BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Sistem
pembinaan anak berbakat Menurut Islam
Manusia dilahirkan pada dasarnya tidak
mengetahui apa-apa, kemudian Allah menciptakan pendengaran, penglihatan dan
hati untuk manusia, sebagaimana tercantum dalam Al-Quran Surat An-nahl ayat 78
yang berbunyi:
Artinya: Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui
sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu
bersyukur (Q.S. An-Nahl: 78).
Ayat di atas, dapat dipahami bahwa
manusia pertama lahir ke dunia ini dalam keadaan tidak mengetahui apa-apa, lalu
Allah menciptakan pendengaran,
penglihatan dan hati pada manusia itu sendiri. Hal ini merupakan
kemampuan fisik dan psikis yang diberikan oleh Allah kepada manusia. Kemudian
Allah SWT., memberikan kelebihan pada manusia dibandingkan makhluk lainnya
yakni akal dan pikiran. Dengan akal dan
pikiran ini, manusia diberi kesanggupan untuk menilai sesuatu, bertindak
dan mengambil suatu keputusan tertentu. Hal ini akan berguna untuk
menanggulangi segala kebutuhan hidup manusia, baik yang bersifat meterial
maupun spiritual.
Secara umum prinsip pendidikan mempunyai pengertian
suatu haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah
ditentukan. Dihubungkan dengan pendidikan keluarga, strategi dapat diartikan
sebagai pola-pola kegiatan ayah-anak dalam perwujudan pendidikan agama untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Fungsi pendidikan Islam dalam membina keluarga merupakan
suatu proses untuk membimbing anak untuk menjadi orang yang berguna bagi agama,
nusa dan bangsa. Oleh karena itu, manusia membutuhkan pendidikan secara optimal
agar mampu mencapai kebahagiaan di dunia maupun di akhirat. Akan tetapi,
kegiatan pengajaran tersebut mempunyai prinsip tersendiri dalam usaha mencapai
tujuan pengajaran. [1]
Secara psikologi tujuan
pendidikan Islam dalam keluarga dalam Islam adalah:
- Pendidikan akal dan persiapan pikiran, Allah menyuruh manusia untuk merenungkan kejadian langit dan bumi agar dapat beriman kepada Allah.
- Menumbuhkan potensi-potensi dan bakat-bakat terutama pada manusia karena Islam adalah agama fitrah sebab ajarannya tidak asing dari tabi'at manusia, bahkan ia adalah fitrah yang manusia diciptakan sesuai dengannya.
3.
Menaruh
perhatian pada kekuatan dan potensi generasi muda dan mendidik mereka
sebaik-baiknya, baik lelaki maupun perempuan.
4.
Berusaha
untuk menyeimbangkan segala potensi-potensi
dan bakat-bakat manusia.[2]
Berdasarkan pejesan di
atas, dapat dipahami bahwa bakat merupakan suatu potensi yang harus di
kembangkan dan dibina dengan baik. Karena manusia semenjak lahir sudah membawa
suatu potensi yang harus dikembangkan melalui pendidikan dan pengalaman.
Sifat anak yang dibawa sejak lahir seperti penyabar,
pemarah, pendiam, banyak bicara, cerdas dan tidak cerdas. Keadaan fisik seperti
warna kulit, bentuk hidung sampai rambut. Faktor bawaan merupakan warisan dari
sifat ibu/bapak atau pengaruh sewaktu anak berada dalam kandungan, misalnya
pengaruh gizi, penyakit, dan lain-lain.[3]
Faktor dari luar diri anak yang mempengaruhi proses perkembangan
anak. Meliputi suasana dan cara pendidikan lingkungan tertentu, lingkungan
rumah dan keluarganya dan hal lain seperti sarana dan prasarana yang tersedia
misalnya alat bermain atau lapangan bermain. Faktor lingkungan dapat merangsang
berkembangnya bakat dari anak yang dapat menghambat atau mengganggu
kelangsungan perkembangan bakat anak. Pengaruh yang sangat besar dan sangat
menentukan dirinya nanti sebagai orang dewasa adalah ketika anak berusia
dibawah 6 tahun, sehingga lingkungan keluarga sangat perlu memperhatikan proses
perkembangan bakat yang dimilki oleh seorang anak.
Setelah
mengetahui apa hakikat dari pola asuh anak dan apa saja faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan bakat anak. Maka dari itu timbul
pertanyaan, bagaimana cara membina bakat anak dengan baik, hal ini harus dimulai
dari masa kandungan sampai anak masuk sekolah.
Cara membina bakat anak mesti sesuai dengan tahap
perkembangan anak. Perkembangan anak sejak dalam kandungan sampai berumur 6
tahun, merupakan pondasi dalam membentuk kepribadian anak. Perkembangan ini
dibagi menjadi 4 tahap, tiap tahapan mempunyai ciri dan tuntutan perkembangan
tersendiri. Kebutuhan perkembangan anak meliputi kebutuhan mental emosional dan
sosial.
Adapun sistem pembinaan anak berbakat menurut pendidikan
Islam dimulai dari lingkungan keluarga anak itu sendiri. Pembinaan ini
dilakukan sesuai dengan perkembangan anak. Hal ini dibagi dalam tahap sebagai
berikut:
1.
Sejak
dalam kandungan
Kesehatan anak didalam kandungan dipengaruhi oleh
keadaan kesehatan ibunya. Bila ibu sakit fisik (misalnya infeksi), maka anak
dalam kandungan dapat tertular. Bila ibunya stress, anak dalam kandungan juga
dapat terpengaruh. Karena itu, ibu juga dapat mempersiapkan diri dengan baik
agar anak dalam kandungan sehat fisik dan mental. Ibu perlu menjaga pikiran dan
perasaan supaya anaknya nanti tidak rewel dan mudah menyesuaikan diri.[4]
Suara ibu adalah suara yang sering didengar anak. Suara
keras atau lembut ibu akan diikuti anak setiap waktu. Bapak dan ibu perlu
menjaga percakapannya supaya anak terbiasa mendengarkan dan mudah meniru yang
baik-baik nantinya. Ibu pun harus tenang. Jika ibu sering cemas, sedih,
ketakutan, dan marah, maka setelah lahir anak akan menjadi rewel, selalu
gelisah dan sukar menyesuaikan diri. Hal ini akan mempengaruhi terhadap proses
perkembangan bakat anak.
2.
Sejak
Lahir sampai 1,5 Tahun
Selanjutnya Aziz Mushoffa menambahkan tentang anak dalam
kandungan hidup secara teratur, hangat dan penuh perlindungan. Setelah
dilahirkan ia sepenuhnya bergantung pada orang lain terutama ibu atau
pengasuhnya. Anak perlu dibantu untuk mempertahankan hidupnya. Tahap ini untuk
mengembangkan rasa percaya pada lingkungannya. Bila rasa percaya tak didapat,
maka timbul rasa tak aman, rasa ketakutan dan kecemasan. Bayi belum bisa
bercakap-cakap untuk menyampaikan keinginannya. Ia baru bisa menangis untuk
menarik perhatian orang. Tangisan menunjukkan bahwa bayi membutuhkan bantuan.
Ibu harus belajar mengerti maksud tangisan bayi.[5]
Otak bayi berkembang pesat, untuk itu perlu gizi dan
stimulasi indra yang baik. ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi.
Dengan pemberian ASI, bayi akan didekap ke dada sehingga merasakan kehangatan
tubuh ibu dan terjalinlah hubungan kasih sayang antara bayi dan ibunya. Segala
hal yang dapat mengganggu proses menyusui dalam hubungan ibu anak pada tahap
ini akan menyebabkan terganggunya pembentukkan pengembangan bakat pada seorang
anak.
3.
Usia
1,5 sampai 3 Tahun
Menurut Aziz Mushoffa: “Pertumbuhan fisik matang anak
sudah bisa berjalan.Ia mulai menggerakan badannya dapat diatur sendiri,
dikuasai dan digunakannya untuk suatu maksud. Tahap ini merupakan tahap
pembentukkan kebiasaan diri.”[6]
Aspek psikososialnya, anak bergerak dan berbuat sesuai dengan kemauan sendiri,
meraih apa yang bisa dijangkau, dapat menuntut yang dikehendaki atau menolak
yang tak dikehendaki. Orang tua hendaknya mendorong agar anak dapat bergerak
bebas, mengahargai dan menyakini kemampuannya. Sehingga orang tua dapat
mengetahui potensi bakat pada anak tersebut. Dengan demikian orang tua harus
selalu membina dengan baik potensi bakat yang telah nampak pada anak itu
sendiri.
Pada masa ini potensi anak sudah mulai berkembang. Anak
sudah mulai mengenal nama-nama disekitarnya dan mulai mengolong-golongkan serta
membedakan benda berdasarkan kegunaannya. Bahasa mulai berkembang dan mulai
menirukan kata-kata dan perilaku orang disekitarnya walaupun ia belum mengerti
tentang apa ia dengar dan ia lihat.
4.
Usia
3-6 Tahun
Aziz Mushoffa juga menambahakan dengan meningkatnya
kemampuan berbahasa dan kemampuan untuk melakukan kegiatan yang bertujuan, anak
mulai memperhatikan dan berinteraksi dengan dunia sekitarnya. Anak bersifat
ingin tahu, banyak bertanya, dan meniru kegiatan sekitarnya, melibatkan diri
dalam kegiatan bersama dan menunjukkan inisiatif untuk mengerjakan sesuatu tapi
tidak mementingkan hasilnya.[7]
Kemudian menurut Ibnu Musthafa: “Pada tahap tahap ini
ayah punya peran penting bagi anak. Anak laki-laki merasa lebih sayang pada
ibunya dan anak perempuan lebih sayang pada ayahnya.”[8]
Melalui peritiwa ini anak dapat mengalami perasaan sayang, benci, iri hati,
bersaing, memiliki, dan lain-lain. Ia dapat pula mengalami perasaan takut dan
cemas. Disini kerja sama ayah dan ibu amat penting dalam melihat dan membina
potensi bakat pada seorang anak.
Hal yang diperlu derhatikan dan dibina oleh orang tua
pada anak seusia ini adalah melatih kemampuan fisik, berpikir, mendorong anak
mau bergaul, dan mengembangkan angan-angannya. Pada tahap ini aspek
intelektualnya mulai berkembang lebih nyata tentang konsep ruang dan waktu,
mulai mengenal bentuk-bentuk dua dan tiga dimensi, warna-warna dasar,
simbol-simbol angka, matematika dan huruf.
Selain itu, pertumbuhan dan perkembangan bakat anak
dalam keluarga dipengaruhi oleh bagaimana pola asuh yang diterapkan oleh orang
tuanya. Peneraan pola asuh yang baik akan membentuk bakat anak yang baik maupun
sebaliknya.
Berikut ini akan diuraikan bentuk-bentuk pola asuh untuk
mengembangkan dan membina bakat pada seorang anak, yaitu sebagai berikut:
1.
