Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Pengertian Remaja Masjid


A.    Pengertian Remaja Masjid


Remaja merupakan peralihan masa anak-anak menuju dewasa, umur mereka berkisar 13-24 tahun, yang popular disebut generasi muda. Masa transisi, dimana remaja dalam proses persiapan dan membina diri sambil masih memperoleh dukungan penjagaan dan petunjuk dari keluarga dan lingkungan masyarakat, menuju kedewasan dan mandiri yang penuh tanggung jawab dengan ditandai oleh berbagai macam gejolak menimbulkan ketidak seimbangan pikiran dan perasaan. Tentu ada yang mampu dan pula yang terjerumus dalam kemungkinan-kemungkinan yang dia tidak mampu mengontrolnya. Gerakan ini semacam ini disebut gerakan mencari identitas diri.[1]
Menurut kesepakatan Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), pada tahun 1974, WHO memberikan definisi tentang remaja yang lebih konseptual. Dalam konsep tersebut dikemukakan 3 kriteria, yaitu, biologi, psikologi, dan sosial ekonomi, sehingga secara bertahap berbunyi:
1.     Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai ia mencapai kematangannya.
2.     Individu mengalami perkembangan psikologik dan pola identifikasi dari menjadi dewasa.
3.     Terjadi peralihan dari ketergantungan social ekonomi yang kepada keadaan relatif lebih mandiri.[2]

