Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Aliran-Aliran Dalam Filsafat Islam


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Filsafat Islam merupakan suatu ilmu yang masih diperdebatkan pengertian dan cakupannya oleh para ahli tetapi banyak ahli mengatakan bahwa Filsafat Islam itu memang ada terbukti exis sampai sekarang. Dalam dunia filsafat Islam terdapat dua aliran besar yaitu aliran peripatetis dan iluminasi. Mengerti dan mengetahui kedua aliran ini adalah hal yang sangat penting ketika kita ingin mengkaji filsafat Islam, karena semua filsuf khususnya muslim pada akhirnya merujuk dan berkaitan kepada dua aliran ini.
Aliran peripatetik merupakan aliran yang pada umumnya diikuti oleh kebanyakan filsuf, sedangkan aliran iluminasi merupakan tandingan bagi aliran peripatetik. Aliran iluminasi ini dipelopori oleh seorang tokoh filsuf muslim yaitu Suhrawardi al Maqtul yang dikenal juga dengan sebutan bapak iluminasi. Suhrawardi dikenal dalam kajian Filsafat Islam karena kontribusinya yang sangat besar dalam mencetuskan aliran iluminasi sebagai tandingan aliran peripatetik dalam filsafat, walaupun dia masih dipengaruhi oleh para filsuf barat sebelumnya. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena sebagian atau bahkan keseluruhan bangunan Filsafat Islam ini dikatakan kelanjutan dari filsafat barat yaitu Yunani. Hal pemikiran Suhrawardi dalam filsafat yang paling menonjol adalah usahanya untuk menciptakan ikatan antara tasawuf dan filsafat. Dia juga terkait erat dengan pemikiran filsuf sebelumnya seperti Abu Yazid al Busthami dan al Hallaj, yang jika diruntut ke atas mewarisi ajaran Hermes, Phitagoras, Plato, Aristoteles, Neo Platonisme, Zoroaster dan filsuf-filsuf Mesir kuno. Kenyataan ini secara tidak langsung mengindikasikan ketokohan dan pemikirannya dalam filsafat.
Di dunia Islam, filsafat telah melalui berbagai macam periode. Perjalanan filsafat Islam dimulai secara resmi di abad ke dua dan tiga Hijriyah, berbarengan dengan penerjemahan karya-karya pemikir Yunani. Sebelumnya, sekalipun kajian teologi cukup digandrungi, namun filsafat tidak memiliki posisi tersendiri. Filosof muslim pertama adalah Abu Ishaq al-Kindi. Dan di Dalam filsafat Islam itu terdapat beberapa aliran pemikiran, diantaranya :
a.      Aliran Paripatetik yang dikembangkan oleh al-Farabi dan Ibnu Sina.
b.     Illuminasi yang dibngun oleh Suhrawardi.
c.      Doktrin Genosis ( Irfani ) Ibn ‘Arabi pendiri Tasawuf Falsafi.











