BAB I
P EN D A H U L U A N
A. Latar Belakang Masalah
Islam menempatkan akhlak dalam posisi penting yang harus
dipegang teguh para pemeluknya. Bahkan, tiap aspek dalam ajaran Islam, apakah
itu di bidang politik, ekonomi, dan berbagai kegiatan lainnya selalu
berorientasi pada
pembentukan dan pembinaan akhlak yang mulia (akhlakul karimah). ''Sesungguhnya,
aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia,'' begitu bunyi salah satu sabda
Nabi SAW yang terkenal.
Di antara kaidah yang difardukan Islam ialah agar manusia
bermuamalah dengan orang lain, dengan lemah lembut dan halus, sehingga dia
tidak kasar dalam ucapan dan tidak keras dalam bermuamalah. ''Sesungguhnya,
Allah itu lemah lembut dan menyukai kelemah-lembutan dalam segala urusan,''
sabda Rasulullah yang diriwayatkan oleh Imam Buchari dari Aisyah.
Begitu pentingnya masalah akhlak sehingga dalam menilai
keimanan seseorang kita juga diminta menilai bagaimana akhlak yang
bersangkutan. Kata Nabi SAW, ''Mukmin yang paling sempurna imannya
adalah yang paling baik
akhlaknya.'' Karenanya, dalam situasi negara sekarang ini, khususnya makin
maraknya kasus kejahatan dan penyalahgunaan jabatan, perlunya dihayati dan
diterapkan kaidah akhlak dalam masyarakat. Apalagi, bila diingat berbagai kasus
penyimpangan itu tidak terlepas dari masalah ini. Kita juga prihatin dengan
meningkatnya dekadensi moral yang telah menjungkirbalikkan nilai-nilai agama,
utamanya masalah moral.
Untuk meredam sifat-sifat destruktif yang membahayakan
moralitas bangsa dan negara, makin disadari perlunya upaya mengembalikan akhlak
masyarakat seperti yang diajarkan agama. Bahkan, sudah dicontohkan dengan
gemilang dalam perilaku hidup Nabi Muhammad SAW.
B. Penjelasan Istilah
Untuk menhindari kesalah pahaman dalam penafsiran, maka
penulis menjelaskan pengertian di bawah ini :
1. Aspek
Desi Anwar dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia
menjelaskan aspek adalah segi pandang, tanda; sudut pandangan; katagori
gramatikal verba yang menunjukkan lama dan jenis perbuatan.[1]
2. Akhlak
Akhlak ialah tingkahlaku yang dipengaruhi oleh nilai-nilai
yang diyakini oleh seseorang dan sikap yang menjadi sebahagian daripada
keperibadiannya.[2]
BAB
II
U R
A I A N
A. Pengertian
Akhlak
Akhlak berasal dari bahasa Arab yaitu
alkhulqu, al-khuluq yang mempunyai arti watak, tabiat, keberanian, atau agama.
Secara Istilah akhlak menurut Ibnu Maskawaih (421 H) adalah “suatau keadaan
bagi jiwa yang mendorong ia melakukan tindakan-tindakan dari keadaan itu tanpa
melalui pikiran dan pertimbangan. Keadaan ini terbagi dua, ada yang berasal
dari tabiat aslinya, ada pula yang diperoleh dari kebiasaan yang
berulang-ulang. Boleh jadi, pada mulanya tindakan itu melalui pikiran dan
pertimbangan, kemudian dilakukan terus menerus, maka jadilah suatu bakat dan
akhlak.”[3]
H. Hasan AF memberikan definisi akhlak
sebagai”suatu ungkapan tentang keadaan pada jiwa bagian dalam yang melahirkan
macam-macam tindakan dengan mudah, tanpa memerlukan pikiran dan pertimbangan
terlebih dahulu”[4]
Dari dua defenisi di atas dapat
dipahami bahwa akhlak bersumber dari dalam diri anak dan dapat juga berasal
dari lingkungannya. Secara umum akhlak bersumber dari dua hal tersebut dapat
berbentuk akhlak baik dan akhlak buruk, tergantung pembiasaannya, kalau anak
membiasakan perilaku buruk, maka akan menjadi akhlak buruk bagi dirinya,
sebaliknya anak membiasakan perbuatan baik, maka akan menjadi akhlak baik bagi
dirinya.
