Analisis Skala Pengukuran dan Penentuan Skor dalam Evaluasi Pendidikan
BAB
I
P E
N D A H U L U A N
A.
Latar Belakang Masalah
Evaluasi dalam pendidikan Islam merupakan cara
atau tekhnik penilaian terhadap tingkah laku anak didik berdasarkan standar
perhitungan yang bersia komperhensif dari seluruh asfek-asfek kehidupan mental psikologi
dan spiritual religius, karena manusia hasil pendidikan Islam bukan saja sosok
pribadi yang tidak hanya bersifat religius, melainkan juga berilmu dan
berketrampilan yang sanggup beramal dan berbakti kepada tuhan dan
masyarakatnya.[1] Sedangkan
menurut. Ramayulis dalam bukunya ilmu pendidikan Islam, evaluasi pendidikan
Islam merupakan suatu kegiatan untuk menentukan taraf kemajuan suatu pekerjaan
di dalam pendidikan islam.[2]
Sasaran-sasaran dari evaluasi pendidikan Islam
secara garis besarnya meliputi empat kemampuan dasar anak didik yaitu: Pertama, sikap dan pengamalan terhadap
arti hubungan pribadinya dengan Tuhannya. Kedua, sikap dan pengamalan
terhadap arti hubungan dirinya dengan masyarakat. Ketiga, sikap dan pengamalan terhadap
arti kehidupannya dengan alam sekitarnya dan Keempat, sikap dan
pandangannya terhadap dirinya sendiri selaku hamba Allah dan selaku anggota
masyarakat serta selaku khalifah di muka bumi. [3]
Sasaran-sasaran evaluasi tersebut dirumuskan kedalam berbagai
pertanyaan atau statemen-stateman yang disajikan kepada anak didik untuk
ditanggapi. Hasil dari tanggapan mereka kemudian di analisis secara psikologis,
karena yang menjadi pokok evaluasi adalah sikap mental dan pandangan dasar dari
mereka sebagai manifestasi dari keimanan dan keislaman serta keilmu
pengetahuannya. Evaluasi yang baik haruslah didasarkan atas
tujuan pengajaran yang ditetapkan oleh suro dan kemudian benar-benar diusahakan
oleh guru untuk siswa. Betapapun baiknya, evaluasi apabila tidak didasarkan
atas tujuan pengajaran yang diberikan, tidak akan tercapai sasarannya.
B.
Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan makalah ini
adalah sebagai berikut :
1.
Bagaimana pengertian evaluasi pendidikan?
2.
Bagaimana skala pengukuran dalam evaluasi pendidikan ?
3.
Bagaimana penentuan skor dalam evaluasi pendidikan?
4.
Bagaiama analisis skala pengukuran dan penentuan skor
dalam evaluasi pendidikan?
C.
Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan pembahasan dalam penulisan makalah ini
adalah sebagai berikut:
1.
Untuk mengetahui pengertian evaluasi pendidikan.
2.
Untuk mengetahui skala pengukuran dalam evaluasi
pendidikan.
3.
Untuk mengetahui penentuan skor dalam evaluasi
pendidikan.
4.
Untuk mengetahui analisis skala pengukuran dan penentuan
skor dalam evaluasi pendidikan.
D.
Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penelitian
ini adalah deskriptif analisis. Deskriptif adalah dengan cara mengumpulkan data
yang berkaitan dengan masalah yang diteliti, kemudian dideskripsikan
sehingga dapat memberikan kejelasan terhadap kenyataan atau realitas. Sedangkan
analisis adalah dengan mengadakan perincian terhadap masalah yang diteliti.