Pola
asuh dengan tidak terlalu memanjakan anak
Bila orang tua menerapkan pola asuh dengan memanjakan,
anak akan mengalami kesulitan menyesuaikan diri secara sosial dengan
lingkungannya.[9]
Akibatnya anak akan memberikan respon terhadap penolakan
keinginan–keinginannya, letusan-letusan emosional atau mengadakan penyerangan
kepada orang tua. Pola asuh yang seperti ini tidak cocok diterapkan oleh orang
tua karena tidak akan membentuk kepribadian dan pengembang potensi bakat anak anak
dengan baik.
2.
Pola
Asuh Permisif
Maksudnya adalah pola asuh dengan membuat
peraturan-peraturan atau batasan-batasan kepada anak dalam keluarga. Misalnya
saja setiap anak dikenakan tugas rumah (mencuci piring, menyapu, menyiram
bunga, dan lain-lain) secara bergilir setiap hari. Kemudian membuat batasan-batasan,
misalnya tidak boleh menonton lebih dari jam 10 malam atau tidak dibolehkan
keluar rumah lebih dari dua jam. Pola asuh seperti ini sangat tidak cocok untuk
mengembangkan potensi dan bakat anak, karena anak akan merasa tertekan dengan
sikap orang tua yang demikian. [10]
3.
Pola
Asuh Demokratis
Pola asuh yang demikian dapat diartikan dengan
memberikan keadilan antara hak dan kewajiban anggota keluarga dalam rumah
tangga. Ayah sebagai kepala keluarga memberikan kepercayaan kepada istrinya sebagai
pengasuh dan pengajar anak-anak mereka. Begitu juga seorang istri memberikan
kepercayaan kepada suaminya untuk mencari nafkah. Kemudian apabila ada masalah
mereka bermusyawarah untuk mencari jalan keluar yang terbaik untuk memecahkan suatu
masalah yang terdapat dalam rumah tangga mereka. Pola asuh ini sangat relevan bagi
keluarga yang menginginkan sebuah keluarga yang harmonis. Dengan demikian untuk
mengembangkan bakat anak akan mudah untuk dilakukan oleh orang tua, karena
bakat tidak akan berkembang, apabila kondisi rumah tangga berada dalam keadaan
rusak.[11]
Berdasarkan penjelasan di atas,
penulis dapat memahami bahwa sistem pembinaan anak berbakat menurut pendidikan
Islam adalah dimulai semenjak anak berada dalam kandungan, karena anak lahir ke
dunia ini sudah membawa suatu potensi yang harus dibina dan dikembangkan. Orang
yang pertama sekali mempunyai kewajiban untuk mengembangkan bakat ini adalah
orang tua dan lingkungan keluarga.
Dalam
pendidikan Islam pendidikan yang harus diutamakan oleh orang tua dalam mengembangkan
bakat anak adalah pendidikan agama, akhlak, jasmani dan social, karena dengan
pendidikan inilah anak dapat mengembangkan bakatnya sesuai dengan aturan Islam.
sehingga anak akan mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat kelak.
Untuk lebih jelasnya penulis akan menjelaskan satu persatu dibawah ini.
1. Pendidikan Agama
Pendidikan
agama dan spiritual adalah pondasi utama bagi pendidikan keluarga. Pendidikan
agama ini meliputi pendidikan, aqidah, mengenalkan hokum halal-haram,
memerintahkan anak beribadah (shalat) sejak umur tujuh tahun, mendidik anak
untuk mencintai Rasulullah, keluarganya, orang-orang yang shaleh dan mengajar
anak membaca Al-Qur’an.
2.
Pendidikan Akhlak
Rasulullah
SAW bersabda: “Diantara kewajiban bapak kepada anaknya ialah memperbagus budi
pekertinya dan memperindah namanya.” (HR. Baihaqi)
3.
Pendidikan Jasmani
Islam
memberi petunjuk kepada kita tentang pendidikan jasmani agar anak tumbuh dan
berkembang secara sehat dan bersemangat. Allah SWT berfirman dalam surat Al-A’raf ayat 31
yang berbunyi:
ûÓÍ_t6»t tPy#uä (#räè{ ö/ä3tGt^Î yZÏã Èe@ä. 7Éfó¡tB (#qè=à2ur (#qç/uõ°$#ur wur (#þqèùÎô£è@ 4 ¼çm¯RÎ) w =Ïtä tûüÏùÎô£ßJø9$# ÇÌÊÈ
Artinya:
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di
setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS:
Al-A’raf: 31)
Ayat
ini sesuai dengan hasil penelitian para ahli kesehatan bahwa agar tubuh sehat
dan kuat, dianjurkan untuk tidak makan dan minum secara berlebih-lebihan.
Diriwayatkan
bahwa setelah seluruh negeri Iraq
dibebaskan oleh sahabat Saad bin Abi Waqaash, beliau membuat rencana
pembangunan kota
Kuffah. Setelah itu diajukan kepada Khalifah Umar bin Khattab beliau sangat
menyetujui. Hanya beliau tambah bahwa disamping mendirikan mesjid Jami’,
hendaklah disediakan tanah tempat para pemuda berolah raga, latihan perang
seperti melempar tombak, memanah, bermain pedang dan menunggang kuda. Diantara
ucapan belaiau yang terkenal ialah: “Ajarkanlah kepada anak-anak kamu berenang
dan memanah, hendaklah mereka dapat melompat ke punggung kuda sekali lompat.”[13]
4.
Pendidikan Akal
Yang
dimaksud dengan pendidikan akal adalah meningkatkan kemampuan intelektual anak,
ilmu alam, teknologi dan sains modern sehingga anak mampu menyesuaikan dengan
kemajuan ilmu pengetahuan dalam rangka menjalankan fungsinya sebagai hamba
Allah dan khalifah-Nya, guna membangun dunia ini sesuai dengan konsep yang
ditetapkan Allah. Hal inilah yang diisyaratkan oleh Allah dengan proses
penciptaan Nabi Adam as dimana sebelum ia diturunkan ke bumi, Allah mengajarkan
nama-nama (asma) yang tidak diajarkan kepada para malaikat. Sebagaimana Firman
Allah dalam surat
Al-Baqarah ayat 31 yang berbunyi:
zN¯=tæur tPy#uä uä!$oÿôF{$# $yg¯=ä. §NèO öNåkyÎztä n?tã Ïps3Í´¯»n=yJø9$# tA$s)sù ÎTqä«Î6/Rr& Ïä!$yJór'Î/ ÏäIwàs¯»yd bÎ) öNçFZä. tûüÏ%Ï»|¹ ÇÌÊÈ
Artinya: “Dan dia
mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, Kemudian
mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah
kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar (Q.S:
Al-Baqarah: 31)
5. Pendidikan Sosial
Yang
dimaksud dengan pendidikan sosial adalah pendidikan anak sejak dini agar
ditengah-tengah masyarakat dengan menerapkan prinsip-prinsip Syariat Islam.
Diantara prinsip Syari’at Islam yang sangat erat kaitannya dengan pendidikan
sosial ini adalah prinsip ukhuwah Islamiyah. Rasa ukhuwah yang benar akan
melahirkan perasaan luhur dan sikap positif untuk saling menolong dan tidak
mementingkan diri sendiri. Islam telah menjadikan ukhuwah Islamiyah sebagai
kewajiban yang sangat fundamental dan mengibaratkan kasih sayang sesama muslim
dengan sebatang tubuh, apabila salah satu anggota badannya sakit, maka yang
lain ikut merasakannya. Untuk mewujudkan ukhuwah Islamiyah ini Islam telah
menggariskan Syari’at Al-Jama’ah, sebagaimana firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 103
yang berbunyi:
(#qßJÅÁtGôã$#ur È@ö7pt¿2 «!$# $YèÏJy_ wur (#qè%§xÿs? 4 (#rãä.ø$#ur |MyJ÷èÏR «!$# öNä3øn=tæ øÎ) ÷LäêZä. [ä!#yôãr& y#©9r'sù tû÷üt/ öNä3Î/qè=è% Läêóst7ô¹r'sù ÿ¾ÏmÏFuK÷èÏZÎ/ $ZRºuq÷zÎ) ÷LäêZä.ur 4n?tã $xÿx© ;otøÿãm z`ÏiB Í$¨Z9$# Nä.xs)Rr'sù $pk÷]ÏiB 3 y7Ï9ºxx. ßûÎiüt6ã ª!$# öNä3s9 ¾ÏmÏG»t#uä ÷/ä3ª=yès9 tbrßtGöksE ÇÊÉÌÈ
Artinya: “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan
janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika
kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu,
lalu menjadilah kamu Karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu
telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya.
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat
petunjuk.” (QS: Ali Imran: 103)
Seluruh
aspek pendidikan ini akan berjalan maksimal apabila orang tua dapat dijadikan
teladan bagi anak-anaknya disamping harus berusaha secara maksimal agar setiap
dia melakukan pekerjaan yang baik bagi keluarganya dapat melakukan seperti yang
dia lakukan.
Hakikat membina anak adalah proses mendidik agar
kepribadian anak dapat berkembang dengan baik, ketika dewasa jadi bertanggung
jawab. Pola asuh yang baik menjadikan anak berkepribadian kuat. Tak mudah putus
asa, dan tangguh menghadapi tekanan hidup. Sebaliknya, pola asuh yang salah
menjadikan anak rentan terhadap stress, mudah terjerumus pada hal-hal yang
negatif seperti tawuran, perilaku seks bebas, cemas, dan depresi.[14]
Mengasuh anak melibatkan segala aspek kepribadian anak
misalnya jasmani, intelektual, emosional, keterampilan, norma, dan nilai-nilai.
Hakikat mengasuh anak meliputi pemberian kasih sayang dan rasa aman, sekaligus
disiplin dan contoh yang baik. Karenanya diperlukan suasana kehidupan keluarga
yang stabil dan bahagia.
Anak adalah harapan masa depan, karenanya para orang tua
perlu mempersiapkan agar kelak menjadi sumber daya manusia yang berkualitas,
sehat, bermoral dan berguna bagi masyarakat. Untuk itu perlu dipersiapkan sejak
dini yaitu dalam dalam kandungan melalui pengasuhan yang baik. Bagaimana pola
asuh anak yang benar.
Anak perlu diasuh karena mengalami proses pertumbuhan
dan perkembangan. Perkembangan anak terjadi melalui beberapa tahapan dan setiap
tahapan mempunyai ciri dan tuntutan tersendiri. Pengasuhan anak perlu
disesuaikan dengan tahapan perkembangan tersebut. Perkembangan bakat anak sangat
dipengaruhi faktor bawaan dan pengaruh lingkungan.
B.