Dalam haditsnya yang mulia, Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّمَا
بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الْأَخْلاَقِ
Artinya: Sungguh
aku diutus (oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala) untuk menyempurnakan akhlak (budi
pekerti) umat manusia.” (HR. Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad, Ahmad, dan
Al-Hakim, dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu. Dishahihkan Asy-Syaikh
Al-Albani rahimahullahu dalam Silsilah Ash-Shahihah no. 45)
Adapun pengertian akhlak adalah
kebiasaan kehendak itu bila membiasakan sesuatu maka kebiasaannya itu disebut
akhlak. Jadi pemahaman akhlak adalah seseorang yang mengeri benar akan
kebiasaan perilaku yang diamalkan dalam pergaulan semata – mata taat kepada
Allah dan tunduk kepada-Nya.[5]
Dengan demikian memahami akhlak adalah
masalah fundamental dalam Islam. Namun sebaliknya tegaknya aktifitas keislaman
dalam hidup dan kehidupan seseorang itulah yang dapat menerangkan bahwa orang
itu memiliki akhlak. Jika seseorang sudah memaami akhlak dan menghasilkan
kebiasaan hidup dengan baik, yakni pembuatan itu selalu diulang – ulang dengan
kecenderungan hati (sadar).3 Akhlak merupakan kelakuan yang timbul dari hasil
perpaduan antara hati nurani, pikiran, perasaan, bawaan dan kebiasaan dan yang
menyatu, membentuk suatu kesatuan tindakan akhlak yang dihayati dalam kenyataan
hidup keseharian.
B.
Aspek Yang Mempengaruhi Pembentukan
Akhlak
Setiap orang ingin agar menjadi orang yang baik, mempunyai kepribadian
yang kuat, dan sikap mental yang kuat dan akhlak yang terpuji. Semua itu dapat
diusahakan dengan melalui pendidikan, untuk itu perlu dicari jalan yang dapat
membawa kepada terjaminnya akhlak perilaku ihsan sehingga ia mampu dan mau
berakhlak sesuai dengan nilai – nilai moral. Nilai – nilai moral akan dapat
dipatuhi oleh seorang dengan kesadaran tanpa adanya paksaan kalau hal itu datng
dari dirinya sendiri.
Dengan demikian pendidikan agama harus diberikan secara
terus menerus baik faktor keluarga, faktor kepribadian, pendidikan formal,
pendidikan nonformal atau lingkungan masyarakat.
1. Faktor
keluarga
Dalam pembinaan akhlak anak, faktor
orang tua sangat menentukan, karena akan masuk ke dalam pribadi anak bersamaan dengan
unsur – unsur pribadi yang didapatnya melalui pengalaman sejak kecil.
Pendidikan keluarga sebagai orang tua mempunyai tanggungjawab dalam mendidik
anak – anaknya karena dalam keluarga mempunyai waktu banyak untuk membimbing,
mengarahkan anak – anaknya agar mempunyai perilaku islami.
Kebahagiaan orang tua atas hadirnya
seorang anak yang dikaruniakan kepadanya, akan semakin terasa karena tumbuhnya harapan
bahwa garis keturunannya akan berlangsung terus. Satu hal yang perlu
mendapatkan perhatian serius dari para orang tua muslim ialah tentang kesalehan
anak – anak mereka.
Ada beberapa hal yang perlu
direalisasikan oleh orang tua yakni aspek pendidikan akhlak karimah. Pendidikan
akhlak sangat penting dalam keluarga, karena dengan jalan membiasakan dan
melatih pada hal – hal yang baik, menghormati kepada orang tua, bertingkah laku
sopan yang baik dalam berperilaku keseharian maupun dalam bertutur kata. Pendidikan akhlak tidak hanya secara
teoritik namun disertai contohnya untuk dihayati maknanya, seperti kesusahan
ibu yang mengandungnya, kemudian dihayati apa yang ada dibalik yang nampak
tersebut, kemudian direfleksikan dalam kehidupan kejiwaannya.[6]
Menerima pendidikan baik secara
langsung maupun tidak langsung, disamping itu keluarga merupakan unit kehidupan
bersama manusia terkecil dan alamiah, artinya secara alamiah dialami setiap kehidupan
manusia, karenanya keluarga merupakan jembatan meniti bagi generasi, oleh
karena itu orang tua berperan penting sebagai pendidik, yakni memikul
pertanggungjawabn terhadap pendidikan anak. Karena pendidika itulah yang akan
membentuk manusia di masa depan.
