Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Pengertian Plays Station


BAB II

KAJIAN PUSTAKA


A.    Pengertian Plays Station

Plays Station (PS) adalah Salah satu media teknologi yang bergerak dibidang permainan (game), media ini adalah bentuk dari perubahan game yang sebelumnya, yaitu Nitendo.[1]
Media Plays Station (PS) adalah salah satu bentuk perkembangan teknologi modern yang bergerak di bidang permainan (game). Game ini mempunyai kehebatan tersendiri dari beberapa game sebelumnya yang telah beredar, seperti Nitendo, Sega, dan yang lainnya. Game ini mempunyai Mesin Transformasi Geometri yang terletak di dalam chip CPU, Bertugas melakukan rendering grafis 3 dimensi, sehingga layar tampak seperti nyata. Game ini mempunyai hard disk yang mempunyai memory hingga 10 GB (Giga Bit, sehingga dalam satu CPU alat ini mampu menyimpan hampir 50 (lima puluh) permainan yang berbeda-beda, tak heran anak-anak sangat menyukai game ini.[2]
Game ini biasanya hanya dimainkan oleh anak-anak, namun lambat laun permainan ini juga disukai oleh kaum remaja, dewasa, bahkan orang tuapun ikut-ikutan bermain. Karena permainan ini tidak hanya berisi tentang permainan anak-anak saja, seperti pertarungan, atau permainan yang mengadopsi dari beberapa film kartun yang biasanya hanya dilihat di TV, namun ada juga permainan untuk orang dewasa, seperti sepak bola, bola sodok (billiard), dan masih banyak yang lainnya.[3]
Media PS ini mungkin tidak begitu berpengaruh pada kaum dewasa dan seterusnya, namun berbeda dengan anak-anak yang bermain, kita pasti tau bahwa di beberapa berita di media massa yang menjelaskan bahwa begitu besarnya pengaruh media PS terhadap pergaulan anak-anak, sehingga seorang anak harus menirukan adegan yang ada di media PS seperti salah satu contoh Smack Down, game ini adalah salah satu game yang mengadopsi dari film/pertarungan yang disiarkan oleh salah satu TV swasta.
Film / pertarungan ini menggambarkan tentang pertarungan bebas, dimana para pemainnya dipergunakan memakai senjata apa saja, dan memang seharusnya permainan / pertarungan ini hanya sebuah permainan biasa (tidak sungguh-sungguh), dan dilakukan oleh orang yang sangat professional. Namun sangat disayangkan permainan ini berdampak negative pada prilaku anak-anak, bahkan sempat ada yang dilarikan kerumah sakit, hal ini tidak lain karena anak-anak mencoba menirukan / mempraktekkan cara bertarung Smack Down yang seharusnya dilakukan oleh orang yang cukup professional, namun sayangnya hal ini dilakukan oleh seorang anak (belum dewasa) yang tidak professional, dan sama sekali tidak mengerti bahaya apa yang akan menimpanya, jika dia mempraktekkannya.[4]

B.     Hakikat Plays Station Dan Prestasi Belajar
1.     Plays Sttation dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya

Anak-anak zaman sekarang hidup di era digital. Era yang serba berteknologi tinggi. Anak tak lagi bermain gobak sodor, kelereng, atau petak umpet. Mereka lebih memilih untuk berdiam saja di dalam rumah, mengakses hiburan dan merekreasikan otak dan fisiknya dengan menonton televisi, memainkan aneka game Plays station, menyusuri dunia maya internet, serta mengutak-atik telepon seluler atau HP. Anak tumbuh di era modern. Era yang bila dipandang di permukaannya saja nampak penuh gengsi dan mutu tinggi, namun bila dilongok hingga ke kedalamannya akan nampak pula segala kelemahan dan kekurangannya. Kelemahan-kelemahan yang hanya akan menyebabkan pertumbuhan anak-anak terganggu, terkontaminasi, terdorong menuju ke masa depan yang negatif dan suram.
Menurut Elly Risman, seorang psikolog asal Jakarta yang mendalami bidang parenting, anak-anak harus dipersiapkan dengan baik kala memasuki dan hidup di era digital ini. Anak-anak hendaknya tak dilepas dan dibebaskan begitu saja, karena dampak dari televisi, internet, dan juga games, sangatlah buruk bagi anak. Terutama bila kecenderungan anak untuk menikmati segala hal itu tak dibatasi dan diimbangi dengan pola pengasuhan anak yang baik dan benar.[5]
Membicarakan mengenai games, Mark Griffiths dari Nottingham Trent University mengatakan bahwa games di abad 21 memiliki berbagai kehandalan yang gampang memicu anak untuk kecanduan. Games masa kini memiliki gambar yang sangat realistis dan membuka peluang bagi anak untuk mengembangkan imajinasinya seluas mungkin dengan jalan membiarkan para pemain memilih karakter apa saja, dalam bentuk apa saja, yang diinginkan oleh otak.“Bila dimainkan dalam batas-batas wajar, berbagai permainan digital ini bisa digunakan untuk membantu pasien yang tengah menjalani terapi fisik, merangsang anak untuk cekatan, merangsang perkembangan bahasa bagi anak-anak dislexia.
Namun bila pengonsumsiannya sudah berlebihan, hingga anak kecanduan, maka berbagai dampak negatif pun akan menghinggapi. Beberapa di antaranya adalah menyebabkan Repetitive Strain Injury (RSI) yaitu radang jari tangan dan nyeri tulang belakang karena kebanyakan duduk, pengikisan lutein pada retina mata karena terlalu lama terkena sinar biru, serta terjadinya nintendo epilepsi. Nintendo epilepsi sendiri bisa terjadi pada anak yang tengah bermain games  atau anak yang hanya sedang duduk menonton di sebelahnya. “Serangan mendadak ini biasanya ditimbulkan oleh kilatan cahaya dengan pola tertentu atau sinar merah yang kuat. Melalui retina, sinyal-sinyal abnormal ini akan dikirimkan ke otak hingga sianak akhirnya mengalami kejang.”[6]
Selain dampak fisik, tentu saja akan ada pula dampak psikologis yang bisa dialami si anak. Konsumsi games yang tak dibatasi akan membuat anak berperilaku kompulsif, abai dan acuh tak acuh terhadap lingkungan sekitar karena mereka terbiasa hidup dalam dunia khayalannya sendiri, malas belajar yang akhirnya bisa membuat prestasi akademik menurun drastis. Banyak hal yang bisa dilakukan orang tua untuk mencegah hal tersebut terjadi.
Orang tua haruslah berbenah, membenahi pola komunikasi dengan anak, membenahi pola pengasuhan mereka. Pola pengasuhan anak yang selama ini di lakukan oleh banyak orang tua cenderung salah kaprah. Orang tua cenderung lebih berkonsentrasi pada perkembangan kesehatan fisik anak saja dibandingkan memperhatikan perkembangan jiwa si anak. Orang tua hanya berkonsentrasi pada hal-hal fisik saja. Memberikan one day school,  memberikan makanan-makanan bergizi tinggi dan kelimpahan materi. Padahal pada kenyatannya, itu semua sangatlah kurang. Komunikasi dengan anak yang minim bahkan hampir tak ada, tentu saja membuat perkembangan jiwa si anak tak tumbuh di jalur yang benar. Pada kenyataannya, selama sehari, rata-rata para orang tua hanya berbicara dengan anaknya selama 20 menitan saja, tak lebih.[7]
Namun kenyataannya di MIN Cot Batee Kabupaten Bireuen banyak banyak hal yang mempengaruhi permainan 
2.     Prestasi dan Faktor yang Mempengaruhinya
a).   Pengertian Prestasi
Dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia disebutkan prestasi adalah : ”Hasil perjuangan sendiri yang memperoleh pengakuan.”[8]
Namun Abu Ahmadi memberikan pengertian adalah “hasil yang didapati siswa selama belajar”.[9] Menurut David Krech, dkk., mendapatkan hasil belajar dapat dilakukan melalui proses kognisi yang kompleks dan menghasilkan sesuatu yang mungkin dicapai atau dicita-citakan. Karena itu, prestasi merupakan berperan aktif sebagai stimulus yang diterima, tetapi diri orang tersebut secara  total, baik pengalaman, sikap serta motivasinya terhadap  stimulus atau objek itu.”[10]
Prestasi adalah  suatu hasil usaha yang didapat siswa dan siswi selama mengikuti proses pembelajaran. Prestasi dapat ditingkatkan dengan cara memberikan motivasi kepada siswa agar mereka giat dalam belajar, sehingga apa yang diinginkannya dapat tercapai dengan baik.[11]
b).  Faktor yang Mempengaruhi Prestasi
Dalam meningkatkan prestasi belajar agama di sebuah lingkungan sekolah, tentunya dipengaruhi oleh beberapa hal yang berhubungan erat dengan peningkatan prestasi antara lain adalah: Menurut Thoha ada tiga faktor yang mempengaruhi meningkatkan prestasi belajar, yaitu:
a.     Faktor Psikologis
Prestasi seorang siswa dalam belajar dipengaruhi oleh keadaan psikologis atau kejiwaan. Pengalaman mental merupakan salah satu faktor bagi seorang guru adalah menilai dan menanggapi suatu masalah. Kondisi psikologis yang sedang tenang akan menghasilkan fikiran yang rasional, sehingga prestasi yang diharapkan benar-benar tinggi. Bila kondisi siswa sedang senang ia akan berpikir yang baik mengenai belajar di sekolah.[12]
b.     Faktor Keluarga
Keluarga yang merupakan tempat pertama kali anak belajar segala sesuatu. Pola pikiran orang tua secara perlahan-lahan akan ikut juga mewarnai pola pikiran anaknya. Bila orang tua memandang segala sesuatu masalah dari sudut pandang yang positif dan objektif, hal itu akan berpengaruh pada pola pikir anaknya dimasa mendatang.[13]