Kurikulum Pendidikan Anak Berbakat
Perkataan
kurikulum telah lama dikenal dalam dunia pendidikan sebagai suatu istilah yang
tidak asing lagi. Secara etimologis, kurikulum berasal dari bahasa Yunani,
yaitu curiryang artinya pelari dan curure yang berarti tempat
berpacu. Jadi istilah kurikulum berasal dari dunia olahraga pada zaman Romawi kuno di
Yunani, yang mengandung pengertian suatu jarak yang harus ditempuh
oleh pelari dari garis start sampai garis finish.[15]
Pengertian-pengertian
kurikulum juga telah banyak dirumuskan oleh para ahli pendidikan. Diantaranya
pengertian yang dikemukakan oleh H. M. Arifin yang memandang kurikulum sebagai
seluruh bahan pelajaran yang harus disajikan dalam proses kependidikan dalam
suatu sistem institusional pendidikan.[16]
Nampak pengertian ini masih terlalu sederhana dan lebih menitikberatkan pada
materi pelajaran semata. Sementara itu, Zakiah Daradjat memandang kurikulum
sebagai suatu program yang direncanakan dalam bidang pendidikan dan
dilaksanakan untuk mencapai sejumlah tujuan-tujuan pendidikan tertentu.[17]
Pengertian kurikulum ini nampak lebih luas dari yang awal, karena di sini
kurikulum tidak hanya dipandang dalam artian materi pelajaran, namun juga
mencakup seluruh program di dalam kegiatan pendidikan.
Kurikulum merupakan salah satu
pijakan dalam proses pembelajaran, sebab tanpa kurikulum, maka guru tidak
mungkin dapat melaksanakan proses pembelajaran sesuai dengan tujuan yang
diinginkan dalam pembelajaran. Namun demikian, dalam usaha mencapai tujuan
pembelajaran tersebut, maka guru harus menyaji materi pelajaran yang terdapat
dalam kurikulum, sehingga pencapaian kurikulum sesuai dengan tujuan
pembelajaran.
Di samping itu, kurikulum juga
merupakan salah satu komponen yang sangat menentukan dalam suatu sistem
pendidikan, karena itu kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan
pendidikan dan sekaligus sebagai pedoman dalam pelaksanaan pengajaran pada
semua jenis dan tingkat pendidikan.
Tujuan pendidikan di suatu
bangsa atau negara ditentukan oleh falsafah dan pandangan hidup bangsa atau
negara tersebut. Berbedanya falsafah dengan pandangan hidup suatu bangsa atau
negara menyebabkan berbeda pula tujuan yang hendak dicapai dalam pendidikan dan
sekaligus akan berpengaruh pula terhadap negara tersebut. Begitu pula perubahan
politik pemerintahan suatu negara mempengaruhi pula bidang pendidikan, yang
sering membawa akibat terjadinya perubahan kurikulum yang berlaku. Oleh karena
itu, kurikulum senantiasa bersifat dinamis guna lebih menyesuaikan diri dengan
berbagai perkembangan yang terjadi.
Pada dasarnya kurikulum
mempunyai aspek utama yang menjadi cirinya sebagaimana diungkapkan oleh Hasan
Langgulung bahwa:
1. Tujuan-tujuan
pendidikan yang ingin dicapai oleh kurikulum.
2. Pengetahuan (knowledge) ilmu-ilmu data,
aktivitas-aktivitasnya dan pengalaman-pengalaman dari mana terbentuk kurikulum
3. Metode dan cara-cara
mengajar dan bimbingan yang diikuti oleh murid-murid untuk mendorong mereka ke
arah yang dikehendaki dan tujuan-tujuan yang dirancang.
4. Metode dan cara
penilaian yang digunakan dalam mengukur dan menilai hasil proses pendidikan
yang dirancangkan dalam kurikulum.[18]
Berdasarkan keterangan di atas
dapat dipahami, bahwa untuk mencapai kurikulum dalam sebuah pengajaran ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan seperti tujuan pendidikan, materi
pelajaran yang diberikan, metode mengajar, dan cara penilaian. Berangkat dari
keempat aspek tersebut, maka jika dikaitkan dengan pencapaian kurikulum dapat
dikembangkan oleh semua jenjang pendidikan akan menyatu dan terpadu dengan
ajaran Islam itu sendiri.
Tujuan pendidikan yang ingin dicapai oleh kurikulum dalam pendidikan adalah
sejalan dengan tujuan falsafah pendidikan
dan juga sama dengan tujuan pendidikan, yaitu membentuk keperibadian manusia
dalam kaitannya dengan tujuan penciptaan manusia, yaitu mengabdikan diri kepada
Allah SWT.
Namun demikian, kurikulum
pemakaian kurikulum dibatasi oleh tempat dan waktu, selain itu hanya memberikan
seperangkat paket untuk kehidupan manusia di dunia saja. Kurikulum yang seperti
tidak sesuai dengan hakikat manusia sebagai makhluk yang bertuhan, di mana ia
harus mempertanggungjawabkan segala perbuatannya di hadapan Tuhan di akhirat
kelak.
Kurukulum secara
umum mencakup semua pengalaman yang diperoleh siswa di sekolah, di rumah, dan
di dalam masyarakat yang membantu mewujudkan potensi-potensi-potensi anak. Jika
kurikulum umum bertujuan untuk dapat memenuhi kebutuhan pendidikan anak-anak
pada umumnya, maka kurikulum berdiferensiasi merupakan jawaban terhadap
perbedaan dalam minat dan kemampuan anak didik.
Untuk melayani
kebutuhan pendidikan anak berbakat perlu diusahakan pendidikan yang
berdeferensiasi, yaitu yang memberi pengalaman pendidikan yang disesuaikan
dengan minat dan bakat siswa. Suatu hal yang tidak boleh dilupakan adalah
keberbakatan pada siswa tidak akan muncul, apabila kegiatan belajar mengajar
terlalu mudah dan tidak mengandung tantangan bagi anak berbakat, sehingga
kemampuan mereka yang unggul tidak bisa tampil.[19]
Dalam menerapkan
kurikulum pendidikan anak berbakat ada beberapa unsur pokok yang perlu
diperhatikan. Unsur-unsur tersebut adalah:
1. Menyampaikan
materi yangb berhubungan dengan isu, tema atau masalah yang luas
2. Memberikan pemahaman yang lebih majemuk dari
generalisai, asa, teori, dan struktur dari bidang materi.
3. Menciptakan informasi dan produk baru
4. Menciptakan kedisiplinan dalam proses belajar
mengajar
5. Memberikan pengalaman yang konfrehensif,
berkaitan, dan saling memperkuat dalam suatu bidang studi
6. Memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mendalami tofik yang dipilih sendiri dalam suatu bidang studi
7. Mengembangkan ketrampilan belajar yang
mandiri kepada siswa
8. Mengembangkan keterampilan berfikir siswa
yang lebih tinggi, yang produktif, komplek, dan abstrak
9. Mengembangkan keterampilan dan metode
penelitian
10. Memadukan keterampilan dasar dan keterampilan
berpikir yang lebih tinggi dalam kurikulum
11. Mendorong siswa untuk menghasilkan gagasan
baru
12. Mendorong siswa untuk mengembangkan produk dan
penggunaan teknik, bahan, dan bentuk baru
13. Mendorong siswa untuk mengembangkan kemampuan
diri
14. Menilai Prestasi siswa dengan menggunakan
kriteria yang sesuai dan sfesifik
melalui penilaian diri maupun melaui penilaian diri maupun melaui alat
baku[20]
Dasar pertimbangan
dari azas–azas kurikulum berdiferensiasi ialah bahwa perubahan kurikulum
diperlukan karena perbedaan karakteristik dan kebutuhan belajar, emosional, dan
sosial dari siswa berbakat. Dalam mengembangkan kurikulum anak berbakat
memerlukan modifikasi dalam empat bidang, yaitu materi yang diberikan, proses
atau metode pembelajaran, produk yang diharapkan dari siswa, dan lingkungan
belajar siswa. Untuk lebih jelasnya penulis akan memjelaskan berikut ini:
a. Modifikasi materi kurikulum
Siswa berbakat di
dalam kelas mungkin sudah menguasai materi pokok bahasan sebelum diberikan oleh
guru kepadanya. Mereka memilki kemampuan untuk belajar keterampilan dan konsep
yang lebih maju. Untuk menunjang siswa diperlukan modifikasi kurikulum. Guru
dapat merencanakan untuk menyiapkan materi yang lebih kompleks, menyiapkan
materi yang lebih canggih, atau mencari penempatan alternatif bagi siswa.
Sebagai contoh,
seorang guru kelas tiga SD memodifikasi kesatuan pelajaran tentang struktur
bumi sehingga materinya berdiferensiasi bagi siswa. Guru menggunakan teknik
belajar seperti pembelajaran seluruh kelas, kegiatan kelompok kecil, demontrasi
dan pengayaan. Dari pertanyaan yang diajukan siswa ternyata bahwa beberapa
siswa telah mengetahui nama lapisan bumi dan bahan yang membentuk lapisan
tersebut. Guru memutuskan bahwa untuk siswa-siswa itu diperlukan modifikasi
materi, dan ia membentuk kelompok kecil untuk mempelajari gempa bumi. Kelompok
ini bertemu dengan guru, sementara siswa lain melakukan kegiatan kelompok
kecil, seperti misalnya pada metode cara belajar siswa aktif. Kelompok yang
mempeljari gempa bumi belajar mengenai mengapa terjadi gempa bumi dan mereka
ditugaskan untuk menemukan bagaimana intensitas dari gempa bumi. Dalam
mengerjakan proyek ini mereka dapat memanfaatkan penggunaan buku, film, dan
peta. Setelah menentukan jawaban terhadap pertanyaan itu, mereka diminta untuk
merancang suatu kegiatan yang dilakukan bersama siswa lain untuk menyampaikan
informasi yang baru dipelajari. Hasil dari modifikasi kurikuler ini akan
memberi pengalaman yang berbeda bagi siswa.
Contoh ini menunjukkan
bagaimana guru dapat membuat modifikasi materi. Hal ini dapat berupa mengajukan
pertanyaan yang menuntut siswa berpikir dalam istilah abstrak, memberikan
pelajaran paralel, atau membahas lebih dari satu tofik studi pada saat yang
sama, semua bergantung dari situasi dan kondisi kelas atau sekolah tersebut.
Situasi yang berbeda menuntut pendekatan yang berbeda. Kunci keberhasilan dalam
modifikasi materi kurikulum adalah fleksibelitas, memahami kapan itu
diperlukan, dan memilki sarana prasarana atau sumber-sumber yang dapat
dimanfaatkan oleh siswa.
b. Modifikasi Proses/metode
Pembelajaran
proses atau metode
penyampaian materi adalah cara kedua untuk mendiferensiasi kurikulum bagi siswa
yang memiliki kemampuan atau kecerdasan luar biasa. Siswa ini sering
menunjukkan kemelitan yang tidak dapat dibendung, hasrat untuk mendalami subjek
yang diminati, keinginan untuk belajar mandiri, kapasitas dan komitmen untuk
melakukan penelitian, dan kemampuan untuk baerpikir dengan cara-cara yang
berbeda dari siswa lainnya. Kemampuan-kemampuan ini jika digandeng dengan
tujuan pendidikan bertujuan menyiapkan siswa menjadi mandiri dan belajar seumur
hidup, menuntut guru untuk memodifikasi cara penyampaian materi dan cara siswa
belajar.