Kajian ini dilakukan melalui kepustakaan (library reseach). Dan
pencarian data yang dilakukan adalah dengan melihat beberapa buku evaluasi
pendidikan serta berbagai sumber lainnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Evaluasi Pendidikan
Secara
harfiah kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation,[4] dalam
bahasa Arab: al-Taqdir/Penilaian.[5] Menurut
istilah evaluasi berarti kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan suatu
objek dengan menggunakan instrument dan hasilnya dibandingkan dengan tolak ukur
tertentu guna memperoleh kesimpulan. Evaluasi pendidikan dan pengajaran adalah
proses kegiatan untuk mendapatkan informasi data mengenai hasil belajar
mengajar yang dialami siswa dan mengolah atau menafsirkannya menjadi nilai
berupa data kualitatif atau kuantitatif sesuai dengan standar
tertentu.[6]
Sedangkan secara istilah, ada beberapa pendapat, namun pada dasarnya
sama, hanya berbeda dalam redaksinya saja. Oemar Hamalik mengartikan evaluasi
sebagai suatu proses penaksiran terhadap kemajuan, pertumbuhan, dan
perkembangan peserta didik untuk tujuan pendidikan.[7] Sementara Abudin Nata menyatakan bahwa evaluasi sebagai proses
membandingkan situasi yang ada dengan kriteria tertentu dalam rangka
mendapatkan informasi dan menggunakannya untuk menyusun penilaian dalam rangka
membuat keputusan.[8]
Kemudian menurut Suharsimi Arikunto, “evaluasi adalah kegiatan untuk
mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi
tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil
keputusan”.[9] Dan Edwind Wandt sebagaimana yang
dikutip oleh Ramayulis berpendapat “evaluasi
adalah suatu tindakan atau proses dalam menentukan nilai sesuatu”.[10] Adapun M. Chabib Thoha, mengutarakan bahwa “evaluasi merupakan kegiatan
yang terencana untuk mengetahui keadaan objek dengan menggunakan instrumen dan
hasilnya dibandingkan dengan tolak ukur untuk memperoleh kesimpulan”.[11]
Menurut Anas
Sudijono, “evaluasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan
informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut
digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil keputusan”.[12] Fungsi
utama evaluasi dalam hal ini adalah menyediakan informasi-informasi yang
berguna bagi pihak decision maker untuk menentukan kebijakan yang akan
diambil berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan.
Dari beberapa pendapat, dapat ditarik kesimpulan bahwa evaluasi yaitu
suatu proses dan tindakan yang terencana untuk mengumpulkan informasi tentang
kemajuan, pertumbuhan dan perkembangan (peserta didik) terhadap tujuan
(pendidikan), sehingga dapat disusun penilaiannya yang dapat dijadikan dasar
untuk membuat keputusan. Dengan demikian evaluasi bukan
sekedar menilai suatu aktivitas secara spontan dan insedental, melainkan
merupakan kegiatan untuk menilai sesuatu yang terencana, sistematik dan
berdasarkan tujuan yang jelas.
B. Skala
Pengukuran dalam Evaluasi Pendidikan
Menurut Calongesi yang dimaksud
dengan pengukuran (Measurement) adalah suatu proses pengumpulan data melalui
pengamatan empiris untuk mengumpulkan informasi yang relevan dengan tujuan yang
telah ditentukan[13].
Menurut Zainul dan Nasution pengukuran memiliki dua karakteristik utama yaitu:
1) penggunaan angka atau skala tertentu, 2) menurut suatu aturan atau formula
tertentu[14].
Menurut Sidin Ali dan Khaeruddin dalam Arifin pengukuran berarti proses
penentuan kuantitas suatu objek dengan membandingkan antara alat ukur dan objek
yang diukur[15].
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengukuran adalah suatu proses
pengumpulan data melalui pengamatan empiris untuk membandingkan antara alat
ukur dan objek yang ukur serta hasilnya bersifat kuantitatif (bentuk skor).
Pengukuran (measurement)
adalah proses pemberian angka atau usaha memperoleh deskripsi numerik dari
suatu tingkatan di mana seorang peserta didik telah mencapai karakteristik
tertentu. Pengukuran adalah penentuan besaran, dimensi, atau kapasitas,
biasanya terhadap suatu standar atau satuan pengukuran. Pengukuran tidak hanya
terbatas pada kuantitas fisik, tetapi juga dapat diperluas untuk mengukur
hampir semua benda yang bisa dibayangkan, seperti tingkat ketidakpastian, atau
kepercayaan konsumen.
