A. Usaha-usaha Untuk
Mengatasi Dendam
Sebagaimana diketahui bahwa setiap timbulnya suatu permasalahan pasti
ada jalan untuk mengatasinya. Demikian pula dengan penyakit dendam yang timbul
dalam hati seseorang. Apabila ia melakukan usaha-usaha untuk mengatasi penyakit
dendam tersebut, maka sifat dendam pasti akan hilang dari hatinya. Adapun
usaha-usaha yang harus dilakukan seseorang dalam mengatasi dendam adalah
sebagai berikut:
1. Dalam Konsep
Tasamuh
Sebelum penulis membahas
tentang usaha-usaha mengatasi dendam dalam konsep tasamuh, ada baiknya terlebih
dahulu penulis menjelaskan pengertian tasamuh itu sendiri.
Menurut
M. Nasikin Tasamuh atau toleransi adalah “sikap menghormati orang lain untuk
melaksanakan hak-haknya”.[1]
Dengan
demikian dapat dipahami bahwa manusia wajib untuk saling menghormati, karena
manusia dapat merasakan bahagia apabila ia hidup bersama manusia lainnya.
Manusia tidak dapat hidup sendiri di dalam masyarakat tanpa adanya bantuan dan
kerja sama dengan manusia lainnya. Seperti zaman sekarang kita tidak bisa lepas
dari memanfaatkan, menerima jasa dan memerlukan hasil usaha orang lain untuk
memenuhi kebutuhan hidup.
Adapun dalam konsep
tasamuh usaha yang harus dilakukan seseorang untuk mengatasi timbulnya penyakit
dendam adalah sebagai berikut:
a. Menumbuhkan
sikap saling menghargai dan menghormati sesama.
M. Nasikin dalam bukunya
“Ayo Belajar Agama Islam” mengatakan bahwa
“Sikap saling menghormati dan menghargai merupakan suatu sikap yang
sangat dianjurkan dalam agama Islam. Karena sikap ini dapat menimbulkan
kedamaian dan perdamaian antar sesama manusia.[2]
Dengan demikian, apabila
seseorang dapat menumbuhkan sikap menghargai dan menghormati orang lain, maka
sikap dendam yang tersimpan dalam hatinya akan mudah dihilangkan.
b.
Menumbuhkan Perasaan Cinta Kepada
Kebaikan dan Saling Tolong Menolong Sesama Muslim
Muhammad Abdul Qadir Abu Faris dalam bukunya “Menyucikan Jiwa” mengatakan bahwa “Di antara pendidikan Islam yang terarah
dan telah disyariatkan Islam adalah mempertebal rasa solidaritas terhadap
sesama muslim. Hal ini dilakukan, baik secara silaturrahmi kepada saudara,
kerabat, teman dan orang-orang yang tertimpa musibah. Membantu orang yang lemah
dan orang-orang yang menghadapi kesulitan, meringankan penderitaan mereka”. [3]
Seruan-seruan seperti itu
sangat dianjurkan dalam agama Islam untuk
mengikis nafsu amarah yang senantiasa mendorong manusia bersikap dendam dan egois serta tak memiliki kepedulian
dan tanggung jawab sosial. Itulah kegiatan-kegiatan pendidikan sosial yang
hendaknya dijalani oleh setiap umat Islam. Hal ini Sebagai implementasi atas seruan Nabi Saw yang mengajak
umatnya untuk memperhatikan persoalan-persoalan umat Islam. Dalam hal ini Rasulullah SAW., bersabda:
عن أبى هريرة رضي الله عنه عن النبي صلى الله
عليه وسلم: قال: قال رسول الله صلى الله وسلم: من عاد مريضا أوزار أخاله فى الله،
ناداه مناد بأن طبت، وطاب ممشاك وتبوأت من الجنة منزلا. (رواه: الترمذي)
Artinya: “Siapa saja yang menjenguk orang sakit atau mengunjungi
saudaranya karena Allah, maka dia diseru
oleh penyeru: engkau baik, jalanmu baik dan engkau akan menempati satu tempat
di surga” (HR. Tarmidzi).[4]
Dalam riwayat yang lain dari Ibnu Umar Nabi Muhammad SAW.,. Menyeru
umatnya untuk memperkuat rasa cinta kepada kebaikan, mengulurkan bantuan dan
pertolongan kepada saudaranya. Dalam hal ini Rasul bersabda:
عن
ابن عمر رضي الله عنهما أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: المسلم أخوالمسلم لايظلمه ولايسلمه. من كان
فى حاجة أخيه كان الله في حاجته، ومن فرّج عن مسلمٍ كربة فرّج الله عنه بها كربةً
من كرب يوم القيامة، ومن ستر مسلمًا ستره الله يوم القيامة (رواه: متفق عليه)
Artinya: Dari Ibn Umar r.a.
