Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Prinsip-Prinsip Pengembangan Kompetensi Guru


B.    Prinsip-Prinsip Pengembangan Kompetensi Guru

Pengembangan personil pelaksana pendidikan (dosen dan administrator) menjadi suatu kemestian. Pada tempatnyalah bila perguruan tinggi memiliki program pengembangan dengan perencanaan program yang jelas dan tepat sasaran. Sebab bagaimanapun kegiatan pengembangan staf pada dasarnya merupakan tindak lanjut yang sinambung dari kegiatan rekrutmen, seleksi dan pengangkatan serta penempatan. Pada saat pengangkatan jarang ada personil yang sepenuhnya sesuai dengan bidang pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Logislah manakala Institusi mengembangkan stafnya. Bila program pengembangan tidak ada, maka “development will largely be self development while learning on the job” (Flipo, 1986: 199)
Dalam pengembangan pegawai idealnya diawali oleh "pengembangan para pimpinan puncak yang langsung berhubunan dengan pegawai (administrasi). Kemudian secara bertahap pengembangan diarahkan pada person-person di bawahnya dilihat dari tingkat keorganisasian" (Fortunato dan Waddel, 1981: 189). Melalui tahapan model demikian, prinsip-prinsip pengembangan staf dapat lebih siap untuk diimplementasikan dan diaplikasikan. Namun manakala program demikian sukar dijalankan, antara lain sebab Rektor, Dekan dan beberapa jabatan puncak tidak menempati tempat utama dalam peran serta pembinaan staf, maka pengembangan harus dimulai secara serempak pada pimpinan tingkat menengah dan anggota staf. Namun bila hal tersebut kurang mungkin, maka pengembangan dapat dimulai dari kelompok staf yang antusias.
Terdapat dua pendekatan untuk proses seleksi peserta pengembangan. Pertama melalui seleksi pribadi peserta itu sendiri dan kedua seleksi berdasarkan saringan pimpinan institusi. Yang pertama ditempuh, manakala minat peserta sedikit, tidak memenuhi suatu jumlah yang ditentukan sesuai dengan dukungan dana dan daya yang tersedia. Sedangkan yang kedua justru sebaliknya yakni manakala peserta jumlahnya melebihi kapasitas daya dan dana yang tersedia. Dalam hal ini yang penting jangan sampai ada tekanan yang menggiring seolah-olah pegawai diharuskan memberi perhatian. Antusiasme pegawai, diusahakan supaya tumbuh dengan penuh kesadaran. Sebab inilah yang menjadi modal utama bagi keberhasilan pengembangan.
Pengembangan sumber daya manusia, dalam hal ini pegawai, pada dasarnya merupakan tanggung jawab semua pimpinan. Tiap pimpinan harus secara tetap memenuhi kebutuhan pengembangan dan latihan untuk para pegawainya dan memotivasi untuk berperan serta dalam pengembangan baik di dalam maupun di luar lembaga tempat kerja. Pada gilirannya hal tersebut akan beresonasi terhadap pengembangan kebutuhan institusi. Adalah merupakan kewajiban pimpinan untuk mengevaluasi efektivitas promosi pengembangan staf.
Menurut Fortunato dan Waddel (1981: 190) beberapa hal yang dapat dijadikan program pengembangan pegawai di perguruan tinggi adalah (1) penggantian biaya pengajaran dosen, staf tata usaha dan pelaksana kursus yang dilaksanakan di luar maupun di dalam institusi, (2) mengembangkan perhatian pada pertemuan-pertemuan profesional, (3) program cuti panjang (subbatical leave) bagi pengembangan personil, (4) program latihan dalam lembaga sendiri dan beberapa mata kuliah kecakapan khusus, (5) pemagangan yang formal (formal apprenticeshipsi), dan (6) latihan ketrampilan seperti mengoperasikan komputer, memproses data, pertolongan pertama dan keamanan.

Kutipan di atas memberikan gambaran bahwa kebutuhan dan arti pentingnya pengembangan personal baik tenaga pendidik maupun kependidikan diperlukan mulai dari jenjang terendah hingga perguruan tinggi. Orientasi dan persamaannya terletak pada personel pentranfer knowladge dan agent of change.
Sebagai catatan dalam hal ini adalah supaya program pengembangan efektif, maka program hendaklah langsung ke arah memecahkan persoalan institusi, memenuhi kebutuhan anggota/ staf pegawai serta perencanaan perubahan organisasi. Dapat dicontohkan seperti keharusan membuat tujuan baru bagi rencana lima atau sepuluh tahun. Tujuan tersebut perlu di-studi (dilihat kaji) oleh orang-orang profesional yang harus mengembangkan program sedemikian rupa sehingga mencukupi kebutuhan pegawai di satu segi serta memenuhi kebutuhan institusi melalui pengembangan kemampuan mereka pada sisi lain.
Agar berbagai manfaat atau tercapainya tujuan program pelatihan atau pengembangan personal sebagaimana diharapkan sebagaimana telah direncanakan, maka perlu adanya analisis awal serta melakukan berbagai langkah, Sondang P. Siagian (2006: 186) menyebutkan ada tujuh langkah yang harus ditempuh yaitu; "penentuan kebutuhan, penentuan sasaran, penetapan isi program, identifikasi prinsip-prinsip belajar, pelaksanaan program, identifikasi manfaat dan penilaian pelaksanaan program."
Pelatihan dan pengambangan terdiri dari lima langkah. Pertama, langkah analisis kebutuhan, yaitu mengetahui ketrampilan kerja spesifik yang dibutuhkan, menganalisis ketrampilan dan kebutuhan calon yang akan dilatih, dan mengembangkan pengetahuan khusus yang terukur serta tujuan prestasi. Langkah kedua, merancang instruksi, untuk memutuskan, menyusun, dan menghasilkan isi program pelatihan, termasuk buku kerja, latihan dan aktivitas. Ketiga langkah validasi, yaitu program pelatihan dengan menyajikannya kepada beberapa peserta yang bisa mewakili. Langkah keempat adalah menerapkan program itu, yaitu melatih pegawai yang ditargetkan. Kelima adalah langkah evaluasi dan tindak lanjut, dimana manajemen menilai keberhasilan atau kegagalan program ini.
Agar pelatihan/ pengembangan mejadi efektif ada lima pendekatan, yaitu: 1) mengembangkan dan mengindentifikasi masalah diklat; 2) memeriksa seluruh perbuatan yang terjadi sebelum masalah timbul; 3) tandai dan buat telaahan terhadap sebab-sebab yang paling mungkin dari masalah yang timbul; 4) lakukan penelitian melalui prioritas dan alternatif pemecahan masalah; 5) adalah evaluasi terhadap peranan yang paling memungkinkan dalam pelatihan/ diklat sesuai dengan kebutuhan dan kondisi lingkungan.