A.
Perkembangan
Agama pada Anak Usia Dini
Ada yang perlu ditekankan dalam mengenalkan
nilai-nilai agama kepada anak usia dini, diantaranya: anak mulai ada minat atau
ketertarikan, semua perilaku anak membentuk suatu pola perilaku, mengasah
potensi yang positif di dalam diri, makhluk sosial dan hamba Allah. Supaya
minat anak tumbuh subur dan terus berkembang, maka anak harus dilatih dengan
cara yang menyenangkan agar tidak merasa terpaksa dalam melakukan kegiatan.
Menurut Kohlberg dalam Mansur adalah sebagai
berikut:
Anak usia dini termasuk dalam tahap
prakonvensional. Pada tahap ini anak tidak memperlihatkan internalisasi
nilai-nilai moral, penalaran moral dikendalikan oleh imbalan (hadiah) dan
hukuman eksternal. Anak-anak taat karena orang dewasa menuntut mereka untuk
taat dan apa yang dirasakan baik dan apa yang dianggap menghasilkan hadiah.[1]
Pengembangan nilai-nilai agama pada anak
harus didasarkan pada karakteristik perkembangan anak. Jika memperhatikan pendapat
Ernest Harms sebagaimana dikemukakan di atas, maka usaha pengembangan
nilai-nilai agama menjadi efektif jika dilakukan melalui cerita-cerita yang di
dalamnya terkandung ajaran-ajaran agama. Dengan demikian daya fantasi anak
berperan dalam menyerap nilai-nilai agama yang terdapat dalam cerita yang
diterima. Perkembangan agama pada anak usia dini usia 3-6 tahun termasuk the
fairly tale stage (tingkat dongeng), pada tingkatan ini anak menghayati
konsep keTuhanan sesuai dengan tingkat perkembangan intelektualnya. Menurut
Sugeng Haryadi dalam Mansur “kehidupan pada masa ini masih banyak dipengaruhi
kehidupan fantasihingga dalam menghadapi agama pun anak masih menggunakan
konsep fantasi yang diliputi oleh dongeng yang kurang masuk akal”[2].
Menurut tahapan perkembangan Piaget dalam
Tholkhah Hasan:
Anak usia 2-6 tahun termasuk dalam periode
praoperasional, proses berpikir anak berpusat pada penguasaan simbol-simbol
yang mampu mengungkapkan pengalaman masa lalu, mungkin menurut pandangan orang
dewasa cara berpikir dan tingkah laku anak tersebut tidak logis, anak mulai
suka meniru, suka bergaya, anak mulai dapat belajar dengan menggunakan
pikirannya, anak mulai mampu mengingat kembali dan membayangkan benda yang
tidak nampak secara fisik, mulai mencoba membuat gambar, terutama gambar orang
dengan membuat gambar lingkaran untuk melukis kepala dan ditambah
bulatan-bulatan kecil sebagai mata, hidung dan telinga. Kemudian ditarik
garis-garis vertikal dengan maksud menggambar badan, kaki maupun tangan.
Anak-anak pada tahapan ini juga mulai belajar atau meniru dan bercerita
imaginer (khayalan).[3]
Penanaman nilai agama pada anak haruslah
disesuaikan pada usia perkembangannya terlebih anak itu berada di usia emas (golden
age). Hal ini didukung oleh pemerintah dengan mengeluarkan Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional No. 58 Tahun 2009 yang berisi tentang Standar
Pendidikan Anak Usia Dini. Berdasarkan lingkup perkembangan anak yang lebih
mengembangkan aspek nilai-nilai agama dan moral.
0 Comments
Post a Comment