BAB III
Pengaruh Perkawinan Dengan Wanita
Musyrik Dalam Tinjauan Pendidikan
A.
Pengertian
Pendidikan.
Pendidikan berasal dari kata didik yang artinya
”Memelihara, memberi latihan, dan pimpinan, kemudian kata didik itu mendapat
awalan pe- akhiran- an sehingga menjadi pendidikan yang artinya perbuatan mendidik.”1 Adapun secara istilah, para pakar
banyak sekali mendefinikan pendidikan. Ini disebabkan karena pendidikan
merupakan suatu persolan yang sangat urgen dalam kehidupan manusia. Diantara
para pakar yang mendefinisankan pendidikan adalah Ahmad D. Marimba. Adapun
menurut Ahmad D. Marimba adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si
pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju
terbentuknya kepribadian yang utama.”2
Adapun
menurut H. M Arifin, pendidikan adalah usaha orang dewasa secara sadar untuk
membimbing dan mengembangkan kepribadian serta kemampuan dasar anak didik baik
dalam bentuk pendidikan formal maupun non formal.”3
Pakar
yang lain seperti Oemar Muhammad Al-Syaibani dalam buku ”Filsafat Pendidikan”
mengemukakan bahwa ”Pendidikan adalah usaha-usaha untuk membina pribadi muslim
yang terdapat pada pengembangan dari segi spiritual, jasmani, emosi,
intelektual dan sosial.”4
Adapun
pengertian pendidikan menurut Soegarda Poerbakawatja ialah “semua perbuatan
atau usaha dari generasi tua untuk mengalihkan pengetahuannya, pengalamannya,
kecakapannya, dan ketrampilannya kepada generasi muda. Sebagai usaha menyiapkan
agar dapat memenuhi fungsi hidupnya baik jasmani maupun rohani.”5
Senada
dengan pendapat diatas, menurut Chabib Thoha pendidikan Islam adalah pendidikan
yang falsafah dasar dan tujuan serta teori-teori yang dibangun untuk
melaksanakan praktek pandidikan berdasarkan nilai-nilai dasar Islam yang
terkandung dalam Al-Qur’an dan Hadits.”6
Menurut Achmadi mendefinisikan pendidikan Islam adalah segala usaha untuk
memelihara dan mengembangkan fitrah manusia serta sumber daya insan yang
berada pada subjek didik menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil)
sesuai dengan norma Islam atau dengan istilah lain yaitu terbentuknya
kepribadian muslim.”7
Dalam Islam, istilah pendidikan disebut dengan tarbiyah.
Menurut ilmu bahasa, tarbiyah berasal dari tiga pengertian kata
-robbaba-robba-yurobbii- yang artinya memperbaiki sesuatu dan meluruskannya. Sedang
arti tarbiyah secara istilah adalah:
1. Menyampaikan
sesuatu untuk mencapai kesempurnaan, dimana bentuk penyampaiannya satu dengan
yang lain berbeda sesuai dengan tujuan pembentukannya.
2. Menentukan tujuan melalui persiapan
sesuai dengan batas kemampuan untuk mencapai kesempurnaan.
3. Sesuatu yang dilakukan secara bertahap
dan sedikit demi sedikit oleh seorang pendidik.
4. sesuatu yang dilakukan secara
berkesinambungan, maksudnya tahapan-tahapannya sejalan dengan kehidupan, tidak
berhenti pada batas tertentu, terhitung dari buaian sampai liang lahat.
5. dijadikan sebagai tujuan terpenting
dalam kehidupan, baik secara individu maupun keseluruhan, yaitu untuk
kemashlahatan ummat dengan asas mencapai keridhaan Allah SWT seperti tersirat
dalam firman Allah dalam surat Ali – imran ayat 79 :
مَا
كَانَ لِبَشَرٍ أَن يُؤْتِيَهُ اللّهُ الْكِتَابَ وَالْحُكْمَ وَالنُّبُوَّةَ
ثُمَّ يَقُولَ لِلنَّاسِ كُونُواْ عِبَاداً لِّي مِن دُونِ اللّهِ وَلَـكِن
كُونُواْ رَبَّانِيِّينَ بِمَا كُنتُمْ تُعَلِّمُونَ الْكِتَابَ وَبِمَا كُنتُمْ
تَدْرُسُونَ ) آل عمران: ٧٩(
Artinya:Tidak wajar bagi seorang manusia yang Allah
berikan kepadanya Al kitab, hikmah dan kenabian, lalu ia berkata kepada
manusia, 'hendaklah kamu menjadi penyembahku, bukan penyembah Allah'. Akan
tetapi(dia berkata),'hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu
selalu mengajarkan Al kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.