c.     Faktor Kebudayaan
Kebudayaan dan lingkungan tempat anak tumbuh dan berkembang juga merupakan salah satu faktor pembentukan prestasi dalam diri siswa. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi seorang siswa sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain:  Pertama, Faktor psikologis, termasuk emosional, keluarga dan lingkungan, Kedua, Faktor karakteristik guru yang pada dasarnya berbeda dan unik dari guru lain dan Ketiga, Faktor penilaian guru itu sendiri terhadap objek yang diamati berdasarkan hasil pendidikan, kebiasaan dan ketentuan yang berlaku dalam lingkungan tempat guru itu tumbuh dan berkembang.[14]


c).   Usaha-Usaha Peningkatan Prestasi Belajar
Meningkatkan prestasi siswa merupakan tugas dan tanggung jawab guru yang mesti dilakukan jika terdapat siswa yang nakal dalam belajar.[15] Namun dalam melakukan usaha peningkatan prestasi siswa, maka guru memerlukan beberapa cara, antara lain:
1.      Memberi angka
Angka dalam hal ini sebagai simbol dari nilai kegiatan belajarnya. Banyak siswa belajar yang utama justru untuk mencapai angka atau nilai yang baik. Angka-angka yang baik itu bagi para siswa merupakan motivasi yang sangat kuat. Namun demikian yang harus diingat  oleh guru bahwa pencapaian angka-angka seperti itu belum merupakan hasil belajar yang sejati, hasil belajar yang bermakna.
2.      Hadiah
Hadiah dapat juga dikatakan sebagai motivasi, tetapi tidaklah selalu demikian. Karena hadiah untuk suatu pekerjaan, mungkin tidak akan menarik bagi seseorang yang tidak senang dan tidak berbakat untuk sesuatu pekerjaan tersebut.
3.      Saingan/Kompetisi
Saingan atau kompetisi dapat digunakan sebagai alat motivasi untuk mendorong belajar siswa. Persaingan, baik persaingan individual maupun persaingan kelompok dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.



4.      Ego – Involvoment
Menumbuhkan kesadaran kepada siswa agar merasakan pentingnya tugas dan menerimanya sebagai tantangan sehingga bekerja keras dengan mempertaruhkan harga diri, adalah sebagai salah satu motivasi yang cukup penting.
5.      Materi Ulangan
Para siswa akan menjadi giat belajar jika mengetahui akan ada ulangan. Oleh karena itu, memberi ulangan merupakan sarana motivasi, tetapi memberikan ulangan jangan terlalu sering, karena siswa bisa bosan dan bersifat rutinitas.
6.      Mengetahui Hasil
Dengan mengetahui hasil pekerjaan, apalagi kalau terjadi kemajuan, akan mendorong siswa untuk lebih giat belajar. Semakin mengetahui bahwa grafik hasil belajar meningkat, maka motivasi pada diri siswa untuk terus belajar dengan suatu harapan hasilnya terus meningkat.
7.      Pujian
Pujian merupakan bentuk motivasi yang positif sekaligus umpan balik yang baik. Oleh karena itu, supaya pujian ini merupakan motivasi, pemberiannya harus tepat.


