Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Pengertian Taman Kanak-Kanak


BAB II
LANDASAN TEORITIS


A.    Taman Kanak-Kanak
  1. Pengertian Taman Kanak-Kanak
Taman kanak-kanak merupakan salah satu bentuk pendidikan anak usia dini (PAUD) yang berupaya melakukan pembinaan bagi anak sejak umur empat sampai usia enam tahun. Pendidikan ini diberikan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki usia lebih lanjut.[1]
Taman kanak-kanak adalah salah satu bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang menyelenggarakan program pendidikan umum dan pengenalan keagamaan bagi anak. Bentuk lain dari taman kanak-kanak adalah Raudhatul Athfal (RA).
Pendidikan anak usia dini tersebut dalam penyelenggaraan pendidikannya lebih menitikberatkan pada peletakan dasar kearah pertumbuhan dan perkembngan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasah emosional), sosio emosional, spiritual, bahasa dan komunikasi yang sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan anak.[2]
Bahwasanya anak itu adalah anak, dan harus diperlakukan sebagai anak, pendapat seperti ini dapat dikatakan belum lama diperhatikan orang. Bahkan sampai sekarang juga masih banyak terdapat kesalahan umum dilakukan orang tua dalam mendidik anak-anaknya. Anak-anak dianggap sama saja dengan orang dewasa, hanya badan dan kekuatannya saja yang masih kecil dan lemah. Cara mendidik dan mengajar anak-anak, baik dirumah maupun disekolah masih banyak yang mengecewakan. Anak-anak dituntut sejak kecilnya harus berlaku seperti kelakuan-kelakuan seperti orang dewasa, dimarahi ketika melakukan kesalahan, diberi nasehat dan disuruh mengerjakan pekerjaan seperti yang biasa dilakukan oleh orang dewasa. Tidak disadari bahwa anak itu sebenarnya ialah anak dan bukan orang dewasa dalam bentuk kecil. Kemauan, perasaan dan keinginan anak berbeda dengan orang dewasa. Memang benar bahwa anak itu harus dilatih dan dibiasakan melakukan segala sesuatu yang nantinya dapat dipergunakan sebagai bekal hidupnya sebagai orang dewasa, tetapi pandangan bahwa pengajaran dan pendidikan yang diberikan kepada anak harus disesuaikan dengan perkembangan jasmani dan rohani itu, kurang diperhatikan.
Berkat kemajuan dan penyelidikan yang terus menerus terhadap psikologi, terutama psikologi anak, keadaan dan pendapat-pendapat yang salah itu berangsur-angsur berubah. Para orang tua mulai sadar bahwa cara memelihara, cara mendidik, memberikan kasih sayang dan cinta kepada anak-anak yang dilakukan orang dahulu sebelumnya itu keliru. Kebutuhan anak berbeda dengan kebutuhan orang dewasa. Orang dewasa dapat mengerti dan dapat melayani kebutuhan-kebutuhan anak jika mau menyelami apa yang hidup dalam jiwanya dan mengetahui bagaimana perkembangannya.
Pengalaman telah mengajarkan kepada manusia sekarang ini bahwa pendidikan pada umumnya masih jauh dari sempurna, baru sedikit sekali orang tua/ guru yang membentuk murid/anak untuk kehidupan. Pendidikan yang diberikan kepada anak-anak haruslah bersifat damai, menggembirakan dan menyenangkan, ini sesuai dengan kebutuhan perkembangan kejiwaan anak-anak. 
Dalam proses pendidikan dan pengajaran, bukan pendidik yang memasukkan pengetahuan kedalam diri anak, melainkan pendidik harus berusaha untuk mampu mengeluarkan kemampuan yang terpendam dalam diri anak. Dengan kata lain anak harus berbuat secara aktif dan bukan pasif menerima saja.
Pada masa sekarang ini taman kanak-kanak sudah banyak yang formal/ resmi yang didirikan oleh pemerintah, yayasan-yayasan bahkan yang didirikan oleh pribadi. Namun pada dasarnya tujuan pendiriannya adalah sama, yaitu untuk mengembangkan kreatifitas anak. Anak-anak tidak disiapkan untuk menerima pelajaran-pelajaran atau ketrampilan-ketrampilan seperti halnya disekolah yang lebih tinggi. Taman kanak-kanak merupakan tempat belajar sambil bermain bersama bagi kanak-kanak dibawah asuhan atau pengawasan seorang guru. Dapat dilihat bahwa taman kanak-kanak dewasa ini dilengkapi dengan berbagai macam alat permainan, ini disediakan khusus bagi anak untuk mengembangkan kreatifitasnya yang masih terpendam.
Anak-anak yang masih kecil dapat memperoleh pengalaman-pengalaman dari berbagai alat permainan yang memang disediakan bagi mereka, dan dari pergaulannya dengan anak-anak lain yang memang menyenangkan dan menggembirakan mereka tentunya sangat dibutuhkan untuk perkembangan jasmani dan rohaninya.
Taman kanak-kanak umumnya bertujuan untuk membantu para orang tua yang tidak mempunyai waktu atau kesempatan untuk mengasuh dan mendidik anak-anaknya yang masih kecil disebabkan banyaknya pekerjaan sehari-hari yang harus dikerjakan. Atau malah membantu para orang tua yang tidak atau kurang mengerti tentang cara mengasuh anak yang benar dan sebaik-baiknya atau bagi suatu keluarga yang tidak mempunyai tempat bermain-main yang cukup luas bagi anak-anaknya seperti banyak terdapat dikota-kota besar.
Jadi harus diingat bahwa dengan adanya taman kanak-kanak akan membantu para orang tua dalam mengasuh anak-anak mereka. Dimana para kanak-kanak ini dapat bergaul, belajar dan melatih diri ditempat yang lebih cocok dengan mereka, bermain dengan sesama kanak-kanak dibawah pengasuhan seorang pembimbing akan turut membantu perkembangan kejiwaan mereka untuk persiapan menuju pada umur yang lebih dewasa kelak.

