Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Dasar dan Tujuan Pendidikan Tauhid


A.    Dasar dan Tujuan Pendidikan Tauhid   


1.     Dasar Pendidikan Tauhid
Dasar merupakan fundamental dari suatu bangunan atau bagian yang menjadi sumber kekuatan. Ibarat pohon, dasarnya adalah akar. Maksud dari dasar pendidikan di sini ialah pandangan yang mendasari seluruh aspek aktivitas pendidikan, karena pendidikan merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan. Dasar pendidikan yang dimaksud di sini adalah nilai-nilai tertinggi yang dijadikan pandangan oleh suatu masyarakat itu berlaku sehingga dapat diketahui betapa penting keberadaan dasar pendidikan sebagai tempat pijakan.
Dengan demikian setiap usaha, kegiatan dan tindakan yang disengaja untuk mencapai suatu tujuan harus mempunyai landasan tempat berpijak yang baik dan mapan. Pendidikan tauhid sebagai suatu usaha membentuk insan kamil harus mempunyai landasan ke mana semua kegiatan pendidikan dikaitkan dan diorientasikan. Dasar pendidikan tauhid adalah sama dengan pendidikan Islam, karena pendidikan tauhid merupakan salah satu aspek dari pendidikan Islam, sehingga dasar dari pendidikan ini tidak lain adalah pandangan hidup yang Islami, yang pada hakikatnya merupakan nilai-nilai luhur yang bersifat transendental dan universal yaitu Al Qur’an dan Hadis.
Al-Quranul Karim, Sunnah Nabi Muhammad saw, serta penalaran serta perenungan yang sehat terhadapnya merupakan asas atau sumber pokok akidah islamiyah, demikian penjelasan Ali Abdul Halim Mahmud.[1] Karena membicarakan dasar pendidikan Islam berarti membicarakan dasar syari’at  Islam yakni Al-Quran dan Sunnah Nabi.[2]
Adapun uraian dasar pendidikan tauhid adalah sebagai berikut:
a.      Alqur’an
1)     Surat At Tahrim ayat 6 :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَاراً وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ (التحريم : ٦)
Artinya:  Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.(Qs. At-Tahriim: 6).

2)     Surat Luqman ayat 13 :
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ) لقمن : ١٣)
Artinya: Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.(Qs. Lukman:13).


Pengajaran yang disampaikan Luqman kepada anaknya, merupakan dasar pendidikan tauhid yang melarang berbuat syirik, karena pada hakikatnya pendidikan tauhid adalah pendidikan yang berhubungan dengan kepercayaan akan adanya Allah dengan keesaan-Nya, sehingga timbul dalam ketetapan dalam hati untuk tidak mempercayai selain Allah. Kepercayaan itu dianut karena kebutuhan (fitrah) dan harus merupakan kebenaran yang ditetapkan dalam hati sanubarinya.

3)     Surat Al Baqarah ayat 132-133 :
وَوَصَّى بِهَا إِبْرَاهِيمُ بَنِيهِ وَيَعْقُوبُ يَا بَنِيَّ إِنَّ اللّهَ اصْطَفَى لَكُمُ الدِّينَ فَلاَ تَمُوتُنَّ إَلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ, أَمْ كُنتُمْ شُهَدَاء إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ الْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِن بَعْدِي قَالُواْ نَعْبُدُ إِلَـهَكَ وَإِلَـهَ آبَائِكَ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِلَـهاً وَاحِداً وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ) البقرة: ١٣٢- ١٣٣(
Artinya: Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’qub. (Ibrahim berkata):” Hai anak-anakku, Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam. Adakah kamu hadir ketika Ya’qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?”. Mereka menajwab: “Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Isma’il, dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya.(Qs. Al-Baqarah:132-133).

