Ciri-ciri Anak Hiperaktif
BAB I
P E N D A H U LU A N
A. Latar Belakang Masalah
Sejak dua puluh tahun terakhir Gangguan Pemusatan Perhatian ini sering
disebut sebagai ADHD (Attention Deficit Hyperactive Disorders. Gangguan ini
ditandai dengan adanya ketidakmampuan anak untuk memusatkan perhatiannya pada
sesuatu yang dihadapi, sehingga rentang perhatiannya sangat singkat waktunya
dibandingkan anak lain yang seusia, Biasanya disertai dengan gejala hiperaktif
dan tingkah laku yang impulsif. Kelainan ini dapat mengganggu perkembangan anak
dalam hal kognitif, perilaku, sosialisasi maupun komunikasi.
Gangguan hiperaktif merupakan salah
satu kelainan yang sering dijumpai pada gangguan perilaku pada anak. Dalam
tahun terakhir ini gangguan hiperaktif menjadi masalah yang menjadi sorotan dan
menjadi perhatian utama di kalangan medis ataupun di masyarakat umum.[1]
Angka kejadian kelainan ini adalah sekitar 3 – 10%, di Ameriksa serikat sekitar
3-7% sedangkan di negara Jerman, Kanada dan Selandia Baru sekitar 5-10%.
Diagnosis and Statistic Manual (DSM IV) menyebutkan prevalensi kejadian ADHD
pada anak usia sekolah berkisar antara 3 hingga 5 persen.
Di indonesia angka kejadiannya masih
belum angka yang pasti, meskipujh tampaknya kelainan ini tampak cukup banyak
terjadi. Terkadang seorang anak hanya dianggap ‘nakal’ atau ‘bandel’ dan
‘bodoh’, sehingga seringkali tidak ditangani secara benar, seperti dengan
kekerasan yang dilakukan oleh orang tua dan guru akibat dari kurangnya
pengertian dan pemahaman tentang ADHD. Terdapat kecenderungan lebih sering pada
anak laki-laki dibandingkan anak perempuan.
Secara epidemiologis rasio kejadian
dengan perbandingan 4 : 1. Namun tampaknya semakin lama tampaknya kejadiannya
semakin meningkat saja. Sering dijumpai pada anak usia pra sekolah dan usia
sekolah, terdapat kecenderungan keluhan ini akan berkurang setelah usia
Sekolah Dasar. Meskipun tak jarang beberapa manifestasi klinis tersebut
dijumpai pada remaja atau orang dewasa. ADHD adalah gangguan perkembangan yang
mempunyai onset gejala sebelum usia 7 tahun.
Setelah usia anak, akan menetap saat
remaja atau dewasa. Diperkirakan penderita ADHD akan menetap sekitar 15-20%
saat dewasa. Sekitar 65% akan mengalami gejala sisa saat usia dewasa atau
kadang secara perlahan menghilang. Angka kejadian ADHD saat usia dewasa sekitar
2-7%. Predisposisi kelainan ini adalah 25 persen pada keluarga dengan orang tua
yang membakat.
BAB II
P E M B A H A S A N
A. Pengertian Hiperaktif
Ditinjau secara psikologis,
hiperaktif adalah gangguan tingkah laku yang tidak normal yang disebabkan
disfungsi neurologia dengan gejala utama tidak mampu memusatkan perhatian.
Begitu pula anak hiperaktif adalah anak yang mengalami gangguan pemusatan
perhatian.[2]
Gangguan ini disebabkan kerusakan
kecil pada system saraf pusat dan otak sehingga rentang konsentrasi penderita
menjadi sangat pendek dan sulit dikendalikan.[3]
Penyebab lainnya dikarenakan temperamen bawaan, pengaruh lingkungan, malfungsi
otak, serta epilepsi. Atau bisa juga karena gangguan di kepala seperti geger
otak, trauma kepala karena persalinan sulit atau pernah terbentur, infeksi,
keracunan, gizi buruk, dan alergi makanan.
B. Ciri-ciri Anak Hiperaktif
1. Tidak fokus,
Anak dengan gangguan hiperaktif
tidak bisa konsentrasi lebih dari lima menit. Tidak memiliki focus yang jelas
dan melakukan sesuatu tanpa tujuan. Cenderung tidak mampu melakukan sosialisasi
dengan baik.
2. Sulit untuk dikendalikan
Anak hiperaktif memang selalu
bergerak, nakal. Keinginannya harus segera dipenuhi. Tidak bisa diam dalam
waktu lama dan mudah teralihkan.
3. Impulsif,
Melakukan sesuatu secara tiba-tiba
tanpa dipikir lebih dahulu. Selalu ingin meraih dan memegang apapun yang ada di
depannya. Gangguan perilaku ini biasanya terjadi pada anak usia prasekolah
dasar, atau sebelum mereka berusia 7tahun.
