A.
Tanggung Jawab Pendidikan Rasio (Akal)
Yang dimaksud
dengan pendidikan rasio (akal) adalah, “membentuk pola pikir anak dengan segala
sesuatu yang bermanfaat, seperti: ilmu-ilmu agama, kebudayaan dan peradaban,
dan lain sebagainya”.[1]
Dengan demikian pikiran anak akan menjadi matang, bermuatan ilmu, kebudayaan
dan sebagainya. Tanggung jawab ini tidak kalah pentingnya dengan tanggung jawab
yang lain yang telah disebutkan sebelumnya, semisal tanggung jawab pendidikan
keimanan adalah sebagai penanaman fondasi, pendidikan moral merupakan penanaman
dan pembiasaan, pendidikan fisik merupakan persiapan dan pembentukan. Sedangkan
pendidikan rasio (akal) sebagai penyadaran, pembudayaan dan pengajaran.[2] “Karena
ingin mencetak generasi muda yang inovatif, maka sangat perlu mengembangkan
pemikiran mereka. Karena sesungguhnya inovasi itu bertumpu pada pemikiran”.[3]
Jika harus
menjelaskan tahapan-tahapan yang harus dilalui oleh para pendidik dalam setiap
tanggung jawab yang harus dilakukan terhadap diri anak, maka Abdullah Nashih
Ulwan berpendapat, bahwa pendidikan ini terfokus pada tiga permasalahan:[4]
a. Kewajiban mengajar
Kita yakin
bahwa Islam memandang tanggung jawab ini sebagai hal yang sangat penting.
Sesungguhnya Islam telah membebani para pendidik dan orang tua dengan tanggung
jawab yang besar di dalam mengajar anak-anak, menumbuhkan kesadaran mempelajari
ilmu pengetahuan dan budaya, serta memusatkan seluruh pikiran untuk mencapai
seluruh pemahaman secara mendalam, pengetahuan yang murni dan pertimbangan yang
matang serta benar. Dengan demikian, pikiran mereka akan terbuka dan kecerdasan
mereka akan tampak. Secara historis dapat diketahui, bahwa ayat-ayat dari Alquran
(QS. Al-Alaq: 1-5) yang pertama kali diturunkan ke hati sanubari Rasulullah Saw.,
adalah mengangkat peran besar dari baca-tulis dan ilmu pengetahuan, mengingat
alam pikiran dan akal serta membuka pintu hidayah yang sebesar-besarnya.[5]
Allah akan
mengangkat derajat orang-orang yang berilmu lebih tinggi daripada derajat
orang-orang yang tidak berilmu sebagaimana firman Allah dalam surat Mujadillah
ayat 11 sebagai berikut:
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا
يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ وَإِذَا قِيلَ انشُزُوا فَانشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ
الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ
بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ)
المجادلة: ١١(
Artinya: Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan
kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah
niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan:
"Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan
orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
(Qs. Mujadilah: 11).
Ilmu
pengetahuan adalah bekal yang penting bagi kehidupan setiap manusia. Karenanya,
setiap orang tua bertanggung jawab atas pendidikan akal bagi anak-anaknya, agar
mereka memiliki bekal ilmu yang memadai untuk memenuhi sarana hidupnya kelak.
Ilmu yang bermanfaat, akan memberikan kepada kita pahala yang tiada putus, walau
kita telah tiada.
b. Menumbuhkan kesadaran berpikir
Di antara
tanggung jawab besar yang dijadikan sebagai amanat oleh Islam, yang harus
dipikul oleh orang tua dan pendidikan adalah menumbuhkan kesadaran berpikir
anak sejak masih balita hingga ia mencapai masa dewasa (baligh). Yang
dimaksud dengan menumbuhkan kesadaran berpikir di sini adalah mengikat anak
dengan:
1) Islam, baik sebagai agama maupun negara
2) Alquran, baik sebagai sistem maupun
perundang-undangan.
3) Sejarah Islam, baik sebagai kejayaan maupun
kemuliaan
4) Kebudayaan Islam secara umum, baik sebagai
jiwa maupun pikiran
5) Dakwah Islam sebagai motivasi gerak laku anak.[6]
c. Kejernihan berpikir (Pemeliharaan Kesehatan
Rasio).
Di antara
sekian tanggung jawab yang dijadikan oleh Allah sebagai amanat yang dibebankan
kepada orang tua dan pendidik adalah memperhatikan kesehatan akal anak-anak
mereka. Oleh karena itu, mereka harus menjaga dan memelihara akal anak-anak,
sehingga pemikiran mereka tetap jernih dan akal mereka tetap tenang. Akan
tetapi, sampai sejauh mana batas-batas tanggung jawab para pendidik di dalam
memelihara kesehatan akal anak itu? Tanggung jawab ini berkisar pada upaya
menjauhkan mereka dari kerusakan-kerusakan yang tersebar di dalam masyarakat.
Karena kerusakan-kerusakan itu mempunyai dampak yang besar terhadap akal, ingatan dan fisik manusia pada umumnya.[7]
0 Comments
Post a Comment