  1. Manfaat Taman Kanak-Kanak
Tiap-tiap usaha yang dilakukan pribadi, masyarakat mapupun negara tentu mempunyai tujuan yang baik dan menguntungkan. Demikian pula halnya dengan taman kanak-kanak. Sangat banyak keuntungan yang diperoleh baik bagi para orang tua maupun bagi anak-anak itu sendiri.
Manfaat dari taman kanak-kanak secara umum dapat diuraikan sebagai berikut:
a.      Memberikan pendidikan yang lengkap kepada anak-anak sesuai dengan perkembangannya yang wajar karena pendidikan dirumah tidak mencukupi sama sekali.
b.     Memberi pertolongan dan bimbingan kepada para ibu dalam mendidik anak-anaknya. Kebanyakan ibu pada umumnya sekarang kurang mempunyai waktu yang cukup untuk bergaul dan bermain dengan anak-anaknya, disebabkan banyaknya pekerjaan dirumah maupun diluar rumah tangganya.
c.      Mendidik dan menyiapkan para calon ibu dalam teori dan praktek untuk menjadi pemimpin dan untuk tugasnya sebagai ibu di kemudian hari. Dengan adanya taman kanak-kanak mau tidak mau harus ada sekolah yang khusus untuk mendirikan para calon guru yang nantinya akan ditempatkan ditaman kanak-kanak.
Secara garis besar keuntungan yang didapat dengan adanya taman kanak-kanak adalah:
  1. Keuntungan Sosiologis
Keuntungan sosiologis adalah keuntungan yang ditinjau dari kepentingan masyarakat.
Pada umumnya kita mengetahui bahwa anak-anak yang dimasukkan ke taman kanak-kanak adalah anak-anak dibawah umur 6 tahun. Anak seumur ini biasanya sedang mengalami perkembangan yang sangat menyulitkan orang tua. Masa egosentrisnya atau masa ketika anak memandang bahwa segala sesuatu yang ada disekitarnya adalah kepunyaannya, miliknya dan harus tunduk dan menurut kepadanya belumlah lenyap. Perasaan sosialnya boleh dikatakan belum berkembang. Anak sering bertengkar dan berkelahi dengan teman-temannya, membantah dan menolak apa yang disuruh orang lain kepadanya. Anak pada masa ini menyulitkan orang tua dengan segala tingkah polahnya, apalagi bagi keluarga yang baru mempunyai anak, yang umumnya belum mengetahui benar bagaimana cara-cara melayani dan mendidik anak-anak yang sedang dalam masa perkembangan ini. Juga bagi keluarga yang sekarang ini umumnya para orang tua terpaksa harus bekerja keras siang dan malam untuk mencari nafkahnya dengan sendirinya berkuranglah waktu yang tersedia baginya untuk bergaul dan bercengkrama dengan anak-anaknya.
Dengan segala kesulitan seperti yang diutarakan diatas, adanya taman kanak-kanak membantu meringankan beban orang tua, terutama dalam cara-cara mendidik anak-anak dan mengeluarkan kemampuan terpendam yang ada dalam diri anak tersebut. Guru-guru taman kanak-kanak adalah orang-orang yang telah menerima pengetahuan dan pengalaman baik teori maupun praktek tentang cara-cara mengasuh atau mendidik anak-anak dengan sebaik-baiknya.
Disamping itu pula, orang tua dapat memperoleh pengetahuan dan dapat meniru atau menuruti petunjuk-petunjuk bagaimana cara-cara yang dilakukan atau dianjurkan oleh guru-guru taman kanak-kanak dalam mendidik anaknya.juga bagi ibu rumah tangga, taman kanak-kanak merupakan sebuah pertolongan yang amat besar.
Dengan adanya taman kanak-kanak, masyarakat pada umumnya dan keluarga atau rumah tangga pada khususnya mendapat bantuan yang tak ternilai harganya terutama dalam cara mendidik anak-anak. Juga bagi guru tingkat diatasnya (SD/MI) karenanya akan mejadi ringan tugasnya karena anak-anak tersebut telah mempunyai kemampuan dasar yang diperoleh pada masa taman kanak-kanak.
  1. Keuntungan Psikologis
Jika ditinjau dari sudut perkembangan anak itu sendiri, anak-anak pada masa usia pra sekolah ini sedang mengalami masa egosentris. Sifat dan tingkah laku anak sering menyusahkan anggota-anggota keluarganya terutama orang tuanya. Perasaan sosialnya masih belum berkembang. Apalagi anak-anak yang manja, mungkin anak yang demikian mempunyai sifat pemalu dan penakut, tidak berani bergaul dengan anak-anak lain, selalu berada disamping ibunya dan kurang mendapat kesempatan bermain sehingga mungkin mengakibatkan pertumbuhan jasmani dan rohaninya menjadi terhambat. Juga bagi anak yang mengalami perkembangan yang kurang baik akibat kurang pemeliharaan dan kurang perhatian dari orang tuanya yang selalu sibuk dengan perjuangan hidup yang berat ini.
Lain halnya dengan anak-anak yang dimasukkan ke taman kanak-kanak. Anak-anak yang bersekolah di taman kanak-kanak mulai belajar bergaul dengan anak-anak lain, bermain bersama-sama, pergi dan pulang sekolah bersama-sama, dan lain-lain. Sehingga perasaan sosial anak itu telah mulai dilatih. Demikian pula di taman kanak-kanak anak-anak mulai belajar bernyanyi bersama, bergerak badan bersama, belajar bercakap-cakap, mendengarkan dongeng atau cerita-cerita dari ibu gurunya. Dengan begitu, anak-anak mulai belajar mematuhi peraturan-peraturan, mulai belajar bekerja dan bertanggung jawab, menjadi tidak pemalu dan penakut. Anak-anak mulai belajar berlaku sopan santun, berbicara baik, tolong menolong dengan teman-temannya, semua itu perlu dan berguna bagi perkembangan anak itu sendiri.