Remaja mengalami perkembangan pesat dalam aspek intelektual. Tranformasi intelektual dari cara berpikir remaja ini memungkinakan mereka tidak hanya mampu mengintergrasikan dirinya kedalam masyarakat dewasa, tapi juga merupakan karakteristik yang paling menonjol dari semua periode perkembangan. Remaja sebetulnya tidak memiliki tempat yang jelas. Mereka udah tidak termasuk golongan anak-anak, tetapi belum juga dapat diterima secara penuh untuk masuk dalam golongan orang dewasa. Oleh karena itu remaja sering kali dikenal dengan fase “mencari jati diri”[3].
Remaja merupakan golongan manusia muda. Golongan manusia muda ini berada dalam masa anak-anak dengan masa dewasa yakni sekitar umur 13 sampai dengan 21 tahun. Yang paling dipahami bagi remaja adalah bahwa manusia muda yang berada dalam masa ini yang paling banyak mengalami perubahan yang membawanya pindah dari masa anak-anak menuju dewasa. Perubahan-perubahan yang terjadi itu meliputi segala kehidupan manusia baik jasmani, rohani, intelegensi perasaan maupun moral. Karena kondisi tersebut maka perhatian terhadap remaja adalah suatu aspek yang sangat penting, sehingga dalam penyesuaian diri tersebut berada dalam keseimbangan.[4] Oleh karena itu maka pembinaan remaja merupakan fokus perhatian baik aspek jasmani, rohani dan sosial.
Organisasi adalah merupakan kerja sama di antara beberapa orang untuk mencapai suatu tujuan dengan mengadakan pembagaian dan peraturan kerja. Yang menjadi ikatan kerja sama dalam organisasi adalah tercapainya tujuan secara efektif dan efisien. Dari definisi tersebut dapat diambi; pengertian, bahwa Remaja Masjid adalah merupakan wadah kerja sama yang dilakukan oleh dua orang remaja muslim atau lebih yang memiliki keterkaitan dengan Masjid utnuk mencapai tujuan bersama.[5]
Sebagai wadah aktivitas kerja sama remaja muslim, maka Remaja Masjid perlu merekrut mereka sebagai anggota. Dipilih remaja muslim yang berusia antara 15 sampai 25 tahun. Pemilihan ini berdasarkan pertimbangan tingkat pemikiran dan kedewasaan mereka. Usia dibawah 15 tahun adalah terlalu muda. Sedang usia di atas 25 tahun, sepertinya sudah kurang layak lagi untuk disebut remaja. Namun,pendapat ini tidak cukup menutup kemungkinan adanya gagasan yang berbeda. [6]
Tingkat usia perlu dipertimbangkan dengan baik, karena berkaitan dengan pembinaan mereka. Anggota yang memiliki tingkat usia, pemikiran dan latar belakang yang relatif homogen lebih mudah dibina bila dibandingkan dengan yang heterogen. Disamping itu dengan usia yang sebaya, mereka akan lebih muda untuk bekerjasama dalam melaksanakan program-program yang telah direncanakan, sehingga akan meningkatkan efektifitas dan efisiensi dalam mencapai tujuan.
Masa remaja adalah masa pencarian identitas diri, sehingga kita junpai remaja berusaha menonjolkan identitas pribadi atau kelompoknya. Peniruan  terhadap figur-figur tertentu dan menemukan tokoh-tokoh idola yang digandrungi, seperti tokoh, ulama, pahlawan, bintang film atau penyanyi dan lain sebagainya Merupakan salah satu bentuk pencarian itu. Dalam beberapa kejadian dapat kita temukan dari upaya peryataan identitas kelompok dengan menonjolkan penggunaan narkotika, minuman keras, kebut-kebutan, perkelahian pelajar, free seks[7].
Dalam menemukan identitas diri, remaja banyak mendapat informasi baik dari media cetak, dengar maupun audio visual, seperti; koran, majalah, radio, televisi, bioskop, VCD, DVD, dan lnternet. Berkaitan dengan televisi, sampai saat ini televise masih dituduh sebagai salah satu penyebab perilaku menyimpang remaja. Hal ini dikarenakan banyak tayangan televisi yang mendorong perilaku menyimpang remaja, khususnya TV swasta, banyak yaang tidak lagi mengindahkanm oral dan etika religius.
Masjid merupakan salah sesuatu institusi keagamaan tersebar dalam komunitas muslim. Keberadaannya tersebar di seluruh pelosok tanah air. Kehadiran masjid dalam satu lingkungan masyarakat setidak-tidaknya menjadi identitas bagi keberadaan komunitas muslim di lingkungan tersebut. Semangat masyarakat muslim untuk mendirikan masjid tidak pernah hilang sekalipun ditengah krisis ekonomi untuk mendirikan masjid tidak pernah hilang sekalipun ditengah krisis ekonomi serta himpatan akibat naiknya BBM yang berpengaruh pada kenaikan biaya masyarakat.[8]
Istilah berasal dari bahasa Arab, di ambil dari kata “Sejada, yasjuda, sajdan”. Kata “Sajada” artinya bersujud, patuh, taat, serta duduk dengan penuh hormat dan ta’dzim. Untuk menunjukan suatu tempat kata “Sajada” diubah menjadi masjidun (isim makan) artinya tempat sujud menyembah Allah SWT. Dengan demikian etimologi arti masjid adalah sebagai suatu tempat (bangunan) yang fungsi utamanya adalah sebagai tempat sholat bersujud menyembah Allah Swt.[9]
Kata masjid terulang sebanyak dua puluh delapan kali delapan kali di dalam Alquran. Dari segi bahasa, kata tersebut terambil dari akar kata sajada sujud, yang berarti patuh, taat, serta tunduk dengan penuh hormat dan takzim. Meletakkan dahi, kedua tangan, lutut, dan kaki kebumi, yang kemudian dinamai sujud oleh syariat, adalah bentuk lahiriah yang paling nyata yang paling nyata dari makna-makna di atas, itulah sebabnya mengapa bangunan yang dikhuskan untuk melaksanakan shalat dinamakan masjid, yang artinya “tempat bersujud”.[10]
