BAB I
P E N D A H U L U A N
A.
Latar Belakang Masalah
Pendidikan sebagai upaya untuk membangun
sumber daya manusia memerlukan wawasan yang sangat luas, karena pendidikan
menyangkut semua aspek kehidupan manusia, baik dalam pemikiran atau
pengalamannya. Oleh karena itu, pembahasan pendidikan tidak cukup berdasarkan
pengalaman saja, melainkan dibutuhkan suatu pemikiran yang sangat luas dan
mendalam.
Pengkajian pendidikan tidak cukup hanya
dengan hasil penelitian secara ilmiah, namun dibutuhkan penkajian yang lainnya.
Tidak dapat dipungkiri bahwa pengkajian ilmah merupakan suatu keharusan karena
akan mengungkapkan fakta - fakta yang berkaitan denagan pengalaman manusia yang
berkaitan dengan pendidikan.
Dalam Islam, berbicara mengenai
pendidikan tidak dapat dilepaskan dari asal muasal manusia itu sendiri. Kata
"pendidikan" yang dalam bahasa arabnya disebut "tarbiyah"
(mengembangkan, menumbuhkan, menyuburkan) berakar satu dengan kata
"Rabb" (Tuhan).[1]
Hal ini mengindikasikan bahwa pendidikan adalah sebuah nilai-nilai luhur yang
tidak dapat dipisahkan dari, serta dipilah-pilah dalam kehidupan manusia.
Terpisahnya pendidikan dan terpilah-pilahnya bagian-bagiannya dalam kehidupan
manusia berarti terjadi pula disintegrasi dalam kehidupan manusia, yang
konsekwensinya melahirkan ketidak-harmonisan dalam kehidupannya itu sendiri.
.
BAB II
P E M B A H A S A N
A.
Hakikat Perkembangan Manusia
Berbicara tentang manusia berarti
kita berbicara tentang dan pada diri kita sendiri makhluk yang paling unik di
bumi ini. Banyak di antara ciptaan Allah yang telah disampaikan lewat wahyu
yaitu kitab suci. Manusia merupakan makhluk yang paling istimewa dibandingkan
dengan makhluk yang lain. Menurut Ismail Rajfi manusia adalah makhluk kosmis
yang sangat penting, karena dilengkapi dengan semua pembawaan dan syarat-syarat
yang diperlukan[2]
Manusia mempunyai kelebihan yang luar
biasa. Kelebihan itu adalah dikaruniainya akal. Dengan dikarunia akal, manusia
dapat mengembangkan bakat dan potensi yang dimilikinya serta mampu mengatur dan
mengelola alam semesta ciptaan Allah adalah sebagai amanah.
Selain itu manusia juga dilengakapi
unsur lain yaitu qolbu (hati). Dengan qolbunya manusia dapat menjadikan dirinya
sebagai makhluk bermoral, merasakan keindahan, kenikmatan beriman dan kehadiran
Ilahi secara spiritual[3] Dari
pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa manusia adalah makhluk yang paling
mulia dibandingkan dengan makhluk yang lain, dengan memiliki potensi akal,
qolbu dan potensi-potensi lain untuk digunakan sebagai modal mengembangkan
kehidupan.
Hakikat wujud manusia menurut Ahmad
Tafsir adalah makhluk yang perkembangannya dipengaruhi oleh pembawaan dan
lingkungan.[4]
Lebih lanjut beliau mengatakan bahwa manusia mempunyai banyak kecenderungan,
ini disebabkan oleh banyaknya potensi yang dimiliki. Dalam hal ini beliau
membagi kecenderungan itu dalam dua garis besar yaitu cenderung menjadi orang
baik dan cenderung menjadi orang jahat.
Menurut Ahmad Tafsir, tugas
pendidikan dalam pengembangan potensi adalah menjaga dan mengerahkan fitrah
atau potensi tersebut menuju kebaikan dan kesempurnaan, serta merealisasikan
program tersebut secara bertahap. Pengembangan berbagai potensi manusia
(fitrah) ini dapat dilakukan dengan kegiatan belajar, yaitu melalui
institusi-institusi. Belajar yang dimaksud tidak harus melalui pendidikan di
sekolah saja, tetapi juga dapat dilakukan di luar sekolah, baik dalam keluarga
maupun masyarakat ataupun melalui institusi sosial yang ada.[5]
Menurut pendapat ahli sosiologi,
secara sosiologis institusi-institusi sosial tersebut dapat dikelompokkan ke
delapan macam, yaitu keluarga, institusi keagamaan, institusi pengetahuan,
ekonomi, politik, kebudayaan, keolahragaan dan media massa. Setiap institusi
ini memiliki simbol, identitas fisik dan nilai-nilai hidup yang menjadi pedoman
perilaku anggotanya. Simbol tiap-tiap institusi tersebut antara lain
perkawinan, keyakinan dan ritus keagamaan. Selanjutnya yang menjadi identitas
fisik antara lain:mesjid, sekolah, pabrik atau toko, majalah, televisi dan
lain-lain. Nilai hidup yang menjadi pedoman perilaku warganya secara
berturutturut adalah sosial kekeluargaan, etik religius, rasional etik,
kekuasaan untuk mengabdi, sehat sportif dan informatif serta bertanggung jawab.
B.
Fungsi Biologis
Manusia dalam konsep al- Basyr,
dipandang dari pendekatannya biologis. Sebagai mahluk biologis berarti manusia
terdiri atas unsur materi, sehingga menampilkan sosok dalam bentuk fisik
material,[6]
yaitu berupa tubuh kasar (ragawi).