8.      Hukuman
Hukuman sebagai reinforcement yang negatif kalau diberikan secara tepat dan bijak maka bisa menjadi alat motivasi. Tetapi guru harus memahami prinsip-prinsip pemberian hukuman.
9.      Hasrat untuk Belajar
Hasrat untuk belajar berarti pada diri anak didik itu memang ada motivasi untuk belajar dari diri anak didik sendiri sehingga hasilnya akan lebih baik.
10.  Minat
Motivasi sangat erat hubungannya dengan unsur minat. Motivasi muncul karena ada kebutuhan proses belajar mengajar akan berjalan lancar kalau disertai dengan minat. Minat antara lain dapat dibangkitkan dengan cara-cara sebagai berikut: Pertama, Membangkitkan adanya suatu kebutuhan, Kedua, Menghubungkan dengan persoalan pengalaman yang lampau, Ketiga, Memberikan kesempatan untuk mendapatkan hasil yang baik, Keempat, Menggunakan berbagai macam bentuk mengajar.
11.  Tujuan yang Diakui
Rumusan tujuan yang diakui dan diterima baik oleh siswa, akan merupakan alat komunikasi yang sangat penting. Sebab dengan memahami tujuan yang harus dicapai, karena dirasa sangat berguna dan menguntungkan, maka akan timbul gairah untuk terus belajar.
Bermacam-macam motivasi itu dapat dikembangkan dan diarahkan guna untuk dapat melahirkan hasil belajar yang bermakna. Pada mulanya, karena bentuk motivasi siswa rajin belajar, tetapi guru harus mampu mengarahkan dari tahap rajin belajar kepada kegiatan belajar yang bermakna.
C.     Berbagai Teori Belajar
1.     Teori Tentang Belajar

Menurut Oemar Hamalik, “Belajar adalah belajar adalah modifikasi atau memperteguh kerlakuan melalui pengalaman”[16] Dalam pengertian ini, belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari pada itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan perubahan kelakuan. Pengertian ini sangat berbeda dengan pengertian lain tentang belajar yang menyatakan bahwa belajar adalah memperoleh pengetahuan, belajar adalah latihan-latihan pembentukan kebiasaan secara otomatis.
Sejalan dengan perumusan diatas, ada pula penafsiran lain tentang belajar, yang menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan.[17] Walaupun banyak guru dan ahli psikologi tidak sependapat tentang hakikat proses belajar secara eksak, namun terdapat prinsip-prinsip belajar tertentu yang telah disesuaikan oleh ahli pendidikan pada umumnya. Alvin C. Eurich dari Ford Foundation dalam Davies telah menyimpulkan prinsip-prinsip belajar sebagai berikut : Pertama, Hal apapun yang dipelajari oleh murid, maka ia harus mempelajarinya sendiri, tidak ada seorangpun dapat melakukan kegiatan belajar tersebut untuknya, Kedua, Setiap murid belajar menurut tempo (kecepatan) nya sendiri, dan untuk setiap kelompok umur, terdapat variasi dalam kecepatan belajar, Ketiga, Seorang murid belajar lebih banyak bila mana setiap langkah segera diberikan penguatan (reinforcement), Keempat, Penguasaan secara penuh dari setiap langkah memungkinkan belajar secara keseluruhan lebih berarti dan Kelima, Apabila murid diberikan tanggung jawab untuk mempelajari sendiri, maka ia lebih termotivasikan untuk belajar, ia akan belajar dan mengingatkan secara lebih baik.[18] Pembelajaran merupakan suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi yang mencapai tujuan pembelajaran. Manusia terlibat dalam sistem pembelajaran terdiri dari siswa, guru dan tenaga lainnya, misalnya tenaga laboratorium. Material meliputi buku-buku, papan tulis, kapur, fotografi dan lainnya. Fasilitas dan perlengkapan meliputi ruang kelas, perlengkapan audio visual, dan juga komputer. Sedangkan prosedur meliputi jadwal, dan metode penyampaian informasi, praktik, belajar dan ujian. Dari rumusan tersebut diatas  tidak terbatas dalam ruang saja. Akan tetapi sistem pembelajaran dfapat dilaksanakan dengan cara membaca buku, belajar dikelas atau di lingkungan sekolah, karena diwarnai oleh organisasi dan interaksi antara berbagai komponen yang saling berkaitan untuk membelajarkan peserta didik.[19]


