BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Salah
satu pendidikan yang berhasil adalah adanya guru yang energik yang selalu
memotifasi anak didiknya dalam belajar dan menggapai cita-citanya. Sebagai seorang pendidik, guru mempunyai
tanggung jawab yang sangat besar terhadap hasil didikannya. Para orang tua
menitipkan dan mempercayakan anaknya pada lembaga pendidikan baik sekolah
maupun pesantren (formal dan informal) agar menjadi pribadi yang bukan hanya
pandai dari segi ilmu
pengetahuan, melainkan juga cerdas secara moral dan spriritual alias menjadi orang
yang pintar, baik dan berbudi. Tentu sebagai tenaga pendidik, guru seharusnya
memiliki kemampuan untuk itu, yang dilakukan dengan cara professional sesuai
dengan kaidah paedagogie atau kaidah didaktik.
Setiap guru memiliki cara dan metodenya sendiri, agar
ilmu pengetahuan yang di transfer dapat dengan mudah ditangkap dan dipahami
oleh semua anak didiknya. Karena itu, dalam menggunakan metode harus
disesuaikan dengan situasi dan kondisi anak didik. Contoh kecilnya adalah,
seorang pendidik yang mengajar di tempat yang terpencil dimana sarana dan
prasarana yang ada kurang memadai, tentu media yang digunakan dalam mengajarpun
terbatas, sehingga dibutuhkan metode yang menarik minat siswa dalam pelajaran,
untuk pelajaran Ilmu pengetahuan alam, misalnya, guru dapat langsung
menggunakan segala yang terdapat di alam sekitar yang sesuai dengan materi yang
disampaikan sebagai media atau alat bantu.
Moh.
Uzer Usman menjelaskan prestasi belajar adalah suatu bukti keberhasilan yang
dicapai dari usaha yang ditempuh melalui kegiatan belajar, sehingga dapat
dilihat pada diri individu sendiri baik dalam bentuk tingkah laku maupun cara
bertindak setelah proses belajar mengajar berlangsung.( Moh. Uzer Usman, 2005:12 ).
Pembelajaran
merupakan suatu proses untuk membimbing siswa agar menjadi orang yang berguna
bagi agama, nusa dan bangsa. Oleh karena itu, manusia membutuhkan pendidikan
secara optimal agar mampu mencapai kebahagiaan di dunia maupun di akhirat. Akan
tetapi, kegiatan pembelajaran tersebut mempunyai strategi tersendiri dalam
usaha mencapai tujuan pengajaran.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi belajar banyak jenisnya, tetapi dapat digolongkan menjadi dua
golongan saja, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern adalah
faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar, sedangkan faktor
ekstern adalah faktor yang ada di luar individu.( Syaiful Bahri Djamarah,
1994:110)
Guru
tidak hanya berfungsi sebagai pendidik dan pengajar yang mentransfer ilmu
pengetahuan kepada anak didik, tetapi juga dituntut mampu memberikan contoh
teladan yang baik dalam segala segi kehidupan sebagai upaya dalam menanamkan
sikap, nilai, dan minat belajar kepada para anak didik. Oleh karena itu peranan
guru sangat penting dalam proses belajar mengajar. (M. Arifin, 2002: 96).
Berdasarkan latar belakang masalah diatas,
maka penulis mengambil judul penelitian “USAHA GURU DALAM PENINGKATAN
PRESTASI BELAJAR ANAK PADA SD NEGERI 2 LAMCOT ACEH BESAR”.
B.
Rumusan Masalah
Adapun
yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana
gambaran prestasi belajar murid SD Negeri 2 Lamcot?
2.
Apa
saja usaha-usaha guru untuk meningkatkan prestasi belajar murid SD Negeri 2
Lamcot?
3.
Apa
saja hambatan-hambatan yang dihadapi guru dalam meningkatkan prestasi belajar
murid?
C.
Penjelasan Istilah
Adapun
istilah yang perlu penulis jelaskan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1.
Usaha
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia “Usaha adalah kegiatan dengan mengerahkan tenaga,
pikiran atau badan untuk mencapai suatu maksud “(Departemen P dan K, 1990:
997). Berusaha disini bermakna keinginan yang sungguh-sungguh untuk tercapainya
maksud yang kita inginkan dengan cara apapun.
Menurut
Abdul Azis “Usaha merupakan upaya yang dilakukan seseorang untuk mencapai
target dan kesuksesan yang telah direncanakan yang disesuaikan dengan sistem
aturan yang berlaku dan sungguh-sungguh”.(Abdul Azis, 1989: 21)
Adapun
yang penulis maksudkan dengan usaha dalam judul penelitian ini adalah usaha
sungguh-sungguh yang dilakukan oleh guru dalam peningkatan prestasi belajar
anak pada SD Negeri 2 Lamcot Kecamatan Darul Imarah Kabupaten Aceh Besar.
2.
Guru
Dalam kamus lengkap bahasa Indonesia di jelaskan bahwa, guru adalah
orang yang kerjanya mengajar. (Dessy Anwar, 2001: 161). Sedangkan menurut DR.
Ahmad Tafsir: “guru adalah orang yang mengupayakan perkembangan seluruh potensi
anak didik, baik potensi psikomotorik, koognitif, maupun potensi afektif”. (Ahmad
Tafsir, 2005: 74 )
Adapun menurut penulis, guru adalah orang
yang menjadi pengajar dalam proses pembelajaran.
3.
Peningkatan
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia “peningkatan adalah penaikan (taraf, derajat) mempertinggi
memperbesar usaha. (Fuad Hasan, 1989: 95).
Adapun
Usaha peningkatan yang penulis maksudkan adalah keaktifan guru pada SD Negeri 2
Lamcot Kecamatan Darul Imarah Kabupaten Aceh Besar dalam peningkatan prestasi
belajar muridnya.
4.
Prestasi
Belajar
Menurut David Krech sebagaimana yang
dikutip oleh yahya dalam bukunya bagaimana meningkatkan prestasi siswa mengemukakan
bahwa, “pretasi adalah suatu proses kognitif yang kompleks dan menghasilkan
sesuatu yang mungkin berbeda dengan kenyataan yang sesungguhnya. (Yahya, dkk, 1995: 1)
Dalam bahasa Inggris belajar
diistilahkan dengan education, istilah ini berarti mempelajari,
menggali, membuat, jadi bertambah dalam pemahaman, membesarkan, memproduksi
hasil-hasil yang sudah matang. Pemahaman
yang lebih rinci mengenai belajar harus mengacu kepada substansial
yaitu penerimaan pengetahuan, pengalaman dan kepribadian (Khursyid Ahmad,
1992: 14).
Prestasi belajar adalah suatu bukti
keberhasilan yang dicapai dari usaha yang ditempuh melalui kegiatan belajar,
sehingga dapat dilihat pada diri individu sendiri baik dalam bentuk tingkah
laku maupun cara bertindak setelah proses belajar mengajar berlangsung.( Moh.
Uzer Usman, 2005:12 ).
Dari pengertian diatas, dapat penulis simpulkan
bahwa prestasi belajar ialah proses peningkatan pemahaman atau pemaknaan
seseorang terhadap sesuatu objek berdasarkan informasi yang diperoleh dari
inderanya. Informasi yang masuk melalui organ indera terlebih dahulu
diorganisasikan dan diinterpretasikan sebelum dapat mengerti. Hasil pengolahan
otak ini selanjutnya melahirkan peningkatan prestasi dalam kegiatan belajar.
5.
Anak
Anak adalah, manusia yang masih
kecil-kecil. (Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1990 :15). Anak juga diartikan “sebagai makhluk
yang masih harus berkembang”. (Simatjuntak L.P, 1973: 254 ).
Sedangkan menurut istilah anak
diartikan sebagai manusia yang berkembang untuk menuju ke tingkat yang lebih
dewasa. Ia memerlukan bimbingan dan pertolongan dari orang lain yang sudah
dewasa guna melaksanakan tugasnya sebagai makhluk”(Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
RI, 1990 :875)
Yang penulis maksud dengan anak
dalam penelitian ini adalah murid SD Negeri 2 Lamcot Kecamatan Darul Imarah Kabupaten
Aceh Besar.
D.
Tujuan Penelitian
Adapun
yang menjadi tujuan penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Untuk
mengetahui bagaimana gambaran prestasi belajar murid SD Negeri 2 Lamcot.
2.
Untuk
mengetahui apa saja usaha-usaha guru untuk meningkatkan prestasi belajar murid
SD Negeri 2 Lamcot.
3.
Untuk
mengetahui apa saja hambatan-hambatan yang dihadapi guru dalam meningkatkan
prestasi belajar murid.
E.
Postulat dan Hipotesis
Postulat
adalah anggapan dasar yang menjadi landasan titik tolak pemikiran yang kebenarannya
tidak diragukan oleh peneliti. Winarno Surakhmad mengemukakan, “anggapan dasar
atau asumsi atau postulat yang menjadi tumpuan segala pandangan dan kegiatan
terhadap masalah yang dihadapi”. Postulat inilah yang menjadi titik pangkal
dimana tidak menjadi keragu-raguan penyelidik, (Winarno Surakhmad, 1985: 159).
Adapun
yang menjadi postulat dalam penelitian ini adalah “peningkatan prestasi anak
didik merupakan hal yang sangat penting pada sebuah lembaga pendidikan”. Di SD
Negeri 2 Lamcot sudah ada usaha guru dalam peningkatan prestasi belajar murid.
Sesuai
postulat diatas dapat dirumuskan sebuah hipotesis. Hipotesis adalah dugaan
sementara yang memerlukan pembuktian kebenarannya. Menurut Suharsimi Arikunto
hipotesis adalah “jawaban sementara terhadap permasalahan yang dipertanyakan.
(Suharsimi Arikunto, 1996: 75).
Berdasarkan
pengertian di atas, maka yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini adalah :
1.
Prestasi
belajar murid SD Negeri 2 Lamcot masih sangat rendah.
2.
Usaha-usaha
yang dilakukan oleh guru belum maksimal untuk meningkatkan prestasi belajar
murid SD Negeri 2 Lamcot.
3.
Banyaknya
hambatan-hambatan dihadapi guru dalam meningkatkan prestasi belajar murid.
F.
Populasi dan Sampel
Segala sesuatu yang
menjadi subyek penelitian dinamakan populasi dan sedangkan sampel merupakan
sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Populasi pada penelitian ini adalah
seluruh guru yang mengajar di SD Negeri 2 Lamcot Kecamatan
Darul Imarah Kabupaten Aceh Besar.
Sedangkan dalam
penetapan sampel penulis berpedoman pada pendapat Suharsimi Arikunto yang
mengemukakan bahwa. “Apabila subjek kurang dari 100, lebih baik diambil semua
sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Tetapi, jika jumlah
subjeknya besar, dapat diambil 10-15% atau 20-25%, tergantung dari kemampuan
peneliti dilihat dari segi waktu, tenaga, dan dana. (Suharsimi Arikunto, 2006:
134).
Adapun jumlah populasi dalam penelitian ini adalah sebanyak 15 orang
guru yang mengajar di SD Negeri 2 Lamcot Kecamatan Darul
Imarah Kabupaten Aceh Besar. Berhubung populasinya sedikit, maka penulis
mengambil semuanya sebanyak 15 orang guru yang mengajar di SD Negeri 2 Lamcot Kecamatan Darul Imarah Kabupaten Aceh Besar.
G.
Metode Penelitian
1.
Rancangan Penelitian.
Agar pelaksanaan
penelitian ini lebih terarah maka perlu ditentukan metode yang akan digunakan.
Metode yang akan penulis gunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif,
yaitu’’ menelaah dan menggambarkan masalah dan
fenomena yang terjadi pada masa sekarang. (Muhammad Hasyim,2000 :21).
Penelitian deksriptif ini bukan
saja memberikan gambaran terhadap fenomena tapi juga menerangkan hubungan
sehingga mendapatkan makna serta implikasi dari suatu masalah yang ingin di
pecahkan. Menurut Meleong penelitian deskriptif itu adalah: “Penekanan pada
suatu kajian tentang sikap dan perilaku merupakan deskriptif, karena ada data
yang dikumpulkan berupa kata-kata dan bukan angka. (Meleong, L.J, 2004: 7).
2.
Teknik Pengumpulan
Data
Adapun teknik pengumpulan data
yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Library Research (penelitian kepustakaan)
Yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara menelaah buku-buku, majalah
atau artikel yang dapat dijadikan data dalam penulisan proposal ini serta dapat
menunjang penelitian dilapangan nantinya.
2)
Field Research
(penelitian lapangan)
Yaitu
suatu cara pengumpulan data dengan mengadakan penelitian di lapangan secara
langsung agar data yang diperoleh lebih kongkrit dan efektif.
Adapun
teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian lapangan ini adalah :
a.
Observasi
Yaitu mengamati dan meninjau langsung
dari dekat tentang objek penelitian untuk melihat fenomena yang berhubungan
dengan lokasi penelitian. Penulis mengadakan observasi sebagai usaha untuk memperoleh data yang diperlukan dalam
penulisan proposal ini yaitu data yang berkaitan dengan prestasi anak.
Observasi ini gunanya untuk mendapatkan data awal sebelum melakukan wawancara
dan angket.
b.
Wawancara
Wawancara merupakan salah satu teknik
pengumpulan informasi yang dilakukan dengan cara Tanya jawab secara langsung
atau tidak langsung.
Dalam penelitian ini penulis melakukan
wawancara secara langsung dengan orang tua murid yang telah ditetapkan sebagai
sampel dalam penelitian ini. Wawancara dilakukan dengan berpedoman pada daftar
pertanyaan yang telah disiapkan.
c.
Angket
Angket merupakan salah satu teknik
pengumpulan data dengan menggunakan pertanyaan alternatif jawaban yang harus
dijawab oleh responden untuk mendukung data dari wawancara. Dalam hal ini
penulis sebagaimana yang telah ditetapkan. Dengan angket ini diharapkan penulis
akan memperoleh data yang akurat sesuai dengan tujuan penelitian.
d.
