A.
Hikmah Larangan Riba Dalam Tinjauan Pendidikan
Islam
Larangan riba merupakan salah satu
pembeda utama antara sistim ekonomi Islam dengan ekonomi konvensional.
Argumentasi larangan riba dalam ekonomi Islam telah banyak dibahas para ulama
dan ilmuwan Islam sepanjang sejarah. Menurut Sri Edi Swasono dalam artikelnya
“Factor Pricing and Income Distribution from An Islamic Perspective” yang
dipublikasikan dalam Journal of Islamic Economics, menyebutkan bahwa
pengharamkan riba dalam ekonomi, setidaknya, disebabkan oleh empat alasan;
Pertama, sistim ekonomi ribawi telah
menimbulkan ketidakadilan dalam masyarakat terutama bagi para pemberi modal
(bank) yang pasti menerima keuntungan tanpa mau tahu apakah para peminjam dana
tersebut memperoleh keuntungan atau tidak. Kalau para peminjam dana mendapatkan
untung dalam bisnisnya, maka persoalan ketidakadilan mungkin tidak akan muncul.
Namun, bila usaha bisnis para peminjam modal bankrut, para peminjam modal juga
harus membayar kembali modal yang dipinjamkan dari pemodal plus bunga pinjaman.
Dalam keadaan ini, para peminjam modal yang sudah bankrut seperti sudah jatuh
di timpa tangga pula, dan bukankah ini sesuatu yang sangat tidak adil? Kedua,
sistim ekonomi ribawi juga merupakan penyebab utama berlakunya
ketidakseimbangan antara pemodal dengan peminjam. Keuntungan besar yang
diperoleh para peminjam yang biasanya terdiri dari golongan industri raksasa
(para konglomerat) hanya diharuskan membayar pinjaman modal mereka plus bunga
pinjaman dalam jumlah yang relatif kecil dibandingkan dengan milyaran
keuntungan yang mereka peroleh. Padahal para penyimpan uang di bank-bank adalah
umumnya terdiri dari rakyat menengah ke bawah. Ini berarti bahwa keuntungan
besar yang diterima para konglomerat dari hasil uang pinjamannya tidaklah
setimpal dirasakan oleh para pemberi modal (para penyimpan uang di bank) yang
umumnya terdiri dari masyarakat menengah ke bawah. Ketiga, sistim
ekonomi ribawi akan menghambat investasi karena semakin tingginya tingkat bunga
dalam masyarakat, maka semakin kecil kecenderungan masyarakat untuk
berinvestasi. Masyarakat akan lebih cenderung untuk menyimpan uangnya di
bank-bank karena keuntungan yang lebih besar diperolehi akibat tingginya
tingkat bunga. Keempat, bunga dianggap sebagai tambahan biaya produksi
bagi para businessman yang menggunakan modal pinjaman. Biaya produksi yang
tinggi tentu akan memaksa perusahaan untuk menjual produknya dengan harga yang
lebih tinggi pula. Melambungnya tingkat harga, pada gilirannya, akan mengundang
terjadinya inflasi akibat semakin lemahnya daya beli konsumen. Semua dampak
negatif sistim ekonomi ribawi ini secara gradual, tapi pasti, akan
mengkeroposkan sendi-sendi ekonomi umat. Krisis ekonomi tentunya tidak terlepas
dari pengadopsian sistim ekonomi ribawi seperti disebutkan di atas[1].