4. Menentang,
Umumnya memiliki sikap
penentang/pembangkang/tidak mau dinasehati. Penolakannya ditunjukkan dengan
sikap cuek.
5. Destruktif,
Destruksif atau merusak. Merusak
mainan yang dimainkannya dan cenderung menghancurkan sangat besar.
6. Tidak kenal lelah,
Sering tidak menunjukkan sikap
lelah, hal inilah yang sering kali membuat orang tua kewalahan dan tidak
sanggup meladeni perilakunya.
7. Tidak sabar dan usil,
Ketika bermain tidak mau menunggu
giliran,tetapi langsung merebut. Sering pula mengusili teman-temannya tanpa
alas an yang jelas.
8. Intelektualitas rendah,
Sering kali anak dengan gangguan
hiperaktif memiliki intelektualitas di bawah rata-rata anak normal. Mungkin
dikarenakan secara psikologis mentalnya sudah terganggu sehingga ia tidak bisa
menunjukkan kemampuan kreatifnya.[4]
D. Sifat Atau Sikap Anak-Anak Hiperaktif
1)
Anak-anak hiperaktif biasanya akan bersikap degil.
2)
Mereka suka membantah.
3)
Suka melanggar peraturan terutama di sekolah.
4)
Lalai dan tidak memberi tumpuan.
5)
Sering merasa tidak puashati.
6)
Sering tertekan.
7)
Menghadapi masalah dalam pelajaran.
8)
Menghadapi masalah dalam hubungan sosial.
9)
Cepat takut dan risau.
10)
Suka berpeluh dan mengalami masalah sakit perut atau cirit birit.
E. Mendeteksi Anak Hiperaktif
Sebelum kita mengklaim anak-anak
hiperaktif, sebaiknya langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah sebagai
berikut:
Pertama Tak semua tingkah laku yang kelewatan dapat digolongkan sebagai
hiperaktif. Karena itu, perlu menambah pengetahuan tentang gangguan hiperaktif.
Yang harus dilakukan adalah mengkonsultasikan persoalan yang diderita anaknya
kepada ahli terapi psikologi anak. Ini penting karena gangguan hiperaktivitas
bisa berpengaruh pada kesehatan mental dan fisik anak, serta kemampuannya dalam
menyerap pelajaran dan bersosialisasi. Tujuannya untuk mendapatkan petunjuk
dari orang yang tepat tentang apa saja yang bisa dilakukan di rumah. Selain itu
juga berguna untuk menghapus rasa bersalah dan memperbaiki sikap agar tak
terlalu menuntut anak secara berlebihan. Di sini biasanya para ahli akan
memberikan obat yang sesuai atau sebuah terapi.
Kedua Untuk bisa menangani anak hiperatif, ada baiknya pula jika anggota
keluarga mengikuti support group dan parenting skill-training. Tujuannya agar
bisa lebih memahami sikap dan perilaku anak, serta apa yang dibutuhkan anak,
baik secara psikologis, kognitif (intelektual) maupun fisiologis. Jika si anak
merasa bahwa orang tua dan anggota keluarga lain bisa mengerti keinginannya,
perasaannya, frustasinya, maka kondisi ini akan meningkatkan kemungkinan anak
bisa tumbuh seperti anak-anak normal lainnya.
Ketiga Jangan menekannya, terima kaadaannya. Perlakukan anak dengan
hangat dan sabar, tapi konsisten dan tegas dalam menerapkan norma dan tugas.
Jika anak tidak bisa diam di satu tempat, coba pegang kedua tangannya dengan
lembut, kemudian ajaklah untuk duduk diam. Mintalah agar anak menatap mata Anda
ketika berbicara atau diajak berbicara. Berilah arahan dengan nada yang
lembuat, tanpa harus membenatak. Arahan ini penting sekali untuk melatih anak
disiplin dan berkonsentrasi pada satu pekerjaan. Harus dilakukan dengan
konsisten. Jika meminta dia melakukan sesuatu, jangan memberikannya ancaman
tapi pengertian, yang membuatnya tahu kenapa harus melakukan itu.
Keempat Jika dia telah betah untuk duduk lebih lama, bimbinglah anak untuk
melatih koordinasi mata dan tangan dengan cara menghubungkan titik-titik yang
membentuk angka atau huruf. Latihan ini juga bertujuan untuk memperbaiki cara
menulis angka yang tidak baik dan salah. Selanjutnya anak bisa diberi latihan
menggambar bentuk sederhana dan mewarnai. Latihan ini sangat berguna untuk
melatih motorik halusnya. Bisa pula mulai diberikan latihan berhitung dengan
berbagai variasi penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian. Mulailah
dengan penjumlahan atau pengurangan dengan angka-angka dibawah 10. Setelah itu
baru diperkenalkan konsep angka 0 dengan benar. Jika empat fase di atas telah
dapat dilewati, bersyukurlah, pasti keaktifan anak sudah dapat difokuskan untuk
perkembangan jiwanya. Ini juga akan sangat membantu dalam menjaganya. Dan kini,
memasuki tahap berikutnya, bagaimana harus bekerjasama dengannya.