BAB II
PEMBAHASAN

A.    Paripatetik
Istilah paripatetik muncul sebagai sebutan bagi para pengikut Aristoteles. Paripatetik sendiri berasal dari bahasa Yunani “paripatein” yang berarti berkeliling, berjalan-jalan berkeliling. Kata ini juga menunjuk pada suatu tempat, beranda dari peripatos. Dan dalam tradisi Yunani, kata ini mengacu pada suatu tempat yang biasa digunakan oleh Aristoteles untuk mengajar sambil berjalan-jalan.[1] Dalam tradisi filsafat islam paripatetik disebut dengan istilah masysyaiyyah yang diambil dari kata masya-yamsyi-masyyan wa timsyaan yang juga memiliki arti berjalan atau melangkahkan kaki dari satu tempat ketempat yang lainLanjutkan Membaca.
Paripatetik disebut juga sebuah aliran rasionalisme murni, maksudnya setiap pemikiran yang dikembangkan masih terpengaruh filosof yunani seperti aristoteles dan plato. Abu Nasr al-Farabi adalah filosof pertama yang mengonsep filsafat Islam. Al-Farabi selama hidupnya berusaha untuk mengharmoniskan ide-ide Plato dan Aristoteles[2]. Ia sebagaimana mayoritas pemikir muslim lainnya, salah menganggap buku Otologia tulisan Plotinus sebagai milik Aristoteles. Itulah mengapa tanpa disadarinya ia terpengaruh Neo Platonisme. Farabi termasuk penggagas filsafat Paripatetik yang pada akhirnya berhadap-hadapan dengan filsafat-irfani Suhrawardi. Ibnu Sina adalah salah satu filosof lain yang digabungkan pada aliran filsafat Paripatetik. Dengan kejeniusannya, ia menuangkan ide-idenya kedalam tulisan-tulisan filsafatnya.Dalam filsafat parepatetik disitu mengangkatkan tentang rekonsiliasi seperti yang diungkapkan oleh al-Farabi. Al-farabi berusaha merekonsiliasikan antara filsafat dan agama. Para filosof sangat meyakini Al-qur’an dan hadis adalah hak dan benar demikian juga filsafat adalah benar. Ia menegaskan keduanya itu tidak bertentangan. Begitu juga mengenai ketuhanan, penciptaan alam dan lainnya.Intinya filsafat perepatetik ini masih bersiafat rasionalisme murni yang masih terpengaruhi pikiran neoplatonisme(Aristoteles dan Plato).
B.    Illuminasi
Kata isyraq yang mempunyai padanan llumination dalam bahasa Inggris mempunyai arti cahaya atau penerangan. Dalam bahasa filsafat, iluminasionisme berarti sumber kontemplasi atau perubahan bentuk dari kehidupan emosional untuk mencapai tindakan dan harmoni. Bagi kaum isyraq apa yang disebut hikmah bukanlah sekedar teori yang diyakini, melainkan perpindahan rohani secara praktis dari alam kegelapan kepada cahaya yang bersifat azali yang didalamnya adalah pengetahuan dan kebahagiaan[3].
Menurut kaum isyraqi sumber pengetahuan adalah penyinaran yang itu berupa semacam hads yang menghubungkan dengan subsatansi cahaya. Lebih jauh, cahaya adalah simbol utama dari filsafat isyraqi. Simbolisme cahaya digunakan untuk menetapkan suatu faktor yang menentukan wujud, bentuk, materi, hal-hal masuk akal yang primer dan sekunder, intelek, jiwa, zat individual dan tingkat-tingakat intensitas pengalaman mistik. Jelasnya penggunaan simbol-simbol cahaya merupakan karakter dari bangunan filsafat isyraqiah. Simbolisme cahaya digunakan oleh suhrawardi untuk menggambarkan masalah-masalah ontologis dan khususnya untuk memaparkan struktur-struktur kosmologis. Sebagai contoh wujud niscaya dalam peripatetic, disebut cahaya dari segala cahaya (nur al-anwar), intelek-intelek terpisah disebut cahaya-cahaya abstrak (anwar mujarradah).
Tampaknya simbolisme cahaya dinilai lebih cocok dan sesuai untuk menyampaikan prinsip ontologis wujud ekuivokal, karena lebih mudah dipahami bahwa cahaya mungkin mempunyai intensitas yang berbeda meskipun esensinya sama. Dan juga dianggap lebih dapat diterima untuk membahas kedekatan dan kejauhan dari sumber sebagai indikasi akan derajat kesempurnaan ketika simbolisme digunakan. Sebagai contoh semakin dekat suatu entitas dengan sumbernya yaitu cahaya dari segala cahaya, maka semakin terang cahaya entitas tersebut. Sedangkan ketidak adaan cahaya atau kegelapan mengidentikkan ketidak wujudan (non wujud).
Hikmah yang didasarkan pada dualisme cahaya dan kegelapan yang ketimuran ini menurut suhrawardi merupakan warisan para guru mistis persia. Hikmah ini sebenarnya terwakili di barat seperti plato. Al-Bhusthomi dan al-Hallajj melanjutkan tradisi ini dan puncaknya ada pada diri suhrawardi sendiri. Inti hikmah iluminasi bagi suhrawardi adalah ilmu cahaya yang membahas sifat dan cara pembiasannya. Cahaya ini menurutnya tidak dapat di definisikan karena ia merupakan realitas yang paling nyata sekaligus menampakkan sesuatu. Cahaya ini juga merupakan substansi yang masuk kedalam komposisi semua substansi yang lain-meteril maupun imateril. hubungannya dengan objek-objek dibawahnya cahaya ini memiliki dua bentuk yaitu, cahaya yang terang pada dirinya sendiri dan cahaya yang terang sekaligus menerangi lainnya. Cahaya yang terakhir ini menerangi sagala sesuatu, namun bagaimana statusnya, cahaya tetaplah sesuatu yang terang dan sebagaimana disebutkan ia merupakan sebab tampaknya sesuatu yang tidak bisa tidak beremanasi darinya.
Aliran filsafat Iluminasi adalah aliran yang mengikuti gagasan dan karya karya Plato seperti dalam menyatakan wujud itu adalah berupa ide keberadaan wujud tersebut.syekh.Syihabudin Suhrawardi adalah filosofis muslim yang mempelopori filsafat iluminasionis, beliau seorang cendekiawan muslim abad ke-6 hijriah dengan bukunya yang terkenal yaitu Al-hikmah Israqiyah (filsafat iluminasi ),olehkarenanya aliran filsafat iluminasionis disebut juga alhikmah al-Isyraqi.[4]
Penganut iluminasionisme adalah pengikut plato. Metode iluminasi yaitu dengan upaya mengadakan kajian terhadap berbagai permasalahan filsafat khususnya filsafat tinggi (Al-hikah Al-muta’aliyah) atau filsafat ketuhanan tidak merasa cukup hanya dengan menggunakan argumentasi dan penalaran, namun diperlukan penyucian hati, perjuangan melawan hawa nafsu, dalam upaya menyingkap berbagai hakikat[5]. Iluminasi bertumpuh pada metode argumentasi rasional, metode demonstrasi rasional dan metode penyucian jiwa dan perjuangan melawan hawa nafsu.
Hikmat al-Isyrâq /Iluminasi mengungkapkan pemikiran teosofi Suhrawardî yang memuat konsep metafisikanya. Pada bagian ini, Suhrawardî menjelaskan konsep teosofi yang berpusat pada kajian cahaya (al-isyrâq) sebagai media simbolik. Suhrawardî mengelaborasi cahaya untuk mengungkapkan kesatuan pemikirannya baik pada tataran epistimologi, teologi, dan ontologi. Pembahasan utama pada bagian ini meliputi hakikat cahaya, susunan wujud (being), aktivitas cahaya, cahaya dominan, pembagian barzâkh (alam kubur), persoalan alam akhirat, kenabian, dan nasib perjalanan manusia menuju purifikasi jiwa.[6]
Dengan konsep al-Isyrâq-nya, Suhrawardî menyatakan bahwa seluruh alam semesta merupakan rentetan dari intensitas cahaya. Gradasi sinar dari sumber cahaya berakhir pada kegelapan. Semua kajian dalam bagian kedua membentuk bangunan teosofi berupa perpaduan antara filsafat dan tasawuf. Oleh karena itu, Suhrawardî dianggap sebagai pencetus dan pelopor konsep kesatuan iluminasi (wahdat al-‘isyrâq). Hal ini dikarenakan usaha Suhrawardî untuk mengoptimalkan proses iluminasi sebagai ilustrasi holistik dari kesatuan wujud (wahdat al-wujûd) yang dikembangkan Ibn ‘Arabî[7].
Gagasan mengenai kesatuan iluminasi yang diajarkan oleh Suhrawardî merangsang munculnya sikap protes dan anti pati dari kalangan ahli fiqh (islamic jurisprudence). Karena dianggap sesat dan mendatangkan keresahan dalam masyarakat, para ahli fiqh itu kemudian mengadili Suhrawardî serta menjatuhkan hukuman mati (hukuman gantung) kepadanya. Meskipun dengan berat hati, Suhrawardî menerima keputusan itu demi mempertahankan pemikiran yang diyakininya sebagai kebenaran paling hakiki
C.    Genosis / Irfani
Genosis / irfani berkaitan erat dengan tasawuf falsafinya Ibnu ‘Arabi dengan kosep wahdat al-wujûd (unity of existence). Dalam terminologi Ibn ‘Arabi, nasût diubah menjadi al-khalq (makhluk) dan lahût menjadi al-haqq (Tuhan). Pemikiran ini timbul dari paham yang menyatakan bahwa Tuhan ingin melihat diri-Nya di luar diri-Nya dan oleh karena itu ia menciptakan alam. Di kala Ia ingin melihat diri-Nya, maka ia melihat alam karena tiap-tiap makhluk hidup yang ada di alam terdapat sifat ketuhanan. Dengan demikian, alam merupakan cermin bagi Tuhan. Dalam cermin itu diri-Nya kelihatan banyak, tetapi sebenarnya hanya satu. Di sinilah muncul paham kesatuan[8].
Usaha untuk mencari relasi filsafat dengan tasawuf ternyata tidak hanya didominasi oleh Ibn ‘Arabî dan para pengikutnya. Tetapi, usaha tersebut juga dirintis oleh para filosof lain dengan metode dan pendekatan yang berbeda. Salah satu di antara para filosof itu adalah Suhrawardî. Ia memperkenalkan filsafat iluminasi (al-isyrâqiyat) yang bersumber dari hasil dialog spritual dan intelektual dengan tradisi-tradisi dan agama-agama lain[9]. Suhrawardî memperkenalkan diri sebagai penyatu kembali apa yang disebutnya sebagai hikmat al-ladûnniyat (kebijaksanaan ilahi) dan al-hikmat al-’âtiqat (kebijaksanaan kuno). Ia yakin bahwa kebijaksanaan ini adalah perenial (abadi) dan universal yang terdapat dalam berbagai bentuk di antara orang-orang Hindu, Persia, Babilonia, Mesir Kuno dan orang-orang Yunani sampai masa Aristoteles



















