Implementasi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Dalam KTSP
BAB I
P E N D A H U L U A N
A.
Latar Belakang Masalah
Pembelajaran
adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada
suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan
pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan
kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta
didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta
didik agar dapat belajar dengan baik.
Pembelajaran
juga merupakan proses komunikatif-interaktif antara sumber belajar, guru, dan
siswa yaitu saling bertukar informasi. “Pembelajaran adalah suatu kombinasi
yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan
dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran[1]. Menurut
Standar Proses pada Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007, tujuan pembelajaran
menggambarkan proses dan hasil belajara yang diharapkan dicapai oleh peserta
didik sesuai dengan kompetensi dasar. Ini berarti kemampuan yang dirumuskan
dalam tujuan pembelajaran mencakup kemampuan yang akan dicapai siswa selama
proses belajar dan hasil akhir belajar pada suatu KD.
Kurikulum
merupakan komponen yang dijadikan acuan oleh setiap satuan pendidikan dan
penyelenggara, khususnya guru dan kepala sekolah. Oleh sebab itu, perlu adanya
perubahan pada kurikulum. Sejak Indonesia memiliki kebebasan untuk
menyelenggarakan pendidikan bagi anak-anak bangsanya, sejak saat itu pula
pemerintah menyusun kurikulum. Dalam hal ini kurikulum dibuat oleh pemerintah
pusat secara sentralistik, yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan atau yang
lebih dikenal dengan KTSP yang diberlakukan bagi seluruh anak bangsa di seluruh
tanah air Indonesia.
Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan revisi dan pengembangan dari
Kurikulum Berbasis Kompetensi atau ada yang menyebut Kurikulum 2004. KTSP lahir
karena dianggap KBK masih sarat dengan beban belajar dari pemerintah pusat
dalam hal ini depdiknas masih dipandang terlalu intervensi dalam pengembangan kurikulum.
Oleh karena itu, dalam KTSP beban siswa sedikit berkurang dan tingkat satuan
pendidikan (sekolah, guru, dan komite sekolah) diberikan kewenangan untuk
mengembangkan kurikulum, seperti membuat indikator, silabus, dan beberapa
komponen kurikulum lainnya[2].
Pendidikan adalah hak setiap warga
Negara Indonesia untuk mendapatkannya. Ini tersurat di Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 BAB XIII pasal 31 dan 32. Untuk
melaksanakan amanat UUD ini presiden mengeluarkan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (sisdiknas).
Untuk pelaksanaan undang-undang ini
Departemen Pendidikan Nasional yang diberikan tugas dan wewenang untuk
mengembangkan pendidikan mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan
menengah. Dalam perjalannya penerapan dari UU NO 20 tahun 2003 ini telah
terjadi banyak sekali pasang surut mulai dari pemberlakuan Kurikulum berbasis
kompetensi (KBK) dan yang terakhir pemerintah mendapatkan satu format
pelaksanaan UU tersebut dalam konsep Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
yang mudah-mudahan pelaksanaan dari KTSP ini bisa menjawab tantangan
globalisasi dan mampu meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia tercinta
ini.[3]
Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan merupakan bentuk upaya pemerintah dalam meningkatkan
mutu pendidikan dalam negeri dan untuk mencapai keunggulan masyarakat, karena
dengan pendidikan masyarakat mampu berkembang sesuai yang digariskan oleh
haluan negara. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan memberikan sumbangan lebih
bagi kompetensi para siswa, yang didukung dengan SDM yang tinggi dan fasilitas
pendidikan yang memadai.