Keluarga merupakan wadah pertama dan utama, peletak dasar perkembangan
anak. Dari keluarga pertama kali anak mengenal agama dari kedua orang tua,
bahkan pendidikan anak sesungguhnya telah dimulai sejak persiapan pembentukan
keluarga.[7]
Setelah mendapatkan pendidikan akhlak dalam keluarga secara tidak langsung nantinya
akan berkembang di lingkungan masyarakat.
Oleh karena itu maka kebiasaan – kebiasaan dalam keluarga harus
dalam pengawasan, karena akan sangat berpengaruh pada diri anak, kebiasaan yang
buruk dari keluarga terutama dari kedua orang tua akan cepat ditiru oleh anak –
anaknya, menjadi kebiasaan anak yang buruk. Dengan demikian juga kebiasaan yang
baik akan menjadi kebiasaan anak yang baik. Peran orang tua dan anggota
keluarga sangat penting bagi pendidikan akhlak dan selektivitas bergaul.
2. Faktor
kepribadian (dari orang itu sendiri)
Dengan menggunakan kaidah fikih
mengemukakan bahwa diri sendiri termasuk orang yang dibebani tanggungjawab
pendidikan menurut Islam, apabila manusia telah mencapai tingkat mukallaf maka
menjadi bertanggung jawab sendiri terhadap mempelajari dan mengamalkan ajaran
agama Islam. Kalau ditarik dalam istilah pendidikan Islam orang mukallaf adalah
orang yang sudah dewasa sehingga sudah semestinya ia bertanggungjawab terhadap
apa yang harus dikerjakan dan apa yang harus ditinggalkan. Hal ini sangat erat kaitannya
dengan keluarga atau semua anggota keluarga yang mendidik pertama kali.
Perkembangan agama pada seseorang sangat ditentukan oleh pendidikan dan
pengalaman yang dilaluinya, terutama pada masa – masa pertumbuhan yang pertama
(masa anak) dari umur 0-12 tahun.[8]
3. Faktor Lingkungan
(Masyarakat)
Lembaga non formal akan membawa
seseorang berperilaku yang lebih baik karena di dalamnya akan memberikan
pengarahan – pengarahan terhadap norma – norma yang baik dan buruk. Misalnya pengajian,
ceramah yang barang tentu akan memberikan pengarahan yang baik, tak ada seorang
mubaligh yang mengajak hadirin untuk melakukan perbuatan yang tidak baik.
Dengan demikian pendidikan yang
bersifat non formal yang terfokus pada agama ternyata akan mempengaruhi
pembentukan akhlak pada diri seseorang. Maka tepat sekali dikatakan bahwa nilai
– nilai dan kebiasaan masyarakat yang tidak bertentangan dengan nilai – nilai
dan kebiasaan masyarakat yang tidak bertentangan dengan nilai – nilai Islam
apalagi yang membawa maslahat dapat dimanfaatkan sebagai bahan dalam menentukan
kebijaksanaan.
Kehidupan manusia tidak lepas dari
nilai itu selanjutnya perlu diinstitusikan. Institusi nilai yang terbaik adalah
melalui upaya interaksi edukatif, pandangan Freeman Butt dalam bukunya Cultural
History of Western Education, menyatakan bahwa hakekat interaksi edukatif
adalah proses tranformasi dan internalisasi nilai, proses pembiasaan terhadap
nilai, proses rekonstruksi nilai, serta penyesuaian terhadap nilai. Akhlak yang baik dapat pula
diperoleh dengan memperhatikan orang – orang baik dan bergaul dengan mereka,
secara alamiah manusia itu meniru, tabiat seseorang tanpa dasar bisa mendapat
kebaikan dan keburukan dari tabiat orang lain.[9]
Interaksi edukatif antara individu dengan
individu lainnya yang berdasarkan nilai-nilai Islami agar dalam masyarakat itu
tercipta masyarakat yang berakhlakul karimah. Lingkungan masyarakat yakni
lingkungan yang selalu mengadakan hubungan dengan cara bersama orang lain. Oleh
karena itu lingkungan masyarakat juga dapat membentuk akhlak seseorang, di dalamnya
orang akan menatap beberapa permasalahan yang dapat mempengaruhi bagi
perkembangan baik dalam hal – hal yang positif maupun negative dalam membentuk
akhlak pada diri seseorang.