Berdasarkan konsep al- Basyr,
manusia tak jauh berbeda dengan makhluk biologis lainnya. Dengan demikian
kehidupan manusia terikat kepada kaidah-kaidah prinsip kehidupan biologis lain
seperti berkembang biak, mengalami fase pertumbuhan dan perkembangan dalam
mencapai tingkat kematangan serta kedewasaan. Manusia memerlukan makan, minum
dengan kreteria halal serta bergizi sebagaimana yang dijelaskan Allah dalam
Al-qur’an surat An-nahlu ayat 69 sebagai berikut:
ثُمَّ كُلِي مِن كُلِّ الثَّمَرَاتِ فَاسْلُكِي
سُبُلَ رَبِّكِ ذُلُلاً يَخْرُجُ مِن بُطُونِهَا شَرَابٌ مُّخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ
فِيهِ شِفَاء لِلنَّاسِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَةً لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Artinya: kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam)
buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari
perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di
dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang
memikirkan. (Qs. An-nahlu : 69)
Dan untuk hidup dan ia juga butuh
akan pasangan hidup melalui jalur pernikahan sebagaimana yang dijelaskan Allah
dalam Al-qur’an surat Al-baqarah ayat 187sebagai berikut:
أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ
إِلَى نِسَآئِكُمْ هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَأَنتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّ عَلِمَ
اللّهُ أَنَّكُمْ كُنتُمْ تَخْتانُونَ أَنفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا
عَنكُمْ فَالآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُواْ مَا كَتَبَ اللّهُ لَكُمْ وَكُلُواْ
وَاشْرَبُواْ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ
الأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّواْ الصِّيَامَ إِلَى الَّليْلِ وَلاَ
تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ تِلْكَ حُدُودُ اللّهِ
فَلاَ تَقْرَبُوهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللّهُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ
يَتَّقُونَ
Artinya: Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan
puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu. mereka adalah pakaian bagimu, dan
kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak
dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma'af
kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah
ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih
dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai
(datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu
beri'tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu
mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia,
supaya mereka bertakwa.( Qs. Al-baqarah: 187 )
Dan untuk menjaga, melanjutkan
proses keturunanya sebagaimana yang dijelaskan Allah dalam Al-qur’an surat Al-isra
ayat 23-25 sebagai berikut:
وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُواْ إِلاَّ
إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَاناً إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ الْكِبَرَ
أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاَهُمَا فَلاَ تَقُل لَّهُمَا أُفٍّ وَلاَ تَنْهَرْهُمَا
وَقُل لَّهُمَا قَوْلاً كَرِيماً, وَاخْفِضْ لَهُمَا
جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُل رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيراً, رَّبُّكُمْ أَعْلَمُ بِمَا فِي نُفُوسِكُمْ إِن تَكُونُواْ صَالِحِينَ
فَإِنَّهُ كَانَ لِلأَوَّابِينَ غَفُوراً
Artinya: Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain
Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.
Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut
dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada
keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan
ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia, Dan rendahkanlah dirimu terhadap
mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku,
kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu
kecil". Tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada dalam hatimu; jika kamu
orang-orang yang baik, maka sesungguhnya Dia Maha Pengampun bagi orang-orang
yang bertaubat.( Qs. Al-isra ayat 23-25)
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan
uraian-uraian yang penulis kemukakan pada bab-bab sebelumnya, maka pada bab
terakhir ini penulis dapat mengambil beberapa kesimpulan serta mengajukan
beberapa saran.
A. Kesimpulan
1.
Manusia mempunyai kelebihan yang luar biasa. Kelebihan itu adalah
dikaruniainya akal. Dengan dikarunia akal, manusia dapat mengembangkan bakat
dan potensi yang dimilikinya serta mampu mengatur dan mengelola alam semesta
ciptaan Allah adalah sebagai amanah.
2.
Manusia dalam konsep al- Basyr, dipandang dari pendekatannya
biologis. Sebagai mahluk biologis berarti manusia terdiri atas unsur materi,
sehingga menampilkan sosok dalam bentuk fisik material, yaitu berupa tubuh
kasar (ragawi).
B. Saran -
Saran
1. Disaran
Bagi umat islam yang hendak melakukan pengkajian yang sangat mendalam tentang
filsafat, karena ilmu ini sangat penting dalam pendidikan
2. Disarankan
kepada pihak Perguruan Tinggi Islam untuk dapat menyediakan Dosen yang ahli
dalam masalah filsafat.
DAFTAR PUSTAKA
Hamdani Ali, MA. Filsafat Pendidikan, Kota Kembang,
Yogyakarta: 1986.
Jalaluddin dan
Abdullah. Filsafat Pendidikan, Gaya Media Pratama, Jakarta: 1997
Omar Mohammad
al-Toumy. Falsafah Pendidikan Islam, alih bahasa DR. Hasan Langgulung,
Bulan Bintang, Jakarta: 1979.
Zuhairini, Dra.
Filsafat Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta: 1995.
[1]
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, ( Rosda:
Bandung 2005), hal. 10
[2]
Jalaluddin. Teologi Pendidikan. (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
2003), hal. 12.
[3]
Jalaluddin. Teologi,....................... hal. 14
[4]
Ahmad Tafsir. Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam. (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya. 2005), HAL. 35.
[5]
Ahmad Tafsir. Ilmu Pendidikan......................., hal. 37
[6]
Jalaludin, Teologi Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2001), hal 19.
0 Comments
Post a Comment