BAB III
PROFIL IBRAHIM AMINI
A. Latar Belakang
Internal
1. Latar Belakang Keluarga
Ayatullah Syeikh Ibrahim Amini Beliau
lahir pada tahun 1925 di kota Najaf Abad, Ishfahan. Beliau dibesarkan di
dalam keluarga yang berpegang teguh pada agama dan mementingkan akhlak Islam
dalam pergaulan dan muamalat sesama manusia. Ayahnya Syeikh Amini adalah seorang yang
dikenali di kalangan masyarakat sebagai seorang ulama dan tabib yang disegani.
Selain dari menyampaikan risalah Islam di seluruh pelusuk Madinah Halb, beliau
juga menjadi tumpuan untuk mengubat pelbagai penyakit dengan ramuan akar kayu
yang dibuat sendiri. Ketika merawat sakit, lidahnya senantiasa membaca Alquran dan menyebut nama
Allah.
Syeikh Amini sentiasa mendoakan semoga anak-anaknya
lahir sebagai seorang ulama ‘murabbi’ yang dapat memandu masyarakat. Allah
memperkenankan doa beliau dengan lahirnya Ibrahim
sebagai ulama (‘murabbi’) pendidik rohani dan jasmani yang disegani di
abad ini.
2. Latar Belakang
Pendidikan
Beliau lahir pada tahun 1925 di kota
Najaf Abad, Ishfahan. “Beliau
menamatkan pendidikan dasar di kota kelahirannya dan pada tahun 1941, beliau
masuk ke Hauzah Ilmiah Ishfahan untuk menimba ilmu agama Islam. Di sanalah
beliau belajar tata bahasa Arab dan pendidikan tingkat Suthuh, seperti logika,
ushul fiqih dan fiqih”[1].
Pada tahun 1946, Amini muda pergi ke
kota Qom dan melanjutkan studinya di sana. Beliau menyelesaikan pendidikan
tingkat Suthuh ilmu fiqih, ushul fiqih, filsafat, teologi dan tafsir di Qom di
bawah bimbingan guru-gurunya. Baik di Hauzah Ishfahan maupun di Hauzah Qom,
beliau aktif mengajar tata bahasa Arab, fiqih dan ushul fiqih, sekaligus
mengadakan pengkajian berbagai masalah dan menulis buku. Setelah
Revolusi Islam Iran mencapai kemenangan, beliau menjadi anggota Jami'atul
Mudarrisin Hauzah Ilmiah Qom. Kini,
selain bertugas sebagai imam Jumat di kota Qom Ayatullah Amini juga menjadi
anggota Dewan Pengasuh Universitas Imam Ja’far Shadiq a.s.
3. Karya-karya
yang di hasilkan
Adapun karya-karya yang dihasilkan oleh
Ibrahim Amini antara lain adalah sebagai berikut:
1) Ibrahim Amini, Fatimah
Az Zahra, al Mar’ah an Namudzjiyah fi-al Islam, Iran:
Anshariyyan Publication.
2) Ibrahim Amini, Agar
Tak Salah Mendidik Anak, Cet. Ke-1, Jakarta: Al-Huda, 2006.
3) Ibrahim Amini, Bimbingan Islam untuk
Kehidupan Suami-Istri, Jakarta: Al Bayan, 2006.
4) Ibrahim Amini. Kiat Memilih Jodoh Menurut
Al- Qur’an dan Sunnah. Jakarta : Lentera. 2000.
5) Ibrahim Amini, Mengapa Nabi Diutus, Judul
asli Payambari va Payambar_e Islam, penerjemah M. Ilyas, Jakarta: Al-Huda 2006.
4. Karir yang
dicapai
Adapun karir yang dicapai Ibrahim Amini adalah sebagai
berikut:
1) Wakil Ketua
Dewan Ahli Khubragon, Ayatullah Ibrahim Amini di kediaman Duta Besar (Dubes)
Iran,
B. Latar Belakang
Eksternal
1. Kondisi Sosial
Politik
Revolusi Islam Iran telah membuktikan bahwa anak-anak dan remaja
dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi proses politik di sebuah negara. “Mereka
adalah para pemuda yang dengan slogan, rapat-rapat umum, demonstrasi, dan
partisipasi aktifnya telah membuat rezim yang menindas itu (Syah) menyerah”[2]. Mereka telah membebaskan rakyat tertindas Iran dari cengkeraman
agen dan kaki tangan Syah yang kejam. Dunia tahu bahwa keberhasilan Revolusi
Islam Iran disebabkan oleh pengorbanan tertinggi yang dipersembahkan oleh
anak-anak muda bangsa ini.