BAB III
PENUTUP
Berdasarkan pembahasan diatas, maka penulis dapat mengambil kesimpulan dan saran-saran sebagai berikut:
A.    Kesimpulan
1.     Filsafat Paripatetik sebuah aliran filsafat yang dikembangkan oleh al-Farabi dan Ibnu Sina, yang mana pemikirannya masih terpengaruhi oleh filsafat yunani seperti Aristoteles dan Plato.
2.     Filsafat Illminasi aliran filsafat yang dikemabangkan oleh Suhrawardi yang mempunyai pandangan Allah adalah cahaya segala cahaya ( Nur al-Anwar ) dari Allah lah terciptanya cahaya-cahaya lainnya karena akibat dari pancarannya.
3.     Genosis atau Irfani yang lebih dikenal dengan tasawuf falsafinya Ibnu ‘Arabi yang memiliki pemikiran tentang wahdat al-wujud atau kesatuan wujud Alam dengan Tuhan, Alam adalah cerminan dari Tuhan sebagai simbol keesaannya.
B.    Kritik Dan Saran
Dalam makalah ini masih banyak mememiliki kekurangan dan masih memerlulan tambahan dari pembaca, baik itu dari segi referensi ataupun tulisannya. Untuk itu mohon dipinta maafkan tentang itu.