Dengan demikian, memberikan pendidikan tauhid kepada anak didik (orang yang belum tahu) sebagai dasar hidupnya dan dasar pendidikan sebelum memberikan pengetahuan lain agar terhindar dari azab Allah.
b.     Hadits
Hadis merupakan dasar kedua setelah Alquran. Hadis berisi petunjuk untuk kemaslahatan hidup manusia dan untuk membina umat menjadi manusia seutuhnya atau muslim yang bertaqwa. Inilah tujuan pendidikan yang dicanangkan dalam Islam. Dalam sejarah pendidikan Islam, Nabi Muhammad telah memberikan pendidikan secara menyeluruh di rumah-rumah dan di masjid-masjid. Salah satu rumah sahabat yang dijadikan tempat berlangsungnya pendidikan yang pertama adalah rumahnya Arkam di Mekkah, sedang masjid yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran adalah masjid Nabawi di Madinah. Adanya kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh Nabi Muhammad dan dilanjutkan oleh pengikutnya, merupakan realisasi sunnah Nabi Muhammad sendiri. Adapun hadis yang berkaitan dengan pendidikan tauhid ialah:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ؛ أَنَّهُ كَانَ يَقُوْلُ:قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : مَا مِنْ مَوْلُوْدٍ إِلاَّ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ. فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ وَيُمَجِّسَانِهِ) رواه البخاري)
Artinya: Dari Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam bersabda:  Tidak seorang anakpun yang dilahirkan kecuali ia dilahirkan menetapi fitrah, Maka kedua orang tuanyalah yang menyebabkan dia menjadi Yahudi, Nashrani, atau Majusi.(HR. Bukhari).[3]

Setelah mengetahui dasar pendidikan tauhid dalam keluarga, dapat kita lihat bahwa Al-Quran dan Al Hadits ternyata memberikan statemen yang jelas dan tegas tentang pendidikan perlunya pendidikan tauhid dalam keluarga. Selanjutnya ialah tentang tujuan pendidikan tauhid dalam keluarga.

2.     Tujuan Pendidikan Tauhid
Suatu usaha atau kegiatan dapat terarah dan mencapai sasaran sesuai dengan yang diharapkan maka harus ada tujuannya, demikian pula dengan pendidikan. Suatu usaha apabila tidak mempunyai tujuan tentu usaha tersebut dapat dikatakan sia-sia belaka. Tujuan, menurut Zakiah Daradjat ialah “suatu yang diharapkan tercapai setelah usaha atau kegiatan itu selesai”[4].  Apabila pendidikan dipandang sebagai suatu usaha melalui proses yang betahap dan bertingkat maka usaha atau proses itu akan berakhir manakala tujuan akhir pendidikan sudah tercapai. Namun demikin tujuan pendidikan bukanlah suatu benda yang berbentuk tetap dan statis tetapi ia merupakan suatu keseluruhan dari kepribadian seseorang, berkenaan dengan seluruh aspek kehidupannya.
 Tujuan pendidikan secara umum menurut pendapat Hasan Langgulung adalah “maksud atau perubahan-perubahan yang dikehendaki dan diusahakan oleh pendidik untuk mencapainya”[5]. Pendapat ini bila dianalisis, pada dasarnya tujuan pendidikan adalah maksud belajar yang dikomunikasikan secara jelas, meliputi tingkah laku dan kondisi-kondisi tertentu yang diharapkan muncul di dalamnya setelah dilaksanakannya proses belajar mengajar. Sedangkan tujuan pendidikan menurut UU Pendidikan ialah Untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab[6]. 
Tujuan pendidikan menurut UU Pendidikan pada hakikatnya adalah suatu perwujudan dari nilai-nilai ideal yang terbentuk dalam pribadi manusia yang diinginkan, yang mempengaruhi dan mengejala dalam perilaku lahiriah. Tujuan pendidikan menurut pendapat Al Ghazali, sebagaimana yang dikutip oleh Abidin Ibnu Rusn ialah” Pendidikan dalam prosesnya haruslah mengarah kepada pendekatan diri kepada Allah dan kesempurnaan insani, mengarahkan manusia untuk mencapai tujuan hidupnya yaitu bahagia dunia dan akhirat, karena hasil dari ilmu sesungguhnya adalah mendekatkan diri kepada Allah, Tuhan semesta alam”[7].
Sedangkan menurut Abdul Fattah Jalal, tujuan pendidikan ialah terwujudnya manusia sebagai hamba Allah. Oleh karena itu pendidikan haruslah meliputi seluruh aspek manusia, untuk menjadi manusia yang menghambakan diri kepada Allah, yang dimaksudkan dengan menghambakan diri ialah beribadah kepada Allah[8].  Secara khusus tujuan pendidikan tauhid menurut Chabib Thoha adalah untuk meningkatkan ketaqwaan kepada Allah Yang Maha Esa dan untuk menginternalisasikan nilai ketuhanan sehingga dapat menjiwai lahirnya nilai etika insane[9].  Tujuan pendidikan menurut ketiga pendapat di atas, pada dasarnya adalah tujuan yang berkaitan dengan pendidikan yang bercorak Islam. Dalam hal ini Islam menghendaki agar manusia didik supaya ia mampu merealisasikan tujuan hidupnya sebagaimana yang digariskan oleh Allah. Tujuan hidup manusia dalam Islam ialah beribadah. Pendidikan tauhid sebagai salah satu aspek pendidikan Islam mempunyai andil yang sangat penting dalam mencapai tujuan pendidikan Islam. Menurut Zainuddin, tujuan dari hasil pendidikan tauhid dapat dirumuskan sebagai berikut:
Pertama, Agar manusia memperoleh kepuasan batin, keselamatan dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat, sebagaimana yang dicitacitakan. Dengan tertanamnya tauhid dalam jiwa manusia maka manusia akan mampu mengikuti petunjuk Allah yang tidak mungkin salah sehingga tujuan mencari kebahagiaan bisa tercapai. Kedua,  Agar manusia terhindar dari pengaruh akidah-akidah yang menyesatkan (musyrik), yang sebenarnya hanya hasil pikiran atau kebudayaan semata. Ketiga, Agar terhindar dari pengaruh faham yang dasarnya hanya teori kebendaan (materi) semata. Misalnya kapitalisme, komunisme, materialisme, kolonialisme dan lain sebainya[10].

