Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Alasan Perceraian Karena Mengkonsumsi Narkoba


BAB I
P E N D A H U L U A N

A.    Latar Belakang Masalah
Dalam hukum Islam, hak cerai terletak pada suami. Oleh karena itu di Pengadilan Agama maupun pengadilan Negeri ada istilah Cerai Talak. Sedangkan putusan pengadilan sendiri ada yang disebut sebagai cerai gugat. Disinilah letak perbedaannya. Bahkan ada perkawinan yang putus karena li’an, khuluk, fasikh dan sebagainya. Putusan pengadilan ini akan ada berbagai macam produknya.
Pada penyebab perceraian, pengadilan memberikan legal formal, yaitu pemberian surat sah atas permohonan talak dari suami. Surat talak tersebut diberikan dengan mengacu pada alasan-alasan sebagaimana diatur dalam pasal 39 ayat 2, dimana salah satu pihak melanggar hak dan kewajiban. Sehingga, walaupun surat talak tersebut sah secara hukum, namun tidak ada kata kesepakatan diantara dua pihak untuk bercerai. Sebagai contoh, apabila seorang suami menjatuhkan talak satu kepada istrinya, maka talak satu yang diucapkan tersebut harus dilegalkan telebih dahulu di depan pengadilan. Karena pada dasarnya secara syar’i, talak tidak boleh diucapkan dalam keadaan emosi. Sehingga, melalui proses legalisasi di depan pengadilan, terdapat jenjang waktu bagi suami untuk merenungkan kembali talak yang telah terucap.
 Saat ini Pengadilan Agama memberikan sarana mediasi. Di pengadilan sekarang sudah dimulai sejak adanya Surat Edaran dari Mahkamah Agung No, 1 Tahun 2002. Seluruh hakim di Pengadilan Agama benar-benar harus mengoptimalkan lembaga mediasi tersebut.
