4. Faktor visual
dan audio visual
Tidak hanya pengaruh lingkungan tapi
masih banyak lagi misalnya TV, majalah dan tayangan – tayangan lain yang bisa memberikan
banyak pengaruh pada kepribadian anak dan tingkah laku anak. Misalkan kita
melihat tayangan – tayangan barat atau film – film porno maka kalau anak – anak
didik kita tidak dibekali dengan ilmu agama maka ia akan terjerumus ke
dalamnya. Belum lagi sekarang marak dengan majalah – majalah yang menyajikan
tentang beragama busana yang jorok yang sangat tidak pantas dipakai oleh budaya
kita, tetapi anak seusia MTs itu adalah masa dimana keinginan untuk mencoba
sangat tinggi. Oleh karena itu kita harus berhati – hati memberikan pengarahan kepada anak – anak kita
agar mereka selalu memegang ajaran agama.
Disinilah pentingnya peranan penanaman
akhlak yang telah ditanamkan oleh kedua orang tuanya, yang berguna sebagai
filter perkembangan yang telah terjadi pada zaman yang penuh globalisasi ini.
Disinilah peranan pengamalan ibadah yang dilaksanakan oleh orang dewasa sebagai
contoh terhadap orang – orang yang ada di sekitar mereka, agar di lingkungan
tersebut dalam pergaulannya mencerminkan akhlakul karimah.
C. . Ciri
– Ciri Kepribadian Muslim
Sekiranya sebagian kita ditakdirkan
dapat melihat melalui sebuah jendela kealam manusia pada setiap zaman dan
tempat sesungguhnya, kita akan melihat suatu khalayak yang heterogen, pandangan
hidup yang
berbeda – beda da
kelompok – kelompok yang berbeda status sosialnya. Kita akan melihat umat manusia, kadang –
kadang jalan itu buntu dan kadang – kadang jalan itu banyak simpang siurnya.
Disaat inilah manusia butuh teman untuk berbagi dalam memecahkan masalah yang
dia hadapi.
Oleh karena itu selektif dalam memilih
teman adalah salah satu kunci untuk selamat dunia dan akherat. Hanya orang –
orang yang paham akan ajara agama (Islam) yang bisa selektif dalam bergaul. Karena
pada dasarnya Islam mempunyai misi universal dan abadi, intinya adalah mengadakan
bimbingan bagi kehidupan mental dan jiwa manusia atau
akhlak.[10]
Bangsa
Indonesia yang mengalami multi krisis juga disebabkan kurangnya pendidikan
pendidika akhlak. Secara umum pembinaan akhlak mahasiswa perguruan tinggi juga
sangat memprihatinkan. Hal ini setidaknya bisa dibuktikan dengan banyaknya
penyelewengan (korupsi) yang mencapai 30% dari dana pembangunan yang dilakukan
oleh orang – orang besar yang notabene adalah para sarjana. Oleh
karena itu program utama dan perjuangan pokok dari segala usaha adalah
pembinaan atau
pendidikan
akhlak.
D. Aqidah
Mencorakkan Akhlak
Sebagaimana yang disebutkan sebelum
ini, nilai-nitai akhlak yang dipegang oleh seseorang dan sesuatu kebudayaan itu
adalah hasil daripada aqidah dan gambaran tentang kehidupan itu. Pembentukan
nilai-nilai akhlak itu bergantung kepada bagaimana manusia memberikan jawapan
kepada pertanyaan-pertanyaan yang asasi dalam hidup. Siapakah yang mencipta
alam ini dan apakah tujuannya? Apakah tujuan manusia ditempatkan di bumi dan
apakah tujuan dan matiamatnya yang sebenar? Jawapan-jawapan kepada persoalan
asas mengenai kehidupan ini akan menentu dan mencorak nilai-nilai akhlak yang
dimiliki oleh seseorang atau sesuatu kebudayaan. Oleh kerana terdapat berbagai-
bagai jawapan kepada persoalan tersebut, maka terdapat berbagai sistem nilai di
dalam masyarakat manusia yang mencorakkan berbagai sikap dan tingkahlaku yang
membentuk berbagai-bagai kebudayaan.
