Bentuk-Bentuk Hukuman dalam Pendidikan
A.
Bentuk-Bentuk Hukuman dalam Pendidikan
Hukuman
yang diberikan kepada anak dalam pendidikan, karena kesalahan yang dilakukannya
ada dalam bentuk yang bermacam-macam. Tidak kesemuanya patut dan dapat
digunakan dalam mendidik seorang anak. Berikut kami paparkan beberapa bentuk
hukuman tersebut, dan mana saja yang patut dihindari, agar tidak memberikan
efek negatif dalam mendidik seorang anak.
Hukuman
hanyalah satu sarana diantara sekian banyak sarana pendidikan islam. hukuman
mempunyai tujuan berupa kebaikan dan keshalihan anak. hukuman dibarengi dengan
rasa kasih sayang dan kelembutan dan terikat oleh berbagai syar'i yang tidak boleh terpisah darinya. dalam
penerapanya, hukuman dilakukan secara bertahap, dimulai dengan hukuman ringan,
kemudian meningkat hingga yang lebih
berat.
Hukuman
yang dapat dikenakan kepada anak-anak bermacam-macam jenis. Sehubungan dengan
hal ini, Suwarno mengungkapkan berdasarkan pandangan W. Stern tedapat tiga
tingkatan hukuman sesuai dengan perkembangan anak, yaitu:
Pertama, Hukuman
Asosiatif, di mana penderitaan yang ditimbulkan akibat hukuman tadi ada asosiasinya
dengan kesalahan anak. Misalnya seorang anak yang akan mengambil sesuatu di
atas meja dipukul jarinya. Hukuman asosiasif dipergunakan bagi anak kecil; Kedua,
Hukuman Logis, di mana anak dihukum sehingga mengalami penderitaan yang ada
hubungan logis dengan kesalahannya. Hukuman logis ini dipergunakan pada
anak-anak yang sudah agak besar yang sudah mampu memahami hubungan antara
kesalahan yang diperbuatnya dengan hukuman yang diterimanya; Ketiga, Hukuman
Moril, tingkatan ini tercapai pada anak-anak yang lebih besar, di mana anak
tidak hanya sekedar menyadari hubungan logis antara kesalahan dengan
hukumannya, tetapi tergugah perasaan kesusilaannya atau terbangun kata hatinya,
ia merasa harus menerima hukuman sebagai sesuatu yang harus dialaminya[1].
Sedangkan
mengenai bentuk hukuman, Soejono mengemukakan bentuk hukuman dengan tiga bentuk,
yaitu:
Pertama, Bentuk Isyarat, usaha pembetulan kita lakukan dalam bentuk isyarat
muka dan isyarat anggota badan lainnya. Contohnya, ada seorang anak didik yang
sedang berbuat salah, misalnya bermain-main dengan mengusik adiknya. Pendidik
memandangnya dengan raut muka muram yang menandakan bahwa ia tidak menyetujui
anak didik berbuat semacam itu. Ia menggelengkan kepala dan menggerakkan
tangannya sebagai tanda agar anak didik pergi meninggalkan adiknya. Apabila
anak didik karena asyiknya mengusik tadi tidak melihat bahwa pendidik
memandangnya, maka pendidik memberi isyarat pendahuluan dengan bertepuk tangan
untuk menarik perhatiaannya; Kedua, Bentuk kata, isyarat dalam bentuk
kata dapat berisi kata-kata peringatan, kata-kata teguran dan akhirnya
kata-kata ancaman. Kalau perlu bentuk isyarat diganti dengan bentuk kata berupa
kata-kata peringatan, menyebut nama anak yang nakal tadi dengan suara tegas
singkat, misalnya "Amir..!". Ketiga, Bentuk Perbuatan, usaha
pembetulan dalam bentuk perbuatan adalah lebih berat dari usaha sebelumya.
Pendidik mengeterapkan pada anak didik yang berbuat salah, suatu perbuatan yang
tidak menyenangkan baginya atau ia menghalang-halangi anak didik berbuat
sesuatu yang menjadi kesenangannya.[2]
Dari
beberapa macam hukuman di atas, ada beberapa hal yang perlu dicermati. Di
antaranya hukuman preventiv dan represif, karena sebenarnya dalam ilmu
pendidikan, kedua istilah itu tidak tepat kalau hanya dihbungkan dengan
hukuman. Lebih sesuai kiranya jika kedua istilah itu dipergunakan untuk
menyifatkan alat-alat pendidikan pada umumnya.
Hukuman
Alam juga kurang tepat karena ditinjai secara pedagogis, hukuman alam itu tidak
mendidik. Walau dalam beberapa hal yang kecil atau ringan, kadang-kadang teori
Rousseau itu ada benarnya juga. Tapi, dengan hukuman alam saja anak tidak dapat
mengetahui norma-norma etika, mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang
boleh dan yang tidak. Hal ini berbahaya karena berarti alamlah yang akan
merubahnya. Kalau alam atau lingkungannya jelek, tentu akan lebih buruk lagi
akibatnya. Karena di sini tidak ada yang mengarahkan anak secara khusus kepada
hal yang lebih baik. Karena ketika anak didik melakukan pelangaran justru pendidik
membiarkan dengan harapan bisa berubah dengan sendirinya.
Post a Comment for " Bentuk-Bentuk Hukuman dalam Pendidikan "