2. Kondisi
Intelektual
Para ulama yang dikategorikan sebagai
tokoh pendidikan yang hidup sebelum Ibrahim
Amini banyak jumlahnya. Mereka banyak
sumbangannya dalam pengembangan pemikiran pendidikan Islam Diantara mereka ada
yang menulis buku-buku dan risalah-risalah khusus mengenai pendidikan.
“Muhammad
Ibnu Abd al-Salam Ibnu Sahnun al-Tanawukhi al-Qirawani (202-256H/802-856M)
menulis buku Adab al-Mu’allimin. Itu adalah buku himpunan dari catatan
ayahnya, ukurannya kecil dan hanya terdiri dari halaman. Buku tertua dalam
masalah pendidikan yang sampai ke zaman ini”[3].
Di dalamnya membahas masalah dasar-dasar pendidikan dan pengajaran, juga membahas masalah
kewajiban bagi seorang guru dan murid.
Setelah berjalan satu abad lamanya yaitu
pada abad keempat hijriyah (abad 10 Masehi), barulah muncul beberapa tokoh
pendidikan diantaranya Ali Ibnu Muhammad Ibnu Khalaf al-Qabisi
(324-403H/936-1012M), Abu al-Hasan Ali al-Mawardy al-Bashry
(364-450H/974-1058M), Yusuf Ibn Abdullah Ibnu Abd al-Bar al-Qurthuby
(368-463H/968-1063M), Husain Ibnu Abdullah Ibn Hasan Ibnu Ali Ibn Sina
(370-428H/980-1037M), Ibn Miskawaih (372- 421H/982-1039M).
“Al-Qabisi
menulis al-Risalah al-Mufasholah li Ahwal al-Muta’alimin wa Ahkam al-Mu’allimin
wa al-Muta’alimin. Kitab tersebut terdiri atas tiga juz. Di dalam
penyusunan kitab tersebut, al-Qabisi sangat terpengaruh oleh Muhammad Ibnu
Sahnun”[4].
Al-Qabisi menerangkan tentang pentingnya pengajaran dan tanggungjawab
pengarahan khususnya untuk periode pertama (anak-anak). Al-Qabisi memaparkan
juga tentang pengajaran untuk anakanak putri dan mencukupkan pengajaran untuk
mereka ilmu-ilmu yang bermanfaat, sebagaimana membicarakan tentang hukuman dan
hubungan antara para guru dan murid, tidak ketinggalan pula membahas masalah kewajiban
bagi para guru dan kurikulum pelajaran.
“Al-Mawardy
al-Bashry (364-450H/974-1058M) salah seorang Qadhi Bagdad yang paling ulung
menulis buku yang berkaitan dengan pendidikan Adab al-Dunya wa al-Din”[5].
“Ibnu
abd al-Bar al-Qurthuby (368-463H/968-1063M) seorang ahli hadis menulis yang
berkaitan dengan pendidikan Jami’ Bayan al-‘Ilmi wa Fadhlihi wa Ma Yanbaghi
fi Riwayatihi wa Hamlihi”[6].
Kitab yang terdiri dua juz ini membahas masalah pentingnya pengajaran dan kedudukannya
dalam Islam. Ia membahas tentang pengajaran di masa kecil dan urgensinya,
sebagaimana membahas tentang perjalanan dalam mencari ilmu, dan menjelaskan
tentang metode pengajaran yang paling baik, kewajiban guru, etikanya dan
hakhaknya serta kewajiban murid terhadap gurunya. Semua itu didukung dengan dalil-dalil
dari al-Qur'an, Hadis, Atsar dan kisah-kisah para ulama besar, disamping
mengambil kesimpulan dan memberikan solusinya.