BAB II
P E M B A H A S A N
A.    Pengertian Perceraian
Perceraian menurut bahasa berasal dari kata dasar cerai yang berarti pisah, kemudian mendapat awalan per yang berfungsi penbentuk kata benda abstrak kemudian menjadi perceraian yang berarti hasil dari perbuatan cerai. Perceraian dalam istilah fiqih disebut talaq atau furqah. Talak berarti pembuka ikatan atau membatalkan perjanjian. Furqah berarti bercerai lawan dari berkumpul kemudian perkataan ini di jadikan istilah oleh hali fiqih yang berarti perceraian antara suami istri.
Sedangkan menurut syara’ ialah melepaskan ikatan perkawinan dengan mengucapkan lafadz talaq atau yang semakna dengannya. Diantara para ulama’ ada yang member pengertian talaq ialah melepaskan ikatan nikah pada waktu sekarang dan yang akan datang dengan lafadz talaq atau denan lafadz yang semakna dengan itu.
Dalam istilah fiqih, perkataan talaq mempunyai dua arti yaitu arti yamg sudah umum dan arti yang khusus. Talaq menurut arti yang umum ialah segla bentuk perceraian baik yang dijatuhkan oleh suami yang ditetapkanoleh hakim maupun perceraian yang jatuh dengan sendirinyaatau perceraian karena meninggalkan salah satupihak. Talaq dalam arti khusu ialah perceraian yang dijatuhkan oleh suami.
Sebagaimana tersebut diatas talak mempunyai arti umum dan khusus, dan arti uraian diatas dapat diambil pengertian bahwa yang dimaksud mentalak atau menceraikan istri adalah melepaskan istri dari ikatan perkawinan yang mempunyai masa tunggu tertentu apabila dalam masa tunggu itu si suami tidak merujuknya sehingga habis masa iddahnya maka tidak halal lagi hubungan suami istri kecuali dengan akad nikah baru.
Jadi perceraian itu putusnya ikatan perkawinan akibat kesengajaan yang disengaja oleh suami atau istri dengan sadar atau tidak terpaksa. Dengan demikian kesimpulannya penyusun memakai kata perceraian disini dalam pengertian itu cerai talak dan cerai gugat dimana hal ini menjadi pembahasan selanjutnya. Salah satu prinsip dalam hukum Perkawinan Nasional yang seirama dengan ajaran agama ialah mempersulit terjadinya perceraian ( cerai hidup ), karena perceraian berarti gagalnya tujuan perkawinan untuk membentuk keluarga yang bahagia kekal dan sejahtera akibat perbuatan manusia yaitu menikah. Lain halnya terjadi putus perkawinan karena kematian yang merupakan takdir dari Tuhan Yang Maha Esa yang tidak dapat dielakkan manusia.
B.    Alasan Perceraian Menurut Hukum Islam dan Undang-Undang No 1/197
Al Qur’an tidak memberikan alasan perceraian secara rinci, ia hanya mengemukakan bahwa perkawinan bertujuan untuk membina hubungan suami istri dengan cinta kasih dan kebahagiaan. sedang kemadharatan atau masaqah merupakan kebolehan berpisah. hal ini ditandaskan oleh Jamil Latif yang mengemukakan tentang perceraian :
Al-Qur’an tidak memberi sesuatu ketentuan yang mengharuskan suami untuk mengemukakan suatu alas an untuk mempergunakan hanya menjatuhkan talak kepada istrinya, namun suatu alas an yang mungkin dikemukakan suami untuk menjatuhkan talak kepada istrinya.
Sementara itu prof. Subekti berpendapat : Undang-undang tidak membenarkan perceraian dengan jalan kemufakatan saja antara suami istri, tetapi harus ada alas an yang sah. Adapun menurut KUH Perdata pasal 208 disebutkan bahwa perceraian tidak dapat terjadi hanya dengan persetujuan bersama. dasar-dasar yang berakibat perceraian perkawinan adalah sebagai berikut :
1.     zina
2.     Meninggalkan tempat tinggal bersama dengan itikad buruk
3.     dikenakan penjara lima tahun atau hukuman yang lebih berat lagi setelah dilangsungkan perkawinan.
4.     pencederaan berat atau penganiayaan yang dilakukan oleh salah seorang suami atau istri terhadap orang lainnya sedemimian rupa, sehingga membahayakan keselamatan jiwa atau mendatangkan luka-luka yang membahayakan.[1]
Undang-undang no 1/1974 pasal 38 menyebutkan bahwa perkawinan dapat putus karena kematian, perceraian dan atas putusan pengadilan. perceraian hanya dapat dilakukan didepan sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alas an bahwa antar suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri.
Adapun alasan-alasan bagi suami untuk sampai pada ucapan talak adalah dikarenakan istri berbuat zina, nusyuz (suka kelaur rumah yang mencurigakan), suka mabuk, berjudi dan atau berbuat sesuatu yang ketentraman dalam rumah tangga atau sebab-sebab lain yang tidak memungkinkan pembinaan rumah tangga yang rukun dan damai.
Sementara itu alasan perceraian dapat ditemukan pula secara rinci dalam Undang-undang Perkawinan Indonesia no 1/1974. Kitab tersebut merupakan kompilasi pendapat para ulama yang sudah diakui oleh badan yang berwenang, begitu juga dengan PP Nomor 9 tahun 1975, dalam pasal 19 dikatakan bahwa perceaian dapat terjadi karena alas an-alasan sebagai berikut :
1.      Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya dan sukar di sembuhkan
2.      Salah satu pihak meningalkan pihak lainnya selama dua tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alas an yang sah atau hal lain Karen adi luar kemampuannya
3.      Salah satu puhak mendapat hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
4.      Salah satu pihak melakukan penganiayaan berat atau kekejaman yang membahayakan pihak lain