2.     Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar

Dalam meningkatkan prestasi belajar anak di sebuah lingkungan sekolah, tentunya dipengaruhi oleh beberapa hal yang berhubungan erat dengan peningkatan prestasi tersebut. Keberhasilan belajar anak sangat dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu sebagai berikut:
1.   Faktor Intern
Yang dimaksud dengan faktor intern adalah semua faktor yang sumbernya berasal dari diri individu yang belajar, baik yang berkenaan jasmani maupun dengan rohani, faktor intern ini juga terbagi dua, yaitu faktor biologis (faktor yang bersifat jasmaniah) dan faktor psikologis (faktor yang bersifat rohaniah).
a.    Faktor biologis (jasmaniah)
Faktor biologis yaitu "Faktor yang berasal dari individu itu sendiri yang erat hubungannya dengan keadaan fisik dan panca indera".[20] Faktor biologis ini mempengaruhi kegiatan sekaligus hasil belajar seseorang. Proses belajar seseorang akan terganggu jika kesehatannya terganggu, selain itu juga akan cepat lelah, kurang semangat, mudah pusing, ngantuk dan gangguan-gangguan fungsi alat inderanya.
Sebagaimana dikemukakan oleh Sumadi Suryabrata bahwa: Penyakit seperti pilek, batuk, sakit gigi dan penyakit sejenisnya, itu biasanya diakibatkan karena dipandang tidak cukup serius untuk mendapatkan perhatian dan pengobatan, akan tetapi kenyataannya penyakit-penyakit itu sangat mengganggu aktifitas belajar.[21] Di samping kondisi fisik (kesehatan), kondisi panca indera yang dapat mempengaruhi prestasi belajar, karena panca indera itu merupakan pintu masuk yang mempengaruhi dari luar ke dalam diri individu yang diolah oleh otak untuk diterima atau ditolaknya.
b.   Faktor psikologis (rohaniah)
Faktor psikologis adalah faktor yang berhubungan dengan rohaniah yaitu "Segala bentuk kemampuan yang berpusat pada otak dan akal, yang termasuk dalam faktor ini antara lain intelegensi, minat, bakat, motivasi dan kemampuan kognitif".[22] Berikut ini akan penulis jelaskan satu persatu tentang masalah tersebut.
a.    Intelegensi (kecerdasan)
Intelegensi adalah kemampuan yang dibawa sejak lahir yang memungkinkan seseorang berbuat dengan cara tertentu.[23] Faktor kecerdasan sangat penting dalam segala kegiatan yang kita lakukan lebih-lebih dalam proses belajar di sekolah. Anak yang cerdas biasanya cepat menanggapi setiap penjelasan guru, sehingga dia selalu sukses dan kemungkinan akan mencapai prestasi belajar yang tinggi. Demikian pula dalam hubungan sosialnya, ia mampu menyesuaikan dirinya dengan keadaan dan situasi yang timbul di sekelilingnya. Sebaliknya bagi anak yang kurang cerdas atau bodoh sering mengalami kesulitan dalam belajar.
b.   Minat
Minat adalah "Keinginan atau kemauan yang ada dalam diri seseorang untuk merasa tertarik pada hal-hal tertentu atau keinginan untuk mempelajari sesuatu."[24] Minat merupakan suatu faktor yang mempengaruhi prestasi anak dalam belajar, dengan adanya minat maka akan timbul senang, penuh gairah tanpa rasa dipaksakan akan selalu timbul rasa ingin tahu terhadap pelajaran yang sedang dipelajari. Bila seorang anak tidak berminat untuk belajar, kemungkinan anak itu tidak dapat diharapkan akan berhasil dengan baik belajarnya. Orang tua harus mampu membangkitkan minat anak terhadap pelajaran, anak tidak merasa terpaksa mempelajarinya, apalagi menjadikan pelajaran itu sebagai beban yang harus ia pelajari.
Pada umumnya minat anak terhadap suatu pelajaran berbeda-beda, ada anak yang mempunyai minat tinggi, sedang, dan ada pula yang tidak berminat sama sekali. Anak yang tidak mempunyai tingkat intelektualitas tinggi kurang berhasil dalam belajarnya tidak diiringi oleh minat yang tinggi pula, sebaliknya anak yang mencapai prestasi gemilang terhadap pelajaran tertentu disebabkan oleh tingginya minat mereka terhadap pelajaran tersebut. Hal ini ditegaskan oleh Kostro Partowirastro sebagai berikut: "Minat yang kurang mengakibatkan kurangnya intensitas kegiatan, kurangnya intensitas kegiatan menimbulkan hasil yang kurang pula. Sebaliknya hasil yang kurang dapat pula mengakibatkan berkurangnya minat terhadap pelajaran itu".[25]
Minat anak terhadap suatu pelajaran merupakan hal mutlak yang harus dimiliki oleh setiap anak. Orang tua adalah orang yang paling berperan dalam usaha membangkitkan minat anak, oleh karena itu keberhasilan orang tua dalam mendidik anak untuk meningkatkan prestasi belajar dapat diukur dari berhasil tidaknya orang tua tersebut membangkitkan minat anak, sehingga mereka akan belajar dengan penuh gairah dan semangat, pada akhirnya anak akan dapat mencapai prestasi yang lebih tinggi.
c.    Bakat
            Bakat adalah "Kecakapan (potensi-potensi) yang merupakan bawaan sejak lahir yaitu semua sifat-sifat, ciri-ciri dan kesanggupan-kesanggupan yang dibawa secjak lahir".[26]
Bakat ini memegang peranan penting dalam proses belajar anak, apabila anak belajar sesuai dengan bakatnya, maka akan mendapatkan prestasi belajar yang baik. Dalam hal ini Utami Munandar mengemukakan: "Ketidakmampuan seorang anak yang berbakat untuk berpotensi disebabkan oleh kondisi-kondisi tertentu, misalnya taraf sosial ekonomi yang rendah atau tinggal di daerah-daerah terpencil yang tidak dapat menyediakan fasilitas pendidikan dan kebudayaan sehingga mempengaruhi prestasi belajar anak".[27] Seperti halnya intelegensi, bakat juga mempunyai kualitas tertentu, ada yang tinggi dan ada pula yang rendah. Pada manusia yang paling normal terdapat sejumlah jenis bakat khusus yang berbeda-beda kualitasnya.
d.   Motivasi
Motivasi adalah "Suatu keadaan individu yang menyebabkan seseorang melakukan kegiatan tertentu untuk mencapai tujuan tertentu".[28] Dalam hal ini Sardiman A.M. mengemukakan : ”Seseorang yang belajar tanpa adanya motivasi maka tujuan yang ingin dicapai kemungkinan besar tidak akan memperoleh hasil yang baik. Motivasi dan belajar adalah dua hal yang erat kaitannya, adanya motivasi yang baik dalam belajar akan menunjukkan prestasi yang baik. Intensitas motivasi seseorang akan menentukan prestasi belajar yang baik".[29]
Dalam proses belajar mengajar motivasi sangat penting, karena itu sangat diharapkan kepada para guru agar selalu berusaha untuk dapat membangkitkan motivasi siswa-siswanya. Dengan adanya motivasi yang kuat maka usaha belajar akan berhasil.
2. Faktor Ekstern
Faktor ekstern ialah "Faktor yang datang dari luar diri anak, seperti keluarga, sekolah, masyarakat".[30]
a.    Keluarga
Ibu merupakan anggota keluarga yang mula-mula paling berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak, meskipun pada akhirnya seluruh anggota keluarga ikut berintegrasi dengan anak. Dalam hal ini Nasir Budiman mengemukakan:
Di lingkungan rumah tangga anak adalah anggota yang sangat sugestibel, pengaruh orang tua sangat dominan pada dirinya, terutama pengaruh pada pihak ibunya. Pengaruh tingkah laku ibu sangat dirasakan oleh anak karena sejak kelahiran sampai ia berpisah dari kedua orang tuanya. Faktor ibu selalu mempengaruhi kepadanya.[31]