“Ibn
Sina (370-428H/980-1037M) seorang ahli filsafat yang banyak memberikan saham
dalam meletakkan dasar-dasar pendidikan Islam, yang amat berharga sekali dan
tidak kecil pengaruhnya terhadap pendidikan Islam dewasa ini”[7].
Ibn Sina tidak menulis buku khusus masalah pendidikan, akan tetapi pemikiran
filsafatnya tentang konsep pendidikan tersebar di berbagai karyanya yang tidak
kurang dari 200 buah. Diantaranya al-Qanun fi al-Tibb, al-Isyarah wa
al-Tanbihat, ‘Uyun al-Hikmah.
Ibn Miskawaih (372-421H/982-1039M),
seorang Majusi yang masuk Islam, seorang ahli ilmu sastra, filsafat, kimia,
kedokteran dan sejarah. Banyak buku yang ia tulis, diantaranya yang berkaitan
dengan pendidikan adalah Tahdzieb
al-Akhlaq.
Pada abad ke-lima hijriyah (abad 11 M)
muncul seorang ulama tasawuf, Muhammad Ibn Muhammad al-Ghazali (450-505H/1058-1111M).
yang menaruh perhatian besar terhadap pendidikan. Karyanya yang menyangkut masalah
pendidikan adalah Ihya al-‘Ulum al-Din , Fatih al-‘Ulum, dan Ayyuha al-Walad.
Pada abad ke-enam hijriyah (abad 11 M),
muncul Burhanuddin (w.591 H/1191M) dan al-Sam’any (W.592H/1192M). Al-Zarnujy
menulis buku Ta’lim al-muta’allim; Thariq
al-Ta’allum, sebuah risalah yang bernilai tinggi, yang membahas masalah
arti ilmu dan fiqih, niat dalam mencari ilmu, memilih ilmu yang bermanfaat,
belajar dari para guru yang mulia, sebagaimana membicarakan tentang menghormati
ilmu dan ulama, cara mengambil manfaat, pentingnya takwa dan wara’ dalam
mencari ilmu, juga membahas masalah hal-hal yang menimbulkan mudah hafal dan
mudah lupa.
Al-Sam’any (W.592H/1192M) menulis kitab
yang berjudul Siyasah al- Shibyan wa Tadbiruhum dan Adab al-Imla’ wa
al-Istimla’.
Pada abad ke-tujuh hijriyah (abad 13 M)
al-Qadhi Badruddin Ibrahim Ibnu
Sa’ad Ibn Jama’ah (639-733H/1239-1333M) menulis kitab dengan judul Tadzkirah
al-Sami’ wa al-Mutakallim fi adab al-‘Alim wa al-Muta’allim. Sebuah kitab
yang paling lengkap tentang kewajiban guru dan etikanya, kewajiban murid dan
etikanya, dan hubungan antara keduanya, Ilmu yang mulai dipelajari bagi seorang
murid serta etika di asrama.
Pada ahir abad ke-tujuh hijriyah, yaitu
tahun 691 hijriyah (abad 13 M), Ibn Qayyim lahir dan setelah menjadi ulama yang
saat itu sudah masuk pada abad ke-delapan hijriyah (abad 14 M) mulai banyak
menulis kitab di berbagai disiplin ilmu, secara keseluruhan menurut Abu Zaid
karya tulis Ibn Qayyim berjumlah 96 kitab bahkan Hasan Ibn Ali al-Hijazy
mendata karya Ibn Qayyim 97 buah. Usianya 60 tahun (691–751 H/1291-1351 M).
Karyanya yang berkaitan dengan pendidikan diantaranya adalah Tuhfah
al-Maudud bi Ahkam al-Maulud (Hadiah kasihsayang dengan hukum-hukum untuk
anak yang baru lahir), ditulis sebagai hadiah dari sang ayah, Ibnu Qayyim untuk putranya,
Burhanuddin yang baru dikarunia anak.