Al-Quran telah memaparkan berbagai
golongan yang memberi jawapan berbeza kepada persoalan-persoalan asasi
kehidupan yang membentuk konsepsi dan aqidah mengenai kehidupan ini. Terdapat
aqidah orang-orang beriman, aqidah orang-orang kafir, aqidah orang-orang fasik
dan aqidah orang-or-ang munafiqin.
Aqidah orang-orang beriman dinyatakan
dalam al-Ouran seba^gai orang-orang yang beriman kepada Allah S.W.T, kepada
Rasul-Nya, kepada keagungan Allah yang mencipta dan memiliki alam ini. Mereka
yakin kepada hari akhirat, yakin bahawa kejadian Allah tidak terbatas kepada
alam lahir sahaja dan kejadian Allah itu tidak terbatas dalam lingkungan yang
dapat diketahui oleh manusia. Kerana itu mereka percaya kepada kejadian Allah
yang ghaib, seperti malaikat, gyurga, neraka dan adanya makhluk-makhiuk Allah
yang lain yang tidak diketahui oleh manusia dan pengetahuan manusia tidak
menjadi syarat bagi menentukan sesuatu kejadian Allah harus ada atau tidak ada.
Allah S.W.T bebas mengikut kehendak-Nya, untuk mencipta atau tidak mencipta
sesuatu yang ada di dalam ilmu-Nya.
Aqidah ini menyebabkan orang-orang
beriman sentiasa bergantung harap kepada Allah S.W.T dan tidak bergantung harap
kepada yang lain daripada-Nya. Tujuan hidup manusia di dunia ini ialah untuk
beribadah kepada Allah S.W.T. dan setiap tindak tanduk dan kelakuan serta
tindakannya adalah untuk mendapatkan keredhaan Allah S.W.T. Keredhaan Allah dan
beribadat kepada Allah S.W.T. menjadi tumpuan dan pemusatan setiap aspek
kegiatannya.
E.
Al-Quran Sumber Akhlak Mulia
Al-Quran sumber bagi hukum-hukum dan
peraturan-peraturan yang menyusun tingkahlaku dan akhlak manusia. Al-Quran
menentukan sesuatu yang haial dan haram, apa yang boleh dilakukan dan apa yang
tidak boleh dilakukan. Al-Quranmenentukan bagaimana sepatutnya kelakuan
manusia. Al-Quran juga menentukan perkara yang baik dan tidak baik. Justeru itu
al-Quran menjadi sumber yang menentukan akhlak dan nilai-nilai kehidupan ini.
Al-Quran mengharamkan yang buruk dan
keji serta melarang manusia melakukannya. Al-Quranmelarang manusia minum arak,
memakan riba, bersikap angkuh dan sombong terhadap Allah, satu-satu kaum
menghina kaum yang lain. Al-Quran melarang pencerobohan, fitnah dan berbunuhan.
Al-Quranmelarang menyebarkan maklumat mengenai perkara-perkara keji.
Al-Quran mengajak manusia supaya
mentauhidkan Allah S.W.T., bertaqwa kepada-Nya, mempunyai sangkaan baik
terhadap-Nya. Al-Quran juga mengajak manusia berfikir, cinta kepada kebenaran,
bersedia menerima kebenaran. Malah mengajak manusia supaya berilmu dan
berbudaya ilmu.
Al-Quran juga mengajak manusia supaya
berhati lembut, berjiwa mulia, sabar, tekun, berjihad, menegakkan kebenaran dan
kebaikan. Al-Quran mengajak manusia supaya bersatupadu, berkeluarga dan
mengukuhkan hubungan silaturrahim.