B.    Pendidikan Anak
  1. Urgensi Pendidikan Bagi Anak-Anak
Pendidikan merupakan salah satu tonggak penting dan mendasar bagi kebahagiaan hidup manusia. Nasib baik atau buruk secara lahir maupun batin seseorang, sebuah keluarga, sebuah bangsa, bahkan seluruh umat manusia, bergantung secara langsung pada bentuk pendidikan mereka sejak masa kanak-kanak.
Tentang dampak pendidikan, para pemikir berpendapat bahwa pendidikan dalam batas tertentu mampu menghilangkan sifat-sifat turunan dan genetic dalam diri manusia sekalugis menggantikannya dengan sifat dan kondisi yang baru.[3]
Dalam Islam, pendidikan merupakan bagian yang luar biasa pentingnya. Bahkan dapat dikatakan bahwa tujuan mendasar dari diturunkannya kitab-kitab suci dan agama-agama samawi serta pengutusan para Nabi adalah pendidikan yang benar bagi umat manusia.
Dalam berbagai seginya, masalah pendidikan bagi anak merupakan hal terpenting. Nilai penting pembinaan dan pendidikan yang berhubungan dengan kebahagiaan hidup atau kesengsaraan akhir manusia adalah sangat jelas. Kita harus menyadari bahwa pendidikan yang benar dan berhasil, sampai pada taraf maksimal berada dipundak para orang tua sejak anak-anak mereka masih kanak-kanak, bahkan sejak mereka belum lahir. Pentingnya pendidikan bagi anak dapat ditinjau dari beberapa sisi:
a.      Individual
Makna pendidikan bagi anak secara individu adalah membentuk kepribadian sebagai seorang manusia. Dengan sendirinya ini merupakan perkara yang sangat penting. Apabila kita ingin mencitakan sebuah masyarakat yang sejahtera dan manusiawi, maka pertama-tama kita harus memulainya dengan melakukan pembinaan diri pribadi. Dan landasan pembentukan pribadi seseorang dibangun sejak masa kanak-kanaknya dibawah bimbingan para orang tua.
Manusia ideal adalah manusia yang tumbuh sejak masa kanak-kanaknya diatas ketentuan-ketentuan moral. Atau, setelah memperoleh muatan-muatan nilai yang melekat sejak masa kanak-kanak, ia terus berkembang diatas ketentuan-ketentuan akhlak insani dan Ilahi. Sehingga sifat-sifat mulia dan keutamaan-keutamaan jiwa manusiawinya mengakar cepat dalam diri, batin dan jiwanya.
Dengan demikian tidak sepantasnya apabila seorang ayah atau ibu hanya menyandarkan pendidikan yang benar bagi anak-anak mereka pada yang akan datang tanpa menanamkannya sejak kecil. Terkadang mereka beranggapan bahwa anak cukup memperoleh sifat dan kebiasaan akhlak dari lingkungan-lingkungan seperti sekolah, pengajian atau lembaga pendidikan lainnya.
Harus kita sadari bahwa landasan pertama pendidikan bagi anak dibangun dari dalam rumah sendiri, dibawah asuhan orang tuanya. Bagi seorang anak, rumah merupakan sekolah perdana dengan orang tua sebagai guru pertamanya. Begitu pentingnya sekolah dan guru pertama itu, hingga mereka harus memberikan yang terbaik bagi anak-anak mereka.
Dalam pandangan Islam, pendidikan akhlak bagi anak-anak, mulai dari masalah memenuhi kebutuhan jasmani dan makanan bagi mereka sangatlah penting. Pendidikan anak disamping sebuah tugas dan tanggung jawab manusiawi, juga merupakan tugas syar’i yang harus dipenuhi.
Jelaslah, betapa pentingnya pendidikan bagi anak dari sisi individu, dengan dampak positif maupun negatifnya bagi seorang pribadi.
b.     Sosial
Dewasa ini, seorang anak balita merupakan bagian efektif dari tubuh sosial seseorang. Sama halnya apabila salah satu anggota tubuh menderita sakit, ia akan mempengaruhi bahkan merusak seluruh anggota tubuh yang lainnya. Begitu juga seseorang yang buruk moral, dapat merusak anggota-anggota tubuh masyarakat lainnya. Bahkan dapat menghancurkan seluruh sendi-sendi kehidupan masyrakat manusia.