bahwasanya Rasulullah SAW., bersabda: “Seorang muslim adalah saudara bagi
muslim yang lain. Ia tidak boleh menganiayanya dan tidak pula menelantarkannya.
Barang siapa (membantu memenuhi) keperluan saudaranya maka Allah akan
(memenuhi) keperluannya pula. Dan barang siapa berupaya melepaskan satu
kesulitan seorang muslim, maka Allah akan melepaskan suatu kesulitan di antara
kesulitan-kesulitan di hari kiamat. Dan barang siapa yang menutupi (aib) saudaranya
yang muslim maka Allah akan menutupi (aibnya) di hari kiamat”. (HR.
Bukhari-Muslim).[5]
c.
Memilih teman yang shaleh dalam setiap kali
mengadakan kegiatan
Manusia terpengaruh oleh teman dan kawannya. Jika mereka shaleh, maka ia
akan terpengaruh oleh keshalehan mereka dan berusaha untuk bisa seperti mereka. Hal ini sesuai dengan
ungkapan Muhammad Abdul Qadir Abu Faris dalam bukunya “Menyucikan Jiwa”
mengatakan bahwa “Teman yang shaleh adalah teman yang tidak menyimpan perasaan
dendam dalam hatinya, karena penyakit dendam jarang terjangkit dalam hati
orang-orang yang sudah dekat dengan Allah”. [6]
Dengan demikian apabila
orang yang memiliki penyakit dendam memilih berkawan dengan orang yang saleh,
maka ia akan mampu menghilangkan sifat
dendamnya tersebut.
Muhammad Abdul Qadir Abu Faris dalam bukunya ”Menyucikan Jiwa” juga
mengatakan bahwa “Memilih berkawan dengan orang yang
saleh ini merupakan prinsip penting dalam pendidikan Islam yang
diserukan kepada seluruh orang Islam dalam kondisi apapun, baik dalam acara
resmi, sekolah, masyarakat, teman bergaul maupun yang lainnya”.[7]
Teman dan sahabat yang baik merupakan faktor yang amat berperan dalam
meraih prestasi yang baik dan
menghilangkan sifat-sifat tercela. Apabila orang muslim dan para
pengemban misi pendidikan meremehkan masalah ini, niscaya masyarakat menjadi
sangat berpotensi terjangkit beberapa penyakit yang salah satunya adalah dendam. Hal ini dapat
merusak kedamaian dan ketentraman masyarakat muslim itu sendiri.
Kepribadian generasi muda sangat berpeluang terjebak dalam arus pemikiran
dan pandangan hidup yang menyimpang. Oleh karena itu, landasan positif bagi
setiap kegiatan dapat diambil dari petunjuk Nabi Saw dalam memilih kawan yang
saleh dan menghindari unsur-unsur negatif yang ditimbulkan dalam kegiatan
bersama (bermasyarakat). Abu Musa al-Asy’ari ra meriwayatkan bahwasanya Nabi
Saw telah bersabda:
عن
أبي موسى الأشعري رضي الله عنه أن ألنبي صلى الله عليه وسلم،قال: إنما مثل الجلس
الصالح وجليس السوء، كحامل المسك، ونافخ الكبر، فحامل المسك، إما أن يحذيك،وأما أن
تبتاع منه، وإما أن تجد منه ريحا طيبة، ونافخ الكبر إما أن يحرق ثيابك، وإما أن
تجد منه ريحا منتنة. (رواه متفق عليه)
Artinya: Dari Abu Musa
Al-Asy’Ari r.a. bahwasanya Nabi SAW., bersabda: ”Sesungguhnya perumpamaan
antara teman yang baik dengan teman yang buruk adalah laksana orang yang
membawa minyak wangi dengan peniup tungku pandai besi. Orang yang membawa
minyak wangi adakalanya ia memberimu, atau kamu membeli kepadanya atau kamu
mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan peniup tungku pandai besi besi
adakalanya ia akan membakar pakaianmu dan adakalanya pula engkau mendapatkan
bau yang busuk daripadanya”. (HR. Bukhari-Muslim)[8]
d.