( Qs. Al Imran:79)
Tarbiyah/pendidikan Islam menurut Prof. Dr. Ibrahim
Amini, diartikan sebagai usaha mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan
pribadinya, kehidupan kemasyarakatannya dan kehidupan dalam alam sekitarnya
dengan dilandasi oleh nilai-nilai Islam.”8
Dari ungkapan tersebut jelas bahwa pendidikan merupakan rangkaian usaha
membimbing, mengarahkan potensi hidup manusia yang berupa kemampuan-kemampuan
dasar dan kemampuan belajar, sehingga terjadi perubahan di dalam kehidupan
pribadinya, sebagai makhluk individu dan sosial serta dalam hubungannya dengan
alam sekitar, yang kesemuanya mengacu kepada nilai-nilai Islam.
Pendidikan Islam adalah pendidikan yang didasarkan pada
konsep penciptaan manusia dalam Islam, yaitu adanya fithrah atau potensi
kebaikan sejak lahir. Manusia lahir membawa potensi percaya kepada Allah,
cenderung kepada Al Haq, dan selalu ingin berbuat baik. Pendidikan Islam harus
berusaha menggali dan mengembangkan potensi spiritual anak didiknya. Salah satu
dasar pendidikan Islam yang terpenting adalah konsep Tauhid. Konsep tauhid yang
murni dan mutlak di bidang ketuhanan ini mempunyai aplikasi yang luas di dalam
konsep kesatuan penciptaan dan eksistensi, kesatuan ilmu pengetahuan, kesatuan
nilai kebajikan dan kesatuan kemanusiaan serta kesatuan sejarah.
Konsekuensinya, didalam pendidikan Islam tidak mengenal dikotomi/pencabangan
antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan.”9
Masih
banyak lagi pengertian pendidikan Islam menurut para ahli, namun dari sekian
banyak pengertian pandidikan Islam yang dapat kita petik, pada dasarnya
pendidikan Islam adalah usaha bimbingan jasmani dan rohani pada tingkat
kehidupan individu dan sosial untuk mengembangkan fitrah manusia
berdasarkan hukum-hukum Islam menuju terbentuknya manusia ideal (insan kamil)
yang berkepribadian muslim dan berakhlak terpuji serta taat pada Islam sehingga
dapat mencapai kebahagiaan didunia dan di akhirat.
Pendidikan Islam atau Tarbiyah Islamiah harus dapat
mewujudkan pertumbuhan atau Improvement. Karena dengan improvement si anak
dapat mencapai kedewasaan yang matang (maturity level). Ini menentukan
bagaimana orang-tua mentransfer kedewasaan yang dimilikinya kepada anaknya,
hingga suatu saat nanti si anak memiliki kedewasaan yang berimbang dengan orang
tuanya. Ini adalah salah satu tingkat kebahagiaan suatu keluarga di mana anak
dan orang-tua dapat berkomunikasi secara dewasa sehingga menghilangkan apa kita
sebut dengan barrier (dinding).”10
Dari
beberapa pendapat yang telah diuraikan secara terperinci dapat disimpulkan
bahwa pendidikan pada hakekatnya merupakan usaha manusia untuk dapat membantu,
melatih, dan mengarahkan anak melalui transmisi pengetahuan, pengalaman,
intelektual, dan keberagamaan orang tua (pendidik) dalam kandungan sesuai
dengan fitrah manusia supaya dapat berkembang sampai pada tujuan yang
dicita-citakan yaitu kehidupan yang sempurna dengan terbentuknya kepribadian
yang utama. Sedang pendidikan Islam menurut ahmad D Marimba adalah bimbingan
jasmani maupun rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju terbentuknya
kepribadian utama menurut ukuran ukuran Islam.”11
Sekarang jelas bahwa pendidikan adalah bahwa pendidikan
adalah bimbingan yang diberikan kepada seseorang agar ia berkembang secara
maksimal. Dengan demikian, pendidikan Islam sebenarnya sudah mulai dapat
dirumuskan. Akan tetapi, ingatlah, ini hanya sebagian dari pendidikan, yaitu
pendidikan oleh orang lain. Pendidikan oleh diri sendiri dan pendidikan oleh
lingkungan tidak disebut pendidikan. Ini adalah pendidikan dalam arti sempit.