Jika dikaitkan dengan bumi ini, masjid bukan hanya sekedar tempat sujud dan sarana penyucian. Disini kata masjid juga tidak lagi hanya berarti bangunan tempat shalat, atau bahkan bertayamun sebagai cara bercuci pengganti wudu tetapi kata masjid disini berarti juga tempat melaksanakan segala aktivitas manusia yang mencerminkan kepatuhan kepada Allah Swt. Dalam pengertian sehari-hari, masjid merupakan bangunan tempat shalat kaum Muslim. Tetapi, karena akar katanya mengandung makna tunduk dan mengandung kepatuhan kepada Allah semata.
Secara terminologis, makna masjid sebagaimana dipahami dan dicontohkan oleh Rasullah Saw jauh lebih luas daripada sekedar tempat sujud/shalat saja, yaitu masjid menjadi pusat kegiatan dan pembinaan umat. Ada dua aspek utama pembinaan umat yang dilaksanakan oleh Rasullah SAW. Pertama. Pembinaan aspek ritual keagamaan seperti pelaksanaan ibadah sholat, zikir, membaca Alquran dan lain-lain. Kedua, adalah fungsi kemasyarakatan, seperti menjalin hubungan silaturahim, berdiskusi, pengembangan perekonomian, pembinaan kreatifitas remaja, pendidikan, olahraga dan lain-lain.[11]
Dari perkembangan kedua aspek itu, kemudian fungsi masjid berkembang menjadi pusat peradaban Islam. Dari masjid lahir gagasan-gagasan yang cemerlang, baik bagi pembinaan individual, keluarga dan pembinaan kehidupan sosial kemasyarakatan. Dari masjid lahir pula berbagai konsep dan strategi dakwah Islam, pengembangan kesehjateraan, sampai konsep dan strategi perang.
Dengan demikian masjid memiliki peran dan fungsi yang sangat penting dan strategis, terutama dalam kerangka pembinaan umat. Dalam sejarah Islam masjid memainkan peranan penting dalam pembinaan umat Islam. Masjid yang didirikan selalu dilengkapi dengan perpustakaan dan disediakan pula guru-guru yang siap mengajarkan pengetahuan diberbagai bidang. Masjid disamping sebagai pusat kegiatan ibadah juga tempat memberikan pelajaran agama dan pengetahuan kemasyarkatan. Bahkan pada masa permulaan Islam, masjid berfungsi sebagai balai pertemuan, antara lain untuk tempat  peradilan, berkumpul dalam mengatur strategi dan tempat menerima duta-duta dari luar negeri[12].
Secara historis pembangunan masjid dilakukan pertama kali oleh Rasulullah yaitu ketika beliau hizrah ke Madinah. Membangun masjid kecil yang berlantaikan tanah, dan beratapan pelepah kurma, dari sanalah kemudian beliau membangun masjid yang besar sebagai tempat lahirnya benih peradaban baru umat manusia. Masjid Quba dan Masjid Nabawi yang telah didirikan oleh Rasullah yang pada hakekatnya dibangun atas dasar ketakwaan. Oleh karena itu fungsi utamanya yaitu dalam hal ketakwaan sering dengan perkembangan zaman masjid kemudian dijadikan snetral pembinaan umat.[13]
Dalam masa pembangunan seperti ini seluruh masyarakat diharapkan dapat berperan serta secara aktif di dalamnya. Pembangunan masyarakat Indonesia berarti pula pembangunan umat Islam. Salah satu sector pembangunan yang sedang dilaksanakan adalah pembangunan mental spiritual, masjid sebagai tempat yang terbuka untuk masyarakt dapat memainkan peranan penting dalam rangka pembinaan umat. Bahkan saja merupakan tempat ibadah, tetapi dapat ditingkatkan menjadi pusat masyarakat Islam, baik dalam belajar mengajar maupun berkomunikasi.
Disamping fungisnya yang pokok sebagai tempat ibadah. Untuk dapat menjalankan fungsi tersebut diatas, masjid perlu dimakmurkan dan masjid harus dapat menarik minat masyarakat untuk memakmurkannya. Dalam hubungan ini kepengurusan masjid harus mantap dan sarana yang dimiliki harus tepat,  menyenangkan dan menarik semua umat bak dewasa, anak-anak, tua, muda, pria wanita yang terpelajar maupun tidak, sehat atau sakit, serta kaya maupun miskin. Apabila masjid berfungsi tidak hanya sebagai tempat melaksanakan ibadah, maka orang yang datang di masjid tidak hanya terbatas pada orang-orang yang bermaksud melaksanakan ibadah saja. Selain mereka yang datang pada saatsaat melaksanakan ibadah, maka ramai pula dengan mereka yang mengunjungi masjid untuk keperluan belajar mengajar. Dengan demikian akan ramailah masjid[14].
Sejauh mana tingkat kemakmuran masjid itu, akan banyak tergantung dari besarnya daya tarik dan manfaat yang dapat diambil oleh masyarakat. Kerusakan mental dan spiritual masyarakat, khusunya pemuda generasi penerus bangsa, sangat memprihatinkan. Hal tersebut dapat dilihat dari maraknya kasus penyalahgunaan narkoba, seks bebas yang berujung pada aborsi, serta penyebaran HIV AIDS yang sangat merak di usai remaja/pemuda. Belum lagi sikap mental malas, inferior dari bangsa lain tidak mau bekerja keras ingin serba instant dan hal-hal lain yang menyebabkan bangsa akan menjadi bangsa yang punah dimuka bumi ini.