Telaah dokumentasi
Yaitu pengumpulan data melalui
dokumen-dokumen baik yang dimiliki oleh madrasah maupun yang ada pada
instansi-instansi terkait.
BAB II
PRESTASI BELAJAR
A.
Tanggung Jawab Guru Terhadap Pendidikan Anak
Dalam proses pembelajaran guru harus dapat mendesain
interaksi belajar mengajar dengan memilih bentuk yang tepat dan sesuai dengan
tujuan pembelajaran, dengan materi pelajaran yang akan diberikan serta sesuai
dengan siswa yang akan belajar itu sendiri.
Situasi pembelajaran atau proses
interaksi belajar mengajar bias terjadi dalam komunikasi di atas. Akan tetapi
komunikasi sebagai transaksi yang dianggap sesuai dengan konsep cara belajar
siswa aktif (CBSA) sebagaimana yang dikehendaki oleh para ahli dalam pendidikan
modern.
Sehubungan dengan pelaksanaan
pembelajaran Suharsimi Arikunto mengemukakan interaksi belajar mengajar
meliputi: persiapan, kegiatan pokok belajar dan penyelesaian, menurutnya persiapan
itu meliputi: menenangkan kelas, menyiapkan perlengkapan mengajar; apersepsi
(menghubungkan dengan pelajaran yang lalu) dan membahas pekerjaan rumah.[1]
Sementara kegiatan pokok belajar
meliputi: merumuskan tujuan pelajaran; guru mencatat dan mendektekan; guru
menerangkan secara lisan dan tulisan; guru mendemonstrasikan individual kepada
siswa dan guru bertanya. Sedangkan penyelesaian terdiri dari: evaluasi
formatif; guru menjelaskan kembali bagi pelajaran tertentu dan guru memberikan
tugas tertentu?PR.[2]
Departemen pendidikan dan kebudayaan, mengartikan guru
sebagai orang yang pekerjaannya (profesinya) mengajar, maka dikatakan guru
dalam pembelajaran adalah orang yang memberikan pelajaran kepada siswa. Pada
umumnya pada sekolah-sekolah menengah di Indonesia guru mengajarkan satu mata
pelajaran sesuai dengan mata pelajaran yang disukainya.[3]
Atas dasar itu, maka guru merupakan unsur utama dalam
mencapai tujuan hasil belajar bahkan ia dikatakan sebagai orang yang menentukan
keberhasilan siswa. Di bawah ini dapat diperhatikan tugas-tugas seorang guru
adalah sebagai berikut:
1.
Guru Sebagai
Motivator
Guru sebagai motivator memegang peranan penting dalam
meningkat, mengembangkan kegiatan belajar siswa. Di samping itu, ia juga
berperan menumbuhkan anak agar mencapai pada sasaran yang diharapkan dari
proses pendidikan.
Ciri-ciri adanya motivasi pada
peserta didik dapat diamati pada tingkah lakunya. Disiplin yang termotivasi
bentuknya sebagai berikut:
a.
Bersungguh-sungguh menunjukkan minat, mempunyai perhatian dan rasa ingin
tahu yang kuat untuk ikut serta dalam belajar.
b.
Berusaha keras dan memberikan waktu yang cukup untuk melaksanakan kegiatan
tersebut.
c.
Terus bekerja sampai tugas-tugas tersebut diselesaikan.[4]
Dalam hal ini, yang dimaksud dengan
sasaran tertentu dalam pelajaran fiqh, agar siswa dapat tercapai pada sasaran
pembelajaran Sekolah Dasar. Oleh karena itu, peran guru dalam menumbuhkan minat
dan motivasi pada siswa sangat diharapkan supaya siswa bergairah untuk
mempelajari Sekolah Dasar.
2.
Guru Sebagai Pemilih Materi Pelajaran
Suatu hal yang tidak dapat
ditinggalkan pelaksanaannya oleh seorang guru adalah memilih materi pelajaran.
Seorang guru harus menguasai materi-materi pelajaran yang baik. Dalam pemilihan
materinya disesuaikan dengan hal-hal yang dianggap penting antara lain usia
siswa, minat, serta materi harus sesuai kebutuhan kekinian.
3.
Menentukan Metode
Pelajaran Yang Sesuai
Metode pelajaran yang digunakan
haruslah sesuai, sehingga dapat mengaktifkan siswa, dan ia dapat menemukan
konsep-konsep baru. Dalam hal ini dapat diharapkan adanya interaksi timbal
balik antara guru dan siswa, sehingga proses belajar mengajar berjalan lancar.
Hal ini dapat terwujud bila guru memiliki pengetahuan yang luas tentang metode
mengajar serta terampil dalam menggunakannya. Oleh karena itu, “guru harus juga
mengetahui kelebihan dan kekurangan serta kelemahan dari masing-masing metode
tersebut, sehingga penerapan metode mengajar sesuai dengan tujuan pengajaran
dan materi yang diajarkan. Pemilihan metode mengajar tidak terlepas dari
kebutuhan alat-alat pembantu dan lain sebagainya”.[5]
Sehubungan dengan proses pelaksanaan
pembelajaran, berikut ini akan dijelaskan tentang membuka pelajaran,
menyampaikan materi pelajaran, interaksi belajar mengajar atau pengelolaan
kelas dan menutup pelajaran.
a.
Membuka Pelajaran
Pada umumnya, kegiatan pelajaran
dilaksanakan dimulai dengan guru melaksanakan kegiatan rutin seperti siswa,
mengisi daftar hadir, menyampaikan pengumuman menyuruh menyiapkan alat-alat
pengajaran dan buku yang akan dipakai. Kegiatan tersebut memang harus
dikerjakan oleh guru tetapi bukan merupakan kegiatan membuka pelajaran.
M. Uzer Usman mengemukakan bahwa:
“membuka pelajaran adalah usaha atau kegiatan yang dilaksanakan guru untuk
menciptakan pra kondisi bagi murid agar mental maupun perhatiannya terpusat
pada apa yang dipelajarinya sehingga usaha tersebut akan memberikan dampak
terhadap kegiatan belajar”.[6]
Berkaitan dengan membuka pelajaran, kegiatan yang
dilaksanakan guru untuk menumbuhkan kesiapan mental siswa dalam menerima
pelajaran seperti yang dikemukakan oleh J. J. Hasibuan. adalah sebagai berikut:
1)
Mengemukakan tujuan
pelajaran yang akan dicapai.
2)
Mengemukakan
masalah-masalah pokok yang akan dipelajari.
3)
Menentukan
langkah-langkah kegiatan belajar mengajar.
4)
Menentukan
batas-batas tugas yang harus dikerjakan untuk menguasai pelajaran.[7]
Kemudian, komponen-komponen membuka pelajaran meliputi:
menimbulkan motivasi, memberi acuan dan membuat kaitan. Dalam menarik perhatian
siswa, berbagai cara dapat digunakan oleh guru antara lain: menggunakan gaya
mengajar yang bervariasi; menggunakan berbagai media mengajar dan pola
interaksi yang bervariasi, misalnya guru menerangkan dan mengajukan pertanyaan
atau memberikan tugas untuk didiskusikan.
Setelah menarik perhatian siswa, guru berusaha
menimbulkan motivasi antara lain dengan cara: kehangatan dan keantusiasan,
misalnya bersikap ramah, bersahabat hangat dan akrab, menimbulkan rasa ingin
tahu, mengemukakan ide yang bertentangan, memperhatikan dan menyesuaikan minat
siswa.
Sementara dalam memberikan acuan dapat dilaksanakan
antara lain: mengemukakan tujuan dan batas-batas tugas: menyarankan
langkah-langkah yang akan dilaksanakan; mengingatkan masalah pokok yang akan
dibahas dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan.
Untuk mempermudah pemahaman siswa dalam mengajarkan
bahan pelajaran yang baru perlu menghubungkan bahan pengait. Usaha guru untuk
membuat kaitan itu, misalnya dengan cara; membuat kaitan antara aspek-aspek
yang relevan dari mata pelajaran yang telah dipelajari; membandingkan atau
mempertentangkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang telah dilaksanakan
siswa; menjelaskan konsep atau pengertiannya lebih dahulu dan mengemukakan
bahan yang baru.
b.
Menyampaikan Materi
Pelajaran
Materi pelajaran merupakan bahan yang disajikan guru
untuk diolah dan kemudian dipahami oleh siswa, dalam rangka pencapaian
tujuan-tujuan intruksional yang telah ditetapkan. Dengan kata lain materi
pelajaran merupakan salah satu unsur atau komponen yang penting artinya untuk
mencapai tujuan-tujuan pengajaran. Materi pelajaran dari hal-hal disebutnya
terkandung dalam mata pelajaran tersebut.
Nana Sudjana mengemukakan bahwa dalam
menetapkan bahan pelajaran perlu memperhatikan hal-hal tertentu. Adapun hal-hal
yang diperlukan dalam menetapkan materi pelajaran adalah sebagai berikut:
1. Bahan pelajaran harus sesuai dengan penunjang tercapainya tujuan
pembelajaran.
2. Bahan yang ditulis dalam perencanaan pengajaran terbatas pada konsep atau
garis-garis besar bahan, tidak perlu dirinci.
3. Menerapkan bahan pelajaran harus serasi dengan urutan dan tujuan.
4. Urutan tujuan pembelajaran hendaknya memperhatikan kesinambungan.
5. Bahan disusun dari yang sederhana menuju yang sulit, dari yang kongkrit
menuju yang abstrak, sehingga siswa mudah memahaminya.[8]
Hal yang diperlukan dalam menetapkan
bahan adalah kemampuan guru dalam memilih bahan yang akan diberikan kepada
siswa, guru harus memilih bahan yang perlu diberikan dan mana yang tidak perlu.
dalam menetapkan pilihan tersebut Surya Subroto mengemukakan hal-hal yang perlu
diperhatikan adalah: tujuan pengajaran urgensi pengajaran, tuntutan kurikulum,
nilai kegunaan dan terbatasnya sumber.[9]
c.
Mengelola Dalam
Kelas
Pengelolaan kelas merupakan suatu usaha yang dilakukan
oleh penanggung jawab kegiatan belajar mengajar atau yang membantu
dengan maksud agar tercapainya kondisi optimal, sehingga dapat melaksanakan
kegiatan belajar seperti yang diharapkan.[10]
Di dalam belajar mengajar, kelas merupakan tempat yang mempunyai ciri khas yang
digunakan untuk belajar. Belajar memerlukan konsentrasi, oleh karena itu perlu
menciptakan suasana kelas agar siswa dapat belajar dengan tertib sehingga
tujuan pembelajaran tercapai secara efektif dan efisien.
Kegiatan mengelola kelas menyangkut kegiatan sebagai
berikut:
1)
Mengatur tata ruang
kelas, misalnya mengatur meja dan tempat duduk, menempatkan papan tulis dan
sebagainya.
2)
Memelihara
kebersihan dan kenyamanan suatu kelas atau ruang belajar yang dilaksanakan oleh
siswa dan guru.
3)
Menciptakan iklim
belajar mengajar yang serasi dalam arti guru harus mampu menangani dan
mengarahkan tingkah laku siswa agar tidak merusak suasana kelas. Guru sejalan
berperan dalam pengelolaan kelas, apabila guru mampu mengelola kelasnya dengan
baik, maka tidak sukar bagi guru itu untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan.
Adapun pengelolaan kelas yang baik harus memenuhi
kriteria sebagai berikut mempertinggi perkembangan mental sosial siswa;
memberikan kebebasan intelektual dan visi dalam karakter yang ditentukan;
memungkinkan pencapaian Tujuan Instruksional; mengizinkan kepada siswa untuk
ikut berprestasi atas pengelolaan kelasnya; mengizinkan kepada siswa untuk
mengembangkan kecakapan sendiri dan tidak tergantung pada orang lain; membuat
suasana yang hangat terhadap hubungan guru dengan siswa dan pengelolaan kelas
yang baik menghasilkan sikap murid yang positif terhadap kelasnya.[11]
Peserta didik dalam suatu kelas
biasanya memiliki kemampuan yang beragam, ada yang pandai, sedang dan kurang.
Sebenarnya tidak ada peserta didik yang pandai atau bodoh, yang lebih tepat
adalah peserta didik dengan kemampuan lambat atau cepat dalam belajar. Dalam
materi yang sama, bagi peserta didik yang satu memerlukan dua kali pertemuan
untuk memahaminya. Untuk itu guru perlu mengatur kapan peserta didik bekerja
secara perorangan, berpasangan, kelompok atau klasikal. Jika kelompok, kapan
peserta didik dikelompokkan berdasarkan kemampuannya sehingga ia dapat
berkonsentrasi membantu peserta didik yang kurang dan kapan peserta didik
dikelompokkan bercampur dengan berbagai kemampuan.
Selain itu, kursi dan meja peserta
didik dan guru juga perlu ditata sedemikian rupa sehingga dapat menunjang
kegiatan pembelajaran yang dapat mengaktifkan peserta didik. Lingkungan fisik
dalam ruang kelas dapat menjadikan belajar aktif. Tidak ada satupun bentuk
ruang kelas yang ideal, namun ada beberapa pilihan yang dapat diambil sebagai
variasi. Dekorasi interior kelas perlu dirancang yang memungkinkan peserta
didik untuk belajar secara aktif, yakni yang menyenangkan dan menantang.
Beberapa variasi dalam ruang yang
sering digunakan dalam pembelajaran di Sekolah Dasar adalah:
1)
Formasi Huruf U
Formasi ini digunakan untuk berbagai tujuan. Para peserta didik dapat
melihat guru atau melihat media visual dengan mudah dan mereka dapat saling
berhadapan langsung satu dengan lain. Susunan ini ideal untuk membagi bahan
pelajaran kepada peserta secara cepat karena guru dapat masuk ke huruf U dan
berjalan ke berbagai arah dengan seperangkat materi.