Pengaruh keluarga terhadap anak sudah ada sejak anak berada dalam kandungan ibu, dalam hal ini ibu mempunyai peranan utama dalam kehidupan anak. Hal ini sama dengan pendapat A. Muri Yusuf yang mengatakan bahwa :
Sejak ibu mengandung telah terjadi hubungan dengan anaknya, proses pertumbuhan anak dalam kandungan sejak dini telah ditentukan bagaimana pelayanan ibunya, setelah anak lahir ke dunia maka yang utama dan pertama ia mengasuh, menyusukan, mengganti pakaian dan melindungi anak dari penyakit. Keterlibatan ibu yang sangat banyak pada anak sejak permulaan kehidupan anak menyebabkan ibu sering dikatakan sebagai pendidik utama dan pertama.[32]

Di samping itu setiap anak dalam keluarga yang harmonis sangat membutuhkan perhatian dari orang tuanya yakni pemenuhan dalam kebutuhan hidup, kebutuhan tersebut adalah: Pertama, Kebutuhan jasmani: seperti makan, minum dan sebagainya, Kedua, Kebutuhan rohani sebagai kebutuhan jiwa yang dimiliki oleh manusia, seperti kebutuhan akan kasih sayang, kebutuhan akan pengenalan, kebutuhan akan kekeluargaan kebutuhan akan tanggung jawab dan kebutuhan akan kependidikan.[33]