Definisi inilah yang kita ambil.
B.
Hikmah
Perkawinan Dalam Islam Ditinjau Dari Segi
Pendidikan.
Islam sebagai agama yang
lengkap yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. Rasul terakhir, mengatur hidup dan
kehidupan manusia agar memperoleh kebahagiaan dan kesejahteraan di dunia dan di
akhirat kelak dan rumah tangga adalah pemegang peranan penting dalam kehidupan
masyarakat.
Untuk kepentingan rumah
tangga, Islam telah menentukan beberapa peraturan yang sangat lengkap dan rapi,
sampai kepada soal-soal yang sekecil-kecilnya. Seluruh tanggungjawab di dalam
rumah tangga dan ketentuan-ketentuan hak dan kewajiban diterangkan dan
dijelaskan dari sejak masa lamaran hingga meniggal. Kesemuanya telah diatur
serapi-rapinya oleh Islam.
Ulama fiqh mengemukakan beberapa hikmah perkawinan yang
sangat erat kaitannya dengan pendidikan generasi muda sebagai generasi penerus
bangsa dan agama dimasa depan. yang
terpenting di antaranya adalah sebagai berikut.
1.
Menyalurkan
naluri seksual secara sah dan benar. Secara alami, naluri yang sulit dibendung
oleh setiap manusia dewasa adalah naluri seksual. Islam ingin menunjukkan bahwa
yang membedakan manusia dengan hewan dalam menyalurkan naluri seksual adalah
melalui perkawinan, sehingga segala akibat negatif yang ditimbulkan oleh
penyaluran seksual secara tidak benar dapat dihindari sedini mungkin. Oleh
karena itu, ulama fiqh menyatakan bahwa pernikahan merupakan satu-satunya cara
yang benar dan sah dalam menyalurkan naluri seksual, sehingga masing-masing
pihak tidak merasa khawatir akan akibatnya. Inilah yang dimaksudkan Allah SWT
dalam firman-Nya:
ومن
ءايته أن خلق لكم من أنفسكم أزوجا لنسكنوا إليها وجعل بينكم مودة ورحمة......
)الروم: ٢١(
Artinya: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya
ialah Dia menciftakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa
kasih sayang … (Qs .Ar- Ruum :21).
2.
Cara paling baik untuk mendapatkan anak dan
mengembangkan keturunan secara sah. Secara pendidikan,
anak yang lahir karena perkawinan yang sah akan damai dan tenteram bersama
keluarganya dan memperoleh keturunan yang jelas serta perlidungan dari orang
tuanya.
3.
Menyalurkan naluri kebapakan atau keibuan
. Naluri ini berkembang secara bertahap, sejak masa
anak-anak sampai masa dewasa. Seorang manusia tidak akan merasa sempurna bila
tidak menyalurkan naluri tersebut.
4.
Memupuk
rasa tanggung jawab dalam rangka memelihara dan mendidik anak, sehingga
memberikan motivasi yang kuat bagi seseorang untuk membahagiakan orang-orang
yang menjadi tanggung jawab.
5.
Membagi
rasa tanggung jawab antara suami dan istri yang selama ini dipikul
masing-masing pihak.
6.
Menyatukan
keluarga masing-masing pihak, sehingga hubungan silaturrahmi semakin kuat dan
terbentuk keluarga baru yang lebih banyak.
7.
Memperpanjang
usia. Hasil penelitian masalah-masalah kependudukan yang dilakukan Perserikatan
Bangsa-Bangsa pada tahun 1958 menunjukkan bahwa pasangan suami istri mempunyai
kemungkinan lebih panjang umurnya dari pada orang-orang yang tidak menikah
selama hidupnya.
Hikmah yang telah kita bahas diatas yang menyangkut
dengan pernikahan yang erat kaitannya dengan pendidikan memiliki tujuan yang
mulia. Para ulama menjelaskan bahwa diantara
tujuannya adalah:
1.
Untuk
Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia Yang Asasi.
Di tulisan terdahulu [bagian kedua] penulis sebutkan
bahwa perkawinan adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi
kebutuhan ini yaitu dengan aqad nikah (melalui jenjang perkawinan), bukan
dengan cara yang amat kotor menjijikan seperti cara-cara orang sekarang ini
dengan berpacaran, kumpul kebo, melacur, berzina, lesbi, homo, dan lain
sebagainya yang telah menyimpang dan diharamkan oleh Islam.