Program yang
memungkinkan guru untuk membuat modifikasi proses tanpa menggangu kelancaran
pembelajaran di dalam kelas, adalah antara lain program yang nenggunakan teknik
pertanyaan tingkat tinggi, simulasi, membuat kontrak belajar, menggunakan
mentor, buku-buku yang sesuai dengan anak bebakat, dan pemecahan masalah masa
depan. Namun, seperi halnya dengan modifikasi materi, struktur program
semata-mata tidak cukup untuk menjamin kurikulum yang tepat untuk siswa
berbakat. Penyampaian dan cara penyampaian materi dan peran baik dari guru
maupun siswa juga perlu disesuaikan.
Banyak modifikasi
proses yang dapat dilakukan guru untuk meykinkan bahwa kebutuhan dari semua
siswa di dalam kelas dipenuhi. Di anataranya yang paling perlu untuk siswa
berbakat adalah: teknik bertanya yang baik yang menuntut penggunaan tingkat
pemikiran yang tinggi untuk menjawabnya; memberi kesempatan kepada siswa untuk
terlibat dalam belajar dengan memilih matri sendiri, kesempatan yang fleksibel,
kemjuan yang dipantau sendiri, dan memilih sumber-sumber, menggunakan baik
kegiatan konvergen (penlaran logis) maupun divergen (kratif) untuk meningkatkan
kemampuan siswa dalam pemecahan masalah; dan kegiatan proses kelompok untuk
membantu siswa belajar bekerja sama secara kooferatif.
3. Modifikasi produk belajar
Produk belajar
siswa merupakan bidang lain yang dideferensiasi untuk siswa berbakat di dalam
kelas. Siswa berbakat dapat menggunakan kemampuan mereka untuk mendalami topik
dan menunjukkan kreativitas dan komitmen dalam merancang produk-produk divergen
berdasarkan pengalaman belajarnya. Keterampilan menampilkan produk divergen
perlu dikembangkan pada semua siswa. Namun, siswa dengan kemampuan dan
kecerdasan luar biasa lebih mampu mengembangkan produk pada skala yang lebih
luas, lebih kompleks, dan yang berkaitan erat dengan produk-produk yang
dihasilkan dalam kehidupan nyata.
Siswa sering
memrlukan dorongan untuk menciptakan produk yang divergen. Mereka merasa lebih
nyaman untuk meneruskan apa yang telah diketahui dan sering menolak mendalami
yang tidak diketahui. Namun, pengalaman menunjukkan bahwa jika siswa didorong
dan diberikan material yang diperlukan serta dukungan psikologis, mereka cepat
menyenangi metode presentasi produk dan pengalaman belajar yang baru. Ada siswa
yang sangat kompetitif dalam mengembangkan produk mereka, sehingga
kadang-kadang memerlukan pengendalian oleh guru, tetapi secara keseluruhan,
semangat produk yang dihasilkan merupakan tantangan yang bermakna bagi siswa
maupun guru.
4. Memilih modifikasi yang sesuai
Melakukan
modifikasi dalam materi, proses, dan produk di dalam kelas menuntut persiapan
sebelumnya agar berhasil. Guru yang bijak akan mulai dengan skala yang
konservatif dan menanjak ke perubahan-perubahan setelah siswa dan guru menjadi
biasa dengan prosedur baru. Mula-mula akan terasa sulit bagi siswa untuk
mengajukan pertanyaan tingkat tinggi, untuk membuat pilihan, dan untuk
bertanggung jawab atas pembelajarannya. Begitu pula bagi guru pada awalnya
tidak mudah untuk menggunakan cara-cara baru di dalam proses belajar mengajar,
untuk menyediakan pilihan program ganda yang memungkinkan siswa memilih atau
yang dapat disesuaikan dengan minat dan kemampuan siswa yang berbeda-beda.
Dalam hal ini seorang guru dituntut untuk memberikan kesempatan kepada siswa
untuk mengembangkan bakat dan minatnya sesuai dengan kemampuannya
masing-masing.
5. Modifikasi
lingkungan belajar
Jika di dalam
kelas telah dibiasakan mengembangkan program belajar anak berbakat, maka perlu
diciptakan lingkungan kelas yang memungkinkan semua siswa merasa bebas untuk
belajar dengan caranya sendiri. Karena lingkungan belajar sangat menentukan
keberhasilan belajar siswa berbakat. Siswa akan lebih banyak mengajukan
pertanyaan di dalam lingkungan belajar yang aman atau tanpa adanya keributan di
dalam kelas tempat ia belajar. Siswa juga cendrung senang belajar dalam
lingkungan yang menghargai belajar, yaitu lingkungan yang menggunakan sumber,
bahan, serta waktu yang tepat sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
Hal demikian akan memudahkan bagi siswa untuk mengembangkan bakat dan minatnya.[21]
Berdasarkan
penjelasan di atas, penulis dapat memahami bahwa kurikulum di sekolah sangat
menentukan untuk mengembangkan keberbakatan anak. Dalam mengembangkan anak
berbakat ini harus diterapkan kurikulum yang sesuai dengan tingkat perkembangan
anak. Sehingga anak akan lebih mudah dalam memahami suatu pelajaran.
C. Persyaratan Guru Untuk Anak
Berbakat
Sebelum penulis menjelaskan tentang persyaratan guru
untuk anak berbakat, ada baiknya penulis menjelaskan terlebih dahulu pengertian
guru itu sendiri. Menurut Muhibbin Syah guru ialah eseorang yang pekerjaannya
mengajar orang lain.[22]
Selanjutnya, kegiatan mengajar yang dilakukan oleh guru
tidak hanya berorientasi pada kecakapan-kecakapan berdimensi ranah cipta saja
tetapi kecakapan yang berdimensi ranah rasa dan karsa. Sebab dalam pandangan
psikologi (ilmu jiwa) pendidikan, mangajar pada prinsipnya berarti
proses perbuatan seseorang (guru) yang membuat orang lain (siswa) belajar,
dalam arti mengubah seluruh dimensi perilakunya. Perilaku ini meliputi tingkah
laku yang bersifat terbuka seperti ketrampilan membaca (ranah karsa), juga yang
bersifat tertutup seperti berfikir (ranah karsa) dan berperasaan ( ranah rasa).[23]
Jadi, guru sebagai pendidik ataupun pengajar merupakan
faktor penentu kesuksesan setiap usaha yang dilakukan oleh siswa sekolah
menengah dalam proses belajar mengajar. Disini, posisi seorang guru memegang
peranan yang sangat penting dalam melakukan berbagai aktivitas dan usaha-usaha
untuk menyukseskan proses pembelajaran di sekolah. Guru tidak hanya dipandang
sebagai seorang yang menuangkan ilmu kedalam otak siswa, tetapi juga melatih
ketrampilan (ranah karsa) dan menanamkan sikap serta nilai (ranah karsa) kepada
mereka.[24]
Setiap guru
sangat diharapkan memiliki karakteristik (ciri khas) kepribadian yang ideal
sesuai dengan persyaratan yang bersifat psikologis-pedagogis dalam
kinerjanya. Hal lain yang juga perlu dimiliki oleh para guru adalah kompetensi
dan profesionalisme keguruan. Karena tanpa hal tersebut, keberhasilan yang
diharapkan oleh seorang pendidik tidak dapat akan tercapai dalam kegiatan belajar
mengajar di sekolah.
Keberhasilan
Guru dalam menuangkan ilmu kepada siswa juga sangat tergantung pada rasa
tanggung jawab yang ia miliki dalam membimbing dan memotivasi siswa-siswanya
kearah yang lebih maju. Oleh karena
itu, guru yang memiliki konsep diri yang tinggi umumnya memiliki harga diri
yang tinggi pula. Ia mempunyai keberanian mengajak dan memotivasi (mendorong)
para siswa agar lebih maju. Fenomena keberanian mengajak dan memotivasi
(mendorong) para siswa agar lebih maju didasari oleh keyakinan guru terhadap
kualitas prestasi akademik yang ia miliki.
Menurut Muhibbin Syah, dalam bukunya ”Psikologi
Pendidikan”, Ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan oleh guru dalam kinerjanya, antara lain:
- Seberapa
besar kontribusi pekerjaan guru bagi pencapaian tujuan pendidikan di
sekolah.melakukan pekerjaan dengan baik.
- Bagaimana
guru dan kepala sekolah bekerja sama untuk
mempertahankan, memperbaiki, maupun mengembangkan kinerja guru yang sudah
ada sekarang.
- Bagaimana
prestasi kerja akan diukur.
- Mengenali
berbagai hambatan kinerja
dan berupaya
menyingkirkannya. Selanjutnya, Robert Bacal mengemukakan pula bahwa dalam
manajemen kinerja guru diantaranya meliputi perencanaan kinerja, komunikasi kinerja yang berkesinambungan dan evaluasi kinerja.[25]
Dari uraian diatas dapat
dipahami bahwa hakikat kinerja guru merupakan satu hal yang sangat penting,
guru dituntut untuk seprofesional mungkin, mempunyai konsep yang jelas dalam
mengajar siswa di sekolah, dan mempunyai rasa tanggung jawab dalam memotivasi
dan menyukseskan proses belajar mengajar siswa di sekolah.
Ada beberapa strategi yang
bisa digunakan oleh guru untuk mengembangkan kreatifitas siswa berbakat, sebagai
berikut:
1.
Menjelaskan tujuan belajar kepeserta didik. Pada
permulaan belajar mengajar seharusnya terlebih dahulu seorang guru menjelaskan
mengenai Tujuan Instruksional Khusus yang akan dicapainya kepada siwa. Makin jelas tujuan maka makin besar pula motivasi dalam belajar.
2. Hadiah berikan hadiah untuk siswa yang
berprestasi. Hal ini akan memacu semangat mereka untuk bisa belajar lebih giat
lagi. Di samping itu, siswa yang belum berprestasi akan termotivasi untuk bisa
mengejar siswa yang berprestasi.
3. Saingan/kompetisi guru berusaha mengadakan
persaingan di antara siswanya untuk meningkatkan prestasi belajarnya, berusaha
memperbaiki hasil prestasi yang telah dicapai sebelumnya.
4. Pujian Sudah sepantasnya siswa yang berprestasi
untuk diberikan penghargaan atau pujian. Tentunya pujian yang bersifat
membangun.
5. Hukuman diberikan
kepada siswa yang berbuat kesalahan saat proses belajar mengajar. Hukuman ini
diberikan dengan harapan agar siswa tersebut mau merubah diri dan berusaha
memacu motivasi belajarnya.
6. Membangkitkan
dorongan kepada anak didik untuk belajar
Strateginya adalah dengan memberikan perhatian maksimal ke peserta didik.
