Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Upaya Remaja Masjid dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan Masyarakat


A.    Upaya Remaja Masjid dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan Masyarakat


Remaja masjid merupakan suatu komunitas tersendiri di dalam masjid. Mereka adalah kader, yang juga berupaya membentengi remaja agar tidak terjerumus ke dalam tindakan kenakalan yang meresahkan orang banyak. Kehadiran mereka menambah makmurnya masjid dan meringankan tugas pengurus masjid. Misalnya dalam pelaksanaan shalat jumat; pengurus masjid dapat melibatkan remaja masjid sebagai muadzin, penjaga sepatu, sandal, dan barang milik jama’ah, pengedar tromol atau kotak amal, pembaca pengumuman masjid, dan lain sebagainya.
Kegiatan-kegiatan mereka bermanfaat tidak hanya untuk kepentingan mereka sendiri, tetapi juga untuk kepentingan remaja umumnya dan masyarakat luas. Di dalam masyarakat, remaja masjid mempunyai kedudukan yang khas, berbeda dengan remaja kebanyakan. Mereka menyandang nama masjid; tempat suci, tempat ibadah, rumah Allah. Sebuah imbuhan status dengan harapan mereka mampu menjaga citra masjid dan nama baik umat Islam. Mereka hendaklah menjadi teladan bagi remaja-remaja lainnya, dan ikut membantu memecahkan berbagai problematika remaja di lingkungan masyarakatnya.
Ketika para remaja menghadapi problem, dari tingkat kenakalan hingga dekadensi moral sekalipun, remaja masjid dapat menunjukkan kiprahnya melalui berbagai kegiatan. Jika paket kegiatan yang di tawarkan menarik perhatian dan simpatik, mereka bisa di ajak mendatangi masjid, mengikuti kegiatan-kegiatan di masjid. Dan jika perlu mengajak mereka menjadi anggota remaja masjid. Dengan demikian, kiprah remaja masjid akan dirasakan manfaat dan hasil-hasilnya manakala mereka bersungguh-sungguh dan aktif dalam melakukan berbagai kegiatan, baik dimasjid maupun di dalam masyarakatnya. Hal ini membuktikan bahwa remaja masjid tidak pasif dan eksklusif, peka terhadap problematika masyarakatnya. Sehingga keberadaannya benar-benar memberi arti dan manfaat bagi dirinya sendiri, kelompoknya, dan masyarakat. Di samping itu, citra masjid pun akan menjadi baik dan akan semakin makmur.[1]
Eksistensi remaja masjid tentunya berbeda dari kebanyakan pemuda atau remaja secara umum. Remaja masjid mampu mengelakkan diri dari bentuk pergaulan huru-hara, dansa, disko, dan perilaku amburadul lainnya. Hal ini merupakan dampak positif yang dapat dirasakan langsung, tak heran jika sebagian mereka begitu semangat mengikuti kegiatan-kegiatan di masjid. Input yang positif tersebut hendaknya menjadikan masukan untuk memacu diri agar mereka lebih serius dan sungguh-sungguh di dalam memajukan organisasi masjid. Sebab di pundak remaja masjid inilah sebagian performance masa depan Islam di tentukan. Salah satu tiang penyangganya adalah organisasi remaja masjid, tempat para remaja dan pemuda membuktikan diri bahwa kehadiran mereka mempunyai motivasi yang tinggi dan dedikasi yang luhur dalam rangka membela dan menegakkan ajaran Allah di muka bumi, bersama kaum muslimin lainnya.
Tentunya tidak layak, bila remaja masjid mengisi kegiatan dan aktivitas keagamaannya hanya pada hari-hari besar atau pada acara peringatan-peringatan, Mereka dapat memakmurkan masjid dalam banyak cara, mulai dari menyempurnakan shalat rawatib; menghidupkan pengajian kitab suci Alquran sehabis shalat Ashar, Magrib dan Isyak bagi anak-anak kecil; memikirkan cara agar para remaja lain dapat direkrut menjadi anggota remaja masjid; menjadikan masjid sebagai tempat berteduh bagi batin-batin yang gersang; tempat yang syahdu untuk bermunajad kepada Allah Swt. Ini merupakan serangkaian peran yang menantang bagi remaja masjid.[2]
Syiar syari’at Islam di hari ini, besok, dan lusa senantiasa menuntut seluruh keterlibatan umat Islam dalam menjujungnya tinggi-tinggi. Kebesaran agama Allah, keagungan syariatnya akan semakin gagah apabila seluruh umat Islam bertekad memperjuangkannya dan menjaga kesuciannya. Secara khas, syiar ini pula pada pundak para remaja masjid. Sebagai contoh jilbab sebagai pakaian muslimah, yang pada kenyataannya tidak luput dari penghinaan dan pelecehan manusia yang berakidah dangkal. Pemakaian jilbab dikalangan remaja putri Islam merupakan salah satu manifestasi dari pengalaman ajaran Islam. Di dalam interaksi sosial, ada kasus jilbab yang diperkarakan di pengadilan dan banyak mulut yang usil yang kurang toleran terhadap remaja putri yang berjilbab.
Banyak pendapat yang mendefinisikan bahwa pembinaan adalah suatu usaha yang dilakukan secara sadar, berencana, teratur dan terarah serta bertanggung jawab untuk mengembangkan kepribadian dengan segala aspeknya[3]. Sementara Muhaimin dalam buku “Paradigma Pendidikan Islam” juga menyatakan bahwa Pembinaan merupakan salah satu bagian dari proses pendidikan. Dikalangan penulis Indonesia biasanya lebih diarahkan pada pembinaan watak, moral, sikap atau kepribadian atau lebih mengarah pada afektif, sementara pengajaran lebih diarahkan pada penguasaan ilmu pengetahuan atau menonjolkan dimensi kognitif dan psikomotorik.[4] Dengan demikian menurut pendapat penulis bahwa pembinaan adalah segala usaha yang dilakukan untuk menumbuhkan kesadaran memelihara secara terus-menerus terhadap tatanan nilai agama agar segala perilaku kehidupannya senantiasa diatas norma-norma yang ada dalam tatanan agama Islam.
Dilihat dari prakteknya, pembinaan dapat berupa bimbingan, pemberian informasi, stimulasi, persuasi, pengawasan dan juga pengendalian nilai-nilai yang rendah. Sedangkan menurut Anwar Masyary mengatakan bahwa materi yang paling menonjol dalam pembinaan agama adalah keimanan dan ketaqwaan kepada Allah Swt, meningkatkan martabat manusia, serta meningkatkan kehidupan mental beragama, berkeluarga, bermasyarakat dan beragama.[5] Secara garis besarnya materi pembinaan itu dikategorikan dalam tiga aspek yaitu ibadah syariah, akidah, akhlak dan muamalah.


               [1] Moh. Ayub, Manajemen Masjid Petunjuk Praktis Bagi Para Pengurus, (Jakarta: Gema Insani, 1996), hlm. 156-157.
               [2] Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syari’ah, Tipologi Masjid, (Jakarta: Depag RI, 2007), hlm. 57.
               [3] Depag RI, Pola Pembinaan Mahasiswa IAIN, (Jakarta: Direktorat Pembinapembina
Perguruan Tinggi Agama Islam, 1983), hlm. 69.

               [4] Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2000), hlm. 37.
               [5] Anwar Masyari, Studi tentang Ilmu Dakwah, (Surabaya: Bina Ilmu, 1981), hlm. 20.