2.
Untuk
Membentengi Ahlak Yang Luhur
Sasaran utama dari disyari’atkannya perkawinan dalam Islam
di antaranya ialah untuk membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji,
yang telah menurunkan dan meninabobokan martabat manusia yang luhur. Islam
memandang perkawinan dan pembentukan keluarga sebagai sarana efefktif untuk
memelihara pemuda dan pemudi dari kerusakan, dan melindungi masyarakat dari
kekacauan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
يا معشر الشباب من استطاع منكم الباءاة فليتزوج ومن لم يستطع
فعليه بالصوم فإنه له وجاء.) رواه البخارى(
Artinya: Wahai para pemuda ! Barangsiapa diantara
kalian berkemampuan untuk nikah, maka nikahlah, karena nikah itu lebih
menundukan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa
yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa (shaum), karena shaum itu dapat
membentengi dirinya”. (HR. Bukhari ).”12
3.
Untuk
Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami.
Dalam Al-Qur’an
disebutkan bahwa Islam membenarkan adanya Thalaq (perceraian), jika suami istri
sudah tidak sanggup lagi menegakkan batas-batas Allah, sebagaimana firman Allah
dalam ayat berikut :
الطلق
مرتان؛ فإمساك بمعروف أوتسريح بإحسن ؛ ولا يحل لكم أن تأخذواممآ ءاتيتموهن شبئا
إلا ان يخافآ الا يقيما حدود الله؛ فإن خفتم ألا يقيما حدود الله فلا جناح عليهما
فيها افتدت به؛ تبك حدود الله فلا تعتدوها؛ ومن يتعد حدود الله فأولئك هم الظلمون) البقرة: ٢٢٩(
Artinya: Thalaq (yang dapat dirujuki) dua kali,
setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara ma’ruf atau menceraikan dengan cara
yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari sesuatu yang telah kamu
berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat
menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang
bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum
Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum
Allah mereka itulah orang-orang yang dhalim”. (َQs. Al-Baqarah : 229).
Yakni keduanya sudah tidak sanggup melaksanakan syari’at
Allah. Dan dibenarkan rujuk (kembali nikah lagi) bila keduanya sanggup
menegakkan batas-batas Allah. Sebagaimana yang disebutkan dalam surat Al-Baqarah lanjutan
ayat di atas :
فإن طلقها تحل له من بعد حتى تنكح زوجا
غيره فإن طلقها فلا جناح عليهما أن يترا جعا إن يقيما حدود الله وتلك حدود الله
يبينها لقوم يعلمون )
البقرة: ٢٣٠(
Artinya: Kemudian jika si suami menthalaqnya
(sesudah thalaq yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga
dikawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu
menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami yang pertama dan
istri) untuk kawin kembali, jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan
hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkannya kepada kaum yang
(mau) mengetahui(Qs. Al-Baqarah : 230).
Jadi tujuan yang luhur dari pernikahan adalah agar suami
istri melaksanakan syari’at Islam dalam rumah tangganya. Hukum ditegakkannya
rumah tangga berdasarkan syari’at Islam adalah wajib. Di samping itu, untuk
mewujudkan kebahagiaan, suami istri harus selalu berusaha menjalin kebersamaan,
menyamakan visi dan misi, serta cita-cita untuk mewujudkan pernikahan yang matang.
Mampu menjadi partner dalam mencapai tujuan bersama, dan saling membangkitkan
perhatian atas tugas-tugas pasangan. Insyaallah, hal itu akan semakin
memperbesar rasa cinta dan kasih sayang dalam pernikahan.
Pernikahan adalah sebuah sarana untuk melaksanakan
pekerjaan yang lebih besar, serta lebih banyak dari sebelumnya, yang didasari
cinta sepasang insan, dengan latar belakang berbeda. Jadi tak sekedar bermodal
cinta perkawinan dibangun. Tanpa usaha dan perhatian yang sungguh-sungguh, tak
menjamin langgengnya pernikahan. Sebab cinta itu sendiri butuh siraman dan
bantuan untuk tetap tumbuh sehat dan kuat.
Dan pada akhirnya cinta yang kokoh, kearifan sikap serta
kebersamaan pasangan dalam perkawinan akan menjadikan kebahagiaan abadi.