Jelaslah bahawa al-Ouran menjadi
sumber nilai-nilai dan akhlak mulia. Penampilan akhlak mulia dalam al-Ouran,
tidak bersifat teoritikal semata-mata, tetapi secara praktikal berdasarkan
realiti dalam sejarah manusia sepanjang zaman. Al-Quran adalah sumber yang kaya
dan berkesan untuk manusia memahami akhlak mulia dan menghayatinya.
Dalam hal ini Allah SWT berfirman:
يَاأَهْلَ
الْكِتَابِ قَدْ جَاءَكُمْ رَسُولُنَا يُبَيِّنُ لَكُمْ كَثِيرًا مِمَّا كُنْتُمْ
تُخْفُونَ مِنَ الْكِتَابِ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ قَدْ جَاءَكُمْ مِنَ اللَّهِ
نُورٌ وَكِتَابٌ مُبِينٌ. يَهْدِي بِهِ اللَّهُ مَنِ اتَّبَعَ رِضْوَانَهُ سُبُلَ
السَّلَامِ وَيُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِهِ
وَيَهْدِيهِمْ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
Artinya: Hai Ahli Kitab, telah datang kepada kalian
Rasul Kami, menjelaskan kepada kalian banyak dari Al-Kitab yang kalian
sembunyikan dan banyak pula yang dibiarkannya. Sesungguhnya telah datang kepada
kalian cahaya dari Allah dan kitab yang menerangkan (Al-Qur`an). Dengan kitab
itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya kepada jalan
keselamatan. Dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu
dari kegelapan menuju cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan
menunjuki mereka ke jalan yang lurus.” (Qs. Al-Ma`idah: 15-16)
BAB III
P E N U T U P
Berdasarkan uraian yang telah penulis uraikan diatas, maka
penulis dapat mengambil beberapa kesimpulan dan saran – sarn sebagai berikut:
A. Kesimpulan
A. Kesimpulan
1.
Secara umum akhlak bersumber dari dua
hal tersebut dapat berbentuk akhlak baik dan akhlak buruk, tergantung
pembiasaannya, kalau anak membiasakan perilaku buruk, maka akan menjadi akhlak
buruk bagi dirinya, sebaliknya anak membiasakan perbuatan baik, maka akan
menjadi akhlak baik bagi dirinya.
2.
Aspek yang dapat membentuk akhlak
antara lain keluarga, faktor kepribadian, pendidikan formal, pendidikan nonformal
atau lingkungan masyarakat.
3.
Al-Quran telah memaparkan berbagai
golongan yang memberi jawapan berbeza kepada persoalan-persoalan asasi
kehidupan yang membentuk konsepsi dan aqidah mengenai kehidupan ini. Terdapat
aqidah orang-orang beriman, aqidah orang-orang kafir, aqidah orang-orang fasik
dan aqidah orang-or-ang munafiqin.
B. saran - saran
- Disarankan
kepada mahasiswa untuk dapat berakhlak baik, karena akhlak yang baik
merupakan cerminan kepribadian muslim
- Disarankan
kepada orang tua untuk dapat mendidik anak dengan akhlah yang baik yaitu
dengan memberikan ketelanan dalam kehidupan
- Disarankan
kepada mahasiswa untuk dapat menjadi tauladan dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman,
mulyono, Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar, Rineka Cipta, Jakarta , 2003.
Al-Musawi,
Khalil, Bagaimana membangun Kepribadian Anda, Lentera Jakarta. 1999.
Al-Asyqar, Umar Sulaiman, Ciri-ciri
Kepribadian Muslim, Srigunting,
Jakarta,1995.
Amin, Ahmad, Etika (Ilmu Alhlak),
Bulan Bintang, Jakarta, 1975.
Asmaran, Pengantar Studi Akhlak,
Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1994
Dardjat, Zakiah, Ilmu Jiwa Agama,
Bulan bintang, Jakarta, 1970
Djatnika, Rachmat, Akhlak Mulia,
Pustaka, Jakarta, 1990
Durkheim, Emile, Pendidikan Moral,
Airlangga, Jakarta, 1990
H. Hasan AF, Aqidah Akhlak Kurikulum 2004 Madrasah Tsanawiyah kelas 1, PT
Karya Toha Putra, semarang, 1987
, ( semarang: PT
Karya Toha Putra 1987), hal. 29
0 Comments
Post a Comment