Berdasarkan hal tersebut di atas maka Pemuda menjadi kunci dalam kehidupan bangsa ini. Selain itu, melihat komposisi jumlah penduduk Indonesia, maka komposisi pemuda merupakan jumlah terbesar dari penduduk Indonesia, yaitu sebesar 37% dari total penduduk Indonesia yang 220 juta. Masjid sebagai sentral pengembangan dan pemberdayaan mengambil satu peran penting yaitu mengembangkan sayap dakwah dengan target pemuda dan remaja. Remaja masjid merupakan salah satu dari beberapa stake holder dari sebuah organisasi masjid. Pengurus masjid, disadari atau tidak, ternyata membutuhkan peran remaja masjid dalam setiap langkah dan gerak aktivitasnya. Remaja masjid mampu memberikan sentuhan yang berbeda sesuai dengan karakteristiknya yang tengah dalam proses pencarian jati diri, cenderung labil dan memiliki semangat meluap ingin menonjolkan jati dirinya.
Organisasi remaja masjid merupakan pilihan positif dalam rangka pembinaan remaja, karena tanpa mengurangi cirri khas remaja untuk berekreasi dan berkarya, organisasi remaja masjid memberikan wadah positif yaitu kreatifitas dengan tetap menjunjung nilai-nilai agama sebagai penggerak semua aktivitas tersebut. Organisasi remaja masjid merupakan bagian tidak terpisah dari keberadaan masjid. Keberadaan organisasi remaja masjid melekat terhadap masjid, karena memang organisasi remaja masjid merupakan bagian tidak terpisahkan dari organisasi masjid Itu sendiri. Keberadaan Organisasi Remaja Masjid ternyata memberikan warna tersendiri bagi pengembangan Masjid. Dan tentunya, diharapkan organisasi remaja masjid biasa menjadi motor pengembangan dakwah Islam yaitu dengan menjadikan masjid sebagai pusat aktivitas umat Islam umumnya dan khususnya adalah bagi pemuda/remaja.[15]
Definisi remaja mesjid adalah kumpulan dari remaja yang beraktivitas di masjid dalam rangka memberikan kontribusi secara langsung maupun tidak langsung bagi keberlangsungan dakwah di masjid dan atau di masyarakat. Visi remaja/pemuda masjid yaitu mengajarkan manusia kepada Allah. Sehinggs masnusia khusnya remaja/pemuda, berpindah dari kegelapan jahiliyah menuju cahaya Islam. Sedangkan misi dari remaja masjid adalah berdakwah dengan hikmah dan pelajaran yang baik serta menjadi rahmat bagi semesta alam. Tujuan utama dari sebuah organisasi remaja masjid secara umum adalah memakmurkan masjid dengan kegiatan-kegiatan dan memberikan wadah untuk remaja sekitar masjid dalam rangka menyalurkan daya kreatifitas mereka.
Pemuda saat ini, ternyata tidak serta merta memudahkan organisasi pemuda remaja masjid dalam melaksanakan misinya. Banyak kendala serta hambatan yang membatasi gerak organisasi pemuda yang berbasis masjid. Dalam pelaksanaan organisasi pemuda/remaja masjid tidak berjalan dengan mudah dan mulus, banyak hambatan serta tantangan. Ada tiga hal yang memerlukan serius untuk membuat strategi adalah keuangan, Sumber daya manusia, humas dan pemasaran. Dalam sebuah organisasi seperti organisasi pemuda/remaja masjid, image menjadi sebuah asset penting. Visi & Misi yang dibawa organisasi akan mudah dicapai ketika organisasi pemuda/remaja masjid mempunyai image atau nama baik. Nama baik/image ternyata tidak mudah untuk diperoleh.[16] Hal tersebut membutuhkan kerja keras serta profesionalisme walaupun hanya organisasi nir laba. Terkait dengan mutu kegiatan, kader serta sumber daya manusia yang bagus, serta system informasi yang transparan, dan juga akuntabilitas dari organisasi menjadi indikator sebuah organisasi bias mendapatkan image yang bagus atau tidak. Untuk itu, peneliti akan  memberikan gambaran mengenai kehumasan serta public relations yang menjadi salah satu komponen utama untuk mengelola sumber daya yang tidak terwujud.
Jenis organisasi apabila ditinjau dari segi wewenang, tanggungjawab maupun hubungan kerjanya dapat dibedakan dalam bebagai macam. Pemilihan jenis organisasi akan memberi pengaruh terhadap sistem kerja pengurus dalam menjalankan aktifitasnya. Adapun yang perlu dipertimbangkan adalah kemampuan dalam mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Untuk organisasi remaja masjid sebaiknya dipilih jenis organisasi lini dan staf. Dengan menerapkan jenis organisasi ini Insya Allah, akan diperoleh beberapa keuntungan, antara lain:
a.      Adanya pembagian kerja yang jelas dari masing-masing personil yang pengurus, baik sebagai pimpinan, staf maupun pelaksana.
b.     Upaya kaderisasi dapat berlangsung dengan baik, karena adanya kesempatan bagi para pengurus untuk mengembangkan diri.
c.      Menumbuhkan suasana kerja sama yang baik antara pengurus.
d.     Prinsip penempatan ahlinya pada bidangnya atau the right man on the right place dapat lebih mudah dilakukan.
e.      Menumbuhkan sikap disiplin, etos kerja, spesialisasi serta profesionalisme masing-masing pengurus.
f.      Koordinasi dapat dilakukan dengan baik, karena adanya pembidangan kerja yang jelas.
g.     Pengambilan keputusan juga dapat dilakukan dengan sehat dan cepat, karena melibatkan banyak pengurus dalam bermusyawarah, dan hasil keputusannya lekas diketahui oleh seluruh pengurus.
h.     Memiliki fleksibelitas yang baik, sehingga mampu menyahuti kebutuhan efektifitas dan efisiensi organisasi dalam mencapai tujuannya.
i.       Dapat dipergunakan oleh remaja masjid yang relatif masih sederhana sampai yang besar dan komplek aktivitasnya.[17]