Apabila seorang tua mampu atau berhasil mendidik anak dengan akhlak terpuji dalam lingkungan yang sehat, maka ia akan menjadi anggota masyrakat yang shalih dimasa yang akan datang. Pada gilirannya, anak akan mampu memberi petunjuk ke jalan yang benar dan kehidupan yang bahagia. Namun sebaliknya apabila orang tua tidak pernah mendidik anak dengan nilai-nilai yang benar, malah memberinya pandangan dan perilaku hidup yang merusak, maka dimasa yang akan datang anak akan membawa kerusakan dan kehancuran bagi masyarakatnya tanpa terlepas dari peran orang tua yang membentuknya ketika masih kecil.
Dalam Al-Qur’an Allah SWT berfirman:
ﻮﻤﻥﺃﺣﻳﺎﻫﺎﻓﻛﺄﻨﻤﺎﺃﺣﻳﺎﺁﻟﻨﺎﺲﺣﻤﻳﻌﺎ
Artinya: “dan barang siapa menghidupkan satu orang, maka sama halnya menghidupkan seluruh manusia”.(QS. Al-Maidah: 32)
Bila dilihat sumber dari kebejatan moral dimasyarakat Barat, dimana bangsa yang mengalami kemajuan ilmu, kemajuan industri dan kepesatan teknologi tetapi membuat perilaku dan spiritual mereka terjerambab kejurang yang hina. Maka didapat jawaban bahwa dimasyarakat Barat, semua lingkungan pendidikan, mulai dari keluarga, sekolah, kantor, perusahaan dan lain-lain tenggelam dalam kebobrokan dan kenistaan. Anak yang baru lahir pun akan selalu dihadapkan pada nilai-nila buruk dan tercela. Pada kata-kata, dongeng dan program-program yang merusak, sehingga lambat laun mereka menjadi terbiasa dengan semua itu. Tak diragukan lagi, anak-anak seperti itu akan menjadi penyebab kerusakan moral dan kebiadaban di tengah-tengah masyarakatnya. Selanjutnya ia akan memainkan peran dalam menciptakan lingkungan masyarakat yang bejat dan biadab.
Karena itu, terciptanya masyarakat sehat di masa yang akan datang berada ditangan para orang tua saat ini. Sebabnya anak-anak merekalah yang akan membangun masyarakat. Pendidikan yang benar bagi setiap orang merupakan sebuah langkah dalam meraih keselamatan dan kebahagiaan masyarakat di masa yang akan datang.
c.      Anak-anak sebagai calon generasi penerus masa depan
Anak-anak hari ini adalah generasi penerus yang akan menjadi ayah dan ibu di masa datang. Apabila dibawah asuhan orang tua seorang anak menjadi seorang insan yang shalih dan baik, maka ia akan menjadi seorang pembimbing dan guru yang baik dan shalih pula untuk generasi mendatang. Pendidikan yang dilakukan orang tua secara benar pada hari ini sesungguhnya merupakan pendidikan yang sangat penting untuk masa depan anak-anak. Itu berarti, bagian ini merupakan sisi penting sehingga pendidikan anak harus benar-benar memperoleh perhatian yang serius.
Selain itu, kemaslahatan lingkungan keluarga di masa akan datang amat bergantung pada pendidikan yang benar bagi anak-anak di masa sekarang. Dimasa datang, anak-anak akan menjadi orang dewasa yang melangsungkan pernikahan dan membentuk sebuah keluarga yang baru. Anak-anak ini adalah orang yang akan memegang kendali sebuah keluarga. Jika memiliki latar belakang yang baik, maka ia akan mampu menopang berdirinya sebuah keluarga yang tentram dan shalih, jauh dari pertentangan dan tindakan amoral lainnya. Sehingga pendidikan yang diterimanya sekarang akan ikut berpengaruh juga pada masa yang akan datang ketika ia membentuk sebuah keluarga yang baru.
Anak-anak yang saleh hari ini, jika nantinya mengemban tugas sebagai seorang suami, niscaya ia tidak akan mudah terkecoh oleh tipuan, kesombongan, pertikaian, pandangan yang dangkal dan kebencian. Ia tak akan menciptakan penjara dan neraka dalam rumah tangganya.
Apabila anak-anak kelak menjadi sumber kebahagiaan bagi suaminya dan menjadi seorang ibu yang bertanggung jawab, maka itu merupakan hasil pendidikan yang benar di masa kanak-kanaknya. Ia akan menjadi seorang isteri yang baik bagi suaminya dan ibu yang saleh bagi anak-anaknya. Semuanya itu memiliki pengaruh dalam menciptakan kehidupan rumah tangga yang sehat dan damai.