Kelima Jika mampu, ini juga bisa dipelajari, gunakan teknik-teknik
pengelolaan perilaku, seperti menggunakan penguat positif. Misalnya memberikan
pujian bila anak makan dengan tertib atau berhasil melakukan sesuatu dengan
benar, memberikan disiplin yang konsisten, dan selalu memonitor perilaku anak.
Tujuannya untuk meningkatkan rasa percaya diri anak.
Di samping itu anak bisa juga
melakukan pengelolaan perilakunya sendiri dengan bimbingan orang tua. Misalnya,
dengan memberikan contoh yang baik kepada anak, dan bila suatu saat anak
melanggarnya, orangtua mengingatkan anak tentang contoh yang pernah diberikan
orang tua sebelumnya. Dalam tahap ini, usahakan emosi berada di titik stabil,
sehingga dia tahu, penguat positif itu tidak datang atas kendali amarah. Ingat,
anak hiperaktif rata-rata juga sangat sensitif.
Keenam Jika dia bergerak terus, jangan panik, ikutkan saja, dan catat
baik-baik, kemana sebenarnya tujuan dari keaktifannya. Jangan dilarang
semuanya, nanti anak akan prustasi. Yang paling penting adalah mengenali bakat
atau kecenderungan perhatiannya secara dini. Dengan begitu, dapat memberikan
ruang gerak yang cukup bagi aktivitas anak untuk menyalurkan kelebihan
energinya. Misalnya, mengikutkan anak pada klub sepakbola di bawah umur atau
berenang, agar anak belajar bergaul dan disiplin. Anak juga belajar bersosial
karena ia harus mengikuti tatacara kelompoknya.
Ketujuh Ini sangat penting diterapkan. Ingat, anak hiperaktif cenderung
susah berkomunikasi dan bersosialisai, sibuk dengan dirinya sendiri. Karena
itu, bantulah anak dalam bersosialisasi agar ia mempelajari nilai-nilai apa
saja yang dapat diterima kelompoknya. Misalnya melakukan aktivitas bersama,
sehingga mengajarkan anak bagaimana bersosialisasi dengan teman dan lingkungan.
Ini memang butuh kesabaran dan kelembutan.
Mengembangkan ketrampilan
berkomunikasi si kecil memang butuh waktu. Terlebih dulu ia harus dilengkapi
dengan sikap menghargai, tenggang rasa, saling memahami, dan berempati, ujar
Susan Barron, Ph.D, Direktur Pusat Perkembangan dan Pembelajaran Mount Sinai
Medical Center di New York dalam salah satu artikelnya di majalah Child.
Kedelapan Jika dia telah mampu mengungkapkan pikirannya, segera membantunya
mewujudkan apa yang dia inginkan. Jangan ragu. Bila perlu, bekerja samalah
dengan guru di sekolah agar guru memahami kondisi anak yang sebenarnya.
Mintalah guru tak perlu membentak, menganggap anak nakal, atau mengucilkan,
karena akan berdampak lebih buruk bagi kesehatan mentalnya. Kerjasama ini juga
penting karena anak sulit berkosentrasi dan menyerap pelajaran dengan baik.
Dibutuhkan kesabaran dan bimbingan dari guru bagi anak hiperaktif.
Sesungguhnya anak hiperaktif tidak
berbahaya, hanya saja butuh sentuhan dan perhatian lebih. Jika itu dia
dapatkan, anak akan berubah jadi jenius yang bukan tak mungkin, akan mengubah
dunia.[5]
F. Penanganan Anak Hiperaktif
Hal utama yang perlu diperhatikan
sebelum melakukan penanganan adalah menerima dan memahami kondisi anak, ini
didasari karena keterbatasan dan gangguan yang dialami. Selain itu kerja sama
tim yang terdiri dari dokter, dokter spesialis, psikolog, psikiater, guru dan
orang tua sangat diperlukan dalam proses identifikasi.
Pada beberapa kasus, anak-anak
dengan gangguan ini membutuhkan terapi, seperti terapi remedial, terapi
integrasi sensori maupun terapi yang lain yang sesuai dengan kebutuhannya.