Berpartisipasi aktif dalam
bermasyarakat dengan niat dan semangat yang positif serta bersungguh-sungguh
Muhammad Abdul Qadir Abu Faris dalam bukunya “Menyucikan Jiwa” mengatakan bahwa “Salah satu usaha yang harus
dilakukan oleh sesorang untuk mengikis penyakit dendam adalah ikut
berpartisipasi dalam bermasyarakat dengan niat yang positif serta
sungguh-sungguh” .[9]
Hal ini dilakukan nya ketika ia hendak keluar rumah, misalnya dengan
maksud mencari hiburan untuk mengisi waktu luang, baik dijalan-jalan atau di
tempat-tempat yang berhawa segar ataupun di mana saja mereka berada.
Dengan demikian, manusia harus bergaul bersama siapa saja yang ia
jumpai dengan semangat dan sikap yang positif, senang berbuat baik, bersikap
sesuai dengan akhlak yang Islami serta menghindari sikap yang berlebihan dan
menyakitkan orang lain.
Perbuatan seperti ini dapat menghilangkan perasaan dendam yang tersimpan
dalam hatinya. Dalam hal ini Rasulullah
bersabda dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Abu said Hal ini Said
al-Khudriy r.a., bahwa
Nabi Saw telah bersabda:
عن أبي سعيد الخدري رضي الله عنه عن النبي صلى
الله عليه وسلم، قال: إيّا كم والجلوس فى الطرقات، فقالوا: يا رسول الله، مالنا من
مجالسنا بد ّنتحدث فيها. فقال رسول الله صلى الله عليه وسلّم: فإذا أبيتم إلا المجلس
فأعطو الطّريق حقّه،، فقالوا: وما حقّ الطريق يارسول لله؟ قال: غضّ البصر وكفّ
الأذى وردّالسلام والأمر بالمعروف والنهي عن المنكر(رواه: متفق عليه)
Artinya: Dari Abu Sa’id Al-Khudri r.a, dari Nabi SAW,. beliau
bersabda: “Jauhilah diri kalian duduk di
pinggir-pinggir jalan. “Mereka berkata: “Ya Rasulullah, kami pasti memerlukan
majelis-majelis untuk mengobrol di sana. “Maka Rasulullah SAW., bersabda:
“Apabila kalian enggan kecuali majelis itu maka penuhilah oleh kalian hak
(orang yang melewati) jalan itu: mereka katakan: ”Apa saja hak orang yang
melewati jalan itu wahai Rasulullah? ”Rasul pun menjawab: memejamkan pandangan,
menahan gangguan (tidak mengganggu orang), menjawab salam, memerintahkan yang
makruf dan mencegah yang munkar”. (HR. Bukhari-Muslim).[10]
Berdasarkan penjelasan di atas, penulis dapat memahami bahwa usaha-usaha
yang harus dilakukan oleh seseorang untuk mengatasi dendam dalam yang konsep
tasamuh adalah: menumbuhkan sikap saling menghargai dan menghormati sesama, menumbuhkan
perasaan cinta kepada kebaikan dan saling tolong menolong sesama Muslim, Memilih
teman yang saleh dalam setiap kali mengadakan kegiatan, dan berpartisipasi aktif dalam bermasyarakat
dengan niat dan semangat yang positif serta bersungguh-sungguh.
2. Dalam konsep Tasawuf
Sebelum
penulis membahas usaha-usaha mengatasi dendam dalam konsep tasawuf, terlebih dahulu
penulis menjelaskan pengertian tasawuf itu sendiri.
Menurut
Damanhuri Basyir dalam bukunya “Ilmu Tasawuf” mengatakan bahwa tasawuf merupakan suatu disiplin ilmu yang dengannya
dapat diketahui hal ikhwal kebaikan dan keburukan jiwa, cara membersihkan hati
dari sifat-sifat yang buruk dan mengisinya dengan sifat yang terpuji serta
melangkah menuju keridhaan Allah dan Rasulnya”.[11]
Ilmu tasawuf adalah pengembangan dari “Ihsan” atau akhlak.