  1. Tujuan Pendidikan Bagi Anak
Tujuan dari melaksanakan pendidikan anak untuk memberikan pengetahuan tentang pelajaran agama Islam yang diajarkan untuk memahami, menghayati, dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Pengetahuan agama termasuk salah pengetahuan terpenting dalam mengembangkan wawasan keagamaan anak, karena dengan adanya pendidikan agama, anak dapat mengetahui hal-hal yang berkaitan langsung dengan pengabdian manusia kepada Khaliknya.
Oleh karena itu, secara garis besar, pendidikan anak mempunyai tujuan sebagai berikut:
a.    Untuk mengenal hubungan manusia dengan Allah SWT (Hablumminallah).
Hubungan vertikal antara manusia dengan Khaliknya mencakup dari segi aqidah yang meliputi: iman kepada Allah, iman kepada malaikat-malaikat-Nya, iman kepada kitab-kitab-Nya, iman kepada rasul-rasul-Nya, iman kepada hari akhir, dan iman kepada qadha qadar-Nya.[4]
b.   Untuk mengenal hubungan manusia dengan manusia (Hablumminannas).
Pengetahuan yang diajarkan meliputi: akhlak dalam pergaulan hidup sesama manusia, kewajiban membiasakan berakhlak yang baik terhadap diri sendiri dan orang lain, serta menjauhi akhlak yang buruk.[5]
c.    Untuk mengenal hubungan manusia dengan alam sekitarnya.
Pengetahuan tentang hubungan manusia dengan alam sekitarnya meliputi akhlak manusia terhadap alam lingkungannya, baik lingkungan dalam arti luas, maupun  makhluk hidup selain manusia, yaitu binatang dan tumbuh-tumbuhan.[6]
Proses pentransferan ilmu pengetahuan mempunyai fungsi dan peranannya yang amat luas, baik di dalam tujuan pokok maupun dalam tujuan sementara. Karena hal tersebut menyangkut keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT yang sejak awal menjadi ciri dan unsur pokok umat manusia.
Iman dapat diartikan dengan “keyakinan yang mantap akan adanya keesaan-Nya, sifat-sifat-Nya, syari’at serta keputusan-Nya, Maha Pencipta segalanya Dialah satu-satunya Tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya, tiada Tuhan selain Dia”.[7] Dalam sebuah hadits diterangkan bahwa:
عن أبى عمرو وقيل أبى عمرة سفيان بن عبدالله رضي الله عنه قال: قلت يارسول الله  قل لى فى الإلام قولا أسأل عنه أحدا غيرك، قال: قل أمنت بالله، ثم استقم[8] (رواه مسلم)
Artinya: Abu Amar atau Abu Amrah Aufan bin Abdullah Rasulullah saw berkata: wahai Rasulullah, katakanlah kepadaku satu perkataan dalam Islam yang tidak akan pernah aku tanyakan kepada selain engkau”. beliau bersabda, “katakanlah aku beriman kepada Allah, kemudian beristiqamah”. (H. R. Muslim)
            Namun demikian konsep iman yang dibicarakan dalam bacaan pada umumnya mengacu pada masalah berbakti kepada Allah dan Rasul-Nya. Menurut Mahmud Syaltut, yang dimaksud dengan keimanan “mengamalkan apa-apa yang telah diamalkan oleh Nabi saw dan para sahabatnya; disebut “taqwa” karena mereka teguh mengikuti sunnah Nabi saw; disebut muslimin, karena mereke berpegang di atas al-haq (kebenaran), tidak berselisih dalam agama, mereka terkumpul pada para imam al-haq, dan mengikuti apa yang telah menjadi kesepakatan para ulama”.[9]
Karena itu mengikuti sunnah Rasulullah Saw, maka mereka disebut dengan ahlul hadits, ahlul autsar, ahlul ‘ittiba’, thaifah al-mansurah (kelompok yang dimenangkan), dan firqah an-najah (golongan yang selamat).[10] Oleh karena itu, mempelajari aqidah akhlak merupakan suatu kewajiban bagi kaum muslimin yang hendak beriman kepada secara teguh kepada Allah SWT.
Demikian juga dengan akhlak sebagian dari pelajaran pokok yang diajarkan dalam aqidah akhlak menyangkut masalah-masalah akhlak dan moralitas dengan mengangkat cerita-cerita kesabaran dan ketabahan Nabi Saw dalam menghadapi segala macam cobaan, maka dapatlah diketahui pembinaan akhlak dan moralitas merupakan hal yang sangat diutamakan disetiap masyarakat sejak dahulu sampai sekarang, terutama dalam upaya pembinaan manusia seutuhnya dan pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas.
  1. Metode Pembelajaran Terhadap Pendidikan Anak
Penerapan suatu metode dalam setiap situasi pengajaran haruslah mempertimbangkan dan memperhatikan berbagai kemungkinan-kemungkinan yang dapat mempertinggi mutu dan efektifitas suatu metode tertentu. Kalau tidak, maka bukan saja akan berakibat proses pengajaran terhambat, akan tetapi akan berakibat lebih jauh, yaitu tidak tercapai tujuan pendidikan sebagaimana yang telah ditetapkannya. Namun demikian dalam proses memberikan pendidikan terhadap anak-anak tidak ditetapkan metode khusus, tetapi metode-metode yang berlaku umum diterapkan dalam pengajaran anak. Adapun metode tersebut adalah:

1.     Metode Hiwar
Hiwar (dialog) ialah “percakapan silih berganti antara dua pihak atau lebih melalui tanya jawab mengenai suatu topik yang mengarah kepada satu tujuan, sehingga kedua pihak dapat bertukar pendapat tentang suatu perkara tertentu“.[11]
Berdasarkan keterangan di atas, maka dapat dipahami metode hiwar merupakan pengajaran agama Islam yang memfokuskan diri dalam bentuk pertukaran pandangan antara si siswa dengan orang tuanya atau sebaliknya.
2.     Metode Kisah
Dalam pendidikan Islam, kisah mempunyai fungsi edukatif yang tidak dapat diganti dengan bentuk lain selain bahasa. Hal ini disebabkan kisah “Qur’ani dan Nabawi memiliki beberapa keistimewaan yang membuat dampak psikologis dan edukatif yang sempurna, rapih, dan jauh jangkauannya seiring dengan perjalanan zaman”.[12] Contohnya adalah orang tua memberikan contoh-contoh kepada anaknya berdasarkan kisah-kisah masa lalu seperti kisah ashabul kahfi.
3.     Metode Amtsal
Di dalam Al-Qur’an banyak sekali ayat-ayat dalam bentuk amtsal (perumpamaan) dalam rangka mendidik umatnya.[13] Demikian juga dalam proses pelaksanaan pendidikan sangat banyak perumpamaan-perumpamaan yang harus diberikan oleh seorang orang tua. Contohnya orang tua memberikan perumpamaan berdasarkan Al-Qur'an seperti perumpamaan yang dialami oleh Nabi Yusuf As.
4.     Metode ‘Ibrah dan Mau’izah
‘Ibrah adalah suatu metode yang digunakan untuk melakukan pertimbangan dari kejadian-kejadian yang ada dalam Al-Qur’an. Sedangkan mau’izah adalah “metode yang penekanannya kepada memperkuat ingatan terhadap kejadian-kejadian yang telah lalu, khususnya mengenai kisah-kisah yang ada dalam Al-Qur’an”.[14]