5.      Salah satu pihka mendapatkan ccad badan atau penyakit yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan kewajiban suami istri
6.      Anatara suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran serta tidak ada harapan untuk hidup rukun lagi berumah tangga.
Kalau dilihat dari alasan-alasan perceraian seperti yang telah ditetapkan dalam PP. No. 9 Tahun 1974 didalamnya tidak disebutkan secara khusus adanya perceraian karena alas an tidak mempunyai keturunan. Akan tetapi kalau dilihat lebih jauh terutama dalam point (e) atau point ke (5) yang menyebutkan bahawa : Salah satu pihak mendapat cacad badan atau penyakit yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan kewajiban suami atau istri.
C.    Alasan Perceraian Karena Mengkonsumsi Narkoba
Hasil penyelidikan perhimpunan ahli jiwa Amerika mengenai penyebab tingginya angka perceraian yang mencapai lebih dari 50% pernikahan, menghasilkan kesimpulan bahwa penyebab utama karena kurangnya keterbukaan membicarakan suatu masalah saat pranikah, sehingga salah satu pihak merasa "tertipu" karena ada hal-hal buruk yang ditutupi saat berpacaran sehingga memicu konflik ketika menjadi pasangan suami istri (pasutri).
Maka perhimpunan tersebut menganjurkan agar sebaiknya saat pranikah segala masalah dibicarakan dengan terbuka dan jujur sehingga kedua belah pihak menemukan cara mengantisipasinya atau menghindari perceraian dengan membatalkan pernikahan. Karena perhimpunan ini terdiri dari para ahli jiwa, maka saran mereka tentunya berhubungan dengan kejiwaan yaitu "sebelum menikah sebaiknya calon pasutri mencoba berselisih untuk mengetahui sifat asli pasangannya."
Bagaimana memancing "perselisihan bermutu" saat berpacaran? Salah satunya dengan berdiskusi mengenai tes kesehatan pranikah (pre-marital check-up). Karena kondisi kesehatan pranikah merupakan hal paling sensitif menyangkut banyak aspek yang bila dibuka dengan jujur bisa mengakibatkan batalnya pernikahan tersebut.
Diskusi tes kesehatan pranikah ini menyangkut sifat keterbukaan, kejujuran, tanggung jawab baik untuk pasangan maupun anak yang akan dilahirkan, rahasia keluarga (penyakit keturunan), beban biaya yang harus ditanggung setelah menikah (biaya perawatan kesehatan yang cenderung mahal), hobi atau perilaku buruk masa lalu (sex bebas atau pengguna narkoba), dan sifat asli yang muncul saat berdiskusi (egois, mudah tersinggung, dll).
Diskusi tes kesehatan bisa membuat kedua pihak untuk menimbang apakah pernikahan bisa dilaksanakan sebab hasil-hasil tes berpotensi membuka rahasia. Bila salah satu pihak menolak tes ini, kemungkinan dia menyimpan banyak rahasia yang berpotensi membatalkan pernikahan. Dengan adanya penyakit HIV/AIDS, pernikahan tidak hanya beresiko bubar, namun juga bisa mengancam jiwa pasangan dan anak yang akan dilahirkan. Tes kesehatan pranikah meliputi:
1.     Tes kesehatan umum seperti USG, X-ray, tes laboratorium, dan sebagainya.
2.     Tes penyakit hubungan seksual (PHS).
3.     Tes persiapan kehamilan (TORCH dan lain-lain)
4.     Tes kesuburan
5.     Tes genetika.
Melihat luasnya cakupan pemeriksaan tersebut, tentu diperlukan biaya yang cukup besar. Tetapi dibandingkan dengan biaya pesta nikah beserta foto-foto ekslusif prawedding dan sebagainya tentunya biaya tes pranikah tidak berarti. Lagipula pasangan bisa membatasi atau menseleksi tes-tes mana yang dirprioritaskan sehingga bisa dilakukan efisiensi biaya.
Dari hasil tes pranikah bisa dibayangkan implikasi atau akibat dari penyakit yang ditemukan jika pernikahan diteruskan. Hasil-hasil tes akan membuka "topeng" yang terpasang rapi saat berpacaran.
Ada contoh kasus pasangan yang mengalami kekecewaan karena tidak melakukan tes pra nikah sebagai berikut:
1.     Seorang ibu hamil mengalami keputihan yang ternyata hasil tes laboratorium menunjukkan bahwa dia menderita beberapa jenis penyakit hubungan seksual (PHS)
2.     Seorang istri yang dikecewakan di malam pertama karena ternyata pihak suami sudah lama menderita diabetes dan mengalami gangguan ereksi (impoten).
Pre-marital check-up pada masing-masing calon mempelai bisa terdiri dari general check-up (tes kesehatan umum) yang meliputi tes fungsi organ-organ tubuh (liver, ginjal, dll) melalui pemeriksaan darah dan urin atau bila diperlukan bisa ditambah foto X-ray paru-paru, ECG (rekam jantung), atau USG dan lain-lain.
Selain itu, untuk mengetahui penyakit keturunan/genetik bisa dengan pemeriksaan kromosom atau berkonsultasi dengan ahli genetika. Sedangkan pemeriksaan kesuburan (fertilitas) bisa dilakukan dengan analisa sperma, tes hormon, dan lain-lain. Tak kalah penting adalah pemeriksaan penyakit menular seperti pemeriksaan TORCH (Toxoplasmosis, Rubella, CMV, dan Herpes Simplex Virus), HIV, Hepatitis B dan C, dan PHS seperti syphilis (tes VDRL dan TPHA), Gonorrhea (GO), dan sebagainya. Bahan pemeriksaan penyakit hubungan seksual bisa meliputi darah, lendir vagina, atau cairan prostat.
Berikut ini adalah beberapa contoh penyakit menular yang bisa berakibat serius pada janin yang dikandung seperti Toxoplasmosis, Rubella, Hepatitis B Virus (HBV), Herpes Simplex Virus type 2 (HSV 2), dan Syphilis.