Remaja masjid yang maju, modern dan memiliki kegiatan beraneka ragam serta mampu menigkatkan ketaqwaan anggotanya adalah merupakan organisasi kemasjidan yang sangat diharapkan. Namun untuk mencapai hal tersebut butuh waktu dan perjuangan yang panjang. Ada tiga fase dalam tahap perkembangan organisasi ini, yaitu: fase penumbuhan, pembinaan dan pemgembangan organisasi. Untuk menuju organisasi remaja masjid yang maju diperlukan kerja keras dan kinerja yang rofesionalisme para pengrusnya.[18]


               [1] Ash-shawwafi, Muyhammad Syarif, ABG Islami: Kiat-kiat Efektif Mendidik Anak dan Remaja, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2003), hlm. 67.

               [2] Wirawan Sarwono, Teori - Teori Psikologi Sosial, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 1995), hal. 56.
               [3] Soerjono Soekanto, Pengantar Sosiologi, (Jakarta: CV. Rajawali, 1982), hlm. 51.

               [4] Bagun, Rikard. 2009. Tuntutan Perubahan Perilaku. Jurnal Harian Kompas (Online),(http://jakarta45.wordpress.com/category/artikel/page/382.html, diakses tanggal 25 Desember 2011 pukul 16.20).
               [5] Yulianto Sumalyo, Arsitektur Mesjid dan Monumen Sejarah Muslim, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2000), hal. 47.

               [6] Sarlito Wirawan Sarwono, Teori - Teori Psikologi Sosial, (Jakarta:  PT. Raja Grafindo Persada,1995), hlm. 36.
               [7] Sugiyanto, 2009. Pembinaan Remaja Sebagai Generasi Penerus Bangsa, (http://www.masbied.com) di unduh pada tahun 2011.

               [8] Asadulloh Faruq, Mengelola dan Memakmurkan Masjid, (Solo: Pustaka Arafah, 2010), hal. 18.

               [9] Harahap, Sofyan Syafri, Manajemen Masjid, (Yogyakarta: PT. Pana Bakti Prima Yasa, 1996), hlm. 19.

               [10] Machasin, Manajemen Dakwah, (Semarang: Badan Penerbit Fakultas Dakwah IAIN Walisongo, 1987), hlm. 15.
               [11] Asadullah Al-Faruq, Mengelola dan Memakmurkan Masjid, (Solo: Pustaka Arafah, 2010), hlm. 74.

               [12] Siswanto, Panduan Praktis Organisasi Remaja Masjid, (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2005), hlm. 76.

               [13] Budiman Mustofa,. Manajemen Masjid Gerakan Meraih Kembali Kekuatan Masjid dan Potensi Masjid, (Solo: Ziyad Visi Media, 2007), hlm. 22.
               [14] Ibid., hlm. 22.
               [15] Ibid., hlm. 24.
               [16] Zuhairi, (dkk.,  Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), hlm. 58.
               [17] lwisral Imam Zaidallah, Strategi Dakwah dalam Membentuk Da’i dan Khatib Profesional, Cet I, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), hlm. 4.
               [18] Abdul Basit, Wacana Dakwah Kontemporer, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), hlm. 3.