Suatu keluarga juga dapat memberikan suasana atau kondisi tertentu bagi keberhasilan anaknya, yaitu keutuhan keluarga, yang dimaksud keutuhan di sini adalah adanya ayah dan ibu serta interaksi yang wajar. Apabila tidak ada keharmonisan dalam keluarga maka akan memberi pengaruh yang kurang baik bagi anak-anaknya.
b.   Sekolah
Lingkungan sekolah merupakan pusat pendidikan yang kedua bagi anak untuk berlangsungnya pendidikan secara formal yang merupakan kelanjutan dari lingkungan keluarga. Lingkungan sekolah yang baik akan mendorong anak belajar dengan baik, sedangkan lingkungan sekolah yang tidak baik dapat menyebabkan anak kurang gairah dalam belajar. Adapun prestasi belajar yang diperoleh dipengaruhi oleh faktor yang berhubungan antara satu dengan yang lain dan akan mempengaruhi proses belajar di antaranya yaitu :
1.   Kompetensi profesional guru
Dalam proses belajar mengajar, seorang guru tidak hanya dituntut mempunyai sejumlah pengetahuan yang akan diajarkan kepada anak didiknya. Tetapi juga sangat dituntut untuk dapat mendesain program dan keterampilan mengkomunikasikan program tersebut merupakan modal dasar dalam kegiatan mengelola interaksi belajar mengajar, kedua macam modal dasar itu akan tercakup dalam sepuluh kompetensi profesional guru, yaitu :
-        Menguasai bahan bidang studi
-        Mengelola program belajar mengajar
-        Mengelola kelas
-        Menggunakan media dan sumber balajar
-        Menguasai landasan pendidikan
-        Mengelola interaksi belajar mengajar
-        Menilai prestasi anak didik untuk kepentingan pengajaran
-        Mengenal fungsi dan program pelayanan bimbingan penyuluhan
-        Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah
-        Memahami prinsip-prinsip dan hasil penelitian pendidikan guru untuk kepentingan pengajaran[34]

2.   Kurikulum sekolah
Setiap kegiatan membutuhkan perencanaan karena tanpa perencanaan yang baik dan sistematis akan menyebabkan suatu kegiatan tidak sesuai dengan yang diharapkan bahkan dapat menimbulkan gejala-gejala lain yang saling bertentangan dan tidak pada tempatnya. Salah satu kegiatan yang memerlukan perencanaan adalah kegiatan belajar mengajar yang dimulai dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Perencanaan dalam kegiatan belajar mengajar adalah sering disebut kurikulum. Kurikulum adalah pedoman dasar bagi pengajar (pendidik) untuk mengajar. Menurut S. Nasution: "Kurikulum adalah suatu rencana yang disusun untuk kelancaran proses belajar mengajar di bawah bimbingan dan tanggung jawab suatu badan sekolah atau instansi pendidikan beserta staf pengajarannya".[35]


3.    Disiplin sekolah
Sekolah merupakan suatu lembaga pendidikan formal dan memiliki peraturan-peraturan yang harus dipatuhi oleh semua anggota seperti siswa, guru dan karyawan lainnya, untuk menanamkan disiplin yang baik di sekolah maka setiap guru dan karyawan harus mampu menegakkan disiplin bagi dirinya sendiri, karena guru merupakan contoh teladan bagi siswa-siswanya. Begitu juga dalam menyajikan materi pelajaran yang diajarkannya, sehingga siswa tidak bosan.
Kedisiplinan sekolah tidak hanya menyebabkan para siswa akan rajib belajar di lingkungan sekolah saja, namun juga akan berpengaruh terhadap kedisiplinan siswa sewaktu belajar di luar sekolah dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa. Demikian pula sebaliknya, kedisiplinan siswa belajar di rumah akan terbiasa pula untuk berdisiplin dalam melakukan kegiatan belajar di lingkungan sekolah. Winarno Surachmad mengatakan bahwa "Kehidupan di sekolah merupakan jembatan antara kehidupan masyarakat dan juga merupakan perwujudan, karena itu tujuan pendidikan keluarga harus sejalan dengan tujuan hidup yang diinginkan lingkungan keluarga".[36]
c.    Masyarakat
Adapun faktor lain yang tidak kalah pentingnya yang sangat berpengaruh terhadap potensi belajar siswa adalah faktor masyarakat-masyarakat dalam pengertian luas adalah lingkungan di luar sekolah dan keluarga. Sebagai makhluk sosial manusia tidak dapat melepaskan dirinya dari lingkungan, ia harus berhubungan dengan masyarakat. Agar anak mendapat pengaruh positif dalam masyarakat terhadap prestasi belajarnya maka ia perlu melibatkan diri dalam organisasi masyarakat, baik dalam pengajian, pengurus-pengurus mesjid maupun organisasi-organisasi lainnya yang dapat membawa ke arah perbaikan, karena kegiatan seperti itu baik untuk perkembangan kepribadiannya. Jadi perubahan dalam masyarakat selalu menyangkut usaha pendidikan karena disebabkan oleh faktor lingkungan sekolah, keluarga atau masyarakat yang tidak dapat dipisahkan. Jika ketiga lingkungan tersebut siswa mendapatkan pendidikan dengan baik maka ia akan mengalami perubahan yang baik pula.
Dengan demikian fungsi masyarakat sebagai pusat pendidikan yang sangat tergantung pada masyarakat beserta sumber belajar yang ada di dalamnya. Adanya kerja sama yang baik maka pendidikan anak akan berjalan positif dan dapat mencapai hasil sebagaimana yang diharapkan.[37]
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa prestasi belajar anak sangat berhubung dengan kepedulian orang tua dalam membina dan mengontrol anak dalam proses belajar. Apabila orang tua kurang membina dan mengontrol pendidikan anak, maka anak tersebut akan mengalami kegagalan dalam prestasi belajarnya. Mendidik dan membina anak dalam belajar juga merupakan kewajiban bagi setiap orang tua. Selain itu keberhasilan anak dalam belajar juga dipengaruhi oleh dua faktor, baik faktor intern yang ada dalam diri anak maupun faktor ekstern yang ada diluar pribadi anak.