Strateginya adalah dengan memberikan perhatian maksimal ke peserta didik.
7. Membentuk kebiasaan
belajar yang baik
8. Membantu kesulitan belajar anak didik secara
individual maupun kelompok
9. Menggunakan metode
yang bervariasi
Pada dasarnya, kinerja guru dalam
proses belajar mengajar di sekolah menengah sangat penting terutama sebagai “
director of learning” (direktur belajar). Artinya, setiap guru diharapkan
untuk pandai-pandai mengarahkan kegiatan belajar siswa agar mencapai
keberhasilan belajar (kinerja akademik)
sebagaimana yang telah ditetapkan dalam sasaran kegiatan proses belajar
mengajar. Dengan demikian, semakin jelaslah bahwa peranan guru dalam dunia
pendidikan modern seperti sekarang ini semakin meningkat.
Perluasan tugas dan tanggung jawab
guru tersebut membawa konsekuensi timbulnya fungsi-fungsi khusus yang menjadi
bagian integral (menyatu) dalam kompetensi profesionalisme keguruan yang
disandang oleh para guru. Menurut Muhibbin Syah, setiap guru berfungsi sebagai:
1.
Designer
of Intruction (perancang pengajaran).
2.
Manager
of Intruction (pengelola pengajaran).
a.
Guru
sebagai Designer of Intruction
Guru sebagai Designer of Intruction (
perancang program). Fungsi ini menghendaki guru untuk senantiasa mampu dan siap
merancang kegiatan belajar mengajar yang berhasil guna dan berdaya guna. Untuk
meralisasikan fungsi tersebut, maka setiap guru memerlukan pengetahuan yang
memadai mengenai prinsip-prinsip belajar sebagai dasar dalam menyusun rancangan
kegiatan belajar mengajar. Rancangan tersebut sekurang-kurangnya meliputi
hal-hal berikut:
1. Memilih dan
menentukan bahan pelajaran
2. Merumuskan tujuan
penyajian bahan pelajaran
3. Memilih metode
penyajian bahan pelajaran yang tepat
4. Menyelenggarakan
kegiatan evaluasi prestasi belajar
b.
Guru
sebagai manager of intruction (pengelola pengajaran)
Guru sebagai manager of
intruction, artinya sebagai pengelola pengajaran. Fungsi ini menghendaki
kemampuan guru dalam mengelola seluruh tahapan proses belajar mengajar.
Diantara kegiatan-kegiatan pengelolaan proses belajar mengajar yang terpenting
ialah menciptakan kondisi dan situasi sebaik-baiknya, sehingga siswa
memungkinkan para siswa belajar secara berdaya guna dan berhasil guna. Selain
itu, kondisi dan situasi tersebut perlu diciptakan sedemikian rupa agar proses
komunikasi baik dua arah maupun multiarah antara guru dan dan siswa dalam
proses belajar mengajar dapat berjalan secara demokrati. Baik guru sebagai
pengajar maupun siswa sebagai pelajar dapat
memainkan peranan masing-masing secara integral dalam konteks komunikasi
intruksional yang kondusif (yang membuahkan hasil).
c.
Guru
sebagai Evaluator of Student Learning
Guru sebagai Evaluator of Student
Learning, yakni sebagai penilai hasil pembelajaran siswa. Fungsi ini
menghendaki guru untuk senantiasa mengikuti perkembangan taraf kemajuan
prestasi belajar atau kinerja akademik siswa dalam setiap kurun waktu
pembelajaran.
Pada asasnya, kegiatan evaluasi
prestasi belajar itu seperti kegiatan belajar itu sendiri, yakni kegiatan
akademik yang memerlukan kesinambungan. Evaluasi, idealnya berlangsung
sepanjang waktu dan fase kegiatan belajar selanjutnya. Artinya, apabila hasil
evaluasi tertentu menunjukkan kekurangan, maka siswa yang bersangkutan
diharapkan merasa terdorong dan termotivasi untuk melakukan kegiatan
pembelajaran perbaikan (relearning). Sebaliknya, bila evaluasi tertentu
menunjukkan hasil yang memuaskan, maka siswa yang bersangkutan diharapkan
termotivasi untuk meningkatkan volume dan motivasi kegiatan belajarnya agar
materi pelajaran lain yang lebih kompleks dapa pula dikuasai.
Selanjutnya, informasi dan data
kemajuan akademik yang diperoleh guru dari kegiatan evaluasi seyogyanya
dijadikan feet back (umpan balik) untuk melakukan penindaklanjutan proses
belajar-mengajar. Hasil kegiatan evaluasi seyogyanya dijadikan pangkal tolak
dan bahan pertimbangan dalam memperbaiki atau meningkatkan penyelenggaraan
proses belajar mengajar pada masa yang akan datang. Dengan demikian, kegiatan
belajar mengajar tidak akan statis, tetapi terus meningkat hingga mencapai
tingkat kinerja guru sebaik-baiknya.
Dalam kinerja guru juga mempunyai
pengaruh yang sangat penting dalam membentuk kemampuan berpikir siswa dan
keterlibatan mereka dalam proses belajar mengajar di sekolah. Guru dituntut
mampu menguasai materi yang akan diajarkan di dalam kelas dan mampu mengatur
kelas. Di sini guru harus kreatif dalam memberikan materi. Mereka harus
menciptakan suasana yang menarik di dalam kelas sehingga siswa merasa nyaman
dan mereka dengan mudah memahami setiap materi yang disampaikan oleh guru[28]
Siswa yang
terlibat dalam proses belajar mengajar tanpa merasa terbebani dengan materi
yang diberikan guru. Seorang guru yang ramah dan sabar ketika memberikan materi
di dalam kelas akan membuat siswa senang, nyaman dan memotivasi minat belajar
mereka untuk belajar.
Ketika seorang siswa melakukan
kesalahan dalam menjawab pertanyaan guru, guru hendaknya tidak memberikan
ejekan, hukuman atau memarahinya. Hal ini dapat membuat siswa membenci atau malas
bahkan takut dengan guru atau materi yang dibawakannya yang pada akhirnya tidak
akan terjadi peningkatan keterlibatan siswa dalam proses belajar mengajar di
kelas. Sebaiknya guru kadang-kadang memberikan pujian atau hadiah kepada siswa
yang aktif di kelas. Mereka akan berlomba-lomba untuk terlibat dalam proses
pembelajaran dan peningkatan keterlibatan siswa akan berhasil. Guru harus
memperhatikan apakah semua siswa sudah
paham atau belum pada materi yang dibawakannya.
Dalam
proses pembelajaran, menuntut kemampuan guru dan tenaga kependidikan lainnya
untuk senantiasa kaya akan inisiatif, kreatif, dan berkolaborasi agar mampu
menantang para siswa belajar lebih optimal. Perbuatan yang optimal akan terjadi
apabila guru mampu memfasilitasi berbagai sumber belajar yang dapat digunakan
siswa. Fasilitas yang dilakukan guru tidak hanya akan meningkatkan optimalisasi
perbuatan belajar siswa, tetapi juga akan membantu meningkatkan minat siswa
dalam belajar. Untuk itu diperlukan berbagai pengembangan sumber belajar agar
secara sinergi mampu mengoptimalkan proses belajar siswa sekaligus meningkatkan
minatnya untuk belajar.[29]
Upaya guru dalam meningkatkan bakat
siswa, juga harus memperhatikan tingkat kematangan siswa dalam belajar. Dimana
siswa tersebut bisa dikatakan sebagai masa remaja yang merupakan masa peralihan
dari masa anak ke masa dewasa. Pada periode ini anak mencapai kematangan fisik
dan diharapkan pula disertai
dengan kematangan emosi
dan perkembangan sosialnya. Masa ini berlangsung dari usia sekitar 12/13 tahun
sampai 18-20 tahun yaitu usia sekolah menengah. Karena masa peralihan maka
remaja pada umumnya masih ragu-ragu akan perannya dan menimbulkan krisis
identitas. Remaja sedang mencari ”siapakah saya, apa peran saya?” Dalam usaha
menemukan jati diri yakni mengetahui mengenai kebutuhan-kebutuhan pribadi serta
tujuan yang ingin dicapai dalam hidupnya, maka pengembangan minat dan bakat
remaja menjadi isue yang penting. Dalam mengembangkan kompetensinya remaja
tetap membutuhkan bimbingan dari orang tua dan lingkungan rumah maupun sekolah.[30]
Setiap anak memiliki kelebihan
dan talenta yang sebagian sudah bisa tampak atau ditengarai pada usia dini.
Namun tidak jarang pula masih ada kemampuan dan bakat lain yang baru muncul di
usia remaja atau bahkan pada periode perkembangan lebih lanjut. Usia remaja
merupakan periode perkembangan dengan keinginan tahu yang tinggi, khususnya
untuk berbagai area yang berkaitan dengan kehidupan remaja. Hal-hal apa dan
dengan siapa remaja bergaul, aktivitas yang ada dalam lingkup kesibukannya
sehari-hari bisa menjadi awal untuk menelusuri dan mengembangkan berbagai minat
yang mungkin pada usia lebih muda belum nampak atau belum menjadi fokus
perhatiannya. Rasa ingin tahu remaja seringkali diikuti dengan kebutuhan untuk
mencoba atau melakukannya. Oleh karenanya dengan bimbingan guru yang terarah,
masa remaja bisa menjadi masa yang menguntungkan untuk siswa mengembangkan
bakat dan kemampuan tertentu dalam meningkatkan minat belajar siswa.
Menjadi seorang guru bukanlah pekerjaan yang mudah,
seperti yang dibayangkan sebagian orang. Seorang guru tidak cukup dengan
bermodal penguasaan materi untuk disampaikan kepada siswanya. Hal ini belumlah
dapat dikatagori sebagai guru yang memilih pekerjaan profesional. Guru
yang profesional, yaitu mereka harus memiliki berbagai keterampilan, kemampuan khusus, mencintai
pekerjaannya, menjaga kode etik guru, dan lain sebagainya. Guru profesional
selalu mengembangkan dirinya terhadap pengetahuan dan mendalami keahliannya. Guru profesional rajin membaca
literatur-literatur yang dibutuhkan anak didiknya. Ia berupaya meningkatkan
kualitas dirinya dengan tidak merasa rugi untuk
membeli buku-buku yang berkaitan dengan pengetahuan yang
digelutinya.
Oemar Hamalik, sebagaimana dikutip Martinis Yamin menyebutkan bahwa guru profesional harus memiliki persyaratan yang
mapan, seperti:
1.
Memiliki bakat sebagai
guru.
2.
Memiliki keahlian
sebagai guru.
3.
Memiliki keahlian yang
baik dan terintegrasi.
4.
Memiliki mental yang
sehat.
5.
Berbadan sehat.
6.
Memiliki pengalaman dan
pengetahuan yang luas.
7.