2) Formasi Corak Tim
Guru mengelompokkan meja-meja setengah lingkaran diruang kelas agar
memungkinkan peserta didik untuk melaksanakan interaksi tim. Guru dapat
meletakkan kursi-kursi mengelilingi meja-meja untuk susunan yang paling akrab.
3)
Meja Konferensi
Formasi ini paling baik dilakukan jika meja berbentuk persegi panjang.
Susunan ini dapat mengurangi peran dominan guru dan lebih mengutamakan peran
penting peserta didik.
4)
Lingkaran
Para peserta didik hanya duduk pada sebuah lingkaran tanpa meja atau kursi
untuk melakukan interaksi berhadap-hadapan secara langsung. Sebuah lingkaran
ideal untuk diskusi kelompok penuh.
5)
Kelompok untuk Kelompok
Susunan ini memungkinkan guru untuk melaksanakan diskusi atau untuk
menyusun permainan peran, berdebat atau observasi dari aktifitas kelompok. Guru
dapat meletakkan meja pertemuan di tengah-tengah yang dikelilingi oleh
kursi-kursi pada posisi luar.
6)
Kelas Tradisional
Jika tidak ada cara membuat lingkaran dari baris lurus yang berupa meja
dan kursi, guru dapat mencoba mengelompokkan kursi-kursi dalam pasangan untuk
memungkinkan penggunaan teman belajar.
7)
Auditorium
Formasi auditorium merupakan tawaran alternatif dalam menyusun ruang
kelas. MeSekolah Dasarpun bentuk auditorium menyediakan lingkaran yang sangat
terbatas untuk belajar aktif, namun hal ini dapat dicoba untuk mengurangi
kebosanan siswa yang terbiasa dalam penataan ruang secara tradisional. Jika
sebuah kelas tempat duduknya mudah dipindah-pindah, maka guru dapat membuat
bentuk pembelajaran ala auditorium untuk membentuk hubungan lebih serta dan
memudahkan peserta didik melihat guru.[12]
4.
Interaksi Belajar Mengajar
Pelaksanaan interaksi belajar
mengajar adalah proses hubungan antar guru dan siswa selama berlangsung
pembelajarn siswa. S. B. Djamarah mengemukakan bahwa: “interaksi belajar
mengajar merupakan interaksi edukatif yakni interaksi yang dengan sadar
meletakkan tujuan untuk merubah tingkah laku dan perbuatan seseorang”.[13]
Dalam bentuk pembelajaran guru harus
dapat mendesain interaksi belajar mengajar dengan memilih bentuk yang tepat dan
sesuai dengan tujuan pembelajaran, dengan materi pelajaran yang akan diberikan
serta sesuai dengan siswa yang akan belajar itu sendiri.
Sehubungan dengan pelaksanaan pembelajaran Suharsimi
Arikunto mengemukakan interaksi belajar meliputi: “persiapan, kegiatan pokok
belajar dan penyelesaian, menurutnya persiapan itu meliputi: menenangkan kelas;
menyiapkan perlengkapan mengajar; apersepsi (menghubungkan dengan pelajaran
yang lalu) dan membahas pekerjaan rumah”.[14]
Sementara kegiatan pokok belajar meliputi: merumuskan
tujuan pelajaran; guru mencatat atau mendiktekan; guru menerangkan secara
lisan/tulisan; guru mendemontrasikan secara tetap; diskusi kelas ; siswa
belajar sendiri; guru memberi bantuan belajar sendiri secara individual kepada
siswa dan guru bertanya. Sedangkan penyelesaian terdiri dari: evaluasi
formatif, guru menjelaskan kembali bagi pelajaran tertentu dan guru memberikan
tugas tertentu/PR.[15]
5.
Menutup Pelajaran
Menjelang akhir jam pelajaran atau setiap pergantian
kegiatan belajar, guru harus melakukan kegiatan menutup pelajaran agar siswa
memperoleh gambaran yang jelas tentang pokok-pokok bahan pelajaran yang sudah
dipelajarinya. M. Uzer Usman mengemukakan bahwa: menutup pelajaran adalah
kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk mengakhiri pelajaran atau kegiatan
belajar mengajar.[16]
Usaha menutup pelajaran atau kegiatan belajar mengajar itu dimaksudkan untuk
memberikan gambaran menyeluruh tentang apa yang telah dipelajari oleh siswa,
mengetahui tingkat pencapaian siswa dan tingkat keberhasilan guru dalam proses
pelaksanaan pembelajaran.
Bentuk usaha guru dalam mengakhiri
kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut, menerangkan atau membuat garis
besar persoalan yang dibahas; mengkondisikan perhatian siswa terhadap hal-hal
yang diperoleh dalam pelajaran; mengorganisasikan kegiatan atau pelajaran yang
sudah dipelajari sehingga merupakan satu kesatuan yang berarti dalam memahami
materi dan memberikan tingkat lanjut (follow
up) agar materi yang baru dipelajari tidak dilupakan serta agar dipelajari
kembali di rumah.
Cara yang dapat dilaksanakan oleh
guru menurut Uzer Usman dalam menutup pelajaran adalah meninjau kembali
penguasaan inti pelajaran dengan merangkum dan membuat ringkasan dan
mengevaluasi.
Bentuk evaluasi yang dapat dilakukan
guru antara lain adalah: mendemontrasikan kembali ketrampilan yang diperoleh;
mengeksplorasikan pendapat siswa sendiri; mengaplikasikan ide baru pada situasi
lain dan memberi soal-soal tertulis.[17]
Agar tercapainya tujuan dari proses
pembelajaran dituntut kepada siswa untuk mengetahui dan memenuhi syarat-syarat
jadi peserta didik, tugas-tugas peserta didik serta hak siswa, antara lain:
a.
Syarat-syarat jadi
peserta didik (siswa)
1) Peserta didik harus menyadari sepenuhnya akan arah dan tujuan belajarnya
sehingga ia senantiasa siap siaga untuk menerima dan mencernakan.
2) Murid harus memiliki motivasi yang murni (intrinsik atau niat) yaitu
karena Allah SWT.
3) Harus belajar dengan kepala penuh artinya siswa memiliki pengertian dan
pengalaman-pengalaman belajar sebelumnya.
4) Murid harus menyadari bahwa belajar bukan semata-mata menghapal.
5) Harus senantiasi memusatkan perhatian terhadapa apa yang sedang dipelajari
dan menjauhkan hal-hal yang mengganggu.
6) Harus memiliki rencana belajar yang jelas.
7) Murid harus memandang bahwa semua bidang studi sama penting bagi dirinya.
8) Harus menggunakan waktu seefisien mungkin dalam proses belajar.
9) Harus dapat saling bekerja sama antar kelas maupun dalam kelas untuk
mendapatkan sesuatu hal yang baru.
b.
Tugas-tugas atau
kewajiban peserta didik (siswa), antara lain:
Di antara kewajiban siswa yang harus dipenuhi antara lain: hadir tepat
pada waktunya, mengikuti mata pelajaran dengan detil, mengikuti ulangan atau
kegiatan yang ditentukan oleh sekolah, mentaati tata tertib dan peraturan yang
berlaku, dan sebagainya.
c.
Hal yang harus di miliki oleh peserta didik (siswa)
Dalam proses
pembelajaran siswa mempunyai hak harus dimiliki oleh murid antara lain:
menerima pelajaran, mengikuti kegiatan yang diadakan disekolah, menggunakan
fasilitas yang tersedia disekolah dan memperoleh bimbingan disekolah dan arahan
dari staf yang ada disekolah-sekolah sebagainya.
Dengan demikian, kompetensi seorang guru sangat
berpengaruh. Apabila seorang guru tidak memiliki kemampuan dalam mengajar, maka
guru tersebut akan mengalami kesulitan-kesulitan dalam mengajar sehingga
keberhasilan pembelejaran di sekolah tidak tercapai sebagaimana yang di
harapkan. Begitu pula dengan siswa, apabila guru tidak memiliki kemampuan
mengajar maka siswa akan mengalami kesulitan dalam memahami pelajaran yang di berikan
pleh guru sehingga tidak terjalin keharmonisan antara guru dan siswa dalam
proses pembelajaran.
Di samping itu, kurangnya kompetensi guru dapat
menyebabkan tidak berkembangnya kreatifitas, bakat dan minat siswa, sebaliknya
guru yang berkompetensi dapat mendukung proses pembelajaran Sejarah Kebudayaan
Islam sehingga tujuan pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam dapat tercapai.
Selain kompetensi, guru juga harus memiliki penampilan
yang dapat menarik siswa, sehingga siswa akan suka atau senang terhadap gurunya.
Dengan kata lain penampilan seorang guru juga berpengaruh terhadap siswa dan
akan terwujud keharmonisan antara guru dan siswa. Bila siswa suka terhadap
gurunya tentu pelajaran yang guru ajarkan tersebut akan disenangi dengan
sendirinya tujuan pembelajaran tersebut akan tercapai.
Dengan demikian, dapat dijelaskan bahwa hubungan
seorang guru dengan anak didik pada hakikatnya bersatu, mereka satu dalam jiwa
berpisah dalam raga, karena di sekolah guru merupakan orangtua ke dua bagi anak
didik, layaknya bagi seorang anak menginginkan belaian kasih sayang dan
bimbingan dari orangtuanya. Untuk itu, pemahaman terhadap jiwa anak didik
seperti ini diperlukan, agar dapat dengan mudah membuka pelajaran dengan baik.
Dalam hal ini, anak didik merupakan manusia yang sangat
penting dalam kegiatan belajar mengajar, yang mempunyai peran utama dalam
menentukan terjadi tidaknya interaksi belajar mengajar. Guru tidak mempunyai
arti apa-apa tanpa kehadiran anak didinya sebagai subjek pembinaan, anak didik
merupakan manusia yang berpotensi sehingga perlu pembinaan dan bimbingan dari
guru, untuk dijadikan kekuatan agar menjadi manusia yang cakap.
Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa guru merupakan orang yang berwewenang dan bertanggung jawab untuk
membimbing dan membina anak didik baik di sekolah maupun di luar sekolah.
B.
Aspek – Aspek Pendidikan Yang menjadi Tanggung Jawab Guru
Guru tidak hanya berfungsi sebagai pendidik dan pengajar
yang mentransfer ilmu pengetahuan kepada anak didik, tetapi juga dituntut mampu
memberi contoh teladan yang baik dalam segala segi kehidupan sebagai upaya
dalam menanamkan sikap, nilai dan minat belajar kepada para siswa, guru pula
harus dapat mengatur suasana belajar dengan harapan adanya peningkatan prestasi
belajar bagi anak didiknya.
Posisi guru ini menghendaki guru memilih kesanggupan
mengolah kelas, melakukan hubungan sosial dengan siswa, memahami
individu-individu siswa dan memberikan bimbingan belajar.[19]
Sebagai seorang guru hendaknya mampu memimpin kegiatan
belajar yang efektof dan efesien sebagai hasil yang optimal, guna memudahkan
pencapaian tujuan pengajaran. Dengan demikian jelas bahwa, fungsi guru sebagai
pengelola kelas mempunyai tanggung jawab penuh terhadap kelancaran proses
kegiatan belajar mengajar sesuai dengan prosedur yang berlaku, guna mencapai
tujuan pendidikan yang diharapkan.
Sesuai dengan tuntutan masyarakat yang semakin
berkembang, guru harus mampu berperan ganda sebagai pembimbing, demonstrator,
mediator, fasilitator, motivator dan sebagai evaluator.
a. Guru sebagai
Pembimbing
Seorang guru
yang menjadi pengajar dan pendidik berarti sekaligus menjadi pembimbing karena
dalam proses kegiatan mengajar, mendidik dan membimbing merupakan serangkaian
yang tidak bisa dipisahkan. Dalam proses belajar mengajar kegiatan di atas harus
dilakukan secara terpadu dan integral, "Bimbingan adalah segala kegiatan
yang dilakukan oleh seseorang dalam rangka memberikan bantuan kepada orang lain
yang mengalami kesulitan, agar orang tersebut mampu mengatasinya sendiri dengan
penuh kesadaran".[20]
Berdasarkan
kutipan di atas, bimbingan dapat diartikan sebagai kegiatan menuntun siswa
dalam perkembangannya dengan jalan memberikan dukungan dan arahan yang sesuai
dengan pendidikan.
Guru harus
membimbing dan menuntun siswa dengan kaidah-kaidah yang baik serta mengarahkan
perkembangannya sesuai dengan yang di cita-citakan. Guru ikut memecahkan
kesulitan-kesulitan/problem yang dihadapi oleh siswa dalam proses belajar
mengajar sehingga dapat meningkatkan prestasi yang lebih baik bagi siswa.
b. Guru sebagai
Demonstrator
Guru harus
mempunyai kemampuan untuk menjelaskan dan menguasai materi pelajaran yang akan
disampaikan kepada para siswa, agar materi pelajaran yang akan disampaikan itu
dapat mudah diterima oleh anak didik. Amien Fenbau menjelaskan sebagai berikut
:
"Guru
dituntut mampu menguasai semua bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkan
kepada anak didik (siswa) serta harus mampu menggunakan lingkungan alam dan
masyarakat sebagai sumber pendidikan. Karenanya guru sangat dituntut
mempelajari/mengikuti perkembangan yang terjadi dalam masyarakat, sehingga
mampu menyesuaikan dengan kegiatan pelajaran yang dipimpinnya".[21]
Dalam kaitan
ini Sardiman A.M., juga mengemukakan :
"Guru
sebagai lembaga profesional, di samping memakai hal-hal yang bersifat filosofis
dan konseptual, harus juga mengetahui dan melaksanakan hal-hal yang bersifat
teknis. Terutama kegiatan mengelola interaksi lima modal dasar, yaitu kemampuan
mendesaign program keterampilan, mengkomunikasikan program itu kepada anak didik".[22]
Oleh karena itu,
guru harus mampu menguasai segala yang telah direncanakan dengan cara yang
baik, agar siswa dapat menerima materi pelajaran semaksimal mungkin sehingga
hasil belajarnya semakin tinggi.
c. Guru sebagai
Mediator
Untuk mencapai
efektifitas pengajaran, maka setiap kegiatan belajar guru harus menggunakan
peralatan (media) secara maksimal. Sebagai mediator guru hendaknya memiliki
pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan, karena media
pendidikan merupakan alat komunikasi yang mengefektifitaskan proses belajar
mengajar.