  1. Prinsip-Prinsip Pendidikan Terhadap Anak
Secara umum prinsip pendidikan mempunyai pengertian suatu haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan. Dihubungkan dengan pendidikan anak, strategi dapat diartikan sebagai pola-pola kegiatan ayah-anak dalam perwujudan pendidikan agama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.[15]
Belajar mengajar merupakan suatu proses untuk membimbing anak untuk menjadi orang yang berguna bagi agama, nusa dan bangsa. Oleh karena itu, manusia membutuhkan pendidikan secara optimal agar mampu mencapai kebahagiaan di dunia maupun di akhirat. Akan tetapi, kegiatan pengajaran tersebut mempunyai prinsip tersendiri dalam usaha mencapai tujuan pengajaran. Namun demikian, prinsip-prinsip pendidikan semua pendidikan sama saja, termasuk terhadap prinsip pendidikan anak.
Hal tersebut dikarenakan belajar mengajar adalah suatu kondisi yang dengan sengaja diciptakan. Orang tua yang menciptakan guna membelajarkan anak didik. Orang tua yang mengajar dan anak didik yang belajar. Perpaduan dari kedua unsur manusiawi ini lahirlah interaksi edukatif dengan memanfaatkan keluarga sebagai mediumnya. Di sana semua bentuk pendidikan diperankan secara optimal guna mencapai tujuan pengetahuan yang telah ditetapkan sebelum pengajaran dilaksanakan.
Sebagai orang tua tentunya sudah menyadari apa yang sebaiknya dilakukan untuk mencapai kondisi belajar mengajar yang dapat mengantarkan anak-anak kepada kebaikan. Di sini tentu saja tugas orang tua berusaha menciptakan suasana yang menggairahkan dan menyenangkan bagi anaknya.
Oleh karena itu, memberikan pengetahuan agama bagi seorang anak menghendaki hadirnya sejumlah prinsip pendidikan. Sebab belajar tidak selamanya memerlukan seorang guru. Cukup banyak aktifitas yang dilakukan seseorang anak di luar dari keterlibatan guru. Belajar di rumah cenderung menyendiri dan tidak terlalu banyak mengharapkan bantuan dari orang lain, apalagi aktifitas itu berkenaan dengan kegiatan membaca sebuah buku.
Sebenarnya semua halnya yang menyangkut dengan memberikan pendidikan kepada anak pada hakikatnya merupakan suatu proses, yaitu mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar anak-anak, sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong anak-anak melakukan belajar. Oleh karena itu, Nana Sudjana menerangkan bahwa “pada tahap berikutnya mengajar adalah proses memberikan bimbingan/bantuan kepada anak didik dalam melakukan proses belajar”.[16]
Oleh karena itu, sebagai upaya pengaturan kegiatan belajar mengajar anak, maka Adi Suardi sebagaimana yang dikutip oleh Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zein menerangkan ciri-ciri pembelajaran sebagai berikut:
1.     Pembelajaran memiliki tujuan, yaitu untuk membentuk anak dalam suatu perkembangan tertentu.
2.     Ada suatu prosedur (jalannya interaksi) yang direncanakan, didesain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
3.     Kegiatan pendidikan ditandai dengan penggarapan metode yang khusus.
4.     Ditandai dengan aktifitas anak sebagai konsekwensi, bahwa anak merupakan syarat mutlak bagi berlangsungnya kegiatan belajar.
5.     Dalam kegiatan belajar orang tua harus berperan sebagai pembimbing.
6.     Dalam kegiatan belajar membutuhkan kedisiplinan.[17]
Melihat realitas tersebut di atas, maka di sini penulis merumuskan prinsip-prinsip pendidikan anak sebagai berikut:
1.     Memelihara dan membesarkan anak. Inilah prinsip paling sederhana dan merupakan dorongan alami untuk mempertahankan kelangsungan hidup manusia.
2.     Melindungi dan menjamin kesamaan, baik jasmani maupun rohani, dari berbagai penyakit dan dari penyelewengan kehidupan dan dari tujuan hidup yang sesuai dengan falsafah hidup dan agama yang dianutnya.
3.     Memberikan pengajaran dalam arti yang luas sehingga anak memperoleh peluang untuk memiliki pengetahuan dan kecakapan seluas dan setinggi mungkin yg dapat dicapainya.
4.     Membahagiakan anak baik dunia maupun akhirat, sesuai dengan pandangan dan tujuan hidup muslim.[18]