Terlebih lagi jika cinta itu dibangun karena Allah. Kian sempurnalah
kebahagiaan pernikahan. Maha Suci Allah, yang menjadikan pernikahan sebagai
syariat. Maha Besar Allah yang menjadikan hikmah atasnya. (ummu ahmad fadhl)
C. Pengaruh
Kemusyrikan Dalam Perkawinan Ditinjauan Dari Segi Pendidikan.
Pernikahan merupakan bagian dari
pelaksanaan haququl-’ibaad (memenuhi hak-hak sesama hamba) atau hablun-minan-
naas (menegakkan hubungan dengan sesama manusia). Oleh karena itu dalam agama Islam
kedudukan pernikahan sangat penting dan sangat strategis, sebab pernikahan
merupakan titik sentral pertemuan garis vertikal dan garis horizontal yang
bersilang. Dari titik sentral pernikahan itulah segala bentuk dan tingkatan
perhubungan serta kewajiban orang-orang yang beriman berkembang ke semua jurusan,
baik yang ada hubungannya dengan Haququllaah (Hablun-Minallaah)
yakni memenuhi hak-hak Allah Ta’ala atau mengadakan perhubungan dengan Allah
Ta’ala maupun Haququl-’Ibaad (Hamblun-Minannaas) yakni memenuhi
hak-hak sesama hamba Allah Ta’ala atau mengadakan hubungan dengan sesama hamba
Allah Ta’ala.
- Garis vertikal sebelah atas dari garis horizontal menggambarkan hubungan dan kewajiban pasangan suami-istri terhadap kedua orang tua, termasuk di dalamnya kewajiban terhadap kedua mertua.
- Garis vertikal sebelah bawah dari garis horizontal menggambarkan hubungan dan kewajiban pasangan suami-istri terhadap anak keturunan mereka.
- Garis horizontal sebelah kanan dan sebelah kiri dari garis vertikal menggambarkan hubungan dan kewajiban pasangan suami-istri terhadap saudara-saudara serta karib kerabat dari kedua pasangan suami-istri, meluas meliputi tetangga yang dekat maupun tetangga yang jauh.
Titik-sentral
pernikahan tersebut merupakan tatanan sosial (masyarakat) paling kecil yang
terdiri dari pasangan suami-istri. Dari Titik-sentral pernikahan tersebut dapat
berkembang (meluas) menjadi suatu tatanan sosial (masyarakat) yang sangat
besar, itulah sebabnya kedudukan pernikahan dalam ajaran agama Islam (Al-Quran)
sangat penting dan sangat strategis dalam upaya mewujudkan kesatuan dan
persatuan umat manusia serta dalam upaya mewujudkan persaudaraan umat manusia.
Dalam rangka memperkuat persaudaraan
rohani – yang merupakan persaudaraan yang hakiki – tersebut, Allah Ta’ala dalam
masalah pernikahan telah menekankan pentingnya pasangan suami-istri memiliki
kesamaan iman, firman-Nya:
ولا
تنكحواالمشركت حتى يؤمن ولامة مؤمنة خير من مشرمة ولو أعجبتكم ولا تنكحوا المشركين
حتى يؤمنوا ولعبد مؤمن خير من مشرك ولو أعجبكم أولئك يدعون إلى النار والله يدعوا
إلى الجنة والمغفرة بإذنه ويبين ءايته للناس لعلهم يتذكرون)
البقرة: ٢٢١(
Artinya: Dan janganlah kamu
menikahi perempuan-perempuan musyrik sehingga mereka beriman, dan niscaya
hamba-hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada
perempuan-perempuan musyrik meskipun ia menakjubkan kamu. Dan janganlah kamu
menikahkan perempuan beriman dengan laki-laki musyrik sehingga mereka beriman,
dan niscaya hamba-hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada
laki-laki musyrik meskipun ia menakjubkan kamu. Mereka mengajak kepada api
sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya, dan Dia
menjelaskan Tanda-tanda- Nya kepada manusia supaya mereka dapat meraih nasihat (Qs.
Al Baqarah, 221).
Kata ‘ajiba atau ‘ajaban dalam
ungkapan وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ (sekali
pun mempersona kamu) artinya: ajaib, mengherankan atau menakjubkan (mengagumkan)
atau mempesona. Hal tersebut dapat tertuju kepada kecantikan (ketampanan) wajah
dan penampilan lahiriah (jasmani) atau kepada kekayaan maupun kedudukan duniawi
– termasuk gelar-gelar kesarjanaan – contohnya penampilan jasmaniah Qarun yang
telah mempersona Bani Israil di Mesir.