Adapun dalam konsep tasawuf
usaha-usaha yang harus dilakukan oleh seseorang untuk mengatasi timbulnya penyakit
dendam adalah sebagai berikut:
a.
Memperbanyak Zikir kepada Allah
Shaleh Ahmad Asa-Syaami,
dalam bukunya “Berakhlak dan Beradab Mulia” mengatakan bahwa “Nabi Muhammad SAW., adalah orang yang paling sempurna
dalam berzikir kepada Allah, bahkan seluruh ucapan Nabi berisi zikir kepada
Allah. Beliau selalu berzikir kepada
Allah dalam setiap waktu, baik dalam keadaan berdiri, duduk, berbaring maupun
aktivitas lainnya”. [12]
Dengan demikian
zikir merupakan suatu perbuatan mulia yang telah dicontohkan oleh Rasulullah
SAW. Oleh karena itu, setiap orang muslim harus selalu memperbanyak berzikir
kepada Allah, karena zikir merupakan salah satu jalan yang paling besar untuk
terciptanya ketenteraman hati. Berzikir juga akan menghilangkan kegelisahan dan
kegundahan jiwa serta dendam kepada
orang lain. Hal ini
sesuai dengan firman Allah dalam Al-Quran yang berbunyi:
tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä
ûÈõuKôÜs?ur
Oßgç/qè=è%
Ìø.ÉÎ/
«!$#
3 wr& Ìò2ÉÎ/ «!$#
ûÈõyJôÜs?
Ü>qè=à)ø9$#
(الرعد: 28)
Artinya:
Orang-orang yang beriman hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah,
hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. (Q.S.
Ar-Ra’du: 28).[13]
Melihat ayat di atas, penulis dapat memahami bahwa
berzikir memiliki pengaruh yang besar untuk terwujudnya ketenangan jiwa.
Seseorang yang telah beriman kepada Allah harus senantiasa memperbanyak
berzikir kepada Allah. Oleh karena itu, salah satu jalan untuk mengtasi timbulnya penyakit dendam adalah memperbanyak
berzikir kepada Allah.
Orang yang telah banyak berzikir kepada Allah ia akan
selalu rindu kepada-Nya dan akan hilang sifat dendam dan benci kepada orang
lain yang menyebabkan Allah
murka kepadanya.
b. Mensyukuri
Berbagai Nikmat Allah
Mensyukuri
nikmat Allah juga merupakan jalan untuk mengatasi timbulnya penyakit dendam,
karena dengan bersyukur kepada Allah seseorang akan mampu menerima segala
pemberian Allah dengan hati yang lapang dan jiwa yang tenang. Ia tidak akan iri
dan dengki kepada orang lain yang memperoleh nikmat. Dengan demikian penyakit
dendam tidak akan timbul dalam hatinya.
Demikian
pula seorang hamba yang telah beriman kepada Allah dan Rasulnya, ia sangat dianjurkan
untuk bersyukur terhadap nikmat yang telah di berikan oleh Allah kepadanya.
Moh. Zuhri berkata “Seorang muslim walaupun ia hidup
dalam keadaan menderita dan fakir atau sakit. Namun penderitaan dan
kefakirannya itu belum seberapa jika di bandingkan dengan nikmat yang telah di
berikan oleh Allah kepadanya”.[14] Hal ini
sesuai dengan firman Allah dalam Al-Quran:
bÎ)ur
(#rãès? spyJ÷èÏR «!$# w !$ydqÝÁøtéB 3 cÎ) ©!$# Öqàÿtós9
ÒOÏm§ (النحل: 18)
Artinya: Dan jika kamu
menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya.
Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S.
An-Nahl: 18).
Melihat ayat di atas, penulis dapat mengerti bahwa manusia
tidak akan mampu menghitung nikmat yang telah diberikan oleh Allah kepadanya.
Dengan demikian sudah sepantasnyalah manusia mensyukuri terhadap nikmat Allah
yang diberikan kepadanya.
Orang yang bersyukur adalah orang mampu mengatasi dendam
dalam hatinya, karena ia tidak akan putus asa terhadap cobaan dan musibah yang
menimpa dirinya. Ia juga tidak akan iri hati dan dengki kepada orang yang
memperoleh nikmat yang merupakan salah satu faktor terjangkitnya sifat dendam. Orang
yang bersyukur juga tidak akan susah kalau ia
fakir dan miskin, ia yakin bahwa
rizkinya sudah ada di tangan Allah SWT.
c.