Skala
pengukuran merupakan seperangkat aturan yang diperlukan untuk
mengkuantitatifkan data dari pengukuran suatu variable. Dalam melakukan
analisis statistik, perbedaan jenis data sangat berpengaruh terhadap pemilihan
model atau alat uji statistik. Tidak sembarangan jenis data dapat digunakan
oleh alat uji tertentu. Macam-macam skala pengukuran dapat berupa skala
nominal, ordinal, interval dan ratio.
Adapun macam-macam
skala pengukuran adalah sebagai berikut:
1. Skala Nominal
Pengukuran
dengan skala nominal merupakan tingkat mengkategorikan, memberi nama dan
menghitung fakta-fakta dari obyek yang diteliti. Dimana angka yang diberikan
pada obyek hanya mempunyai arti sebagai label saja dan tidak menunjukkan
tingkatan yang berarti[16].
Contoh, kita dapat menempatkan individu untuk kategori seperti laki-laki dan
perempuan tergantung pada jenis kelamin mereka, atau kecerdasan dengan kategori
tinggi dan rendah berdasarkan nilai intelijen.
2. Skala Ordinal
Skala (ukuran)
ordinal adalah skala yang merupakan tingkat ukuran kedua, yang berjenjang
sesuatu yang menjadi ‘lebih’ atau ‘kurang’ dari yang lainnya. Ukuran ini
digunakan untuk mengurutkan objek dari yang terendah hingga tertinggi dan
sebaliknya yang berarti peneliti sudah melakukan pengukuran terhadap variable
yang diteliti. Contohnya adalah: A lebih besar atau lebih baik dari pada B, B
lebih besar dari atau lebih baik dari daripada C, dan seterusnya. Hubungan
tersebut ditunjuk oleh simbol ‘>’ yang berarti ‘Lebih besar dari’ mengacu pada
atribut tertentu. Kita bisa melanjutkan dengan latihan sebelumnya untuk
membuatnya lebih jelas. Perlu diingat bahwa hubungan antara kedua peringkat
adalah tidak bisa di gambarkan secara rinci bahwa nilai A adalah dua kali lipat
dari B atau A empat kali lipat dari C.
3. Skala
Interval
Merupakan
tingkat pengukuran ke tiga, dimana pemberian angka pada set objek yang memilih
sifat ordinal, ditambah dengan satu sifat yang lain, yakni memberikan nilai
absolute pada data/objek yang akan diukur. Ukuran rasio ini mempunyai nilai nol
(0) absolute (tidak ada nilainya).[17] Contoh Interval adalah timbangan seperti
skala Fahrenheit dan IQ.
4. Skala
Rasio
Merupakan
tingkat pengukuran tertinggi, dimana ukuran ini mencakup semua persyaratan pada
ketiga jenis ukuran sebelumnya, ditambah dengan satu sifat yang lain, yakni
ukuran ini memberikan nilai absolute pada data/objek yang akan diukur. Ukuran
rasio ini mempunyai nilai nol (0). Contoh : penghasilan pegawai 0 (berarti
pegawai itu tidak menerima uang sedikitpun).
Sebuah bentuk
skala akan mengingatkan kita pada alat ukur termometer, penggaris, atau mungkin
dipandang sebagai satu item pengukuran, seperti dalam skala Likert. Hal ini
menjadikan skala sebagai cara untuk mengukur secara sistematis yang ditetapkan
berdasarkan skor atau nilai pada skala yang dipilih. Meskipun sejumlah skala
yang ada dapat dibuat untuk mengukur atribut orang, benda, peristiwa, dan
sebagainya, semua skala memiliki empat tipe dasar yaitu: Nominal, Ordinal,
Interval dan Rasio.
Skala ini
sebenarnya merupakan empat hirarki prosedur pengukuran, terendah dalam hirarki
adalah skala nominal dan yang tertinggi adalah skala pengukuran ratio. Itulah
sebabnya ‘Tingkat pengukuran’ ini telah digunakan oleh beberapa sarjana dalam
pembuatan dan penggunaan skala pengukuran.