Apabila
dalam masalah pernikahan, orang-orang yang mengaku beriman lebih mengutamakan
pilihan mereka sendiri bertentangan dengan ketentuan Allah Ta’ala dalam
firman-Nya tersebut, maka Allah Ta’ala akan berlepas-tangan terhadap berbagai
problema yang timbul dalam rumahtangga mereka, sebab Allah Ta’ala telah
menyatakan mereka sebagai orang-orang yang sesat dengan kesesatan yang nyata,
sebab mereka itu dalam masalah pernikahan telah berbuat durhaka kepada Allah
Ta’ala dan kepada Rasul-Nya.
Itulah sebabnya Allah Ta’ala dalam
ayat sebelumnya, telah melarang orang-orang yang beriman untuk menikah dengan
orang-orang musyrik walau pun mereka itu sangat menakjubkan (sangat mempesona)
dalam penampilan jasmaniahnya — baik status sosialnya mau pun ketampanan atau
kecantikannya sebab “Mereka mengajak kepada api sedangkan Allah mengajak ke
surga dan ampunan dengan izin-Nya.”
Larangan
menikah dengan orang-orang musyrik tersebut sangat erat kaitannya dengan
larangan Allah Ta’ala lainnya yang bersifat umum, yakni Dia telah melarang
orang-orang beriman menjadikan orang-orang kafir sebagai wali
(pelindung/sahabat) dengan mengesampingkan orang-orang beriman.
Selain dari pada itu kemusyrikan merupakan hal yang yang
dapat menjerumuskan manusia dalam lembah kehinaan yang dapat mengganggu
hidupnya dalam proses pendidikan kearah yang lebih baik didunia ini.
D.
Pengaruh
Perkawinan Dengan Wanita Musyrik Dalam Tinjauan Pendidikan.
Rumah tangga merupakan azas kebudayaan dan pembentuk gaya pemikiran seorang
anak. Pengetahuan, pemikiran, pandangan, dan filsafat hidupnya, sikap yang di
ambil dalam menghadapi situasi dan kondisi tertentu, kebiasaan bahasa, dialek,
dan tata nilai yang di terima anak, berasal dari rumah tangga. Rumah tangga
merupakan sarana terpenting guna mewariskan kebudayaan sosial dan membentuk
para individu agar memiliki cara berfikir dan cara pandang khas dalam
kehidupan. Semangat dan kondisi kebudayaan mereka berasal dari kebudayaan yang
ada di dalam rumah tangganya. Betapa banyak optimisme dan pesimisme akan kehidupan ini, keahlian akan
penemuan dan inovasi, muncul dari rumah tangga.
Pelajaran politik pertama, di
pelajari seorang anak dari rumah tangganya. cara pandang dan prilaku orang tua
dalam masalah kebebasan, kepartaian, pengelompokan, undang – undang dan
peraturan, ketentraman dan mobilisasi social, hubungan tran-nasonal dan
internasional, serta pemerintahan dan evolusi sosial. Sangat
berpengaruh pada proses pembentukan pola berfikir dan sikap seorang anak.
Betapa banyak sikap positif dan negatif seseorang
terhadap suatu hal yang merupakan akibat dari dictum atau doktrin yang di
tanamkan dalam rumah tangga. Anak – anak, bahkan pemuda, dalam berbagi perkara
merupakan juru bicara dari bentuk pemikiran orang tua mereka. Mereka hanya
memegang kuat – kuat apa yang mereka lihat dan apa yang mereka dengar. Apabila
melihat orang tuanya cenderung pada kelompok pemerintahan dan politik tertentu,
seorang anak niscaya akan menjadi seperti itu.
Penerimaan ataupun penolakan dalam pandangan positif
atau negatif seorang anak terhadap jenis aktifitas dan pekerjaan tertentu,
sebagian besar berasl dari berbagai sikap dan doktrin orang tauanya dalam
lingkunagn keluarga. Seorang ayah yang selalu mengungkapkan perasaan letih atas
pekerjaan sehari – harinya atau seorang ibu yang merasa benci terhadap jenis
pekerjaan suaminya, dengan sendirinya akan membentuk benih permusuhan dan
kebencian di hati sang anak terhadap jenis penerjaan tersebut.