Perlu diketahui bahwa, sesuatu yang
dilarang oleh syari’at pasti mengandung akibat yang negatif bagi pelakunya,
bahkan bagi orang lain. Seandainya pun ada manfaatnya, tentu bahayanya lebih
besar dari pada manfaatnya, maka sewajarnyalah umat Islam menjauhi segala
bentuk praktek riba. Tetapi kenyataannya kita lihat bahwa, sebagian besar dari
kaum muslimin melakukan praktek riba,
terutama dalam masalah perbankan. Sejak puluhan tahun yang lalu, di berbagai
belahan dunia, umat Islam telah berhubungan dengan bank yang menerapkan sistem
bunga (riba) dalam transaksinya, bukan hanya bersifat pribadi, melainkan
juga lembaga-lembaga, perusahaan-perusahaan, kantor-kantor pemerintah dan
swasta, semuanya memanfaatkan jasa bank. ”Padahal dalam prakteknya, bank-bank
itu menerapkan sistem bunga yang merupakan penghalusan dari kata riba.”[2]
Sebagian besar dari kaum muslimin
yang memanfaatkan jasa bank, padahal dalam kesehariannya mereka menjalankan
ajaran-ajaran Islam. Mereka menunaikan zakat, shalat, berpuasa dan menjalankan
perintah-perintah Allah yang lain, mereka juga menjauhi minuman keras,
perzinaan, perjudian dan perbuatan keji yang lain yang dilarang agama, tetapi
mengapa mereka tetap berhubungan dengan Bank Konvensional yang menerapkan bunga? Tentu ini merupakan
suatu kenyataan di dalam masyarakat yang sangat aneh, padahal yang berhubungan dengan bunga Bank Konvensional
merupakan keharaman yang jelas di dalam Islam.
Di antara faktor yang menyebabkan umat Islam berhubungan
dengan riba adalah karena dangkalnya ilmu agama pada diri mereka yang
berhubungan dengan riba, dan tumbuhnya kebiasaan dari masyarakat berhubungan
dengan bank yang mempraktekkan sistem riba sehingga mereka terjebak dengan
praktek riba. Di samping dari pada itu adalah jarangnya sosialisasi yang
menyeluruh di dalam masyarakat tentang riba. Dan disebabkan juga oleh jarangnya
orang yang mengetahui/ memahami tentang
dampak yang diakibatkan dari riba di dalam kehidupannya.
Padahal kenyataan yang kita lihat di dalam masyarakat bahwa,
sangat jelas tentang dampak yang ditimbulkan oleh riba. Di antara dampak yang
sangat berbahaya yang ditimbulkan oleh riba adalah, yang Pertama, Umat
Islam telah melanggar syariat Allah s.w.t yang merupakan dosa yang diancam
dengan hukuman dimasukkan ke dalam neraka. Kedua, Yaitu dapat terjadinya
inflasi (penurunan nilai mata uang) di dalam masyarakat. Seperti yang
dijelaskan oleh M. Syafi’i Antonio bahwa, dari segi ekonomi dapat menyebabkan
dampak inflatior (penurunan nilai mata uang) yang diakibatkan oleh bunga
sebagai biaya uang yang disebabkan karena salah satu elemen penentu harga
adalah suku bunga, semakin tinggi suku bunga, semakin tinggi harga ditetapkan
pada suatu barang[3].
Ketiga, terjadinya ketidakadilan di dalam masyarakat karena, orang yang
memiliki modal memperoleh keuntungan dengan tanpa usaha dan tidak pernah
mengalami kerugian. Keempat, dapat memperlebar jurang pemisah di antara
sesama manusia dan terjadinya kecemburuan sosial di dalam masyarakat. Kelima,
hilangnya tali persaudaraan dan saling bantu-membantu di dalam masyarakat
dan mengukur sesuatu dengan nilai materi. Keenam, dapat menyebabkan
dampak psikologis yang berbahaya di dalam masyarakat
[1] Sri
Edi Swasono, Bank dan Suku Bunga, dalam Kajian Islam tentang Berbagai
Masalah Kontemporer, (Jakarta: Hikmat Syahid Indah, 1988), hal. 56-57.
[2]M.
Ali Al-Shabouni, Riba Kejahatan Paling Berbahaya terhadap Agama dan
Masyarakat terj. Ali Yahya, Cet. I, (Jakarta: Dãr Al-Kutūb Al-Islâmiyah,
2002), hal. 7.
[3] M.
Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah dari Teori ke Praktek, Cet. I, (Jakarta:
GIP, 2001), hal.67
0 Comments
Post a Comment