C. Penentuan Skor
dalam Evaluasi Pendidikan
Penskoran adalah suatu proses
pengubahan jawaban instrumen menjadi angka-angka yang merupakan nilai
kuantitatif dari suatu jawaban terhadap
item dalam instrumen (kuantifikasi terhadap jawaban instrument.[18] Dengan memberikan Skor, kita dapat
memperoleh deskripsi tentang seberapa nilai atau harga suatu variabel untuk
masing-masing unit analisis dalam penelitian.
Dalam pemberian skor hasil belajar,
tidak ada generalisasi di dalamnya. Hal ini berarti penskoran dilakukan
berdasarkan alat ukur tesnya. Penskoran dengan menggunakan tes uraian tentu
berbeda dengan tes dalam bentuk tes pilihan atau lebih luass alat ukur tes
dengan alat ukur bukan tes[19]. Diffirensiasi penskoran ini
diarahkan agar terjadi proporsional pengukuran sehingga terjadi pendistribusian
skor yang seimbang dan mudah dilakukan penilaian. Sedangkan pemberian skor pada
dasarnya mengacu dalam dua hal, yaitu berdasarkan acuan norma dan acuan patokan[20].
Skor adalah hasil pekerjaan menskor
yang diperoleh dengan menjumlahkan angka-angka bagi setiap soal tes yang
dijawab betul oleh siswa. Pengubahan skor menjadi nilai dapat
dilakukan untuk skor tunggal, misalnya sesudah memperoleh skor ulangan harian
atau untuk skor gabungan dari beberapa ulangan dalam rangka memperoleh nilai
akhir untuk rapor.
Secara rinci skor dapat dibedakan
atas tiga macam, yaitu skor yang diperoleh (obtained score), skor sebenarnya
(true score), dan skor kesalahan (error score). Skor yang diperoleh adalah sejumlah
biji yang dimiliki oleh testee sebagai hasil mengerjakan tes. Kelemahan-kelemahan
butir tes, situasi yang tidak mendukung, kecemasan, dan lain-lain faktor yang
dapat berakibat terhadap skor yang diperoleh ini. Apabila faktor-faktor yang
berpengaruh ini muncul, baik sebagian ataupun menyeluruh, penilai tidak dapat
mengira-ngira seberapa cermat skor yang diperoleh siswa ini mampu mencerminkan
pengetahuan dan keterampilan siswa yang sesungguhnya.
Skor sebenarnya (true score) sering
kali juga disebut dengan istilah skor univers –skor alam (universe score),
adalah nilai hipotesis yang sanga tergantung dari perbedaan individu berkenaan
dengan pengetahuan yang dimiliki secara tetap. Perbedaan
antara skor yang diperoleh dengan skor sebenarnya, disebut dengan istilah
kesalahan dalam pengukuran atau kesalahan skor, atau dibalik skor kesalahan.
Hubungan antara ketiga macam skor tersebut adalah sebagai berikut: Skor yang diperoleh = skor
sebenarnya + skor kesalahan.[21]
D. Analisis Skala
Pengukuran dan Penentuan Skor dalam Evaluasi Pendidikan
Analisis tes hasil belajar bentuk objektif
dapat diketahui dari dua kriteria atau dua parameter, yaitu indeks kesukaran dan
indeks daya diskriminasi. Analisis tes meliputi tingkat kesukaran tes, daya
beda, dan efektifitas pengecoh. Analisis juga untuk menguji efektifitas
distraktor pada setiap butir soal untuk menentukan apakah setiap distraktor
yang dibuat sudah berfungsi dengan baik. Hasil analisis ini akan menghasilkan
suatu keputusan apakah butir soal itu nantinya dapat dipakai, diperbaiki atau
dibuang.
Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk
mengetahui tingkat kesukaran, daya beda dan efektifitas distraktor pada soal
bentuk objektif adalah dengan menggunakan analisis psikometrik klasik. Teori
tes klasik mempunyai beberapa kelemahan, antara lain perhitungan tingkat
kesukaran dan daya pembeda soal sangat bergantung pada sampel yang digunakan
dalam analisis. Kondisi sampel sangat mempengaruhi hasil analisis, bila sampel
yang digunakan memiliki rentang dan sebaran kemampuan yang tinggi maka hasil
analisisnya akan berbeda dengan rentang dan sebaran kemampuan siswa yang
rendah. Sebagai contoh daya pembeda soal akan tinggi bila tingkat kemampuan
siswa sangat bervariasi atau mempunyai rentang kemampuan yang besar. Sebaliknya
daya pembeda soal akan kecil bila tingkat kemampuan siswa mempunyai rentang
kemampuan yang kecil.