Islam
merupakan agama yang sangat menganjurkan nilai-nilai universal seperti keadilan,
persatuan, persaudaraan, perdamaian dan nilai-nilai universal lainnya. Menurut
kalangan Islam liberal ayat-ayat universal dan partikular, dan nilai-nilai
universalitas Islam terkandung di dalam ayat-ayat AI-Quran yang bersifat
universal. Nilai-nilai ini harus ditegakkan oleh setiap Muslim, sehingga
apabila ada perbedaan antara ayat universal dengan ayat partikular maka yang
harus dimenangkan adalah ayat-ayat yang universal. Hal ini untuk menegakkan tujuan Islam yang
sebenarnya, yaitu untuk menjaga kemaslahatan manusia. Kemaslahatan (al-
rnashlahah)”13 Sebagai maqashid
al-syari'ah merupakan dasar pembentukan hukum Islam harus diprioritaskan
sebagai sarana untuk menegakkan nilai-nilai universal Islam. Bahkan kalangan JIL membolehkan amandemen teks teks agama nash bila
bertentangan dengan kemaslahatan masyarakat. Mereka mengeluarkan beberapa
kaidah yang biasa disebut dengan ushul fiqih liberal yang diciptakan oleh Abdul
Moqisth Ghazali: a) Al-Ibrah bi al-maqashid,a bi al-alfazh (yang menjadi
patokan hukum adalah maksud tujuan syariat, bukan ungkapannya. b) Jawaz
naskh nushush bi al-mashlahah (Boleh menghapus nash dengan maslahat); c)
Tanqih nushush bi 'aql al-mujtama' (Boleh mengoreksi teks dengan akal
[pendapat] publik)”14
Berpijak
pada pandangan universalisme Islam di atas maka tidak ada alasan yang melarang
pernikahan antar umat beragama, bila di dalamnya akan mendatangkan mashlahat.
Nilai mashalahat ini dapat dilihat dari perspektif akal manusia pada umumnya.
Jika menurut pandangan akal manusia secara mayoritas itu baik, karena di
dalamnya mengandung maslahat, maka hal itu merupakan maslahat.
Padahal
kalau hanya berdasarkan nilai kemasiahatan, di dalam maslahat ada standar yang
diperhitungkan syara' bagi maslahat dan mafsadat yang menjadi dasar tasyri'
umum, sehingga dapat meneakup individu dart masyarakat secara bersamaan, clan
menimbang antara kebutuhan yang segera dais yang tidak segera. Karena itu,
tidak dianggap sebagai maslahat kecuali sesuatu yang dipandang, oleh syara'
sebagai suatu maslahat. Hal ini untuk mencegah dari kekacauan standar pribadi,
sehingga yang menjadi standar adalah syara'.”15
Kriteria-kriteria untuk
menentukan mashlahat menurut syara' adalah: Pertama, memprioritaskan
tujuantujuan syarai. Kedua, tidak bertentangan dengan AI-Quran. Ketiga, tidak
bertentangan dengan al-Sunnah. Keempat,
tidak bertentangan dengan prisip qiyas
dan Kelima, memperhatikan
kepentingan umum yang lebih besar.
Mengenai hukum perkawinan beda
agama ini disatu sisi melarang dan mengharamkannya. Namun harus terlebih dahulu
kita pisahkan pelaku dari perkawinan itu, apakah antara wanita Islam dengan
laki-laki non-muslim baik ahl al-kitab atau musyrik., atau kah antara seorang
laki-laki muslim dengan wanita non-muslim baik ahl al-kitab atau musyrik.
Apa bila terjadi perkwinan
antara seorang wanita Islam dengan seorang laki-laki non Muslim baik ahli al-
kitab atau musyrik, menurut Sayid Sabiq dalam bukunya Fiqh As-Sunnah bahwa
ulama fiqh sepakat melarang dan mengharamkan perkawinan ini.”16 Hal ini
sebagaimana dilansir dalam firman Allah Q.S. al-Baqarah ayat 221:
ولا تنكحواالمشركت حتى يؤمن
ولامة مؤمنة خير من مشرمة ولو أعجبتكم ولا تنكحوا المشركين حتى يؤمنوا ولعبد مؤمن
خير من مشرك ولو أعجبكم أولئك يدعون إلى النار والله يدعوا إلى الجنة والمغفرة
بإذنه ويبين ءايته للناس لعلهم يتذكرون) البقرة:
٢٢١(
Artinya: Dan janganlah
kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita
musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang
musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya
budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu.
mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan
izin-Nya. dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia
supaya mereka mengambil pelajaran.( Qs. al-Baqarah ayat 221)
Demikian tegas dan pastinya Islam meletakkan hukum bagi
perkawinan yang dilakukan oleh seorang wanita Islam dengan seorang laki-laki
non muslim, menurut mereka seandainya terjadi perkawinan seperti ini dimana
suami tetap pada agamanya, maka perkawinan ini harus dibatalkan.