Guru adalah seorang
warga Negara yang baik.[31]
Menjadi guru yang professional dalam
mengembangkan bakat pada anak/siawa di sekolah, bukanlah sembarangan orang,
akan tetapi harus memenuhi persyaratan.[32] Seperti
disebutkan di bawah ini:
1.
Takwa
kepada Allah SWT
Guru, sesuai dengan tujuan ilmu
pendidikan Islam, tidak mungkin mendidik anak didik agar bertakwa kepada Allah,
jika ia sendiri tidak bertakwa kepada-Nya. Sebab ia adalah teladan bagi anak
didiknya sebagaimana Rasulullah Saw. menjadi teladan bagi umatnya. Sejauh mana
seorang guru mampu memberi teladan yang baik kepada semua anak didiknya, sejauh
itu pulalah ia diperkirakan akan berhasil mendidik mereka agar menjadi generasi
penerus bangsa yang baik dan mulia.
2.
Berilmu
Ijazah bukan semata-mata secarik kertas,
tetapi suatu bukti, bahwa pemiliknya telah mempunyai ilmu pengetahuan dan
kesanggupan tertentu yang diperlukannya untuk suatu jabatan.
Guru pun harus mempunyai ijazah agar ia
diperbolehkan mengajar. Kecuali dalam keadaan darurat, misalnya jumlah anak
didik sangat meningkat, sedang jumlah guru jauh dari mencukupi, maka terpaksa
menyimpang untuk sementara, yakni menerima guru yang belum berijazah. Tetapi
dalam keadaan normal ada patokan bahwa makin tinggi pendidikan guru makin baik
pendidikan dan pada gilirannya makin tinggi pula derajat masyarakat.
3.
Sehat
jasmani
Kesehatan jasmani kerapkali dijadikan
salah satu syarat bagi mereka yang melamar untuk menjadi guru. Guru yang
mengidap penyakit menular, umpamanya, sangat membahayakan kesehatan anak-anak.
Di samping itu, guru yang berpenyakit tidak akan bergairah mengajar. Kita kenal
ucapan “mens sana in corpore sano”,
yang artinya “dalam tubuh yang sehat terkandung jiwa yang sehat”. Walaupun
pepatah itu tidak benar secara keseluruhan, akan tetapi kesehatan badan sangat
mempengaruhi semangat bekerja. Guru yang sakit-sakitan kerapkali terpaksa absen
dan tentunya merugikan anak didik.
4.
Berkelakuan
baik
Budi pekerti guru penting dalam
pendidikan watak anak didik. Guru harus menjadi teladan, karena anak-anak bersifat
suka meniru. Di antara tujuan pendidikan yaitu membentuk akhlak yang mulia pada
diri pribadi anak didik dan ini hanya mungkin bisa dilakukan jika pribadi guru
berakhlak mulia pula. Guru yang tidak berakhlak mulia tidak mungkin dipercaya
untuk mendidik. Akhlak mulia dalam ilmu pendidikan Islam adalah akhlak yang
sesuai dengan ajaran Islam, seperti dicontohkan oleh pendidik utama, Nabi
Muhammad Saw. Di antara akhlak mulia guru tersebut adalah mencintai jabatannya
sebagai guru, bersikap adil terhadap semua anak didiknya, berlaku sabar dan
tenang, berwibawa, gembira, bersifat manusiawi, bekerjasama dengan guru-guru
lain, dan bekerjasama dengan masyarakat.
Guru adalah orang yang bertanggung jawab
mencerdaskan kehidupan anak didik. Pribadi susila yang cakap adalah yang
diharapkan ada pada diri setiap anak didik. Tidak ada seorang guru pun yang
mengharapkan anak didiknya menjadi sampah masyarakat. Untuk itulah guru dengan
penuh dedikasi dan loyalitas berusaha membimbing dan membina anak didik agar di
masa mendatang menjadi orang yang berguna bagi nusa dan bangsa. Setiap hari
guru meluangkan waktu demi kepentingan anak didik. Bila suatu ketika ada anak
didik yang tidak hadir di sekolah, guru menanyakan kepada anak-anak yang hadir,
apa sebabnya dia tidak hadir ke sekolah.
Anak didik yang sakit, tidak bergairah belajar, terlambat masuk sekolah, belum
menguasai bahan pelajaran, berpakaian sembarangan, berbuat yang tidak baik,
terlambat membayar uang sekolah, tak punya pakaian seragam, dan sebagainya,
semuanya menjadi perhatian guru.
5. Memiliki keahlian
Artinya hendaknya ia mahir dalam profesinya, mampu
menciptakan berbagai metode pengajaran, mencintai tugas dan murid-muridnya,
mencurahkan segala kesungguhannya untuk
mendidik mereka dengan pendidikan yang baik, memberikan tambahan kepada mereka
dengan pengetahuan-pengetahuan yang bermanfaat, mengajarkan kepada mereka
akhlak yang utama, dan berusaha menjauhkan mereka dari kebiasaan-kebiasaan
buruk. Sehingga dengan demikian telah melaksanakan tugas
mendidik dan mengajar dalam waktu yang bersamaan.
6. Memiliki ketauladanan
Artinya hendaknya dia menjadi teladan yang baik bagi yang
lainnya baik dalam masalah perkataan, perbuatan, dan akhlaknya baik ketika ia
menjalankan kewajibannya kepada Rabbnya, dan murid-muridnya. Menganjurkan
mereka agar cinta kebaikan sebagaimana ia dan anak-anaknya juga mencintai
kebaikan. Hendaknya ia mudah memaafkan dan berlapang dada sehingga jika ia
menghukum, ia melakukannya dengan penuh kelembutan dan kasih sayang.
Rasulullah Saw. bersabda:
عَنْ
أَنَسٍ بْنِ مَا لِكِ رَضِىَ الله ُعَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى
الله ُعَلَيهِ وَسَلَّمَ: لاَ يُؤْمِنُ اَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ ِلأَخِيْهِ
أَوْقَالَ لِجَارِهِ مَايُحِبُّ لِنَفْسِهِ.(الحديث رواه المسلم)
Artinya:
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah Saw. bersabda:
“Tidaklah beriman salah seorang di antara kalian sehingga ia mencintai saudaranya
(atau katanya) kepada jirannya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri”. (HR.
Muslim) [33]
7. Memiliki ketekunan dalam beribadah
Artinya hendaknya ia mengamalkan perkara-perkara yang
telah ia perintahkan kepada murid-muridnya baik yang berupa adab, akhlak,
ataupun ilmu-ilmu yang lainnya dan hendaknya perkataannya tidak menyelisihi
perbuatannya. Firman Allah SWT:
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä zNÏ9 cqä9qà)s? $tB w
tbqè=yèøÿs? ، uã92 $ºFø)tB yYÏã «!$# br& (#qä9qà)s? $tB w
cqè=yèøÿs? (
السورة الصف : 2-3 )
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman,
mengapa kamu mengatakan sesuatu yang
tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan
apa-apa yang tiada kamu kerjakan”. (QS. Ash-Shaf: 2-3)
Ayat ini merupakan pengingkaran
Allah terhadap orang yang mengatakan suatu perkataan sementara
ia tidak melaksanakannya.[34]
Selain itu, menurut Soejono dalam bukunya Ahmad Tafsir
menyatakan bahwa syarat guru untuk mengembangkan bakat pada anak didiknya ada
empat, [35]
yaitu sebagai berikut:
1.
Tentang
umur, harus sudah dewasa
Tugas mendidik adalah tugas yang amat
penting karena menyangkut perkembangan seseorang, jadi menyangkut nasib
seseorang. Oleh karena itu, tugas itu harus dilakukan secara bertanggung jawab.
Itu hanya dapat dilakukan oleh orang yang telah dewasa. Di Negara kita,
seseorang dianggap dewasa sejak ia berumur 18 tahun atau dia sudah kawin. Menurut
ilmu pendidikan adalah 21 tahun bagi lelaki dan 18 tahun bagi perempuan. Bagi
pendidik asli, yaitu orang tua anak, tidak dibatasi umur minimal bila mereka
telah mempunyai anak, maka mereka boleh mendidik anaknya. Dilihat dari segi
ini, sebaiknya umur kawin ialah 21 bagi lelaki dan minimal 18 bagi perempuan.
2.
Tentang
kesehatan, harus sehat jasmani dan rohani
Jasmani yang tidak sehat akan menghambat
pelaksana pendidikan, bahkan dapat membahayakan anak didik bila mempunyai
penyakit menular. Dari segi rohani, orang gila berbahaya juga bila ia mendidik.
Orang idiot tidak mungkin mendidik karena ia tidak akan mampu bertanggung
jawab.
3.
Tentang
kemampuan mengajar, ia harus ahli
Ini penting sekali bagi pendidik,
termasuk guru. Orang tua di rumah sebenarnya perlu sekali mempelajari
teori-teori ilmu pendidikan. Dengan pengetahuannya itu diharapkan ia akan lebih
berkemampuan menyelenggarakan pendidikan bagi anak-anaknya di rumah. Sering
kali terjadi kelainan pada anak didik disebabkan oleh kesalahan pendidikan di
dalam rumah tangga.
4.
Harus
berkesusilaan dan berdedikasi tinggi
Syarat ini amat penting dimiliki untuk
melaksanakan tugas-tugas mendidik selain mengajar. Bagaimana guru akan
memberikan contoh-contoh kebaikan bila ia sendiri tidak baik perangainya.
Dedikasi tinggi tidak hanya diperlukan dalam mendidik selain mengajar, dedikasi
tinggi diperlukan juga dalam meningkatkan mutu mengajar.
Untuk dapat melakukan peranan dan
melaksanakan tugas serta tanggung jawabnya, guru memerlukan syarat-syarat
tertentu. Syarat-syarat inilah yang akan membedakan antara guru dengan
manusia-manusia lain pada umumnya. Adapun syarat-syarat menjadi guru itu dapat
diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok, yaitu:
Pertama, persyaratan administratif. Kedua, persyaratan teknis. Ketiga,
persyaratan psikis. Keempat, persyaratan fisik. [36]
1. Persyaratan
administratif
Syarat-syarat administratif ini antara
lain meliputi: soal kewarganegaraan (warga Negara Indonesia), umur
(sekurang-kurangnya 18 tahun), berkelakuan baik, mengajukan permohonan. Di
samping itu masih ada syarat-syarat lain yang telah ditentukan sesuai dengan
kebijakan yang ada.
2. Persyaratan
teknis
Dalam persyaratan teknis ini ada yang
bersifat formal, yakni harus berijazah pendidikan guru. Hal ini mempunyai
konotasi bahwa seseorang yang memiliki ijazah pendidikan guru itu dinilai
sudah mampu mengajar. Kemudian syarat-syarat yang lain adalah menguasai cara
dan teknik mengajar, terampil mendesain program pengajaran serta memiliki
motivasi dan cita-cita memajukan pendidikan/pengajaran.