Dalam hal ini
M. Uzer Usman mengmukakan :
”Guru tidak cukup hanya memiliki
pengetahuan tentang pendidikan, tetapi juga memiliki keterampilan memilih dan
menggunakan media dengan baik, sesuai dengan metode, materi dan kemampuan
siswa. Guru harus mampu berhadapan dengan siswa dengan cara yang baik, sehingga
disenangi oleh siswa dan benar-benar menjadi contoh yang baik bagi anak didik.[23]
Dengan demikian, guru harus mampu memperlihatkan sikap,
kepribadian termasuk juga sikap berpakaian sebagai contoh yang baik. Dalam hal
ini al-Ghazali yang dikutip M. Arifin:
"Para guru harus memiliki adab
yang baik agar menjadi teladan bagi anak didik untuk mengikutinya, karena
perhatian murid selalu tertuju kepada guru dan telinga mereka selalu
mendengarnya, maka bila dianggap baik berarti baik pula di sisi mereka, dan apa
yang dianggap jelek, berarti jelek pula pada mereka".[24]
Informasi yang diberikan melalui pengajaran yang dipadu
dengan keadaan yang ada pada diri guru (kepribadian guru) akan menjadi pedoman
yang sangat berharga bagi siswa dalam upaya mencapai keberhasilan dalam
kemajuan pendidikan.
d.
Guru sebagai
Fasilitator
Sebagai seorang fasilitator, seorang guru harus mampu
menyediakan berbagai fasilitas yang dibutuhkan anak didik, agar materi
pelajaran yang disampaikan dan memadukannya antara teori dan praktek diharapkan
anak didik dapat dengan cepat memahaminya.
Menurut M.
Arifin, "Guru sebagai fasilitator belajar, artinya dapat memberikan
kemudahan bagi siswa dalam melakukan kegiatan belajar. Kemudahan tersebut dapat
dinyatakan dalam berbagai bentuk, antara lain menyediakan sumber dan alat-alat
belajar seperti buku paket yang diperlukan, alat peraga dan belajar
lainnya".[25]
Selain itu
dapat juga dengan mengusahakan waktu belajar yang efektif memberikan bantuan
kepada siswa yang membutuhkan, membantu memecahkan masalah yang dihadapi siswa.
Guru merupakan
tempat yang paling ideal bagi siswa untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang
jelas dan mendasar melalui kegiatan belajar mengajar. Dalam kegiatan belajar
mengajar guru tersebut menyediakan berbagai fasilitator seperti: media, alat
peraga termasuk menunjuk dan menentukan berbagai jalan untuk mendapatkan fasilitas
tertentu dalam menunjang program belajar siswa. Guru sebagai fasilitator turut
mempengaruhi tingkat prestasi yang dicapai siswa.[26]
e. Guru sebagai
Fasilitator
Guru hendaknya
dapat memberikan dorongan kepada siswa agar bergairah/bersemangat dan aktif dalam
proses belajar. Dalam upaya memberikan motivasi, guru dapat menganalisis
motif-motif yang melatarbelakangi siswa yang kurang untuk belajar. Kedudukan
guru sebagai motivator adalah melaksanakan pengajaran dengan memberikan
motivasi kepada siswa agar lebih aktif dalam kegiatan belajar, sehingga
diharapkan tujuan dapat dicapai.[27]
Motivasi dapat
efektif bila dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan siswa, juga memberikan
semangat kepada para siswa untuk lebih aktif dalam belajar. Guru sebagai
motivator sangat penting dalam interaksi edukatif, karena menyangkut esensi
pekerjaan mendidik yang membutuhkan kemahiran sosial, dan menyangkut
profesionalismenya dalam personalisasi dan sosialisasi diri.
f. Guru sebagai
Evaluator
Kedudukan guru
sebagai evaluator, yaitu mengadakan penelitian terhadap kegiatan belajar yang
dilaksanakan. Guru mengetahui hasil dari kegiatan mengajar tersebut, sekaligus
dapat mengadakan usaha perbaikan seperlunya.
Menurut M. Uzer
Usman menjelaskan hal ini sebagai berikut :
"Penilaian perlu dilakukan, karena
guru dapat mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan, kepuasan siswa terhadap
pelajaran serta ketetapan atau keaktifan metode pengajaran. Tujuan lain adalah
untuk mengetahui kedudukan siswa dalam kelas atau kelompok. Dengan penilaian guru
dapat menetapkan apakah siswa itu termasuk ke dalam kelompok pandai, sedang,
kurang atau cukup baik di kelasnya".[28]
Berdasarkan hal
tersebut di atas, akan mempermudah perhatian guru untuk melakukan evaluasi yang
baik terhadap prestasi belajar siswa. Setelah proses belajar dan mengajar itu
berlangsung maka guru akan melaksanakan tugas yang terakhir, yaitu evaluasi
terhadap hahsil dari proses belajar mengajar yang telah dilakukan, baik oleh
guru sebagai pendidik maupun siswa sebagai anak didik.
C. Prestasi Belajar Anak dan Faktor –
Faktor Yang Mempengaruhinya
1.
Pengertian
Prestasi
Dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia disebutkan prestasi
adalah : ”Hasil perjuangan sendiri yang memperoleh pengakuan.”[29] Namun Abu Ahmadi memberikan
pengertian adalah “hasil yang didapati siswa selama belajar”.[30]
Menurut David Krech, dkk.,
mendapatkan hasil belajar dapat dilakukan melalui proses kognisi yang kompleks
dan menghasilkan sesuatu yang mungkin dicapai atau dicita-citakan. Karena itu,
prestasi merupakan berperan aktif sebagai stimulus yang diterima, tetapi diri
orang tersebut secara total, baik
pengalaman, sikap serta motivasinya terhadap
stimulus atau objek itu.”[31]
Prestasi adalah suatu hasil usaha yang didapat siswa dan
siswi selama mengikuti proses pembelajaran. Prestasi dapat ditingkatkan dengan
cara memberikan motivasi kepada siswa agar mereka giat dalam belajar, sehingga
apa yang diinginkannya dapat tercapai dengan baik.[32]
2.
Faktor
Yang Mempengaruhi Prestasi
Dalam meningkatkan prestasi belajar agama di sebuah lingkungan
sekolah, tentunya dipengaruhi oleh beberapa hal yang berhubungan erat dengan
peningkatan prestasi antara lain adalah:
Menurut
Thoha ada tiga faktor yang mempengaruhi meningkatkan prestasi belajar, yaitu:
a. Faktor Psikologis
Prestasi seorang siswa dalam belajar
dipengaruhi oleh keadaan psikologis atau kejiwaan. Pengalaman mental merupakan
salah satu faktor bagi seorang guru adalah menilai dan menanggapi suatu
masalah. Kondisi psikologis yang sedang tenang akan menghasilkan fikiran yang
rasional, sehingga prestasi yang diharapkan benar-benar tinggi. Bila kondisi
siswa sedang senang ia akan berpikir yang baik mengenai belajar di sekolah.[33]
b.
Faktor
Keluarga
“Keluarga yang merupakan tempat pertama kali anak belajar
segala sesuatu. Pola pikiran orang tua secara perlahan-lahan akan ikut juga
mewarnai pola pikiran anaknya. Bila orang tua memandang segala sesuatu masalah
dari sudut pandang yang positif dan objektif, hal itu akan berpengaruh pada
pola pikir anaknya dimasa mendatang”.[34]
c. Faktor Kebudayaan
Kebudayaan dan lingkungan tempat
anak tumbuh dan berkembang juga merupakan salah satu faktor pembentukan
prestasi dalam diri siswa.
Berdasarkan
penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi seorang siswa sangat
dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain:
1.
Faktor
psikologis, termasuk emosional, keluarga dan lingkungan.
2.
Faktor
karakteristik guru yang pada dasarnya berbeda dan unik dari guru lain.
3.
Faktor
penilaian guru itu sendiri terhadap objek yang diamati berdasarkan hasil
pendidikan, kebiasaan dan ketentuan yang berlaku dalam lingkungan tempat guru
itu tumbuh dan berkembang.[35]
3.
Usaha-Usaha
Peningkatan Prestasi Belajar
Meningkatkan
prestasi siswa merupakan tugas dan tanggung jawab guru yang mesti dilakukan
jika terdapat siswa yang nakal dalam belajar.[36] Namun dalam melakukan usaha
peningkatan prestasi siswa, maka guru memerlukan beberapa cara, antara lain:
1. Memberi angka
Angka
dalam hal ini sebagai simbol dari nilai kegiatan belajarnya. Banyak siswa belajar
yang utama justru untuk mencapai angka atau nilai yang baik. Angka-angka yang
baik itu bagi para siswa merupakan motivasi yang sangat kuat. Namun demikian
yang harus diingat oleh guru bahwa
pencapaian angka-angka seperti itu belum merupakan hasil belajar yang sejati,
hasil belajar yang bermakna.
2. Hadiah
Hadiah
dapat juga dikatakan sebagai motivasi, tetapi tidaklah selalu demikian. Karena
hadiah untuk suatu pekerjaan, mungkin tidak akan menarik bagi seseorang yang
tidak senang dan tidak berbakat untuk sesuatu pekerjaan tersebut.
3.
Saingan/Kompetisi
Saingan
atau kompetisi dapat digunakan sebagai alat motivasi untuk mendorong belajar
siswa. Persaingan, baik persaingan individual maupun persaingan kelompok dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa.
4. Ego – Involvoment
Menumbuhkan
kesadaran kepada siswa agar merasakan pentingnya tugas dan menerimanya sebagai
tantangan sehingga bekerja keras dengan mempertaruhkan harga diri, adalah
sebagai salah satu motivasi yang cukup penting.
5. Materi Ulangan
Para
siswa akan menjadi giat belajar jika mengetahui akan ada ulangan. Oleh karena
itu, memberi ulangan merupakan sarana motivasi, tetapi memberikan ulangan
jangan terlalu sering, karena siswa bisa bosan dan bersifat rutinitas.
6. Mengetahui Hasil
Dengan
mengetahui hasil pekerjaan, apalagi kalau terjadi kemajuan, akan mendorong
siswa untuk lebih giat belajar. Semakin mengetahui bahwa grafik hasil belajar
meningkat, maka motivasi pada diri siswa untuk terus belajar dengan suatu
harapan hasilnya terus meningkat.
7. Pujian
Pujian
merupakan bentuk motivasi yang positif sekaligus umpan balik yang baik. Oleh
karena itu, supaya pujian ini merupakan motivasi, pemberiannya harus tepat.
8. Hukuman
Hukuman
sebagai reinforcement yang negatif kalau diberikan secara tepat dan
bijak maka bisa menjadi alat motivasi. Tetapi guru harus memahami
prinsip-prinsip pemberian hukuman.
9. Hasrat untuk Belajar
Hasrat
untuk belajar berarti pada diri anak didik itu memang ada motivasi untuk
belajar dari diri anak didik sendiri sehingga hasilnya akan lebih baik.
10. Minat
Motivasi
sangat erat hubungannya dengan unsur minat. Motivasi muncul karena ada
kebutuhan proses belajar mengajar akan berjalan lancar kalau disertai dengan
minat. Minat antara lain dapat dibangkitkan dengan cara-cara sebagai berikut:
a) Membangkitkan adanya suatu
kebutuhan.
b) Menghubungkan dengan persoalan
pengalaman yang lampau.
c) Memberikan kesempatan untuk
mendapatkan hasil yang baik.
d) Menggunakan berbagai macam bentuk
mengajar.
11. Tujuan yang Diakui
Rumusan
tujuan yang diakui dan diterima baik oleh siswa, akan merupakan alat komunikasi
yang sangat penting. Sebab dengan memahami tujuan yang harus dicapai, karena
dirasa sangat berguna dan menguntungkan, maka akan timbul gairah untuk terus
belajar.
Bermacam-macam motivasi itu dapat
dikembangkan dan diarahkan guna untuk dapat melahirkan hasil belajar yang
bermakna. Pada mulanya, karena bentuk motivasi siswa rajin belajar, tetapi guru
harus mampu mengarahkan dari tahap rajin belajar kepada kegiatan belajar yang
bermakna.
D.
Upaya – Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Anak
Untuk meningkatkan mutu agar siswa berhasil dengan baik, maka
diperlukan wawasan guru dan keahliannya dalam mengajar. Mengajar adalah
“Membimbing siswa agar memahami proses belajar”.[37] Dalam
belajar siswa menghendaki hasil belajar yang efektif bagi dirinya. Untuk
tuntutan itu guru harus menghendaki hasil belajar yang efektif bagi siswa yaitu
guru harus mengajar dengan efektif juga.
Selain mengajar efektif, guru juga untuk dapat meningkatkan
mutu agar prestasi siswa meningkat dengan baik, siswa dapat berfikir aktif
dalam proses belajar mengajar, maka dari itu diperlukan wawasan guru
diantaranya sebagai berikut :
a. Menarik minat dan
perhatian siswa
Kondisi belajar mengajar yang
efektif adalah adanya minat dan perhatian siswa dalam belajar. Minat merupakan suatu
sifat yang relatif menetap pada diri seseorang dan sangat besar pengaruhnya
terhadap belajar karena dengan minat seseorang akan melakukan sesuatu yang
diminatinya. Sebaliknya, tanpa minat seseorang tidak mungkin melakukan suatu
kegiatan. Sedangkan perhatian sifatnya sementara, adakalanya hilang dan
kemudian timbul kembali.[38]
Oleh karena itu guru harus berusaha membangkitkan minat dan
memusatkan perhatian siswa terhadap apa yang disampaikannya. Hal ini dapat
dilakukan dengan menggunakan berbagai alat peraga pengajaran dalam penyajian
materi pelajaran kepada anak didik.
b. Membangkitkan
motivasi siswa
Motivasi adalah keadaan dan kesiapan dalam diri individu yang
mendorong tingkah lakunya untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu.
