BAB I
P E N D A H U L U A N
A.
Latar Belakang Masalah
Ada orang yang berkata, bahwa orang
harus berfilsafat, untuk mengetahui apa yang disebut filsafat itu. Mungkin ini
benar, hanya kesulitannya ialah: bagaimana ia tahu, bahwa ia berfilsafat?
Mungkin ia mengira sudah berfilsafat dan mengira tahu pula apa filsafat itu,
akan tetapi sebenarnya tidak berfilsafat, jadi kelirulah ia dan dengan
sendirinya salah pula sangkanya tentang filsafat itu.
Menyibukkan diri dibidang filsafat
bukanlah suatu kegiatan yang hanya dilakukan oleh segelintir ahli saja. Dalam
kehidupan sehari-hari manusia dilindungi oleh aneka macam peristiwa yang
langsung dialaminya, seperti bangun tidur, mengenakan pakaian, bekerja dan
beristirahat. Atau yang tidak langsung sampai kepadanya, namun juga dianggap
biasa saja, seperti misalnya berita dalam surat kabar atau radio mengenai
perkembangan mutakhir dalam politik internasional, bencana alam disalah satu
negeri nan jauh atau peristiwa-peristiwa menakjubkan.
Ketika itu dunia barat telah biasa
membagi tahapan sejarah pemikiran menjadi tiga periode yaitu: Ancient,
Medieval, dan zaman modern. Zaman modern sangat dinanti nantikan oleh banyak
pemikiran manakala mereka mengingat zaman kuno ketika peradaban begitu bebas,
pemikiran tidak dikekang oleh tekanan-tekanan diluar dirinya. Kondisi semacam
itulah yang hendak dihidupkan kembali pada zaman modern.
Pada abab ke-13 di Eropa sudah
timbul sistem filsafat yang boleh disebut merupakan keseluruhan. Sistem ini
diajarkan disekolah-sekolah dan perguruan tinggi. Dalam abab ke-14 timbulah
aliran yang dapat dinamai pendahuluan filsafat modern. Yang menjadi dasar
aliran baru ini ialah kesadaran atas yang individual yang kongkrit.
Tak dapat dipungkiri, zaman filsafat
modern telah dimulai, dalam era filsafat modern, dan kemudian dilanjutkan
dengan filsafat abab ke- 20, munculnya berbagai aliran pemikiran, yaitu:
Rasionalisme, Emperisme, Kritisisme, Idealisme, Positivisme, Evolusionisme,
Materalisme, Neo-Kantianisme, Pragmatisme, Filsafat hidup, Fenomenologi,
Eksistensialisme, dan Neo-Thomisme.
Namun didalam pembahasan kali ini
yang akan dibahas aliran Resionalisme (rene Descartes, spiniza, Leibniz),
Empirisme (Francius Bacon, Thomas Hobbes. John lecke David Hume). Dan
Kriticiusme ( imananvel kuat).
BAB II
P E M B A H A S A N
A.
Pengertian Filsafat Pendidikan Islam
Secara harfiah, kata filsafat
berasal dari kata philo yang berarti cinta, dan kata sophos yang berarti cinta
terhadap ilmu atau hikmah.[1]
Teori lain mengatakan bahwa filsafat
berasal dari kata Arab filsafah yang berasal dari bahasa yunani, philosephia ;
philos berarti cinta (loving), dan sophia berarti pengetahuan, hikmah,
(wesdom). Jadi philosophia berarti cinta kepada kebijaksanaan, atau cinta
kepada kebenaran.
Pengertian filsafat dari segi
kebahasaan atau semantik adalah cinta terhadap pengetahuan atau kebijaksanaan,
dengan demikian filsafat adalah suatu kegiatan yang menempatkan pengetahuan
atau kebijaksanaan sebagai sasaran utama.[2]
Menurut istilah (pengertian secara
praktis) adalah filsafat berarti alam pikiran atau alam berpikir. Berfilsafat
adalah berpikir, namun, tidak semua berpikir berarti filsafat, berfilsafat
adalah berpikir mendalam dan sungguh-sunggu.
B.
Aliran Rasionalisme Dalam Filsafat Pendidikan
Rasionalisme adalah paham filsafat
yang mengatakan bahwa akal (reason) adalah alat terpenting untuk memperoleh
pengetahuan. Menurut aliran rasionalisme suatu pengetahuan diperoleh dengan
cara berpikir.[3]
Latar belakang munculnya
rasionalisme adalah keinginan untuk membebaskan diri dari segala pemikiran
tradisional (scholastic), yang pernah diterima, tetapi ternyata tidak mampu
mengenai hasil-hasil ilmu pengetahuan yang dihadapi. Pada tokoh aliran
Rasionalisme diantaranya adalah Descartes (1596- 1650 M ).
1. Rene Descartes ( 1596- 1650 M )
Descartes disamping tokoh
rasionalisme juga dianggap sebagai bapak filsafat, terutama karena dia dalam
filsafat-filsafat sungguh-sungguh diusahakan adanya metode serta penyelidikan
yang mendalam. Ia ahli dalam ilmu alam, ilmu hukum, dan ilmu kedokteran.
Ia yang mendirikan aliran
Rasionalisme berpendapat bahwa sumber pengetahuan yang dapat dipercayai adalah
akal. Ia tidak puas dengan filsafat scholastik karena dilihatnya sebagai saling
bertentangan dan tidak ada kepastian.