Menurut Abu Tauhied tujuan pendidikan tauhid tidak terlepas dari tujuan pendidikan Islam karena pendidikan tauhid dalam keluarga bagian dari pendidikan Islam itu sendiri. Oleh sebab itu sebelum kita membicarakan tujuan pendidikan tauhid dalam keluarga kita perlu mengetahui tujuan pendidikan Islam terlebih dahulu. Tujuan pendidikan Islam akan terlihat jelas jika kita melihat defenisinya kembali. Tujuan adalah salah satu faktor yang harus ada dalam setiap kegiatan begitu pun dalam kegiatan pendidikan, termasuk aktivitas pendidikan Islam.Tentunya tujuan tersebut terwujud setelah seseorang mengalami proses pendidikan Islam secara keseluruhan”.[11]
Dengan demikian, tujuan dari pendidikan tauhid adalah tertanamnya akidah tauhid dalam jiwa manusia secara kuat, sehingga nantinya dapat diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan ajaran Islam. Dengan kata lain, tujuan dari pendidikan tauhid pada hakikatnya adalah untuk membentuk manusia tauhid. Manusia tauhid diartikan sebgai manusia yang memiliki jiwa tauhid yang dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari melalui perilaku yang sesuai dengan realitas kemanusianya dan realitas alam semesta, atau manusia yang dapat mengaktualisasikan nilai-nilai Ilahiah.    


[1] Ali Abdul Halim Mahmud, Karakteristik Umat Terbaik Telaah Manhaj, Akidah Serta Harakah, (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), hal. 27.
[2] Abdurrahman Abdullah, Aktualisasi Konsep Dasar Pendidikan Islam, Rekonstruksi Pemikiran Dalam Tinjauan Filosofis Pendidikan Islam, (Yogyakarta UII Press, 2002), hal. 64.
[3] Al-Bukhari, Imam Abi Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim Ibn Al-Mughirah bin Bardizbah. Shahih Bukhari Juz 7, (Jakarta: Darul Fikri, 1994), hal. 556.
               [4] Zakiah Daradjat, dkk., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hal. 29.
               [5] Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan : Suatu Analisia psikologi, Filsafat dan
Pendidikan, (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1986), hal. 59.
               [6] UU RI, No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, hal. 6.
               [7] Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran Al Ghazali tentang Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1998), hal. 57.
               [8] Ahmad Tafsir, Ilmu pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Rosda Karya, 2000), hal. 46.
               [9] M. Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hal. 72.
               [10] Zainuddin, Ilmu Tauhid Lengkap, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), hal. 8-9.
[11] Abu Tauhied, Ms., Beberapa...., hal. 23.