Berbagai persoalan seputar
implementasi Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan masih
saja terjadi. Dalam
proses sosialisasi misalnya,
hanya guru-guru sekolah
unggul dan perkotaan
saja yang mendapat sosialisasi tentang KTSP. Hal
ini bertolak belakang
dengan apa yang
diharapkan oleh Curtis
R Finch dan
John R Crunkilton,
ahli kurikulum dari
Virginia Politehnic
Institute and state
University Amerika Serikat
(AS). Dalam karyanya,
kedua pakar kurikulum
ini menekankan pentingnya
sosialisasi sebelum kurikulum
baru dijalankan. Menurutnya:
”Untuk melakukan sosialisasi
kurikulum baru, terdapat
tiga hal yang
harus dipertimbangkan; masing-masing
menyangkut pemakai atau
pelaksana (audienc), kondisi
geografis ( geografical concideration ),serta biaya
penyebaran informasi (cost).”[4]
Dalam PP No. 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan disebutkan bahwa Peningkatan mutu pendidikan dari
tahun ke tahun selalu diperbaiki baik pada tingkat dasar menengah maupun
perguruan tinggi, Perbaikan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan harus
segera dilaksanakan dis egala bidang antara lain sarana pendidikan, fasilitas,
kurikulum, maupun manajemen pendidikan itu sendiri. Perubahan kurikulum
memberikan peran besar bagi proses pembelajaran yang sedang berlangsung,
Kenyataannya sering berganti-ganti kurikulum yakni pada tahun 1989, 1994, 1999
dan bahkan hingga Kurikulum Berbasis Kompetensi dan yang terakhir adalah Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan.
Berdasarkan
pengamatan yang penulis lakukan di SMP Negeri 1 Peudada Kab. Bireuen
telah mulai menerapkan pembelajaran Pendidikan Agama Islam dalam KTSP secara
bertahap. Berdasakan latar belakang masalah yang penulis bahas diatas, maka
penulis tertarik untuk membuat penelitian skripsi dengan judul “Implementasi Pembelajaran Pendidikan Agama
Islam Dalam KTSP di SMP Negeri 1 Peudada Kab. Bireuen”
B. Rumusan Masalah
Adapun
yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana implementasikan
pendidikan agama Islam dalam KTSP di SMP Negeri 1 Peudada Kabupaten Bireuen?
2. Bagaimana tingkat keberhasilan siswa dalam
pendidikan agama Islam di SMP Negeri 1 Peudada Kabupaten Bireuen?
3. Bagaimana kendala-kendala mengimplementasikan
pendidikan agama Islam dalam KTSP di SMP Negeri 1 Peudada Kabupaten Bireuen?
4. Bagaimana tela’ah kritis mengimplementasikan
pendidikan Agama Islam dalam KTSP di SMP Negeri 1 Peudada Kabupaten Bireuen?
C. Penjelasan
Istilah
Agar terhindar
dari
kesimpangsiuran dan kesalahpahaman dalam pemakaian istilah merupakan salah satu
hal yang sering terjadi, sehingga mengakibatkan penafsiran yang berbeda. Maka
untuk menghindari hal tersebut di atas, penulis merasa perlu mengadakan
pembatasan dari istilah-istilah yang terdapat dalam judul skripsi ini.
Adapun istilah
yang penulis anggap perlu dijelaskan adalah: Implementasi, Pembelajaran, Pendidikan Agama Islam dan
KTSP.
1.
Implementasi
Dessy Anwar,
dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia menjelaskan bahwa implementasi adalah
karya hias dalam seni jahit-menjahit dengan menempelkan guntingan – guntingan
kain yang di bentuk seperti bunga pada kain lain sebagai hiasan; tambahan;
penggunaan; penerapan; lamaran; mengaplikasikan, menerapakan, menggunakan dalam
praktek.[5]
Implementasi dalam kamus besar bahasa indonesia di
artikan dengan pelaksanaan atau penerapan yang secara sistematis telah di
rerencanakan.[6]
Sedangkan menurut Risnayanty Implementasi adalah suatu kegiatan yang terencana
dan dilakukan secara sungguh-sungguh berdasarkan acuan norma untuk mencapai suatu tujuan kegiatan.[7]
Adapun menurut
penulis, implementasi adalah penerapan kurikulum pendidikan Agama Islam dalam
KTSP.
2.
Pembelajaran
Pembelajaran berasal dari kata “ajar” yang mendapat
imbuhan “be”yang mengadung makna ”usaha” selanjutnya kata tersebut mendapat
imbuhan “pe-an” yang mengandung makna “proses”, kata belajar diartikan dengan
berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu. Sedangkan kata
pembelajaran bearti proses, cara, perbuatan menjadi orang atau makluk hidup
yang belajar.[8] Menurut Ramly
Yahya kata pembelajaran bersal dari kata “belajar” yang bearti proses atau cara
yang menjadikan orang atau maklauk hidup belajar.[9]
Pengertian belajar mempunyai arti banyak, hampir semua ahli
mempunyai penafsiran sendiri. Secara garis besar pengertian belajar yang
dikemukakan para ahli tersebut dibagi atas dua pandangan, yaitu pandangan
tradisional dan pandangan modern.[10]
Menurut pandangan
tradisional, belajar merupakan usaha untuk memperoleh sejumlah ilmu
pengetahuan, pandangan ini disebut dengan pandangan yang intelektualitas karena
menekankan pada perkembangan otak. Menurut pandangan modern belajar diartikan
sebagai proses perubahan tingkah laku karena berintraksi dengan lingkungan.
