, dkk, Psikologi Perkembangan Pengantar dalam Berbagai Bagiannya, (Jogjakarta: UGM, 2006), hal. 22.
               [3] Zulkifli, Psikologi Perkembangan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1986), hal. 4.
               [4] Agoes Dariyo, Psikologi Perkembangan Anak Tiga Tahun Pertama, (Jakarta: Refika Aditama, 2007), hal. 48.
               [5] Syamsu Yusuf, L N, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), hal. 45.
               [6] Kartini Kartono, Psikologi Anak, (Bandung : Alumni, 1986), hal. 19.
               [7] Soetjiningsih, Tumbuh Kembang Anak, (Jakarta : EGC, 2005), hal. 45.
               [8] Peggy Joy Jenkins, Memupuk dan Mengembangkan Nilai-Nilai Spiritual pada Anak, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2010), hal. 56.
               [9] John W Santrok, Life Span Development: Perkembangan Masa Hidup, Edisi 5 Jilid 1. (Jakarta: Erlangga, 2002), hal. 39.
               [10] Bimo Wagito,Pengantar Psikologi Umum, (Yogyakarta: Andi, 2003), hal. 53.
               [11]Akmal Hami,Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Palembang: IAIN Raden Fatah Press, 2004), hal. 23.