Adapun sebabnya karena tidak ada
metode berpikir yang pasti.
Descartes merasa benar-benar
ketegangan dan ketidak pastian merajalera ketika itu dalam kalangan filsafat.
Scholastic tak dapat memberi keterangan yang memuaskan kepada ilmu dan filsafat
baru yang dimajukan ketika itu kerapkali bertentangan satu sama lain.
Descartes mengemukakan metode baru
yaitu metode keragu-raguan. Seakan- akan ia membuang segala kepastian, karena
ragu-ragu itu suatu cara berpikir. Ia ragu- ragu bukan untuk ragu-ragu,
melainkan untuk mencapai kepastian. Adapun sumber kebenaran adalah rasio. Hanya
rasio sejarah yang dapat membawa orang kepada kebenaran. Rasio pulalah yang
dapat memberi pemimpin dalam segala jalan pikiran. Adapun yang benar itu hanya
tindakan budi yang terang-benderang, yang disebutnya ideas claires et
distinctes. Karena rasio saja yang dianggap sebagai sumber kebenaran, maka
aliran ini disebut Rasionalisme.
2. Spinoza (1632- 1677 M)
Spinoza dilahirkan pada tahun 1632
M. Nama aslinya adalah barulah Spinoza ia adalah seorang keturunan Yahudi di
Amsterdam. Ia lepas dari segala ikatan agama maupun masyarakat, ia mencita-
citakan suatu sistem berdasrkan rasionalisme untuk mencapai kebahagiaan bagi
manusia.menurut Spinoza aturan atau hukum ynag terdapat pada semua hal itu
tidak lain dari aturan dan hukum yang terdapat pada idea. Baik Spinoza maupun
lebih ternyata mengikuti pemikiran Descartes itu, dua tokoh terakhir ini juga
menjadikan substansi sebagai tema pokok dalam metafisika, dan kedua juga
mengikuti metode Descantes.
3. Leibniz
Gottfried Eilhelm von Leibniz lahir
pada tahun 1646 M dan meninggal pada tahun 1716 M. ia filosof Jerman,
matematikawan, fisikawan, dan sejarawan. Lama menjadi pegawai pemerintahan,
pembantu pejabat tinggi Negara. Waktu mudanya ahli piker Jerman ini mempelajari
scholastik.[4]
Ia kenal kemudian aliran- aliran
filsafat modern dan mahir dalam ilmu. Ia menerima substansi Spinoza akan tetapi
tidak menerima paham serba tuhannya (pantesme). Menurut Leibniz substansi itu
memang mencantumkan segala dasar kesanggupannya, dari itu mengandung segala
kesungguhan pula. Untuk menerangkan permacam- macam didunia ini diterima oleh
Leibniz yang disebutnya monaden. Monaden ini semacam cermin yang membayangkan
kesempurnaan yang satu itu dengan cara sendiri.
BAB III
P E N U T U P.
Berdasarkan uraian-uraian yang penulis
kemukakan pada bab-bab sebelumnya, maka pada bab terakhir ini penulis dapat
mengambil beberapa kesimpulan serta mengajukan beberapa saran.
A.
Kesimpulan
1.
filsafat berasal dari kata Arab filsafah yang berasal dari bahasa
yunani, philosephia ; philos berarti cinta (loving), dan sophia berarti
pengetahuan, hikmah, (wesdom).
2.
Aliran rasionalisme adalah paham filsafat yang mengatakan bahwa
budi (akal) adalah alat terpenting untuk memperoleh pengetahuan. Aliran
rasionalisme berpendapat bahwa sumber pengetahuan yang dapat dipercaya adalah akal.
Metode yang digunakan pada aliran rasionalisme adalah metode keragu-raguan
untuk berfilsafat.
B.
Saran - Saran
1.
Disarankan kepada umat islam umumnya dan khususnya kepada mahasiswa
STIT Almuslim untuk memperdalam pengkajian ilmu filsafat.
2.
Disarankan kepada pihak STIT Almuslim agar dapat menyediakan staf
pengajar yang ahli dibidang filsafat, karena dengan adanya staf pengajar yang
ahli dapat meningkatkan kualitas para mahasiswa.
3.
Disarankan kepada para mahasiswa untuk dapat menelaah islam secara
mendalam, supaya dapat menambah ilmu pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA
Nata, Abuddin, Filsafat Pendidikan Islam,Jakarta: Gaya Media
Pratama, 2005
Poejawijatna, Pembimbing Kearah Filsafat, Jakarta: Rineka
Cipta. 1983.
Syadali, Ahmad. Filsafat
Umum, Bandung: Pustaka Setia. 1997,
Achmadi Asmoro. Filsafat Umum, Jakarta: PT. Rajagrafindo
Persada. 1995,
Peursen Van c.a. Orientasi Dalam Filsafat, Jakarta: PT.
Gramedia. 1997,
[1] Syadali, Ahmad. H. Drs, et. At. Filsafat Umum, (Bandung:
Pustaka Setia. 1997), hal 27,
[2] Yuyun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer,
(Jakarta: Uni Press, cet. I, 1984), hal 20.
[3] Nata, Abuddin, Filsafat Pendidikan Islam,(Jakarta: Gaya Media
Pratama, 2005), hal. 49
[4] Nata, Abuddin, Filsafat................................, hal. 39
0 Comments
Post a Comment