D.    Perumusan Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara yang masih memerlukan pembuktian kebenarannya. Adapun yang menjadi pembuktian hipotesis pada penelitian ini sebagai berikut:
1.     Setting  Plays station siswa  MIN Cot Batee Kabupaten Bireuen.
2.     Plays Station sangat berpengaruh  terhadap prestasi belajar di MIN Cot Batee Kabupaten Bireuen.
3.     Plays station sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa MIN Cot Batee Kabupaten Bireuen.



[1] Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hal. 21

[2] R .Rahardjo, Media Pendidikan, (Jakarta : PT Radja Grafindo Persada, 1984), hal. 33
[3] Ibid, hal. 34

[4] Onong Uchana Effendy, Dinamika Kehidupan (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1993), hal. 23
[5] http://diksia.com/pengaruh-buruk-game-Playsstation-terhadap-perkembangan-anak/.
[6] http://diksia.com/pengaruh-buruk-game-Playsstation-terhadap-perkembangan-anak/.
[8] Ensiklopedi Nasional Indonesia, Cet.III, Jilid II, (Jakarta: Delta Pamungkas, 1997), hal.367.

[9] Ahmadi, Ilmu Pendidikan..., hal. 88
[10]Yahya, dkk Mendidik Anak yang Berprestasi, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hal.1.

[11]Widayatun, Mencari Siswa yang Berprestasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999) hal. 110-111.
[12]Thoha, Filsafat Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1993), hal. 55.

[13]Ibid., hal. 56

[14]Ibid, hal. 56

[15]Roestiyah N. K., Strategi Pengajaran Ilmu Eksact, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), hal. 45
[16] Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta : Bumi Aksara, 1999) hal. 36.

[17] Ibid., hal. 37.

[18] Ivor K. Davies, Pengelolaan Belajar, Terj. Sodarsono, dkk, cet. 2, (Jakarta : CV. Rajawali, 1991), hal. 32.

[19] Ibid…hal. 57
[20]Saiful Bahri, Perbandingan Prestasi Belajar Siswa yang Berasal dari SMP dan MTsN dalam Bidang Studi Matematika pada MAN Idi Rayeuk Aceh Timur, (Banda Aceh: IAIN Ar-Raniry, 2003), hal. 20.

[21]Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rajawali, 1972), hal. 252.

[22] Bahri, Perbandingan …, hal. 22.

[23]M. Ngalim Poerwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1987), hal. 547.

[24]W.S. Winkel, Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar, (Jakarta: Gramedia, 1986), hal. 30.
[25]Kostro Partowirastro, Diagnosa dan Pemecahan Kesulitan Belajar, (Jakarta: Erlangga, 1984), hal. 34.

[26] Poerwanto, Psikologi…, hal. 547.

[27] Utami Munandar, Mengembangkan Bakat dan Keaktifan Anak, (Jakarta: Gramedia, 1985), hal. 54.

[28] Suryabrata, Psikologi,..., hal. 66.

[29]Sardiman A.M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Pedoman Bagi Guru dan Calon Guru, (Jakarta: Rajawali, 1985), hal. 85.

[30]Rosyitah N.K, dan Farida Poernomo, Teori-teori Belajar, (Jakarta: Naslo, 1978), hal. 8.

[31]M. Nasir Budiman, Pendidikan dalam Perspektif Islam Al-Qur'an, (Jakarta: Madani Press, 2001), hal. 58.
[32] A. Muri Yusuf, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Choli Indonesia, 1982), hal. 26-27.

[33] Mustafa Fahmi, Kesehatan Jiwa dalam Keluarga dan Masyarakat, Jil. I, (Jakarta: Bulan Bintang, 1977), hal. 74.
[34] Sardiman A.M, Interaksi…, hal. 162.

[35] S. Nasution, Kurikulum dan Pengajaran, (Bandung: Bumi Aksara, 1989), hal. 5.
[36]Winarno Surachmad, Pengantar Metodologi Ilmiah, (Bandung: Tarsito, 1978), hal. 18.

[37] Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakaiya, 2005), hal. 163-164.