Perubahan tingkah laku ini baik jasmaniah maupun rohaniah meliputi segala aspek
bukan hanya pengetahuan.
Pada dasarnya belajar adalah suatu usaha untuk memperoleh
berbagai ilmu pengetahuan tanpa menyeleksi darimana dan dari siapa asalnya.
Apakah ilmu pengetahuan berasal dari buku, dari seorang guru, ataukah dari
seorang penjahat sekalipun. Karena baik buruknya yang dipelajari dari seseorang
tergantung dari tujuan yang ingin dicapai. Apabila tujuan dari belajar itu
baik, pengetahuan yang diperoleh dari penjahat pun akan menjadi baik. Yang ia
dapat memperoleh pengetahuan sebanyak mungkin. Hal ini sesuai dengan apa yang
dikemukakan oleh Imron bahwa : “Belajar adalah mengumpulkan sejumlah
pengetahuan.”[11]
Jadi semakin banyak pengetahuan yang dikumpulkan seseorang dapat dikatakan ia
adalah orang yang banyak belajar.
Pengertian belajar sebagai usaha untuk mengumpulkan sejumlah
ilmu pengetahuan tampaknya masih diikuti orang hingga sekarang. Siswa yang
sedang menyelesaikan soal fisika dikatakan sedang belajar, siswa sedang baca
buku baik di rumah maupun di perpustakaan juga dikatakan sedang belajar, orang
yang sedang menimba pengetahuan di sekolah-sekolah dikenal sebagai pelajar.
Demikian juga dengan orang yang banyak menguasai ilmu pengetahuan dikenal
sebagai kaum terpelajar. Oleh karena itu dapat diartikan pengertian belajar
secara umum adalah suatu usaha yang bermaksud untuk mengumpulkan pengetahuan
untuk dikuasainya.
Sedangkan pembelajaran sebagaimana yang
disebutkan oleh Mukaiyat adalah rangkaian yang dilakukan guru dan siswa dalam
kegiatan pengajaran yang mengunakan sarana atau fasilitas pendidikan yang ada
untuk mecapai tujaun.[12]
3.
Pendidikan Agama Islam
Istilah pendidikan berasal dari kata “didik” yang mendapat awalan “pe” dan akhiran “an” yang mengandung arti perbuatan (hal, cara, dan
sebagainya). Istilah pendidikan merupakan terjemahan dari bahasa Yunani, yaitu Paedagogie,
yang berarti bimbingan kepada anak didik. Istilah ini kemudian diterjemahkan ke
dalam bahasa Inggris dengan istilah edution yang berarti pengembangan atau bimbingan. Dalam bahasa
Arab istilah ini sering diterjemahkan dengan kata Tarbiyah yang berarti
pendidikan.[13]
Pendidikan
berasal dari kata didik, lalu kata ini mendapat awal “me” sehingga
menjadi “mendidik”, artinya memelihara dan memberikan latihan. Dalam
memelihara dan memberi latihan diperlukan adanya ajaran, tuntunan, dan pimpinan
mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Pengertian pendidikan dalam kamus besar
Bahasa Indonesia ialah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau
kelompok orang dalam usaha mendewasakan menusia melalui upaya pengajaran dan
pelatihan.
Dalam
bahasa Inggris, education (pendidikan) berasal dari kata educate (mendidik)
artinya memberikan peningkatan, dan mengembangkan. Dalam pengertian yang
sempit, education atau pendidikan berarti perbuatan atau proses perbuatan untuk
memperoleh pengetahuan.[14] Jadi yang
dimaksud dengan Pendidikan ialah bimbingan atau pertolongan secara sadar yang
diberikan oleh guru kepada peserta didik dalam usaha perkembangan jasmaniah dan rohaniah kearah kedewasaan dan
seterusnya ke arah terbentuknya kepribadian muslim.