DAFTAR PUSTAKA
Aziz Dahlan, Abdul, Pemikiran Falsafi dalam Islam, Jakarta: penerbit Djambatan Th 2003,.
Nasution,Hasyimsyah, Filsafat Islam, Jakarta: Penerbit Gaya Media Pratama Th 1999,
Bakker, JMW, Sejarah Filsafat Islam, Yogyakarta Kanisius, 1978
Daudy, Ahmad, Kuliah Filsafat Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1986
Hanafi, Ahmad, Pengantar Filsafat Islam, Jakarta, Bulan Bintang 1969
Ibn Rusyd, Tahafut al-Tahafut, Taqiq Sulaiman Dunia, Mesir, Dar-al-Ma’arif 1968
Nasution, Harun, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1973
Syarif, MM (edt), Para filosof Muslim, ( terjemahan ), Bandung, Penerbit Mizan, 1985



               [1] Drajat Amroeni, Suhrawardi:Kritik Falsafah Paripatetik, (Yogyakarta: PT LKis Pelangi Aksara, 2005), hal. 75.

               [2] Nasr Seyyed Hossein, Tiga Mazhab Utama Filsafat Islam, (Gowok Jogjakarta: IRCiSoD, 2006), hal. 56.
               [3] Abdul Aziz Dahlan, Pemikiran Falsafi dalam Islam, (Jakarta: Djambatan, 2003), hal. 43.
               [4] Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999), hal. 29.

               [5] Zar Sirajudin, Filsafat Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2004), hal. 56.
               [6] http://harjasaputra.wordpress.com/2007/04/11/filsafat-illuminasi-suhrawardi-1/

               [7] http://salehlapadi.blogspot.com/2007/02/s
               [8] Fakhry, Majid,  Sejarah Filsafat Islam, Sebuah Peta Kronologis, terj, Zaimul Am, (Bandung: Mizan, 2002), hal. 99.

               [9] H. A. Mustofa, Filsafat Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), hal. 63.