Dari keterangan di atas, maka dapat digambarkan bahwa dalam menerapkan pendidikan anak juga harus menggunakan prinsip yang sama dengan pendidikan lainnya, karena pada dasarnya para ahli pendidikan belum merumuskan prinsip yang khusus untuk masing-masing model pendidikan. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan pendidikan, maka digunakan prinsip pendidikan yang berlaku secara umum guna tercapainya tujuan pendidikan tersebut.


[1]M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoretis dan Praktis, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995), hal 131.

[2] Ibid., hal 133.
[3]Abdul Hamid Al-Bilali, Madrasah Pendidikan Jiwa, (Jakarta: Gema Insani Press, 2003), hal. 14.
[4]Ahmad Amin, Etika dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1992), hal. 2.

[5]Ibid., hal. 3.

[6]Ibid., hal. 4.

[7]Muhammad Abduh, Risalatut Tauhid, (Beirut: Wasyirkah al-Halabi al-Babi, 1953), hal. 122.

[8]Imam Muslim, Shahih Muslim,Juz II, (Beirut Libanon: Dar Al-Fikr, t.t.), hal. 85.

[9]Mahmud Syaltut, Aqidah wa Syari’ah, (Mesir: Dar al-Kutub, t.t.), hal. 65.

[10]Ibid., hal. 66.
[11]Ramayulis, Metodelogi Pengajaran Agama Islam, cet. II, (Jakarta: Kalam Mulia, 1994), hal. 113.

[12]Ibid., hal. 119.

[13]Ibid., hal. 121.

[14]Ibid., hal. 124.

[15]Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zein, Strategi Belajar Mengajar, hal. 5.
[16]Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, Cet. II, (Bandung: Sinar Baru, 1991), hal. 29.

[17]Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zein, Strategi Belajar Mengajar, hal. 46-49.

[18]Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (t.p.:t.t.p.,) hal. 38.