Pendidikan dalam arti sempit, ialah bimbingan yang
diberikan kepada anak didik sampai ia dewasa. Sedangkan pendidikan dalam arti
luas, ialah bimbingan yang diberikan sampai mencapai tujuan hidupnya, sampai
terbentuknya kepribadian muslim. Jadi pendidikan Islam, berlangsung sejak anak
dilahirkan sampai mencapai kesempurnaannya atau sampai akhir hidupnya.
Sebenarnya kedua jenis pendidikan ini (arti sempit atau arti luas) satu adanya.[15]
Sedangkan menurut undang-undang sistem pendidikan
nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.[16]
Menurut Athiyah Al-Abrasyi (Al-Tarbiyah Al-Islamiyah)
ialah mempersiapkan manusia supaya hidup dengan sempurna dan bahagia, mencintai
tanah air, tegap jasmaninya, sempurna budi pekertinya, teratur pikirannya,
halus perasaannya, mahir dalam pekerjaannya, manis tutur katanya, baik dengan
lisan atau tulisan.[17]
Ahmad
D. Marimba juga memberikan pengertian bahwa: Pendidikan Agama Islam adalah
bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum Agama Islam menuju kepada
terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.[18] Pendidikan agama
Islam adalah upaya sadar
dan terencana dalam
menyiapkan peserta didik
untuk mengenal, memahami,
menghayati hingga mengimani,
bertaqwa, dan berakhlak
mulia dalam mengamalkan
ajaran agama Islam
dari sumber utamanya
yaitu Al-quran dan
Hadis, melalui kegiatan, bimbingan,
pengajaran, latihan, serta penggunaan
pengalaman diberangi dengan tuntutan untuk
menghormati penganut agama
dalam masyarakat hingga
terwujudnya kesatuan dan
persatuan bangsa.[19]
Pendidikan Agama
Islam yang penulis
maksudkan disini adalah
suatu mata pelajaran yang ada di ajarkan di SMP.
4.
KTSP
Istilah ”kurikulum” berasal dari bahasa latin, yakni
”curiculum” awalnya mempunyai pengertian ”a running course” dan
dalam bahasa perancis yakni ”courier” berarti ”to run = berlari”.
Istilah ini kemudian digunakan untuk sejumlah mata pelajaran ”(course)”
yang harus ditempuh untuk mencapai suatu gelar penghargaan, dalam dunia
pendidikan yang dikenal dengan ijazah.[20]
Pengertian kurikulum menurut pandangan tradisional
sebagaimana dukutip oleh Iskandar Wiryokusumo dan Usman Mulyadi adalah
:”kurikulum tidak lebih dari sekedar rencana pelajaran di suatu sekolah. Pelajaran
itu harus ditempuh siswa di suatu sekolah itulah yang dinamakan kurikulum.[21]
Definisi kurikulum yang ditetepkan dalam
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) No. 20 Tahun 2003 Bab I Pasal
I ayat 19 yaitu: ”Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu”. Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun oleh
dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan
pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat
satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus.[22]
Omar Hamalik dalam bukunya Manajemen Pengembangan
Kurikulum menjelaskan “KTSP merupakan singkatan dari KurikulumTingkat Satuan Pendidikan,
yaitu kurikulum operasional yang dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan,
potensi sekolah/daerah, karakteristik sekolah/daerah, sosial budaya masyarakat
setempat, dan karakteristik peserta didik”.[23]
Dalam PPPG Teknologi Bandung, Pengantar KTSP,
http://www.sma1 disebutkan bahwa Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah “kurikulum operasional
yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan”.[24]
Adapun kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang
penulis maksud adalah kurikulum yang diberlakukan pada tahun 2006.
D. Tujuan dan Signifikansi Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian adalah sebagai berikut :
1. Penulis ingin mengetahui implementasikan pendidikan agama Islam dalam KTSP di SMP
Negeri 1 Peudada Kabupaten Bireuen.
2. Penulis ingin mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam pendidikan agama Islam
di SMP Negeri 1 Peudada Kabupaten Bireuen.
3. Penulis ingin mengetahui kendala-kendala mengimplementasikan pendidikan agama
Islam dalam KTSP di SMP Negeri 1 Peudada Kabupaten Bireuen.
4. Penulis ingin menela’ah implementasikan pendidikan Agama Islam dalam KTSP
di SMP Negeri 1 Peudada Kabupaten Bireuen.