Merasakan
Keagungan Sang Pencipta dan Kedahsyatan Azab-Nya
”Seorang muslim jika ia merasakan keagungan tuhan yang
maha pencipta, merasakan kedahsyatan sisksaan-Nya, merasakan keberadaan surga
dan segala bentuk nikmat di dalamnya, maka ia akan taat kepadaAllah SWT., dan
akan menjauhi penyakit dendam”.[15]
Orang yang takut kepada Allah akan yakin bahwa dendam
merupakan suatu sifat yang sangat dibenci oleh Allah dan Rasul-Nya. Ia juga
yakin bahwa orang yang bersifat dendam akan mendapatkan azab dan siksa dari
Allah di hari akhirat kelak.
d.
Bertaqwa kepada
Allah SWT
Surahman Hidayat dalam bukunya “Khutbah yang Menggugah” mengatakan bahwa
taqwa adalah “upaya menjaga diri dari sesuatu yang menimbulkan dosa, yaitu
dengan jalan meninggalkan apa saja yang dilarang oleh Allah dan melakukan apa
saja yang diperintah oleh-Nya”.[16]
Dengan
demikian dapat dipahami bahwa orang yang bertaqwa akan menjauhi dendam kepada
orang lain, karena dendam merupakan suatu perbuatan yang berdosa kepada Allah
SWT.
Berdasarkan
penjelasan di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa usaha-usaha mengatasi
dendam dalam konsep tasawuf adalah: memperbanyak zikir kepada Allah, mensyukuri
berbagai nikmat Allah, merasakan keagungan sang pencipta dan kedahsyatan
azab-Nya dan bertaqwa kepada Allah.
3.
Dalam konsep Ishlah
Sebelum
penulis membahas usaha-usaha mengatasi dendam dalam konsep Ishlah, terlebih dahulu
penulis menjelaskan pengertian Ishlah itu
sendiri.
Menurut Budhy Munawar Rachman
dalam bukunya “Pemikiran Islam di Kanvas Peradaban” mengatakan bahwa “Ishlah
adalah sama dengan kata-kata shaleh dan maslahat yang mengandung makna baik dan
kemaslahatan”.[17]
Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa “Ishlah adalah
perdamaian atau mendamaikan orang yang sedang melakukan suatu pertikaian”.[18]
Sedangkan Ishlah yang di maksud
dalam pembahasan ini adalah suatu usaha yang dilakukan untuk mengatasi
timbulnya penyakit dendam. Adapun dalam konsep Ishlah usaha-usaha yang harus
dilakukan oleh seseorang untuk mengatasi timbulnya penyakit dendam adalah
sebagai berikut:
a. Menumbuhkan
sikap cinta pada persatuan dan perdamaian
“Persatuan dan
perdamaian merupakan suatu jalan yang untuk mengikis perasaan dendam, karena
dengan adanya persatuan dan perdamaian akan hilang permusuhan antar sesama
manusia”.[19]
Dengan demikian, apabila
seseorang dapat menumbuhkan sikap cinta perdamaian dan persatuan, maka sikap
dendam yang tersimpan dalam hatinya akan mudah dihilangkan.
b. Menumbuhkan
sikap suka memaafkan kesalahan orang lain.
“Sikap saling memaafkan
merupakan suatu sikap yang sangat dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya, karena
dengan sikap ini akan timbul sebuah perdamaian dalam kehidupan, sehingga orang yang
suka memaafkan kesalahan orang lain akan mampu mengatasi timbulnya penyakit
dendam dalam hatinya”.[20]
Demikian pula orang yang
suka memaafkan kesalahan orang lain, ia juga yakin bahwa setiap manusia tidak
akan pernah luput dari dosa dan kesalahan. Dengan demikian ia tidak akan merasa
berat untuk memaafkan kesalahan orang lain.
c. Bersikap lemah
lembut kepada orang lain.
Orang yang ingin sembuh
dari penyakit dendam, ia harus bersikap lemah lembut kepada orang lain.
