Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Tanggung Jawab Pendidikan Keimanan


A.    Tanggung Jawab Pendidikan Keimanan  
         
Yang dimaksud dengan pendidikan Iman adalah, mengikat anak dengan dasar-dasar keimanan sejak ia mengerti, membiasakannya dengan rukun Islam sejak ia memahami, dan mengajarkan kepadanya dasar-dasar syariat sejak usia tamyiz. Yang dimaksud dengan dasar-dasar keimanan ialah segala sesuatu yang ditetapkan melalui pemberitaan secara benar, berupa hakikat keimanan dan masalah yang ghaib. “Akidah Islam memiliki ciri khas yaitu keseluruhan bersifat ghaib. Karena Itu, orangtua dan pendidik akan sedikit kebingungan; bagaimana menyampaikannya kepada anak dan bagaimana anak akan menerimanya, bagaimana menjelaskannya dan bagaimana memaparkannya”[1].
Hannan Athiyah Ath-Thuri dalam bukunya Mendidik Anak Perempuan di Masa Kanak-Kanak menjelaskan bahwa pendidikan keimanan adalah “sinergi berbagai unsur aktifitas pedagogis; pengaitan anak-anak dengan dasar-dasar keimanan, pengakrabannya dengan rukun-rukun Islam, dan pembelajaran tentang prinsip-prinsip syariat islam”.[2]
Kewajiban pendidik adalah menumbuhkan anak atas dasar pemahaman-pemahaman diatas, berupa dasar-dasar pendidikan Iman dan ajaran Islam sejak masa pertumbuhannya. Sehingga anak akan terikat dengan Islam, baik aqidah maupun ibadah, dan juga ia akan selalu berkomunikasi dengannya dalam hal penerapan metode maupun peraturan. Setelah mendapat petunjuk dan pendidikan ini, Ia hanya akan mengenal Islam sebagai agamanya, Alquran sebagai imamnya, dan Rasulullah Saw. sebagai pemimpin dan tauladannya.
Pemahaman yang menyeluruh tentang pendidikan Iman ini hendaklah didasarkan kepada wasiat-wasiat Rasulullah. Dan petunjuk-petunjuknya di dalam menyampaikan dasar-dasar keimanan dan rukun-rukun Islam kepada anak. Sebagaimana petunjuk dan wasiat Rasulullah Saw. yaitu:
Pertama, Orang tua bertanggung jawab membimbing anaknya atas dasar pemahaman dan pendidikan Iman sesuai dengan ajaran Islam. Dengan cara membuka kehidupan anak dengan kalimat "Laa ilaha illa Allah" ketika lahir. Rahasianya adalah agar kalimat tauhid dan syiar masuk Islam itu menjadi yang pertama masuk ke dalam pendengaran anak, kalimat pertama yang diucapkan oleh lisannya dan lafal pertama yang dipahami anak.[3]
Kedua yaitu, mengenalkan hukum halal dan haram. Rahasianya adalah agar ketika akan membukakan kedua matanya dan tumbuh besar, ia telah mengenal perintah-perintah Allah. Sehingga bersegera untuk melaksanakannya, dan mengerti larangan-larangan-Nya, sehingga ia menjauhinya. Apabila anak sejak memasuki masa baligh telah memahami hukum-hukum halal dan haram, disamping telah terikat dengan hukum-hukum syariat, maka untuk selanjutnya, Ia tidak akan mengenal hukum dan undang-undang lain selain Islam.[4]
Ketiga ialah, mengajarkan tata-cara beribadah (perintah shalat), kita dapat menyamakan dengan puasa dan haji. Kita latih anak-anak untuk melakukan puasa jika mereka kuat, dan haji jika bapaknya mampu. Rahasianya adalah agar anak dapat mempelajari hukum-hukum ibadah ini sejak masa pertumbuhannya. Sehingga ketika anak tumbuh besar, ia telah terbiasa melakukan dan terdidik untuk mentaati Allah, melaksanakan hak-Nya, bersyukur kepada-Nya, kembali kepada-Nya, berpegang teguh kepada-Nya, bersandar kepada-Nya dan berserah diri kepada-Nya. Di samping itu, anak akan mendapat kesucian rohani, kesehatan jasmani, kebaikan akhlaq, perkataan dan perbuatan di dalam ibadah-ibadah ini.[5]
Keempat adalah, mendidik anak untuk mencintai Nabi, ahlul baitnya, dan Alquran. Berbicara tentang cinta kepada Rasulullah Saw., dan ahli baitnya, perlu diajarkan pula kepada mereka peperangan Rasulullah Saw., perjalanan hidup para sahabat, kepribadian para pemimpin yang agung dan berbagai peperangan besar lainnya. Rahasianya adalah agar anak-anak mampu meneladani perjalanan hidup orang-orang terdahulu, baik mengenai pergerakan, pemikiran, kepahlawanan maupun jihad mereka, agar mereka juga memiliki keterkaitan sejarah, baik perasaan maupun kejayaannya: dan juga agar mereka terikat dengan Alquran, baik semangat, metode maupun bacaannya.[6]
Ringkasnya, tanggung jawab pendidikan Iman itu sungguh merupakan tanggung jawab terpenting bagi para pendidik, orang tua. Sebab, hal itu merupakan sumber segala keutamaan dan kesempurnaan. Bahkan ia adalah pangkal dasar bagi anak-anak untuk memasuki pintu gerbang Iman dan meniti jembatan Islam. Tanpa pendidikan itu, anak tidak akan memiliki rasa tanggung jawab, tidak dapat dipercaya, tidak mengenal tujuan, tidak mengerti nilai-nilai kemanusiaan yang mulia dan tidak mampu meneladani sesuatu yang paling luhur. Akhirnya ia hidup seperti binatang, yang hanya mempunyai keinginan untuk menutupi rasa laparnya, memuaskan tuntutan nalurinya, mengejar kesenangan seluruh hawa nafsunya, dan bergaul bersama orangorang jahat yang berlumuran dosa. Dalam situasi seperti ini, anak akan masuk dalam kelompok kafir yang sesat dan selalu menghalalkan segala cara.[7]


               [1] Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid, Prophetic Parenting, Cara Nabi Mendidik Anak, (Yogjakarta: Pro-U Media, 2010), hal. 297.
               [2] Hannan Athiyah Ath-Thuri, Mendidik Anak Perempuan di Masa Kanak-Kanak, (Jakarta: Amzah, 2007), hal. 1.
               [3] Ulwan, Pedoman Pendidikan, hal. 152.
               [4] Ibid., hal. 153.

               [5] Ibid., hal. 153.
               [6] Ibid., hal. 154.

               [7] Ibid., hal. 155.