Motivasi dapat timbul dari dalam individu dan dapat pula timbul akibat pengaruh
dari luar dirinya.
Untuk membangkitkan motivasi belajar siswa guru harus
berusaha dengan berbagai cara. Ada beberapa cara membangkitkan motivasi
ekstrinsik dalam menumbuhkan motivasi intrinsik yaitu
1. menciptakan
persaingan .
Guru harus berusahan menciptakan
persaingan antara siswanya untuk meningkatkan prestasi belajar mereka.
Persaingan itu dapat dilakukan dengancara memberikan hadiah kepada siswa yang
mendapat prestasi tinggi sehinga siswa yang memperoleh prestasi rendah akan
berusaha memperbaiki prestasi yang dicapai sebelumnya.
2. membuat tujuan sementaraatau target.
Sebelum proses belajar mengajar
dimulai, guru harus menyampaikan tujuan pembelajaran khusus yang harus dicapai
siswa sehinga dengan demikian siswa akan berusaha/terdorong untuk mencapai
tujuan tersebut.
3. memberikan kesematan untuk berhasil
Keberhasilan dapat menimbulkan rasa
puas, kesenangan dan membangkitkan rasa percaya diri dengan demikian guru yang
efektif akan memberikan kepada siswa
untuk mencapai keberhasilan.
c. Peragaan dalam pengajaran
Alat peraga pengajaran merupakan alat-alat yang digunakan guru ketika
mengajar unuk membantu memperjelas materi pelajaran yang disampaikannya kepada
sisiwa dan mencegah terjadinya verbalisme pada diri siswa.
Proses belajar mengajar akan berjalan dengan lancar apabila mengunakan media pendidikan dalam pengajaran
tersebut supaya ilmu yang ditransfer oleh guru dapat dimengerti oleh siswa.
Soekarto mengatakan bahwa alat-alat pengajaran sebagai salah satu usaha untuk
menghilangkan verbalisme dalam situasi belajar anak didik dan usaha-usaha
kearah pencapaian tujuan pengajaran itu sendiri, maka guru dituntut adanya
skill mempergukan berbagai alat-alat pelajaran yang ada disekolah.
Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa dengan mengunakan bebagai macam media ( alat-alat pengajaran ) dapat
menpercepat pencapaian tujuan pendidikan. Oleh karena itu kesangupan guru dalam
mengunakan alat-lalat pelajaran tersebut sangat diperlukan kerena disamping
menghilangkan verbalisme juga dapat menpercepat siswa dalam memahami materi
pelajaran yang diajarkan.
d. melibatkan siswa secara aktif
dalam proses belajar mengajar.
Aktifitas murid sangat diperlukan
dalam kegiatan belajar mengajar karna murid merupakan subjek didik yang
merencanakan dan melaksanakan proses belajar. Hal ini dijelaskan oleh Arief
Rachman bahwa suasana belajar mengajar tidak efektif apabila komunikasi yang
terjadi hanya searah yaitu guru dengan siswa, namun efektifitas pengajaran
sangat ditentukan oleh adanya komunikasi antara guru dengan siswa dan sisiwa
dengan siswa.
Oleh karena itu keaktifan siswa
dalam kegiatan belajar mengajar sangat diperlukan agar proses belajar menjadi
efektif dan dapat mencapai hasil yang diinginkan. Dengan demikian syarat-syarat
atau hal-hal yang dapat diuraikan untuk meningkatkan kualitas mengajar guru,
sehingga guru efektif dalam mengajar dan dapat mencapai prestasi yang tinggi.
Di masyarakat yang modern mengajar yang efektif dituntut dengan sendirinya pada
para pengajar, karena perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
sedemikian maju dan pesatnya. Akibatnya para guru tidak mungkin lagi mengajar
dengan sistem yang lama. Guru harus memanfaatkan kemajuan teknologi tersebut
untuk mengajar yang efektif, itulah konsekuensi guru yang menanggapi
pembaharuan dunia pengajaran.
BAB III
HASIL
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.
Gambaran Umum SD Negeri 2 Lamcot
B.
Gambaran Prestasi Belajar Murid SD Negeri 2 Lamcot
C.
Usaha – Usaha Guru Untuk Meningkatakan Prestasi Belajar Murid SD
Negeri 2 Lamcot
D.
Hambatan – Hambatan Yang diHadapi Guru Dalam Meningkatakan Prestasi
Belajar Murid
E.
Pembuktian Hipotesis
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
B.
Saran – Saran
BAB II
PRESTASI BELAJAR
E.
Tanggung Jawab Guru Terhadap Pendidikan Anak
Dalam proses pembelajaran guru harus dapat mendesain
interaksi belajar mengajar dengan memilih bentuk yang tepat dan sesuai dengan
tujuan pembelajaran, dengan materi pelajaran yang akan diberikan serta sesuai
dengan siswa yang akan belajar itu sendiri.
Situasi pembelajaran atau proses
interaksi belajar mengajar bias terjadi dalam komunikasi di atas. Akan tetapi
komunikasi sebagai transaksi yang dianggap sesuai dengan konsep cara belajar
siswa aktif (CBSA) sebagaimana yang dikehendaki oleh para ahli dalam pendidikan
modern.
Sehubungan dengan pelaksanaan
pembelajaran Suharsimi Arikunto mengemukakan interaksi belajar mengajar
meliputi: persiapan, kegiatan pokok belajar dan penyelesaian, menurutnya
persiapan itu meliputi: menenangkan kelas, menyiapkan perlengkapan mengajar;
apersepsi (menghubungkan dengan pelajaran yang lalu) dan membahas pekerjaan
rumah. (Suharsimi Arikunto, 1996: 96 )
Sementara kegiatan pokok belajar
meliputi: merumuskan tujuan pelajaran; guru mencatat dan mendektekan; guru
menerangkan secara lisan dan tulisan; guru mendemonstrasikan individual kepada
siswa dan guru bertanya. Sedangkan penyelesaian terdiri dari: evaluasi
formatif; guru menjelaskan kembali bagi pelajaran tertentu dan guru memberikan
tugas tertentu?PR. (Suharsimi Arikunto, 1996: 100 )
Departemen
pendidikan dan kebudayaan, mengartikan guru sebagai orang yang pekerjaannya
(profesinya) mengajar, maka dikatakan guru dalam pembelajaran adalah orang yang
memberikan pelajaran kepada siswa. Pada umumnya pada
sekolah-sekolah menengah di Indonesia guru mengajarkan satu mata pelajaran
sesuai dengan mata pelajaran yang disukainya.( Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI,
1995: 330)
Atas dasar itu, maka guru merupakan unsur utama dalam
mencapai tujuan hasil belajar bahkan ia dikatakan sebagai orang yang menentukan
keberhasilan siswa. Di bawah ini dapat diperhatikan tugas-tugas seorang guru
adalah sebagai berikut:
6.
Guru Sebagai
Motivator
Guru sebagai motivator memegang peranan penting dalam
meningkat, mengembangkan kegiatan belajar siswa. Di samping itu, ia juga
berperan menumbuhkan anak agar mencapai pada sasaran yang diharapkan dari
proses pendidikan.
Ciri-ciri adanya motivasi pada
peserta didik dapat diamati pada tingkah lakunya. Disiplin yang termotivasi
bentuknya sebagai berikut:
a.
Bersungguh-sungguh menunjukkan minat, mempunyai perhatian dan rasa ingin
tahu yang kuat untuk ikut serta dalam belajar.
b.
Berusaha keras dan memberikan waktu yang cukup untuk melaksanakan kegiatan
tersebut.
c.
Terus bekerja sampai tugas-tugas tersebut diselesaikan. ( Muhaimin, 2002: 138 )
Dalam hal ini, yang dimaksud dengan
sasaran tertentu dalam pelajaran fiqh, agar siswa dapat tercapai pada sasaran
pembelajaran Sekolah Dasar. Oleh karena itu, peran guru dalam menumbuhkan minat
dan motivasi pada siswa sangat diharapkan supaya siswa bergairah untuk
mempelajari Sekolah Dasar.
7.
Guru Sebagai Pemilih Materi Pelajaran
Suatu hal yang tidak dapat
ditinggalkan pelaksanaannya oleh seorang guru adalah memilih materi pelajaran.
Seorang guru harus menguasai materi-materi pelajaran yang baik. Dalam pemilihan
materinya disesuaikan dengan hal-hal yang dianggap penting antara lain usia
siswa, minat, serta materi harus sesuai kebutuhan kekinian.
8.
Menentukan Metode
Pelajaran Yang Sesuai
Metode pelajaran yang digunakan
haruslah sesuai, sehingga dapat mengaktifkan siswa, dan ia dapat menemukan
konsep-konsep baru. Dalam hal ini dapat diharapkan adanya interaksi timbal
balik antara guru dan siswa, sehingga proses belajar mengajar berjalan lancar.
Hal ini dapat terwujud bila guru memiliki pengetahuan yang luas tentang metode
mengajar serta terampil dalam menggunakannya. Oleh karena itu, “guru harus juga
mengetahui kelebihan dan kekurangan serta kelemahan dari masing-masing metode
tersebut, sehingga penerapan metode mengajar sesuai dengan tujuan pengajaran
dan materi yang diajarkan. Pemilihan metode mengajar tidak terlepas dari
kebutuhan alat-alat pembantu dan lain sebagainya” ( Muhaimin, 2002: 139 ).
Sehubungan dengan proses pelaksanaan
pembelajaran, berikut ini akan dijelaskan tentang membuka pelajaran,
menyampaikan materi pelajaran, interaksi belajar mengajar atau pengelolaan
kelas dan menutup pelajaran.
b.
Membuka Pelajaran
Pada umumnya, kegiatan pelajaran
dilaksanakan dimulai dengan guru melaksanakan kegiatan rutin seperti siswa,
mengisi daftar hadir, menyampaikan pengumuman menyuruh menyiapkan alat-alat
pengajaran dan buku yang akan dipakai. Kegiatan tersebut memang harus
dikerjakan oleh guru tetapi bukan merupakan kegiatan membuka pelajaran.
M. Uzer Usman mengemukakan bahwa:
“membuka pelajaran adalah usaha atau kegiatan yang dilaksanakan guru untuk
menciptakan pra kondisi bagi murid agar mental maupun perhatiannya terpusat
pada apa yang dipelajarinya sehingga usaha tersebut akan memberikan dampak
terhadap kegiatan belajar”. (
M. Uzer Usman, 2002:
91)
Berkaitan dengan
membuka pelajaran, kegiatan yang dilaksanakan guru untuk menumbuhkan kesiapan
mental siswa dalam menerima pelajaran seperti yang dikemukakan oleh J. J.
Hasibuan. adalah sebagai berikut:
1)
Mengemukakan tujuan
pelajaran yang akan dicapai.
2)
Mengemukakan
masalah-masalah pokok yang akan dipelajari.
3)
Menentukan
langkah-langkah kegiatan belajar mengajar.
4)
Menentukan
batas-batas tugas yang harus dikerjakan untuk menguasai pelajaran. ( J. J. Hasibuan, 1994: 117 ).
Kemudian, komponen-komponen membuka pelajaran meliputi:
menimbulkan motivasi, memberi acuan dan membuat kaitan. Dalam menarik perhatian
siswa, berbagai cara dapat digunakan oleh guru antara lain: menggunakan gaya
mengajar yang bervariasi; menggunakan berbagai media mengajar dan pola
interaksi yang bervariasi, misalnya guru menerangkan dan mengajukan pertanyaan
atau memberikan tugas untuk didiskusikan.
Setelah menarik perhatian siswa, guru berusaha
menimbulkan motivasi antara lain dengan cara: kehangatan dan keantusiasan,
misalnya bersikap ramah, bersahabat hangat dan akrab, menimbulkan rasa ingin
tahu, mengemukakan ide yang bertentangan, memperhatikan dan menyesuaikan minat
siswa.
Sementara dalam memberikan acuan dapat dilaksanakan
antara lain: mengemukakan tujuan dan batas-batas tugas: menyarankan
langkah-langkah yang akan dilaksanakan; mengingatkan masalah pokok yang akan
dibahas dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan.
Untuk mempermudah pemahaman siswa dalam mengajarkan
bahan pelajaran yang baru perlu menghubungkan bahan pengait. Usaha guru untuk
membuat kaitan itu, misalnya dengan cara; membuat kaitan antara aspek-aspek
yang relevan dari mata pelajaran yang telah dipelajari; membandingkan atau
mempertentangkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang telah dilaksanakan
siswa; menjelaskan konsep atau pengertiannya lebih dahulu dan mengemukakan
bahan yang baru.
d.
Menyampaikan Materi
Pelajaran
Materi pelajaran merupakan bahan yang disajikan guru
untuk diolah dan kemudian dipahami oleh siswa, dalam rangka pencapaian
tujuan-tujuan intruksional yang telah ditetapkan. Dengan kata lain materi
pelajaran merupakan salah satu unsur atau komponen yang penting artinya untuk
mencapai tujuan-tujuan pengajaran. Materi pelajaran dari hal-hal disebutnya
terkandung dalam mata pelajaran tersebut.
Nana Sudjana mengemukakan bahwa dalam
menetapkan bahan pelajaran perlu memperhatikan hal-hal tertentu. Adapun hal-hal
yang diperlukan dalam menetapkan materi pelajaran adalah sebagai berikut:
1. Bahan pelajaran harus sesuai dengan penunjang tercapainya tujuan
pembelajaran.
2. Bahan yang ditulis dalam perencanaan pengajaran terbatas pada konsep atau
garis-garis besar bahan, tidak perlu dirinci.