BAB III
P E N U T U P
Berdasarkan pembahasan yang telah penulis kemukakan diatas, maka pada bab akhir ini penulis dapat mengambil kesimpulan dan saran - saran
A.    Kesimpulan
1.     Perceraian menurut syara’ ialah melepaskan ikatan perkawinan dengan mengucapkan lafadz talaq atau yang semakna dengannya.
2.     Undang-undang no 1/1974 pasal 38 menyebutkan bahwa perkawinan dapat putus karena kematian, perceraian dan atas putusan pengadilan. perceraian hanya dapat dilakukan didepan sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
3.     Hasil penyelidikan perhimpunan ahli jiwa Amerika mengenai penyebab tingginya angka perceraian yang mencapai lebih dari 50% pernikahan, menghasilkan kesimpulan bahwa penyebab utama karena kurangnya keterbukaan membicarakan suatu masalah saat pranikah.
B.    Saran – Saran
1.     Disarankan kepada mahasiswa untuk dapat lebih aktif dalam mengikuti perkembangan zaman terutama yang berhubungan dengan agama
2.     Disarankan kepada mahasiswa untuk dapat memperkaya diri dengan ilmu pengetahuan terutama dengan banyak membaca.

DAFTAR KEPUSTAKAAN
Abdul Gani Abdullah Himpunan Perundang-undangan dan Peraturan Peradilan Agama . PT. Intermasa. Jakarta: tahun 1991.

Direktur Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam. Himpunan Peraturan Per-  undang-undangan Dalam Lingkungan Peradilan Agama. Jakarta:  tahun 2001.

Abd, Rahman Ghazaly. Fiqh Munakahat. Prenada Media. Jakarta: Th. 2003.



[1] Ahrun Hoerudin, Pengadilan Agama,Bahasan Tentang Pengertian Pengajar Perkara