Adapun yang menjadi signifikansi penelitian adalah sebagai berikut :
1.
Agar dapat meningkatkan pemahaman guru
tentang implementasi PAI dalam KTSP.
2.
Agar dapat meningkatkan belajar siswa
dalam pembelajaran PAI.
3.
Hasil penelitian ini akan bermanfaat bagi pembaca yang concern dalam
memahami Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ( KTSP).
4.
Hasil penelitian ini dapat menambah khazanah ilmu
pengetahuan Islam tentang implementasi PAI dalam KTSP.
E.
Postulat dan Hipotesis
Postulat adalah anggapan dasar yang
kebenarannya tidak diragukan lagi, dan menjadi pokok pangkal lahirnya
hipotesis. Winarto surakhmat mengemukakan anggapan dasar atau asumsi atau
postulat yang menjadi tumpuan segala pandangan dan kegiatan terhadap masalah
yang dihadapi. Postulat inilah yang menjadi titik pangkal, tidak menjadi
keragu-raguan penyelidik.[25]
Adapun yang menjadi postulat dalam
penelitian ini adalah:
1. Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan
(KTSP) adalah kurikulum yang disempurnakan setelah Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK)
Sedangkan yang menjadi
hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1. implementasikan pendidikan agama Islam dalam
KTSP di SMP Negeri 1 Peudada Kabupaten Bireuen belum memadai.
2. Tingkat keberhasilan siswa dalam pendidikan
agama Islam di SMP Negeri 1 Peudada Kabupaten Bireuen sangat rendah.
3. banyaknya kendala-kendala yang dihadapi guru
dalam mengimplementasikan pendidikan agama Islam dalam KTSP di SMP Negeri 1
Peudada Kabupaten Bireuen.
4. tela’ah kritis oleh guru terhadap
implementasikan pendidikan Agama Islam dalam KTSP di SMP Negeri 1 Peudada
Kabupaten Bireuen sangat rendah.
[1]
Anas Sudijono. Pengantar Evaluasi
Pendidikan. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
1995), hal. 14.
[2]
Zaenul, Agus. 2008. Manajemen Kurikulum Dalam Upaya Peningkatan Mutu Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah.http://zafazain.blogspot.com. Diakses pada tanggal 28 Februari 2009.
[3]
Muslich, Mansur, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Dasar Pengembangan dan Pemahaman, ( Jakarta. Bumi Aksara, 2007 ), hal. 55.
[6]Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indanesia Ed. III,
(Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hal 427.
[7]Risnayanti, Implementasi Pendidikan
Agama Islam Di Taman Kanak-Kanak Islam Ralia Jaya Villa Dago pamulang,
(Jakarta: Perpustakaan Umum, 2004), hal. 40.
[9] Ramly Maha Perencanaan Pembelajaran
Sistem PAI (Banda Aceh: IAIN
AR-Raniry, 2002), hal. 2.
[10]
Latu Heru, J. D, Media Pembelajaran Dalam
Proses Belajar Mengajar Masa Kini, (Jakarta: Depdikbud, Dirjen Pendidikan
Tinggi, PPLPTK, 1988), hal 15.
[11] A.
Imron, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya,
1996), hal. 2.
[13]Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam,
(Jakarta: Kalam Mulia, 1994), Cet. 1, hal. 1.
[14]Muhibbin Syah, Psikologi
Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT.Remaja Rosda Karya, 1997), hal.256.
[15]Ahmad D. Marimba, Pengantar
Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: PT. Al-Ma.rifBandung ), hal. 31-32.
[16]UU Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta: Focus
Media, 2003), hal. 3.
[17]Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Cet.
I, (Jakarta: Kalam Mulia, 1994), hal. 3-4.
[18]Ibid, hal. 4.
[19] Abdul Rachman Shaleh, Pendidikan Agama Dan Pembangunan Watak Bangsa, Edisi I,
(Jakarta 2005 Pt
Raja Grafindo Persada), hal.37-38.
[20]
Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum,
Teori dan Praktek, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1988), hal. 36.
[22]
Nana Sudjana. Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum Disekolah. (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2002), hal. 19.
[24]PPPG
Teknologi Bandung, Pengantar KTSP, http://www.sma1
sltg.sch.id/modules.php?name=Content&pa=showpage&pid=14, 05 Februari
2007
[25]
Harun nasution,dk, ensiklopedi