3. Persyaratan
psikis
Berkaitan dengan kelompok persyaratan
psikis, antara lain: sehat rohani, dewasa dalam berpikir dan bertindak, mampu
mengendalikan emosi, sabar, ramah dan sopan, memiliki jiwa kepemimpinan,
konsekuen dan berani bertanggung jawab, berani berkorban dan memiliki jiwa
pengabdian. Di samping itu, guru juga dituntut untuk bersifat pragmatis dan
realistis, tetapi juga memiliki pandangan yang mendasar dan filosofis. Guru
harus juga mematuhi norma dan nilai yang berlaku serta memiliki semangat
membangun. Inilah pentingnya bahwa guru itu harus memiliki panggilan hati
nurani untuk mengabdi demi anak didik.
4. Persyaratan
fisik
Persyaratan fisik ini antara lain
meliputi: berbadan sehat, tidak memiliki cacat tubuh yang mungkin mengganggu
pekerjaannya, tidak memiliki gejala-gejala penyakit yang menular. Dalam
persyaratan fisik ini juga menyangkut kerapian dan kebersihan, termasuk
bagaimana cara berpakaian. Sebab bagaimanapun juga guru akan selalu dilihat, diamati
dan bahkan dinilai oleh para siswa atau anak didiknya.
Dari berbagai persyaratan yang telah
dikemukakan di atas, menunjukkan bahwa guru menempati bagian “tersendiri”
dengan berbagai ciri kekhususannya, apalagi kalau dikaitkan dengan tugas keprofesiannya. Sesuai dengan tugas keprofesiannya, maka sifat dan persyaratan
tersebut secara garis besar dapat dilihat dalam beberapa aspek yang lebih luas,
yaitu: Aspek kematangan jasmani, aspek kematangan rohani, dan aspek kematangan
kehidupan sosial.[37]
1. Aspek
kematangan jasmani
Aspek kematangan jasmani dapat dilihat
dari perkembangan biologis dan usia. Pada umumnya dikatakan sudah dewasa jasmani,
kalau seseorang itu sudah akil balig. Akil balig dari bahasa Arab yang menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, berusia 15 tahun ke atas. Jadi kalau guru
dipersyaratkan usia 18 tahun, berarti sudah memenuhi persyaratan kematangan
jasmaniah. Mengenai batas usia 15 tahun ke atas ini dilihat dari pengertian
biologis adalah saat orang dinilai telah mencapai kematangan jasmani, yang
dipandang sudah dapat membangun rumah tangga sendiri. Sampai sekarang ukuran
biologis dengan akil balig sebagai tanda kematangan atau kedewasaan itu masih
tetap dipakai, walaupun sebenarnya tingkat budaya manusia sudah mengalami
perubahan dan perkembangan. Tetapi dalam kenyataannya ukuran biologis ini kalau
dikaitkan dengan ukuran yang lain masih belum memadai. Bahkan bagi Indonesia
juga jarang seorang yang sudah mencapai usia 15 tahun, terus mampu berumah
tangga. Jadi walaupun masih tetap dipakai, ukuran biologis itu, namun kenyataan
dalam kehidupan masyarakat masih jarang dipakai sebagai kriteria kedewasaan.
2. Aspek
kematangan rohani
Lain halnya dengan kematangan jasmani
yang ditandai dengan dicapainya akil balig, kematangan/kedewasaan dalam arti
rohani mungkin sangat bervariasi/berbeda-beda antara masyarakat/bangsa yang
satu dengan masyarakat/bangsa yang lain. Hal ini karena dipengaruhi oleh sikap
tingkah laku dan budaya masyarakat yang bersangkutan. Pada masyarakat yang
taraf kebudayaannya relatif rendah, maka pencapaian tingkat “kedewasaan”
(menurut pandangan masyarakatnya) tidak terlalu sulit/berbelit-belit, bila
dibanding dengan lingkungan masyarakat yang tuntutan budayanya lebih maju.
Dengan perkataan lain, kriteria untuk menentukan kedewasaan seseorang di
lingkungan masyarakat yang budayanya relatif lebih rendah, lebih sederhana,
sedang untuk masyarakat yang lebih maju lebih tinggi dan kompleks.[38]
Perlu ditambahkan bahwa yang merupakan
kematangan/kedewasaan rohani itu termasuk antara lain: sudah matang dalam
bertindak dan berpikir, sehingga sikap dan penampilannya menjadi semakin
mantap. Menghargai dan mematuhi norma serta nilai‑nilai moral yang berlaku.
Seseorang yang dikatakan dewasa harus juga memiliki jiwa kepemimpinan dan dapat
dicontoh oleh orang lain terutama yang ingin menuju ke tingkat kedewasaannya.
Bersifat sabar, disiplin, sopan dan ramah. Hal yang penting, adalah dapat
mengendalikan gejolak emosionalnya. Orang dewasa senantiasa tidak emosional,
tetapi lebih rasional, bijak dan realistis dalam berbagai tindak dan
perbuatannya. Tumbuh kesadaran untuk membangun diri pribadi, keluarga dan
masyarakat pada umumnya.
Sifat atau ciri-ciri tersebut sudah
barang tentu akan membawa konsekuensi atau akan mencakup kepada persoalan
hidup seseorang itu secara luas. Sebagai contoh misalnya orang yang sudah
dewasa harus sanggup hidup dan berdiri sendiri. Hidup dan berdiri sendiri ini
akan menuntut konsekuensi-konsekuensi yang luas dan kompleks, seperti misalnya
harus mampu memenuhi kebutuhan ekonomis, kebahagiaan diri. Untuk memenuhi
kebutuhan ini, manusia harus bekerja keras dengan kemampuan, keterampilan,
perasaan dan potensi-potensi yang lain.
3. Kematangan
kehidupan sosial
Aspek kematangan sosial senantiasa
berhubungan dengan kehidupan sosial, atau kehidupan bersama antar manusia.
Untuk dapat bergaul dengan sesama manusia dituntut adanya kemampuan
berinteraksi dan memenuhi beberapa persyaratan. Sebagai contoh harus dapat
saling menghargai, saling tenggang rasa, saling tolong menolong, dapat dan mau
membela kepentingan bersama. Itu semua adalah sikap yang harus dimiliki seseorang,
kalau seseorang itu hidup bersama di dalam masyarakat. Seseorang yang belum
memiliki sikap seperti dikemukakan di atas, dinilai belum dewasa secara sosial.
Seseorang itu boleh dikatakan masih seperti anak-anak, karena masih ambisius,
mementingkan diri sendiri (individualistis).[39]
Kedewasaan sosial kiranya tidak datang
tiba-tiba secara kodrati, tetapi bisa datang berangsur-angsur, melalui latihan
dan keterampilan, bergaul, berinteraksi dengan sesamanya. Kehidupan sosial dari
tahap yang paling awal sampai pada tahap-tahap kematangannya, akan berjalan
terus. Makin maju kebudayaan suatu masyarakat, makin banyak pula pengalaman
yang diperoleh. Hal ini berarti akan semakin memupuk tingkat kematangan sosial
bagi seseorang. Itulah sebabnya untuk menjadi dewasa secara sosial harus banyak
berlatih, dan belajar melalui pergaulan serta berinteraksi dengan
lingkungannya.
Perlu ditambahkan bahwa kedewasaan
seseorang juga ditandai dengan perkembangan rasa tanggung jawab. Apabila sifat
atau ciri-ciri tersebut sudah dimiliki dan diterapkan secara baik tanpa
merugikan orang lain, boleh dikatakan orang itu sudah memiliki rasa tanggung
jawab. Jadi soal tanggung jawab ini akan dapat dinilai, apabila dalam konteks
hubungan hidup bersama dengan orang lain, walaupun rasa tanggung jawab itu
muncul dari diri seseorang. Dalam kaitan ini seringkali kata tanggung jawab itu dirangkai dengan kata
susila, “tanggung jawab susila”.
Kata-kata “tanggung jawab susila” ini memiliki makna yang sangat dalam dan
mutlak bagi kehidupan bangsa Indonesia .
Sebab rangkaian kata-kata itu menyangkut persoalan values, dalam artian values
yang menghiasi kehidupan masyarakat. Kalau kata tanggung jawab tidak
berkonotasi dengan values, tidak
dirangkai dengan kata susila (walau mungkin tidak eksplisit), dapat ditafsirkan sesuka hati oleh setiap orang yang
merasa memiliki kepentingan. Sebagai contoh seorang pencuri atau pencopet,
karena merasa bertanggung jawab atas kehidupan keluarganya, maka akan bekerja
keras untuk dapat mencuri atau mencopet sesuatu yang merupakan milik orang
lain. Atau mungkin seorang tuna susila terpaksa melakukan pekerjaan zina,
karena ingin mendapatkan imbalan materi demi tanggung jawab hidupnya, entah
untuk membiayai hidup keluarga atau malah ada yang mengatakan untuk biaya
studinya.
Ini semua adalah kasus-kasus yang
berangkat dari alasan tanggung jawab yang diterjemahkan secara dangkal. Memang
mungkin pekerjaan yang mereka lakukan itu betul-betul dipandang sebagai
manifestasi rasa tanggung jawabnya, cukup beralasan dan rasional, tetapi kurang
mendasar dilihat dari kacamata umum, apalagi kacamata bangsa Indonesia sebagai bangsa yang sosio-religius. Dengan kata lain rasa
tanggung jawab yang dipakai sebagai alasan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan
seperti disebut di atas bukan merupakan tanggung jawab susila, tetapi “tanggung
jawab yang asusila”. Kriteria kedewasaan seseorang yang dilihat dari dimensi kematangan
rasa tanggung jawab, haruslah tanggung jawab yang susila. Apalagi untuk
memberikan kriteria terhadap kematangan/kedewasaan bagi seorang guru, unsur
“tanggung jawab susila” merupakan syarat mutlak.
Sifat atau ciri-ciri kedewasaan
sebagaimana diuraikan di atas, benar-benar menjadi prasyarat bagi setiap guru.
Konsisten dengan sebutan bahwa guru adalah dipandang sebagai orang yang telah
dewasa, maka sifat-sifat tersebut harus dimiliki oleh setiap guru. Dengan
demikian, untuk menjadi tenaga guru yang betul-betul sebagai tenaga profesional di bidang kependidikan,
sebenarnya belum cukup hanya dengan modal ijazah guru, tetapi harus ditambah
dengan kemampuan-kemampuan teknis operasional serta persepsi-persepsi
filosofis, terutama yang dapat dimanfaatkan dalam kegiatan berinteraksi dengan
pihak lain. Jadi harus ditegaskan bahwa di dalam kegiatan interaksi dengan
pihak lain atau interaksi belajar-mengajar itu tidak sekadar membutuhkan keterampilan
teknis, tetapi juga memahami nilai-nilai filosofis, menghayati tentang hakikat
manusia, “siapa dia guru”, dan “siapa mereka siswa”. Kalau semua ini disadari
oleh semua pihak (guru maupun siswa), maka interaksi belajar-mengajar yang
berintikan pada kegiatan motivasi itu akan berjalan lancar dan optimal.
Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan
bahwa untuk mengembangkan anak berbakat seorang guru harus mempunyai
syarat-syaratnya. Di antara syarat-syarat tersebut, yaitu: takwa kepada Allah,
berilmu, sehat jasmani dan rohani, berkelakuan baik, memiliki kemampuan
mengajar, berkesusilaan dan berdedikasi tinggi. Jadi secara garis besarnya
tentang syarat-syarat pendidik dapat di kelompokkan ke dalam empat bagian,
yaitu: persyaratan administratif, persyaratan teknis, persyaratan psikis, dan
persyaratan fisik.
D. Program Pengembangan Kretifitas Anak Berbakat
Pada dasarnya, setiapa anak membutuhkan kesempatan untuk
mengembangkan kemampuannya. kemampuan ini terkadang mudah untuk diukur dan juga
kadang sukar untuk dibuat sebuah ukuran tentang bakat yang dimiliki seorang
anak. dalam hal ini anak sangat membutuhakan adanya orang-orang yang membantu
untuk mengembangkan bakat yang telah dimilikinya. oleh karena itu guru dan
orang tua merupakan lembaga yang sangat penting untuk membuat sebuah program
untuk mengembangkan bakat seorang anak.[40]
Semua anak memang seharusnya mendapatkan kesempatan
sebanyak yang mereka butuhkan dan mereka inginkan untuk mengembangkan segala
potensi yang telah dimilikinya. Anak-anak berbakat umumnya bisa menemukan lebih
banyak kesempatan dibandingkan dengan anak-anak yang biasa. Secara aktif, mereka akan selalu mencari kesempatan
tersebut. dalam hal ini peranan orang tua dan guru sangat penting untuk
memberikan kesempatan kepada anak yang berbakat untuk mengembangkat bakat yang
telah dimilikinya. karena orang tua dan guru akan lebih mudah membimbing anak
yang berbakat dibandingkan dengan membimbing anak yang lemah.
Biasanya, anak-anak berbakat bisa menciptkan, menyesuaikan
benda-benda dilingkungannya menurut kebutuhan mereka. sebuah kotak kaleng dapat
menjadi pesawat luar angkasa, kotak atau botol dapat menjadi alat musik, kotak
korek api dapat disusun menjadi bangunan istana. Anak-anak yang benar-benar
memiliki bakat kreatif dapat memanfaatkan lingkungannya dengan cara yang
sungguh-sungguh. Anak-anak berbakat mendambakan keanekaragaman dan konsep baru.
Hal yang hrus mendapat perhatian adalah bahwa anak-anak berbakat butuh diberi
kesempatan untuk berkembang dengan kecepatan yang serasi bagi mereka.
Memberikan kesempatan kepada anak untuk berkembang menurut kecepatannya sendiri
berarti bahwa kita harus waspada akan adanya bakat yang sering terlambat
berkembang.
Dalam hal ini tugas seorang pendidik adalah mengembangkan
dan kemampuan anak didiknya yang dapat membantu menghadapi persoalan-persoalan
dimasa mendatang secara kreatif dan inventif. menjejalkan bahan-bahan
pengetahuan semat-mata akan banyak menolong anak didik, karena belum tentu
dimasa mendatang ia dapat menggunakan informasi tersebut.
Sebagai negara berkembang, indonesia sangat membutuhkan
tenaga-tenaga kreatif yang mampu memberikan sumbangan yang bermakna kepada ilmu
pengetahuan, teknologi dan kesenian, serta pada kesejahtraan bangsa pada
umumnya. sehubungan dengan ini pendidikan hendaknya tertuju pada pengembangan
kreatifitas peserta didik, agar kelak dapat memenuhi kebutuhan –kebutuhan
pribadi dan kebutuhan masyarakat dan negara. Kreativitas merupakan bakat yang
secara potensial dimiliki oleh setiap orang, yang dapat diidentifikasi dan
dipupuk melalui pendidikan yang tepat.
kreativitas juga merupakan hasil dari interaksi antara individu dan
lingkungannya. seseorang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan dimana ia
berada. Dengan demikian, perubahan di dalam individu maupun di dalam lingkungan
dapat menunjang atau dapat menghambat upaya kreatif. Implikasinya ialah bahwa
kemampuan kreatif dapat ditingkatkan melalui pendidikan.
Agar program siswa berbakat berhasil, diperlukan
lingkungan belajar, yang berpusat pada siswa. Lingkungan yang berpusat pada
siswa menunjukkan ciri-ciri sebagai berikutt:
a. Siswa menjadi mitra dalam membuat keputusan kurikulum.
Bagi siswa tersedia pilihan untuk pengembangan ketrampilan
dan untuk menentukan bagaimana sebagian atau seluruh waktu mereka gunakan.
b. Pola duduk yang
memudahkan siswa dalam belajar
Dalam lingkungan kelas yang berpuasat pada siswa,
kursi-kursi disusun dengan baik dan rapi sehingga belajar berlangsung dengan
mudah dan nyaman. misalnya, dengan menyusun pengelompokan untuk kegiatan
kelompok kecil atau besar. Di samping itu disediakan tempat untuk belajar
mandiri dan berpusat pada pelajaran.
c. Rencana belajar
yang diindividukan
Lingkungan belajar yang berpusat pada siswa memperhatikan
kebutuhan belajar perorangan dari siswa. Untuk itu dikembangkan dan digunakan
rencana belajar yang diindividualkan atau kontrak belajar untuk semua siswa,
rencana ini didasarkan atas kemampuan, tingkat prestasi, dan minat siswa.
d. Keputusan dibuat bersama oleh guru dan siswa
Agar siswa menjadi belajar mandiri, mereka perlu diberikan
kesempatan untuk membuat keputusan dan bertanggung jawab untuk belajar mereka.
Untuj itu guru dapat melibatkan siswa dalam proses pengambilan keputusan
sebagian, misalnya dengan bersama-sama menyetujui aturan-aturan kelas, samapi
dengan pelibatan siswa dalam penentuan kegiatan belajar, waktu dan kecepatan
belajar, dan evaluasi belajar.
Beberapa hal yang perlu
dilakukan oleh guru, orang tua dan lingkungan dekat siswa untuk mengembangkan bakat
anak adalah :
a. Sejak usia dini
cermati berbagai kelebihan, keterampilan dan kemampuan yang tampak menonjol
pada anak.
b. Bantu anak meyakini
dan fokus pada kelebihan dirinya
c. Kembangkan konsep
diri positif pada anak.
d. Perkaya anak dengan
berbagai wawasan, pengetahuan serta pengalaman di berbagai bidang.
e. Usahakan berbagai
cara untuk meningkatkan minat anak untuk belajar dan menekuni bidang
keunggulannya serta bidang-bidang lain yang berkaitan.
f. Tingkatkan motivasi
anak untuk mengembangkan dan melatih kemampuannya.
g. Stimulasi anak untuk
meluaskan kemampuannya dari satu bakat ke bakat yang lain.
h. Berikan penghargaan
dan pujian untuk setiap usaha yang dilakukan anak
i. Sediakan dan
fasilitasi sarana bagi pengembangan bakat.
j. Dukung anak untuk
mengatasi berbagai kesulitan dan hambatan dalam mengembangkan bakatnya.
k. Jalin hubungan baik
serta akrab antara orang tua / guru dengan anak & remaja.[41]
[1] Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zein, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal. 5.
[2]Hasan Langgulung, Manusia
dan Pendidikan Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan, (Jakarta:
Al-Husna Zikra, 1995). hal. 61.
[3] Aziz Mushoffa, Mendidik Buah Hati dengan Cinta, (Surabaya,
Pustaka Eureka, 2004), hal. 12.
[4] Aziz, Mushoffa, Mendidik Buah Hati…, hal. 13.
[5] Ibid, hal. 15.
[6] Ibid., hal. 17.
[8] Ibnu Musthafa, Keluarga di Abad 21, (Jakarta, Bina Aksara,
1999), hal.5.
[9] Ibid., hal. 23.
[10] Ibid., hal. 25.
[11] Ibid., hal. 28.
[12] Muhammad Taqi Hakim, Bagaimana
Menjalin Komunikasi anatra Orang Tua dan Anak, (Jakarta: Pustaka Zahra, 2002), hal. 100.
[13] Ibid., hal. 102.
[14] Nyoman, Hanati, Mendukung
Perkembangan Anak dengan Pola Asuh yang Benar, (Bali, Pos, 2003), hal. 5.
[15]Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan Suatu Analisa Psikologi
Pendidikan, (Jakarta: Pustaka al-Husna, 2000), hal. 176
[16]H. M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara,
1996), hal. 183
[17]Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi
Aksara, 1992), hal. 122
[18] Hasan Langgulung, Manusia dan
Pendidikan.., hal.
117.
[19] Utami
Munandar, Pengembangan Kreativitas anak Berbakat, (Jakarta, Rineka Cipta,
2009), hal. 138.
[22] Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan
”Dengan Pendekatan Baru”, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003), hal. 222.
[26] Robert Bacal,” Performance
Management: Terj. Surya Darma dan Yanuar Irawan”, Portal Dunia Guru,
(Jakarta: Bina Ilmu, 2007), hal. 1.
[27] Muhibbin Syah, Psikologi…….,
hal. 251.
[28] Emilya Tyas Wahyu
Ningsih, “Upaya-upaya meningkatkan interaksi siswa Dalam pembelajaran bahasa
inggris “, (Jakarta: Rineka Cipta, t.t.), hal. 234-236.
[29] H. Ase S.
Muchyidin, Pengembangan
Sumber Belajar dan Upaya-upaya Peningkatan Minat Belajar Siswa, (Bandung:
Mizan Pustaka, t.t.), hal. 60.
[30] Dryen, Gordon. dan
Vos, Jeannette, Revolusi Cara Belajar (The Learning Revolution) Belajar akan
Efektif Kalau dalam Keadaan “Fun”. Bagian II: sekolah masa depan.(Bandung: Kifa Mizan
Pustaka, 1999), hal 3.
[31] Martinis Yamin, Sertifikasi Profesi Keguruan di Indonesia,
Cet. I, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2006), hal. 22-24.
[32] Syaiful Bahri Djamarah, Guru
dan Anak …, hal. 32-36.
[33] Rais Lathief, Terjemahan Shahih Muslim, Cet. I, (Jakarta: Al
Mawardi Prima, 2003), hal. 24.
[34] M. Abdul Ghoffar E. M., Tafsir Ibnu Katsir, Cet. I, (Bogor:
Pustaka Imam Asy-Syafi’i, 2004), hal. 158.
[35] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2005), 80-81.
[36] Sardiman, A.M., Interaksi dan
Motivasi Belajar Mengajar, Cet. XII, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2005), hal. 126.
[37] Ibid., hal. 127-132.
[38] Ibid., hal. 132-133
[39] Ibid., hal. 134-135
[40] Winkel, W.S, Psikologi Pengajaran, (Jakarta: Gramedia 1987),
hal. 191.
0 Comments
Post a Comment