Demikian juga halnya bila perkawinan itu dilakukan oleh
seorang laki-laki muslim dengan seorang wanita non-muslim, baik Ahlul Kitab
atau musyrik. Menurut Ibnu Umar perkawinan antara seorang pria muslim dengan
ahlul kitab maka hukumnya haram sama haramnya dengan mengawini wanita musyrik,
alasannya adalah karena wanita ahlul kitab juga telah berlaku syirik dengan
menuhankan nabi Isa. Alasan lain yang mengharamkan perkawinan jenis ini adalah
karena ayat yang membolehkannya yaitu Q.S. Al-Maidah : 5 telah dianulir
dengan Q.S. Al-Baqarah : 221.
Yang mengharamkan pernikahan seorang laki-laki muslim
dengan ahlul kitab adalah karena laki-laki yang berkedudukan sebagai suami adalah
memegang pimpinan dan kendali dalam rumah tangganya, ia adalah teladan dalam
pembinaan akhlaq Islam dalam keluarganya, ia juga harus mampu menunjukkan
keluhuran agama Islam dalam lingkungannya khususnya untuk anak dan isterinya.
Tetapi Al-Sabuni menegaskan bahwa apabila dihawatirkan suami dan anak-anaknya
akan terkena pengaruh agama isterinya yang kitabiyah, maka nikah dengan
kitabiyah ini hukumnya haram.
Menanggapi masalah ini bahwa kebolehan nikah dengan
wanita kitabiyah adalah tidak mutlak, tetapi terikat dengan ikatan-ikatan yang
harus diperhatikan, yaitu sebagai berikut :
1) Kitabiyah itu benar-benar
berpegang pada ajaran samawi, tidak ateis, tidak murtad dan tidak beragama
selain agama samawi.
2) Wanita kitabiyah tersebut harus
mukhshonat (memelihara kehormatan dirinya dari perbuatan zina)
3) Bukan wanita kitabiyah yang
kaumnya berstatus musuh dengan kaum muslimin.
Dari keterangan
diatas dapatlah kita lihat bahwa pernikahan dengan wanita musyrik merupakan
sesuatu yang diharamkan. Perkawinan dengan wanita musyrik dapat membawa dampak
negative terhadap keluarga dalam tinjauan pendidikan seperti dalam mendidik
anak-anak tidak adanya kesaman persepsi sehingga dapat mengganggu perkembangan
anak dan terjadi kegamangan dalam dalam persoalan akidah Islamiah anak didik.
Karena sebagaimana kita ketahui bahwa pendidikan merupakan bimbingan jasmani
maupun rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju terbentuknya
kepribadian utama menurut ukuran ukuran Islam.”17
Selain
dari pada itu dalam proses pendidikan harus adanya sumber yang sama dalam
pembinaan. Bahasa yang Senada dengan itu, menurut Chabib Thoha pendidikan Islam
adalah pendidikan yang falsafah dasar dan tujuan serta teori-teori yang
dibangun untuk melaksanakan praktek pandidikan berdasarkan nilai-nilai dasar Islam
yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Hadits.”18
1 Hobby, Kamus Populer, Cet.XV, (Jakarta: Central, 1997 ), hal 28.
4 Oemar Muhammad At-Tomy Al-Syaibani, Filsafat Pendidikan Islam ,terj.
Hasan Langgulung, Cet. I, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979 ), hal.44.
5 Soegarda Poerbakawatja, et. al. Ensiklopedi
Pendidikan, (Jakarta : Gunung Agung, 1981) hal. 257
6 HM. Chabib Thoha, Kapita
Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hal.99.
7 Achmadi, Islam Sebagai
Paradigma Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: Aditya media, 1992), hal. 14.
10 Abdurrahman
An Nahlawi, Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam, (Bandung: CV Dipenogoro, 1992), hal.
273.
14 Website, (www.Islamlib.com, publikasi 24/12/2003)
15 Musthafa Ahmad AI-Zarqa.. al-istishlah wa
al-Mashalih al-Mursalah, (Damaskus: Dar al- Qalam, 1988), hal, 39-40.
0 Comments
Post a Comment