3. Menerapkan bahan pelajaran harus serasi dengan urutan dan tujuan.
4. Urutan tujuan pembelajaran hendaknya memperhatikan kesinambungan.
5. Bahan disusun dari yang sederhana menuju yang sulit, dari yang kongkrit
menuju yang abstrak, sehingga siswa mudah memahaminya.( Nana Sudjana, 1989: 67 )
Hal yang diperlukan dalam menetapkan
bahan adalah kemampuan guru dalam memilih bahan yang akan diberikan kepada
siswa, guru harus memilih bahan yang perlu diberikan dan mana yang tidak perlu.
dalam menetapkan pilihan tersebut Surya Subroto mengemukakan hal-hal yang perlu
diperhatikan adalah: tujuan pengajaran urgensi pengajaran, tuntutan kurikulum,
nilai kegunaan dan terbatasnya sumber. ( Suryo Subroto, 1997: 40 )
e.
Mengelola Dalam
Kelas
Pengelolaan kelas merupakan suatu usaha yang dilakukan
oleh penanggung jawab kegiatan belajar mengajar atau yang membantu
dengan maksud agar tercapainya kondisi optimal, sehingga dapat melaksanakan
kegiatan belajar seperti yang diharapkan.( Suharsimi Arikunto, 1992: 68). Di dalam belajar mengajar, kelas merupakan tempat yang mempunyai ciri
khas yang digunakan untuk belajar. Belajar memerlukan konsentrasi, oleh karena
itu perlu menciptakan suasana kelas agar siswa dapat belajar dengan tertib
sehingga tujuan pembelajaran tercapai secara efektif dan efisien.
Kegiatan mengelola kelas menyangkut kegiatan sebagai
berikut:
4)
Mengatur tata ruang kelas, misalnya mengatur meja dan tempat duduk,
menempatkan papan tulis dan sebagainya.
5)
Memelihara kebersihan dan kenyamanan suatu kelas atau ruang belajar yang
dilaksanakan oleh siswa dan guru.
6)
Menciptakan iklim belajar mengajar yang serasi dalam arti guru harus mampu
menangani dan mengarahkan tingkah laku siswa agar tidak merusak suasana kelas.
Guru sejalan berperan dalam pengelolaan kelas, apabila guru mampu mengelola
kelasnya dengan baik, maka tidak sukar bagi guru itu untuk mencapai tujuan yang
telah dirumuskan.
Adapun pengelolaan
kelas yang baik harus memenuhi kriteria sebagai berikut mempertinggi
perkembangan mental sosial siswa; memberikan kebebasan intelektual dan visi
dalam karakter yang ditentukan; memungkinkan pencapaian Tujuan Instruksional;
mengizinkan kepada siswa untuk ikut berprestasi atas pengelolaan kelasnya;
mengizinkan kepada siswa untuk mengembangkan kecakapan sendiri dan tidak
tergantung pada orang lain; membuat suasana yang hangat terhadap hubungan guru
dengan siswa dan pengelolaan kelas yang baik menghasilkan sikap murid yang
positif terhadap kelasnya. .( Suharsimi
Arikunto, 1992: 69)
Peserta didik dalam suatu kelas biasanya
memiliki kemampuan yang beragam, ada yang pandai, sedang dan kurang. Sebenarnya
tidak ada peserta didik yang pandai atau bodoh, yang lebih tepat adalah peserta
didik dengan kemampuan lambat atau cepat dalam belajar. Dalam materi yang sama,
bagi peserta didik yang satu memerlukan dua kali pertemuan untuk memahaminya.
Untuk itu guru perlu mengatur kapan peserta didik bekerja secara perorangan,
berpasangan, kelompok atau klasikal. Jika kelompok, kapan peserta didik
dikelompokkan berdasarkan kemampuannya sehingga ia dapat berkonsentrasi
membantu peserta didik yang kurang dan kapan peserta didik dikelompokkan
bercampur dengan berbagai kemampuan.
Selain itu, kursi dan meja peserta
didik dan guru juga perlu ditata sedemikian rupa sehingga dapat menunjang kegiatan
pembelajaran yang dapat mengaktifkan peserta didik. Lingkungan fisik dalam
ruang kelas dapat menjadikan belajar aktif. Tidak ada satupun bentuk ruang
kelas yang ideal, namun ada beberapa pilihan yang dapat diambil sebagai
variasi. Dekorasi interior kelas perlu dirancang yang memungkinkan peserta
didik untuk belajar secara aktif, yakni yang menyenangkan dan menantang.
Beberapa variasi dalam ruang yang
sering digunakan dalam pembelajaran di Sekolah Dasar adalah:
8)
Formasi Huruf U
Formasi ini digunakan untuk berbagai tujuan. Para peserta didik dapat
melihat guru atau melihat media visual dengan mudah dan mereka dapat saling
berhadapan langsung satu dengan lain. Susunan ini ideal untuk membagi bahan
pelajaran kepada peserta secara cepat karena guru dapat masuk ke huruf U dan
berjalan ke berbagai arah dengan seperangkat materi.
9) Formasi Corak Tim
Guru mengelompokkan meja-meja setengah lingkaran diruang kelas agar
memungkinkan peserta didik untuk melaksanakan interaksi tim. Guru dapat meletakkan
kursi-kursi mengelilingi meja-meja untuk susunan yang paling akrab.
10)
Meja Konferensi
Formasi ini paling baik dilakukan jika meja berbentuk persegi panjang.
Susunan ini dapat mengurangi peran dominan guru dan lebih mengutamakan peran
penting peserta didik.
11)
Lingkaran
Para peserta didik hanya duduk pada sebuah lingkaran tanpa meja atau kursi
untuk melakukan interaksi berhadap-hadapan secara langsung. Sebuah lingkaran
ideal untuk diskusi kelompok penuh.
12)
Kelompok untuk Kelompok
Susunan ini memungkinkan guru untuk melaksanakan diskusi atau untuk
menyusun permainan peran, berdebat atau observasi dari aktifitas kelompok. Guru
dapat meletakkan meja pertemuan di tengah-tengah yang dikelilingi oleh
kursi-kursi pada posisi luar.
13)
Kelas Tradisional
Jika tidak ada cara membuat lingkaran dari baris lurus yang berupa meja
dan kursi, guru dapat mencoba mengelompokkan kursi-kursi dalam pasangan untuk
memungkinkan penggunaan teman belajar.
14)
Auditorium
Formasi auditorium merupakan tawaran alternatif dalam menyusun ruang kelas.
MeSekolah Dasarpun bentuk auditorium menyediakan lingkaran yang sangat terbatas
untuk belajar aktif, namun hal ini dapat dicoba untuk mengurangi kebosanan
siswa yang terbiasa dalam penataan ruang secara tradisional. Jika sebuah kelas
tempat duduknya mudah dipindah-pindah, maka guru dapat membuat bentuk
pembelajaran ala auditorium untuk membentuk hubungan lebih serta dan memudahkan
peserta didik melihat guru. ( Departemen Agama RI, 2003: 23)
9.
Interaksi Belajar Mengajar
Pelaksanaan interaksi belajar mengajar
adalah proses hubungan antar guru dan siswa selama berlangsung pembelajarn
siswa. S. B. Djamarah mengemukakan bahwa: “interaksi belajar mengajar merupakan
interaksi edukatif yakni interaksi yang dengan sadar meletakkan tujuan untuk
merubah tingkah laku dan perbuatan seseorang”. (Syaiful Bahri
Djamarah, 2000: 12 )
Dalam bentuk pembelajaran guru harus dapat mendesain
interaksi belajar mengajar dengan memilih bentuk yang tepat dan sesuai dengan
tujuan pembelajaran, dengan materi pelajaran yang akan diberikan serta sesuai
dengan siswa yang akan belajar itu sendiri.
Sehubungan dengan
pelaksanaan pembelajaran Suharsimi Arikunto mengemukakan interaksi belajar
meliputi: “persiapan, kegiatan pokok belajar dan penyelesaian, menurutnya
persiapan itu meliputi: menenangkan kelas; menyiapkan perlengkapan mengajar;
apersepsi (menghubungkan dengan pelajaran yang lalu) dan membahas pekerjaan
rumah”. .( Suharsimi Arikunto, 1992: 105)
Sementara kegiatan pokok belajar meliputi: merumuskan
tujuan pelajaran; guru mencatat atau mendiktekan; guru menerangkan secara
lisan/tulisan; guru mendemontrasikan secara tetap; diskusi kelas ; siswa
belajar sendiri; guru memberi bantuan belajar sendiri secara individual kepada
siswa dan guru bertanya. Sedangkan penyelesaian terdiri dari: evaluasi
formatif, guru menjelaskan kembali bagi pelajaran tertentu dan guru memberikan
tugas tertentu/PR.
10. Menutup Pelajaran
Menjelang akhir jam pelajaran atau setiap pergantian
kegiatan belajar, guru harus melakukan kegiatan menutup pelajaran agar siswa
memperoleh gambaran yang jelas tentang pokok-pokok bahan pelajaran yang sudah
dipelajarinya. M. Uzer Usman mengemukakan bahwa: menutup pelajaran adalah
kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk mengakhiri pelajaran atau kegiatan
belajar mengajar. ( M. Uzer Usman, 2002: 96) Usaha menutup
pelajaran atau kegiatan belajar mengajar itu dimaksudkan untuk memberikan
gambaran menyeluruh tentang apa yang telah dipelajari oleh siswa, mengetahui
tingkat pencapaian siswa dan tingkat keberhasilan guru dalam proses pelaksanaan
pembelajaran.
Bentuk usaha guru dalam mengakhiri kegiatan pembelajaran
adalah sebagai berikut, menerangkan atau membuat garis besar persoalan yang
dibahas; mengkondisikan perhatian siswa terhadap hal-hal yang diperoleh dalam
pelajaran; mengorganisasikan kegiatan atau pelajaran yang sudah dipelajari
sehingga merupakan satu kesatuan yang berarti dalam memahami materi dan
memberikan tingkat lanjut (follow up)
agar materi yang baru dipelajari tidak dilupakan serta agar dipelajari kembali
di rumah.
Cara yang dapat dilaksanakan oleh
guru menurut Uzer Usman dalam menutup pelajaran adalah meninjau kembali
penguasaan inti pelajaran dengan merangkum dan membuat ringkasan dan
mengevaluasi.
Bentuk evaluasi yang dapat dilakukan
guru antara lain adalah: mendemontrasikan kembali ketrampilan yang diperoleh;
mengeksplorasikan pendapat siswa sendiri; mengaplikasikan ide baru pada situasi
lain dan memberi soal-soal tertulis. (
M. Uzer Usman, 2002: 94)
Agar tercapainya tujuan dari proses
pembelajaran dituntut kepada siswa untuk mengetahui dan memenuhi syarat-syarat
jadi peserta didik, tugas-tugas peserta didik serta hak siswa, antara lain:
d.
Syarat-syarat jadi
peserta didik (siswa)
11) Peserta didik harus menyadari sepenuhnya akan arah dan tujuan belajarnya
sehingga ia senantiasa siap siaga untuk menerima dan mencernakan.
12) Murid harus memiliki motivasi yang murni (intrinsik atau niat) yaitu
karena Allah SWT.
13) Harus belajar dengan kepala penuh artinya siswa memiliki pengertian dan
pengalaman-pengalaman belajar sebelumnya.
14) Murid harus menyadari bahwa belajar bukan semata-mata menghapal.
15) Harus senantiasi memusatkan perhatian terhadapa apa yang sedang dipelajari
dan menjauhkan hal-hal yang mengganggu.
16) Harus memiliki rencana belajar yang jelas.
17) Murid harus memandang bahwa semua bidang studi sama penting bagi dirinya.
18) Harus menggunakan waktu seefisien mungkin dalam proses belajar.
19) Harus dapat saling bekerja sama antar kelas maupun dalam kelas untuk
mendapatkan sesuatu hal yang baru.
20) Harus menunjukkan partisipasi aktif dalam proses
belajar mengajar. (
M. Uzer Usman, 2002: 97)
e.
Tugas-tugas atau
kewajiban peserta didik (siswa), antara lain:
Di antara kewajiban siswa yang harus dipenuhi antara lain: hadir tepat
pada waktunya, mengikuti mata pelajaran dengan detil, mengikuti ulangan atau
kegiatan yang ditentukan oleh sekolah, mentaati tata tertib dan peraturan yang
berlaku, dan sebagainya.
f.
Hal yang harus di miliki oleh peserta didik (siswa)
Dalam proses
pembelajaran siswa mempunyai hak harus dimiliki oleh murid antara lain:
menerima pelajaran, mengikuti kegiatan yang diadakan disekolah, menggunakan
fasilitas yang tersedia disekolah dan memperoleh bimbingan disekolah dan arahan
dari staf yang ada disekolah-sekolah sebagainya.
Dengan demikian, kompetensi seorang guru sangat
berpengaruh. Apabila seorang guru tidak memiliki kemampuan dalam mengajar, maka
guru tersebut akan mengalami kesulitan-kesulitan dalam mengajar sehingga
keberhasilan pembelejaran di sekolah tidak tercapai sebagaimana yang di
harapkan. Begitu pula dengan siswa, apabila guru tidak memiliki kemampuan
mengajar maka siswa akan mengalami kesulitan dalam memahami pelajaran yang di
berikan pleh guru sehingga tidak terjalin keharmonisan antara guru dan siswa
dalam proses pembelajaran.
Di samping itu, kurangnya kompetensi guru dapat
menyebabkan tidak berkembangnya kreatifitas, bakat dan minat siswa, sebaliknya
guru yang berkompetensi dapat mendukung proses pembelajaran Sejarah Kebudayaan
Islam sehingga tujuan pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam dapat tercapai.
Selain kompetensi, guru juga harus memiliki penampilan
yang dapat menarik siswa, sehingga siswa akan suka atau senang terhadap
gurunya. Dengan kata lain penampilan seorang guru juga berpengaruh terhadap
siswa dan akan terwujud keharmonisan antara guru dan siswa. Bila siswa suka
terhadap gurunya tentu pelajaran yang guru ajarkan tersebut akan disenangi
dengan sendirinya tujuan pembelajaran tersebut akan tercapai.