Sebuah kitab yang dapat dijadikan
pedoman bagi orang tua yang peduli pendidikan dan hukum, karena di dalamnya
dibahas tentang hukum-hukum yang berkaitan dengan bayi yang baru lahir, dari
masalah Aqiqah, potong rambut, memberi nama sampai mendidiknya. Sebuah kitab
yang membahas tentang perjalanan anak manusia sejak masih berbentuk Nuthfah
sampai masuknya surga atau neraka. Ibn Qayyim membagi pembahasannya menjadi 17
bab, dan mengkhususkan masalah pendidikan pada bab 15 dan 16. Dengan memberi
judul pada bab 15: Wujub Ta’dib al-Aulad wa Ta’limihim wa al- ‘Adl Bainahum
(Wajib mendidik anak dan mengajarinya, serta bersikap adil terhadapnya). Pada
bab 16: Fusul Nafi’ah fi Tarbiyah al-Aulad (Hal-hal yang bermanfa’at
dalam pendidikan anak).
Karyanya yang lain, Miftah Dar
al-Sa’adah wa Mansyur Wilayah al- ‘Ilmi wa al-Iradah (Kunci Rumah
kebahagiaan dan Penyebaran wilayah Ilmu dan kehendak) terdiri dua juz. Di dalam
juz satu (2004, Dar al-Hadis, Kairo, Mesir) membahas masalah ilmu dari halaman
61 – 239 (178 halaman). Ibn Qayyim menjelaskan panjang lebar tentang ilmu dan
kehendak serta kedudukannya, ilmu dan keutamaannya serta kebutuhan manusia akan
ilmu dan menjadi tanda kesempurnaanya, ilmu lebih utama dari harta, pembawa ilmu
adalah orang-orang yang adil.
Kitabnya Fadhl al-‘Ilm wa Ahlihi
(Keutamaan ilmu dan Para Ulama) pembahasannya berkisar masalah ilmu dan
keutamaannya yang didasari dengan 200 dalil. Bukunya al-Thib al-Nabawi
(Pengobatan cara Nabi), sebagai pedoman pendidikan jasmani karena membicarakan
masalah kesehatan dan masalah seksual. Al-Furusiyah (Pacuan Kuda) merupakan buku
pendidikan jasmani karena membahas masalah olahraga. Bukunya Madarij
al-Salikin (Tahapan Para Pejalan) merupakan buku pendidikan rohani karena
pembahasannya masalah pendidikan iman, akhlak dan kehendak.
Raudhah al-Muhibbin
(Taman Pecinta) sebuah buku pendidikan remaja karena pembahasannya masalah
cinta yang sedang melanda anak muda. Dan banyak bertebaran dalam karya-karyanya
kajian tentang masalah pendidikan dengan tidak spesifik. Hal ini sebagai bukti
perhatian yang sangat tinggi terhadap pendidikan.
3. Tokoh yang
mempengaruhinya
Adapun tokoh-tokoh yang mempengaruhi Ibrahim
amini adalah sebagai berikut:
1) Muhammad
At-Tijani
2) Ayatullah Jafar Hadi
3) Ayatullah Makarim Syirazi
4) Ayatullah Mar’asi
4. Corak berpikir
Ibrahim Amini
Corak berfikir Ibrahim Amini adalah mendidik
anak tentang tanggung jawab manusia terhadap Tuhan, tanggung jawab manusia
terhadap dirinya, tanggung jawab manusia terhadap masyarakat, dan tanggung
jawab terhadap makhluk Tuhan. Mendidik anak berperilaku menjadi fokus seluruh
agama-agama samawi terutama agama Islam. Perilaku merupakan tema yang selalu
menjadi perhatian besar para ulama Islam dan akan terus demikian sepanjang
hidup. Prilaku yang mulia itu sesuai dengan sifat dasar malakutiyahnya. Manusia
yang senantiasa berusaha menyempurnakan jiwanya; ketika jiwa sempurna maka akan
semakin dekat dengan Allah Swt. sebaiknya akhlak buruk juga sama sekali tidak
sesuai dengan sifat dasar malakutiyahnya;dapat menjatuhkan ke tahapan paling
rendah dan kesengsaraan diakhirat.
[4] Ibid.,
[6] Ibid.,
[7] Ibid.,
0 Comments
Post a Comment