1)
Stimulan
Sebagian besar anak-anak penderita
hiperaktif mendapat perawatan medis berupa obat-obatan stimulan. Stimulan dapat
dipercaya dapat meningkatkan produksi dopamine dan norepinephrine yaitu
neurotransmitter otak yang penting untuk kemampuan memusatkan perhatian dan
mengontrol perilaku.
Mengkonsumsi stimulant, anak akan
mengikuti terapi dan modifikasi perilaku. Setelah terapi dan modifikasi
perilaku membuahkan hasil, dosis stimulan akan dikurangi secara bertahap sampai
akhirnya lepas obat sama sekali.
2)
Diet modifikasi
Anak-anak penderita hiperaktif
melaksanakan diet tanpa makanan pencetus energi. Yaitu makanan yang mengandung
salisilat alami, seperti jeruk, apel, apricot, beri dan anggur. Juga makanan
yang mengandung zat tambahan buatan, seperti pengawet, pemanis, pewarna,
penyedap. Jelas diet ini memerlukan perhatian khusus saat orang tua menyajikan makanan.
Setelah menjalankan diet ketat
selama beberpa lama, makanan yang dicurigai sebagai pencetus alergi dapat
diberikan kembali satu persatu ke dalam menu. Jika muncul perubahan tingkah
laku pada anak, misal menjadi hiperaktif kembali, makanan tersebut jangan
diberikan. Pemberian suplemen vitamin dan mineral akan sangat membantu kemajuan
anak.
3)
Rawatan Akupunktur dan Herba
Menurut kajian, mengkonsumsi obat
secara tidak teratur dan keterlaluan semasa hamil boleh menyumbang kepada
permasalahan ini. Hasil kajian menunjukkan anak-anak ini mempunyai tahap
glukosa asli yang rendah berbanding anak-anak normal. Rawatan ini mengambil
masa selama 1 jam bagi setiap sesi dan menggunakan obat herba yang berbentuk
serbuk halus.Tempoh atau jangka masa rawatan yang perlu bergantung kepada
setiap anak-anak penderita hiperaktif. Namun apa yang dapat di lihat pada
setiap kali sesi akupunktur ialah perubahan kebiasaan anak-anak hiperaktif
untuk mengecapi hidup yang lebih bermakna.
BAB III
P E N U T U P
Berdasarkan
uraian-uraian yang penulis kemukakan pada bab-bab sebelumnya, maka pada bab
terakhir ini penulis dapat mengambil beberapa kesimpulan serta mengajukan
beberapa saran.
A. Kesimpulan
1.
Ditinjau secara psikologis, hiperaktif adalah gangguan tingkah laku
yang tidak normal yang disebabkan disfungsi neurologia dengan gejala utama
tidak mampu memusatkan perhatian.
2.
Tak semua tingkah laku yang kelewatan dapat digolongkan sebagai
hiperaktif. Karena itu, perlu menambah pengetahuan tentang gangguan hiperaktif.
Yang harus dilakukan adalah mengkonsultasikan persoalan yang diderita anaknya
kepada ahli terapi psikologi anak.
3.
Hal utama yang perlu diperhatikan sebelum melakukan penanganan
adalah menerima dan memahami kondisi anak, ini didasari karena keterbatasan dan
gangguan yang dialami.
B. Saran - saran
1.
Disarankan kepada para mahasiswa/I untuk memperdalam ilmu
pengetahuan terutama tentang Psikologi anak demi untuk bekal mahasiswa pada
saat mengajar
2.
Disarankan kepada para mahasiswa untuk dapat mengabdikan ilmu yang
di dapatkan di perguruan tinggi untuk masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
L.
Betz, Cecily, A. Sowden, Linda. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Edisi 3.
Alih Bahasa Jan Tambayong. Jakarta, EGC, 2002
Nelson.
Ilmu Kesehatan Anak. Bagian 1. Alih Bahasa Hunardja S. Jakarta, Widya
Medika, 2002
Nelson,
Ilmu Pediatri Perkembangan. Alih Bahasa Moelia Radja Siregar. Jakarta,
EGC, 1994
Pilliteri,
Adelle, Child Health Nursing Care of The Child and Family. Philadelphia,
Lippincott, 1999
Zafiera, Ferdinand. Anak Hiperaktif. Jogjakarta: Katahati. 2007.
Sumber: CyberNews Suara Merdeka
[1] L.
Betz, Cecily, A. Sowden, Linda. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Edisi 3.
Alih Bahasa Jan Tambayong. ( Jakarta,
EGC, 2002 ), hal. 39
[2]
Zafiera, Ferdinand.. Anak Hiperaktif. ( Jogjakarta: Katahati. 2007 ),
hal. 77
[4]
Penanganan Anak Hiperaktif. 2004. http://www.republika,co.id
[5]
Sumber: CyberNews Suara Merdeka