Dengan demikian, dapat dijelaskan bahwa hubungan
seorang guru dengan anak didik pada hakikatnya bersatu, mereka satu dalam jiwa
berpisah dalam raga, karena di sekolah guru merupakan orangtua ke dua bagi anak
didik, layaknya bagi seorang anak menginginkan belaian kasih sayang dan
bimbingan dari orangtuanya. Untuk itu, pemahaman terhadap jiwa anak didik
seperti ini diperlukan, agar dapat dengan mudah membuka pelajaran dengan baik.
Dalam hal ini, anak didik merupakan manusia yang sangat
penting dalam kegiatan belajar mengajar, yang mempunyai peran utama dalam
menentukan terjadi tidaknya interaksi belajar mengajar. Guru tidak mempunyai
arti apa-apa tanpa kehadiran anak didinya sebagai subjek pembinaan, anak didik
merupakan manusia yang berpotensi sehingga perlu pembinaan dan bimbingan dari
guru, untuk dijadikan kekuatan agar menjadi manusia yang cakap.
Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa guru merupakan orang yang berwewenang dan bertanggung jawab untuk
membimbing dan membina anak didik baik di sekolah maupun di luar sekolah.
F.
Aspek - Aspek Pendidikan Yang menjadi Tanggung Jawab Guru
Guru tidak hanya berfungsi sebagai pendidik dan pengajar
yang mentransfer ilmu pengetahuan kepada anak didik, tetapi juga dituntut mampu
memberi contoh teladan yang baik dalam segala segi kehidupan sebagai upaya
dalam menanamkan sikap, nilai dan minat belajar kepada para siswa, guru pula
harus dapat mengatur suasana belajar dengan harapan adanya peningkatan prestasi
belajar bagi anak didiknya.
Posisi guru ini menghendaki guru memilih kesanggupan
mengolah kelas, melakukan hubungan sosial dengan siswa, memahami
individu-individu siswa dan memberikan bimbingan belajar. ( Amien Fenbau, 1981: 34
).
Sebagai seorang guru hendaknya mampu memimpin kegiatan
belajar yang efektof dan efesien sebagai hasil yang optimal, guna memudahkan
pencapaian tujuan pengajaran. Dengan demikian jelas bahwa, fungsi guru sebagai
pengelola kelas mempunyai tanggung jawab penuh terhadap kelancaran proses
kegiatan belajar mengajar sesuai dengan prosedur yang berlaku, guna mencapai
tujuan pendidikan yang diharapkan.
Sesuai dengan tuntutan masyarakat yang semakin
berkembang, guru harus mampu berperan ganda sebagai pembimbing, demonstrator,
mediator, fasilitator, motivator dan sebagai evaluator.
g. Guru sebagai
Pembimbing
Seorang guru
yang menjadi pengajar dan pendidik berarti sekaligus menjadi pembimbing karena
dalam proses kegiatan mengajar, mendidik dan membimbing merupakan serangkaian
yang tidak bisa dipisahkan. Dalam proses belajar mengajar kegiatan di atas
harus dilakukan secara terpadu dan integral, "Bimbingan adalah segala
kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dalam rangka memberikan bantuan kepada
orang lain yang mengalami kesulitan, agar orang tersebut mampu mengatasinya
sendiri dengan penuh kesadaran". (Soetjipto dan
Raflis Kokasih, 2000: 109 )
Berdasarkan
kutipan di atas, bimbingan dapat diartikan sebagai kegiatan menuntun siswa
dalam perkembangannya dengan jalan memberikan dukungan dan arahan yang sesuai
dengan pendidikan.
Guru harus
membimbing dan menuntun siswa dengan kaidah-kaidah yang baik serta mengarahkan
perkembangannya sesuai dengan yang di cita-citakan. Guru ikut memecahkan
kesulitan-kesulitan/problem yang dihadapi oleh siswa dalam proses belajar
mengajar sehingga dapat meningkatkan prestasi yang lebih baik bagi siswa.
h. Guru sebagai
Demonstrator
Guru harus
mempunyai kemampuan untuk menjelaskan dan menguasai materi pelajaran yang akan
disampaikan kepada para siswa, agar materi pelajaran yang akan disampaikan itu
dapat mudah diterima oleh anak didik. Amien Fenbau menjelaskan sebagai berikut
:
"Guru
dituntut mampu menguasai semua bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkan
kepada anak didik (siswa) serta harus mampu menggunakan lingkungan alam dan
masyarakat sebagai sumber pendidikan. Karenanya guru sangat dituntut
mempelajari/mengikuti perkembangan yang terjadi dalam masyarakat, sehingga
mampu menyesuaikan dengan kegiatan pelajaran yang dipimpinnya".( Amien Fenbau, 1981: 16
).
Dalam kaitan
ini Sardiman A.M., juga mengemukakan :
"Guru
sebagai lembaga profesional, di samping memakai hal-hal yang bersifat filosofis
dan konseptual, harus juga mengetahui dan melaksanakan hal-hal yang bersifat
teknis. Terutama kegiatan mengelola interaksi lima modal dasar, yaitu kemampuan
mendesaign program keterampilan, mengkomunikasikan program itu kepada anak didik".( Sardiman A.M, 2000: 161).
Oleh karena itu,
guru harus mampu menguasai segala yang telah direncanakan dengan cara yang
baik, agar siswa dapat menerima materi pelajaran semaksimal mungkin sehingga
hasil belajarnya semakin tinggi.
i. Guru sebagai
Mediator
Untuk mencapai
efektifitas pengajaran, maka setiap kegiatan belajar guru harus menggunakan
peralatan (media) secara maksimal. Sebagai mediator guru hendaknya memiliki
pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan, karena media
pendidikan merupakan alat komunikasi yang mengefektifitaskan proses belajar
mengajar.
Dalam hal ini
M. Uzer Usman mengmukakan :
”Guru tidak cukup hanya memiliki
pengetahuan tentang pendidikan, tetapi juga memiliki keterampilan memilih dan
menggunakan media dengan baik, sesuai dengan metode, materi dan kemampuan
siswa. Guru harus mampu berhadapan dengan siswa dengan cara yang baik, sehingga
disenangi oleh siswa dan benar-benar menjadi contoh yang baik bagi anak didik.( Mohd. Uzer Usman, 1990: 27 )
Dengan demikian, guru harus mampu memperlihatkan sikap,
kepribadian termasuk juga sikap berpakaian sebagai contoh yang baik. Dalam hal
ini al-Ghazali yang dikutip M. Arifin:
"Para guru harus memiliki adab
yang baik agar menjadi teladan bagi anak didik untuk mengikutinya, karena
perhatian murid selalu tertuju kepada guru dan telinga mereka selalu
mendengarnya, maka bila dianggap baik berarti baik pula di sisi mereka, dan apa
yang dianggap jelek, berarti jelek pula pada mereka".".( M. Arifin, 2001: 101)
Informasi yang diberikan melalui pengajaran yang dipadu
dengan keadaan yang ada pada diri guru (kepribadian guru) akan menjadi pedoman
yang sangat berharga bagi siswa dalam upaya mencapai keberhasilan dalam
kemajuan pendidikan.
j.
Guru sebagai
Fasilitator
Sebagai seorang fasilitator, seorang guru harus mampu
menyediakan berbagai fasilitas yang dibutuhkan anak didik, agar materi
pelajaran yang disampaikan dan memadukannya antara teori dan praktek diharapkan
anak didik dapat dengan cepat memahaminya.
Menurut M. Arifin,
"Guru sebagai fasilitator belajar, artinya dapat memberikan kemudahan bagi
siswa dalam melakukan kegiatan belajar. Kemudahan tersebut dapat dinyatakan
dalam berbagai bentuk, antara lain menyediakan sumber dan alat-alat belajar
seperti buku paket yang diperlukan, alat peraga dan belajar lainnya".( M. Arifin, 2001: 33)
Selain itu
dapat juga dengan mengusahakan waktu belajar yang efektif memberikan bantuan
kepada siswa yang membutuhkan, membantu memecahkan masalah yang dihadapi siswa.
Guru merupakan
tempat yang paling ideal bagi siswa untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang
jelas dan mendasar melalui kegiatan belajar mengajar. Dalam kegiatan belajar
mengajar guru tersebut menyediakan berbagai fasilitator seperti: media, alat
peraga termasuk menunjuk dan menentukan berbagai jalan untuk mendapatkan
fasilitas tertentu dalam menunjang program belajar siswa. Guru sebagai
fasilitator turut mempengaruhi tingkat prestasi yang dicapai siswa. (Soetjipto dan Raflis Kokasih, 2000: 109 )
k. Guru sebagai Motivator
Guru hendaknya
dapat memberikan dorongan kepada siswa agar bergairah/bersemangat dan aktif
dalam proses belajar. Dalam upaya memberikan motivasi, guru dapat menganalisis
motif-motif yang melatarbelakangi siswa yang kurang untuk belajar. Kedudukan
guru sebagai motivator adalah melaksanakan pengajaran dengan memberikan
motivasi kepada siswa agar lebih aktif dalam kegiatan belajar, sehingga
diharapkan tujuan dapat dicapai. (
M. Arifin, 2001: 101)
Motivasi dapat
efektif bila dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan siswa, juga memberikan
semangat kepada para siswa untuk lebih aktif dalam belajar. Guru sebagai
motivator sangat penting dalam interaksi edukatif, karena menyangkut esensi
pekerjaan mendidik yang membutuhkan kemahiran sosial, dan menyangkut
profesionalismenya dalam personalisasi dan sosialisasi diri.
l. Guru sebagai
Evaluator
Kedudukan guru
sebagai evaluator, yaitu mengadakan penelitian terhadap kegiatan belajar yang
dilaksanakan. Guru mengetahui hasil dari kegiatan mengajar tersebut, sekaligus
dapat mengadakan usaha perbaikan seperlunya.
Menurut M. Uzer
Usman menjelaskan hal ini sebagai berikut :
"Penilaian perlu dilakukan, karena
guru dapat mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan, kepuasan siswa terhadap
pelajaran serta ketetapan atau keaktifan metode pengajaran. Tujuan lain adalah
untuk mengetahui kedudukan siswa dalam kelas atau kelompok. Dengan penilaian
guru dapat menetapkan apakah siswa itu termasuk ke dalam kelompok pandai,
sedang, kurang atau cukup baik di kelasnya".( M. Uzer Usman, 2002: 34)
Berdasarkan hal
tersebut di atas, akan mempermudah perhatian guru untuk melakukan evaluasi yang
baik terhadap prestasi belajar siswa. Setelah proses belajar dan mengajar itu
berlangsung maka guru akan melaksanakan tugas yang terakhir, yaitu evaluasi
terhadap hahsil dari proses belajar mengajar yang telah dilakukan, baik oleh
guru sebagai pendidik maupun siswa sebagai anak didik.
G. Prestasi Belajar Anak dan Faktor –
Faktor Yang Mempengaruhinya
4.
Pengertian
Prestasi
Dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia disebutkan prestasi
adalah : ”Hasil perjuangan sendiri yang memperoleh pengakuan.”( Ensiklopedi
Nasional Indonesia, 1997: 367 ). Namun Abu Ahmadi memberikan pengertian adalah “hasil yang
didapati siswa selama belajar”.
Menurut David Krech, dkk.,
mendapatkan hasil belajar dapat dilakukan melalui proses kognisi yang kompleks
dan menghasilkan sesuatu yang mungkin dicapai atau dicita-citakan. Karena itu,
prestasi merupakan berperan aktif sebagai stimulus yang diterima, tetapi diri
orang tersebut secara total, baik
pengalaman, sikap serta motivasinya terhadap
stimulus atau objek itu.” (Yahya, dkk, 1995: 1 )
Prestasi adalah suatu hasil usaha yang didapat siswa dan
siswi selama mengikuti proses pembelajaran. Prestasi dapat ditingkatkan dengan
cara memberikan motivasi kepada siswa agar mereka giat dalam belajar, sehingga
apa yang diinginkannya dapat tercapai dengan baik.( Widayatun, 1999:110-111)
5.
Faktor
Yang Mempengaruhi Prestasi
Dalam meningkatkan prestasi belajar agama di sebuah lingkungan
sekolah, tentunya dipengaruhi oleh beberapa hal yang berhubungan erat dengan
peningkatan prestasi antara lain adalah:
Menurut
Thoha ada tiga faktor yang mempengaruhi meningkatkan prestasi belajar, yaitu:
d. Faktor Psikologis
Prestasi seorang siswa dalam belajar
dipengaruhi oleh keadaan psikologis atau kejiwaan. Pengalaman mental merupakan
salah satu faktor bagi seorang guru adalah menilai dan menanggapi suatu
masalah. Kondisi psikologis yang sedang tenang akan menghasilkan fikiran yang
rasional, sehingga prestasi yang diharapkan benar-benar tinggi. Bila kondisi
siswa sedang senang ia akan berpikir yang baik mengenai belajar di sekolah.( Thoha,
1993: 55)
e.
Faktor
Keluarga
“Keluarga yang merupakan tempat pertama kali anak belajar
segala sesuatu. Pola pikiran orang tua secara perlahan-lahan akan ikut juga
mewarnai pola pikiran anaknya. Bila orang tua memandang segala sesuatu masalah
dari sudut pandang yang positif dan objektif, hal itu akan berpengaruh pada
pola pikir anaknya dimasa mendatang”. Thoha, 1993: 56)
f. Faktor Kebudayaan
Kebudayaan
dan lingkungan tempat anak tumbuh dan berkembang juga merupakan salah satu
faktor pembentukan prestasi dalam diri siswa.
Berdasarkan
penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi seorang siswa sangat
dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain:
4.
Faktor
psikologis, termasuk emosional, keluarga dan lingkungan.
5.
Faktor
karakteristik guru yang pada dasarnya berbeda dan unik dari guru lain.
6.
Faktor
penilaian guru itu sendiri terhadap objek yang diamati berdasarkan hasil
pendidikan, kebiasaan dan ketentuan yang berlaku dalam lingkungan tempat guru
itu tumbuh dan berkembang. Thoha, 1993: 56)
6.