Terutama orang yang telah menyakiti perasaannya, sebab sikap lemah dan kasih
sayang akan mengurangi rasa kebencian kepada orang lain. Sikap ini akan
terwujud apabila seseorang mampu menghindari dari dendam kepada orang lain.
d.
Beriman dan beramal shaleh dengan sebenarnya
“Iman dan amal
shaleh merupakan dasar utama untuk mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan
di akhirat kelak”. [21]
Orang yang beriman dan beramal shaleh adalah termasuk orang mampu menghilangkan atau mengatasi
penyakit dendam yang timbul dalam hatinya. Dengan demikian ia akan mendapatkan
tempat yang baik disisi Allah. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam
Al-Quran:
ô`tB @ÏJtã $[sÎ=»|¹ `ÏiB @2s ÷rr& 4Ós\Ré& uqèdur Ö`ÏB÷sãB ¼çm¨ZtÍósãZn=sù Zo4quym Zpt6ÍhsÛ (
óOßg¨YtÌôfuZs9ur Nèdtô_r& Ç`|¡ômr'Î/ $tB (#qçR$2 tbqè=yJ÷èt (النحل: 97)
Artinya: “Siapa saja yang mengerjakan amal saleh,
baik laki-laki maupun perempuan dalam
Keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang
baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih
baik dari apa yang telah mereka kerjakan”. (Q.S. An-Nahl: 97).[22]
e.
Berakhlak
mulia kepada orang lain
Di antara jembatan
untuk mengatasi timbulnya penyakit dendam adalah berperilaku baik kepada orang
lain melalui ucapan maupun perbuatan. Karena akhlak yang mulia tidak akan
timbul pada orang-orang yang menyimpan perasaan dendam. Akan tetapi hanya
orang-orang yang berakhlak baiklah yang mampu mengatasi timbulnya perasaan
dendam.
Moh. Zuhri dalam
bukunya “Himpunan Khutbah Jum’at” mengatakan bahwa ”Berakhlak atau berprilaku mulia juga merupakan suatu kebaikan yang sangat
mulia disisi Allah, karena orang yang baik bukanlah orang yang hanya mampu
melakukan ibadah kepada Allah semata. Akan tetapi ia juga harus mampu melakukan hubungan baik dengan sesamanya”.[23]
Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Al-Quran yang berbunyi:
w
uöyz
Îû 9ÏV2 `ÏiB
öNßg1uqôf¯R wÎ)
ô`tB
ttBr& >ps%y|ÁÎ/ ÷rr& >$rã÷ètB
÷rr& £x»n=ô¹Î)
ú÷üt/
Ĩ$¨Y9$# `tBur
ö@yèøÿt
Ï9ºs uä!$tóÏFö/$#
ÏN$|ÊósD «!$#
t$öq|¡sù
ÏmÏ?÷sçR #·ô_r& $\KÏàtã
(النساء:114)
Artinya: Tidak ada kebaikan pada kebanyakan
bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh
(manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf, atau Mengadakan perdamaian di antara
manusia. dan Barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keredhaan Allah,
Maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar. (Q.S. An-Nisa’: 114).
Berdasarkan penjelasan di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa dalam konsep ishlah usaha-usaha yang harus
dilakukan oleh seseorang untuk mengatasi timbulnya penyakit dendam adalah: menumbuhkan sikap cinta persatuan dan
perdamaian, menumbuhkan sikap saling menghargai dan menghormati orang
lain, menumbuhkan sikap suka memaafkan kesalahan orang lain, bersikap lemah lembut kepada orang lain, Beriman dan beramal shaleh
dengan sebenarnya dan berakhlak mulia kepada orang lain.
[9]
Muhammad Abdul Qadir Abu Faris, Menyucikan
Jiwa…, hal. 220.
[12]
Shaleh Ahmad Asa-Syaami, Berakhlak dan Beradab Mulia, (Jakarta: Gema
Insani, 2005), hal. 43.
[17] Budhy Munawar Rachman, Pemikiran Islam di Kanvas Peradaban, (Jakarta: Pustaka Mizan, 2006), hal. 1121.
[18]
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 2002), hal. 444.
[21]
Shaleh Ahmad Asa-Syaami, Berakhlak dan Beradab Mulia..., hal. 45.
[22]
Departemen Agama RI, Mushaf Al-Quran Terjemah..., hal. 293.
0 Comments
Post a Comment