Oleh karena itu kondisi sampel sangat
mempengaruhi perhitungan statistik yang dihasilkannya. Guna mengatasi kelemahan
dari teori tes klasik, maka langkah yang dapat ditempuh adalah berhati-hati dalam
mengambil sampel. Dengan kata lain sampel yang digunakan harus benar-benar
mewakili (representatif) dari populasi. Bila sampel yang digunakan tidak
representatif maka akibatnya hasil analisis tidak bisa digeneralisasikan pada
populasi. Berikut ini akan dibahas karakteristik tes yang akan menentukan
kualitas tes.
BAB III
P E N U T U P
Berdasarkan uraian-uraian yang telah penulis
kemukakan pada bab diatas, maka pada bab terakhir ini penulis dapat mengambil
beberapa kesimpulan dan saran – saran
sebagai berikut:
A. Kesimpulan
1. Skala pengukuran merupakan seperangkat aturan
yang diperlukan untuk mengkuantitatifkan data dari pengukuran suatu variable.
Dalam melakukan analisis statistik, perbedaan jenis data sangat berpengaruh
terhadap pemilihan model atau alat uji statistik. Tidak sembarangan jenis data
dapat digunakan oleh alat uji tertentu. Macam-macam skala pengukuran dapat
berupa skala nominal, ordinal, interval dan ratio..
2. Penskoran
adalah suatu proses pengubahan jawaban instrumen menjadi angka-angka yang
merupakan nilai kuantitatif dari suatu
jawaban terhadap item dalam instrumen (kuantifikasi terhadap jawaban instrument
3. Analisis tes hasil belajar bentuk objektif
dapat diketahui dari dua kriteria atau dua parameter, yaitu indeks kesukaran dan
indeks daya diskriminasi. Analisis tes meliputi tingkat kesukaran tes, daya
beda, dan efektifitas pengecoh.
B.
Saran - Saran
1.
Disarankan kepada para mahasiswa untuk dapat mengkaji lebih mendetail
tentang evaluasi pendidikan, karena evaluasi sangat penting dalam pendidikan.
2.
Disarankan kepada mahasiswa untuk dapat membuat penelitian lebih lanjut tentang
evaluasi pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Anas
Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 1995.
Abudin
Nata, Ilmu Pendidikan Islam, Cet I, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010.
Ahmad
Rohani HM,. Pengelolaan Pengajaran., Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004.
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia, 2004.
Wayan
Nurkancana, Evaluasi Pendidikan, Surabaya: Usaha Nasional,1986.
Mahmud
Yunus, Kamus Arab-Indonesia, Jakarta: Hidakarya, 1990.
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2009/09/17/indikator-pencapaian-kompetensi-dan-tujuan-pembelajaran-dalam-ktsp/ diakses tanggal. 17-09-2009.
Oemar
Hamalik, Pengajaran Unit, Bandung: Alumni,1982.
Suharsimi
Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara,1990.
Ramayulis,
Metodologi Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2008.
M.
Chabib Thoha, Tehnik-tehnik
Evaluasi Pendidikan, Jakarta: PT Raja Grafindo, 1990.
Calongesi,
J.S. Merancang Tes untuk Menilai Prestasi Siswa, Bandung : ITB, 1995.
Zainul
& Nasution, Penilaian Hasil
belajar, Jakarta: Dirjen
Dikti, 2001.
Sidin
Ali dan Khaeruddin, Evaluasi Pembelajaran, Jokyakarta: Badan Penerbit UNM 2012.
[1]
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
1995), hal. 19.
[6]http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2009/09/17/indikator-pencapaian-kompetensi-dan-tujuan-pembelajaran-dalam-ktsp/ diakses tanggal. 17-09-2009.
[8]
Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, Cet I, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), hal. 307.
[12]
Anas Sudijono. Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 1995), hal. 34.