Usaha-Usaha
Peningkatan Prestasi Belajar
Meningkatkan
prestasi siswa merupakan tugas dan tanggung jawab guru yang mesti dilakukan
jika terdapat siswa yang nakal dalam belajar.( Roestiyah N. K, 2001: 45 ) Namun
dalam melakukan usaha peningkatan prestasi siswa, maka guru memerlukan beberapa
cara, antara lain:
12. Memberi angka
Angka
dalam hal ini sebagai simbol dari nilai kegiatan belajarnya. Banyak siswa
belajar yang utama justru untuk mencapai angka atau nilai yang baik.
Angka-angka yang baik itu bagi para siswa merupakan motivasi yang sangat kuat.
Namun demikian yang harus diingat oleh
guru bahwa pencapaian angka-angka seperti itu belum merupakan hasil belajar
yang sejati, hasil belajar yang bermakna.
13. Hadiah
Hadiah
dapat juga dikatakan sebagai motivasi, tetapi tidaklah selalu demikian. Karena
hadiah untuk suatu pekerjaan, mungkin tidak akan menarik bagi seseorang yang
tidak senang dan tidak berbakat untuk sesuatu pekerjaan tersebut.
14.
Saingan/Kompetisi
Saingan
atau kompetisi dapat digunakan sebagai alat motivasi untuk mendorong belajar
siswa. Persaingan, baik persaingan individual maupun persaingan kelompok dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa.
15. Ego –
Involvoment
Menumbuhkan
kesadaran kepada siswa agar merasakan pentingnya tugas dan menerimanya sebagai
tantangan sehingga bekerja keras dengan mempertaruhkan harga diri, adalah
sebagai salah satu motivasi yang cukup penting.
16. Materi Ulangan
Para
siswa akan menjadi giat belajar jika mengetahui akan ada ulangan. Oleh karena
itu, memberi ulangan merupakan sarana motivasi, tetapi memberikan ulangan
jangan terlalu sering, karena siswa bisa bosan dan bersifat rutinitas.
17. Mengetahui Hasil
Dengan
mengetahui hasil pekerjaan, apalagi kalau terjadi kemajuan, akan mendorong
siswa untuk lebih giat belajar. Semakin mengetahui bahwa grafik hasil belajar
meningkat, maka motivasi pada diri siswa untuk terus belajar dengan suatu
harapan hasilnya terus meningkat.
18. Pujian
Pujian
merupakan bentuk motivasi yang positif sekaligus umpan balik yang baik. Oleh
karena itu, supaya pujian ini merupakan motivasi, pemberiannya harus tepat.
19. Hukuman
Hukuman
sebagai reinforcement yang negatif kalau diberikan secara tepat dan
bijak maka bisa menjadi alat motivasi. Tetapi guru harus memahami
prinsip-prinsip pemberian hukuman.
20. Hasrat untuk Belajar
Hasrat
untuk belajar berarti pada diri anak didik itu memang ada motivasi untuk
belajar dari diri anak didik sendiri sehingga hasilnya akan lebih baik.
21. Minat
Motivasi
sangat erat hubungannya dengan unsur minat. Motivasi muncul karena ada
kebutuhan proses belajar mengajar akan berjalan lancar kalau disertai dengan
minat. Minat antara lain dapat dibangkitkan dengan cara-cara sebagai berikut:
a) Membangkitkan adanya suatu
kebutuhan.
b) Menghubungkan dengan persoalan
pengalaman yang lampau.
c) Memberikan kesempatan untuk
mendapatkan hasil yang baik.
d) Menggunakan berbagai macam bentuk
mengajar.
22. Tujuan yang Diakui
Rumusan
tujuan yang diakui dan diterima baik oleh siswa, akan merupakan alat komunikasi
yang sangat penting. Sebab dengan memahami tujuan yang harus dicapai, karena
dirasa sangat berguna dan menguntungkan, maka akan timbul gairah untuk terus
belajar.
Bermacam-macam motivasi itu dapat
dikembangkan dan diarahkan guna untuk dapat melahirkan hasil belajar yang
bermakna. Pada mulanya, karena bentuk motivasi siswa rajin belajar, tetapi guru
harus mampu mengarahkan dari tahap rajin belajar kepada kegiatan belajar yang
bermakna.
H.
Upaya - upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Anak
Untuk meningkatkan mutu agar siswa berhasil dengan baik, maka
diperlukan wawasan guru dan keahliannya dalam mengajar. Mengajar adalah
“Membimbing siswa agar memahami proses belajar”.( Slameto, 1991: 92 ). Dalam
belajar siswa menghendaki hasil belajar yang efektif bagi dirinya. Untuk
tuntutan itu guru harus menghendaki hasil belajar yang efektif bagi siswa yaitu
guru harus mengajar dengan efektif juga.
Selain mengajar efektif, guru juga untuk dapat meningkatkan
mutu agar prestasi siswa meningkat dengan baik, siswa dapat berfikir aktif
dalam proses belajar mengajar, maka dari itu diperlukan wawasan guru
diantaranya sebagai berikut :
c. Menarik minat dan
perhatian siswa
Kondisi belajar mengajar yang
efektif adalah adanya minat dan perhatian siswa dalam belajar. Minat merupakan suatu
sifat yang relatif menetap pada diri seseorang dan sangat besar pengaruhnya
terhadap belajar karena dengan minat seseorang akan melakukan sesuatu yang
diminatinya. Sebaliknya, tanpa minat seseorang tidak mungkin melakukan suatu
kegiatan. Sedangkan perhatian sifatnya sementara, adakalanya hilang dan
kemudian timbul kembali.( Moh. Uzer Usman, 2000: 27 ).
Oleh karena itu guru harus berusaha membangkitkan minat dan
memusatkan perhatian siswa terhadap apa yang disampaikannya. Hal ini dapat
dilakukan dengan menggunakan berbagai alat peraga pengajaran dalam penyajian
materi pelajaran kepada anak didik.
d. Membangkitkan
motivasi siswa
Motivasi adalah keadaan dan kesiapan dalam diri individu yang
mendorong tingkah lakunya untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu.
Motivasi dapat timbul dari dalam individu dan dapat pula timbul akibat pengaruh
dari luar dirinya.
Untuk membangkitkan motivasi belajar siswa guru harus
berusaha dengan berbagai cara. Ada beberapa cara membangkitkan motivasi
ekstrinsik dalam menumbuhkan motivasi intrinsik yaitu
1. menciptakan
persaingan .
Guru harus berusahan menciptakan
persaingan antara siswanya untuk meningkatkan prestasi belajar mereka.
Persaingan itu dapat dilakukan dengancara memberikan hadiah kepada siswa yang
mendapat prestasi tinggi sehinga siswa yang memperoleh prestasi rendah akan
berusaha memperbaiki prestasi yang dicapai sebelumnya.
2. membuat tujuan sementaraatau target.
Sebelum proses belajar mengajar
dimulai, guru harus menyampaikan tujuan pembelajaran khusus yang harus dicapai
siswa sehinga dengan demikian siswa akan berusaha/terdorong untuk mencapai
tujuan tersebut.
3. memberikan kesematan untuk berhasil
Keberhasilan dapat menimbulkan rasa
puas, kesenangan dan membangkitkan rasa percaya diri dengan demikian guru yang
efektif akan memberikan kepada siswa
untuk mencapai keberhasilan.
c. Peragaan dalam pengajaran
Alat peraga pengajaran merupakan alat-alat yang digunakan guru ketika
mengajar unuk membantu memperjelas materi pelajaran yang disampaikannya kepada
sisiwa dan mencegah terjadinya verbalisme pada diri siswa.
Proses belajar mengajar akan berjalan dengan lancar apabila mengunakan media pendidikan dalam pengajaran
tersebut supaya ilmu yang ditransfer oleh guru dapat dimengerti oleh siswa.
Soekarto mengatakan bahwa alat-alat pengajaran sebagai salah satu usaha untuk
menghilangkan verbalisme dalam situasi belajar anak didik dan usaha-usaha
kearah pencapaian tujuan pengajaran itu sendiri, maka guru dituntut adanya
skill mempergukan berbagai alat-alat pelajaran yang ada disekolah.
Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa dengan mengunakan bebagai macam media ( alat-alat pengajaran ) dapat
menpercepat pencapaian tujuan pendidikan. Oleh karena itu kesangupan guru dalam
mengunakan alat-lalat pelajaran tersebut sangat diperlukan kerena disamping
menghilangkan verbalisme juga dapat menpercepat siswa dalam memahami materi
pelajaran yang diajarkan.
d. melibatkan siswa secara aktif
dalam proses belajar mengajar.
Aktifitas murid sangat diperlukan
dalam kegiatan belajar mengajar karna murid merupakan subjek didik yang
merencanakan dan melaksanakan proses belajar. Hal ini dijelaskan oleh Arief
Rachman bahwa suasana belajar mengajar tidak efektif apabila komunikasi yang
terjadi hanya searah yaitu guru dengan siswa, namun efektifitas pengajaran
sangat ditentukan oleh adanya komunikasi antara guru dengan siswa dan sisiwa
dengan siswa.
Oleh karena itu keaktifan siswa
dalam kegiatan belajar mengajar sangat diperlukan agar proses belajar menjadi
efektif dan dapat mencapai hasil yang diinginkan. Dengan demikian syarat-syarat
atau hal-hal yang dapat diuraikan untuk meningkatkan kualitas mengajar guru,
sehingga guru efektif dalam mengajar dan dapat mencapai prestasi yang tinggi.
Di masyarakat yang modern mengajar yang efektif dituntut dengan sendirinya pada
para pengajar, karena perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
sedemikian maju dan pesatnya. Akibatnya para guru tidak mungkin lagi mengajar
dengan sistem yang lama. Guru harus memanfaatkan kemajuan teknologi tersebut
untuk mengajar yang efektif, itulah konsekuensi guru yang menanggapi
pembaharuan dunia pengajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar
Dessy, Kamus lengkap Bahasa Indonesia cet.I, Karya Abditama, Surabaya,
2001.
An-Nahlawi, Abdurahman
Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan
Islam, Cet,II, Jakarta : Diponegoro, 1992.
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Cet. VI,
PT. Remaja Rosda Karya, Bandung, 2005.
Arikunto, Suharsimi Metodelogi Penelitian, Jakarta : Rineka Cipta, 1966.
Arikunto, Suharsimi Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Cet. 13,
Jakarta : Rineka
Cipta, 2006.
Azis, Abdul Menuju
Kesuksesan, Jakarta : Rineka Cipta, 1989.
Daradjat,Zakiah Pendidikan
Agama dalam Pembinaan Mental, Jakarta :
Bulan Bintang, 1973.
Departemen P dan K, Eksilopedi Nasional Indonesia, Jakarta :
Rineka Cipta, 1988.
Departemen P dan K, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet. III,
Jakarta : Rineka
Cipta, 1988.
Hasan,Fuad Kamus
Besar Bahasa Indonesia, Cet. III, Jakarta, Balai Pustaka, 1989.
Hasyim, Muhammad Penelitian Dasar Kaidah Penelitian Masyrakat, Jakarta :
Pedoman Ilmu Jaya.
Khursyid Ahmad,
Prinsip-prinsip Belajar Mengajar, terj. A.S Robith, Surabaya:
Pustaka Progresif, 1992.
L.J., Meleong, Penelitian Kualitatif, Bandung : Rosda karya, 2004.
Moh.Arifin, Pokok-pokok pikiran tentang Bimbingan dan
Penyuluhan Agama, Jakarta : Bulan Bintang, 1976.
Nawawi, Hadari perundang-undangan
Pendidikan, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1983.
Poerwadarminta,WJS. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1989.
Simatjuntak
L.P, Ilmu Pendidikan, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
1973.
Vembrianto, st., et.al…,Kamus Pendidikan, Jakarta : Gramedia, 1988.
Yahya, dkk, Bagaimana
Meningkatkan Prestasi Siswa, Jakarta:
Bina Aksara, 1995.
[1]Suharsimi Arikunto, Pengelolaan Kelas dalam Pengajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996),
hal. 96
[3]Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1995), hal. 330
[4]Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam,
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), hal. 138
[6]M. Uzer Usman, Menjadi Guru Profsional,
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), hal. 91
[7]J. J. Hasibuan, Proses Belajar
Mengajar, Ketrampilan Dasar Pengajaran Mikro, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
1994), hal. 117.
[9]Suryo Subroto, Proses Belajar Mengajar
di Sekolah, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), hal. 40
[10]Suharsimi Arikunto, Pengelolaan Kelas
dan Siswa, Cet. III, (Jakarta: Rajawali, 1992), hal. 68
[12]Departemen Agama RI, KBK Kegiatan
Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam Madrasah Tsanawiyah, (Jakarta: Toha Putra, 2003), hal. 23
[13]S. B. Djamarah, Guru dan Anak Didik
dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal. 12
[19]Amien Fenbau, Supervisi dan Perbaikan
Pengajaran di Sekolah, (Bandung: IKIP, 1981), hal. 34.
[20]Soetjipto dan Raflis Kokasih, Profesi
Keguruan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal. 109.
[21]Amien Fenbau, Supervisi…, hal. 16.
[22]Sardiman A.M, Interaksi…, hal. 161.
[26]Soetjipto dan Raflis Kokasih, Profesi…, hal. 109.
[27]M. Arifin, Hubungan…, hal. 101.
[28]Mohd. Uzer Usman, Menjadi…, hal.
34.
[30]Abu Ahmadi, Ilmu Pendidikan..., hal. 88
[31]Yahya, dkk Mendidik Anak yang Berprestasi,
(Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hal. 1
[32]Widayatun, Mencari
Siswa yang Berprestasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999) hal. 110-111
[33]Thoha, Filsafat Pendidikan, (Jakarta: Rineka
Cipta, 1993), hal. 55
[36]Roestiyah N. K., Strategi Pengajaran Ilmu Eksact,
(Jakarta: Rineka Cipta, 2001), hal. 45
[38]Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru..., hal. 27.
0 Comments
Post a Comment