Kedudukan Keluarga Dalam Pendidikan Islam
BAB
IV
PEMBERANTASAN
SIFAT MUNAFIK DALAM
PENDIDIKAN
KELUARGA MUSLIM
A. Kedudukan Keluarga Dalam Pendidikan Islam
Keluarga merupakan unit sosial
terkecil yang utama dan pertama bagi seorang anak, sebelum ia berkenalan dengan
dunia sekitarnya, ia akan berkenalan telebih dahulu dengan situasi keluarga.
Pengalaman pergaulan dalam keluarga akan memberikan pengaruh yang sangat besar
bagi perkembangan anak untuk masa yang akan datang. “Keluargalah yang akan
memberikan warna kehidupan seorang anak, baik perilaku, budi pekerti maupun
adat kebiasaan sehari-hari”[1].
Keluarga jualah tempat dimana seorang anak mendapat tempaan pertama kali yang
kemudian menentukan baik buruk kehidupan setelahnya di masyarakat hingga tak
salah lagi kalau keluarga adalah elemen penting dalam menentukan baik-buruknya
masyarakat.
Keluarga
adalah wadah pertama dan utama bagi pertumbuhan dan pengembangan anak. Jika
suasana dalam keluarga itu baik dan menyenangkan, maka anak akan tumbuh dengan
baik pula. Jika tidak, tentu akan terhambatlah pertumbuhan anak tersebut.
Peranan orang tua dalam keluarga amat penting, terutama ibu. Dialah yang
mengatur, membuat rumah tangganya menjadi surga bagi anggota keluarga, menjadi
mitra sejajar yang saling menyayangi dengan suaminya[2].
Keberhasilan karier anaknya sebagai
anak yang berguna bagi keluarga, masyarakat, agama, bangsa dan negara. Orang
tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka, karena dari
merekalah anak mulai menerima pendidikan. Dengan demikian bentuk pertama dari
pendidikan terdapat dalam kehidupan keluarga. Dalam hal ini faktor penting yang
memegang peranan dalam menentukan kehidupan anak selain pendidikan, yang
selanjutnya digabungkan menjadi pendidikan agama. Pada setiap anak terdapat
suatu dorongan dan suatu daya untuk meniru. Dengan dorongan ini anak dapat
mengerjakan sesuatu yang dikerjakan oleh orang tuanya. Oleh karena itu orang tua
harus menjadi teladan bagi anak-anaknya. Apa saja yang didengarnya dan dilihat
selalu ditirunya tanpa mempertimbangkan baik dan buruknya. Dalam hal ini sangat
diharapkan kewaspadaan serta perhatian yang besar dari orang tua. Karena masa
meniru ini secara tidak langsung turut membentuk watak anak di kemudian hari.
Sebagaimana Rasulullah Saw., bersabda:
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ
وَيُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ.
(رواه البخاري)
Artinya: Dari Abu Hurairah ra. bahwasanya Nabi Saw. bersabda: Tiap-tiap
anak yang baru lahir dalam keadaan fitrah, maka ibu bapaknyalah yang menjadikan
anaknya Yahudi, Nasrani atau Majusi. (HR. Bukhari)[3]
Dalam pandangan Islam, anak adalah
amanat yang dibebankan oleh Allah Swt kepada orangtuanya, karena itu orang tua
harus menjaga dan memelihara serta menyampaikan amanah itu kepada yang berhak
menerima. Karena manusia adalah milik Allah Swt, mereka harus mengantarkan
anaknya untuk mengenal dan menghadapkan diri kepada Allah Swt. Mengingat
strategisnya jalur pendidikan keluarga, dalam Undang-undang Sistem Pendidikan
Nasional (UUSPN, ps. 10. 5) juga disebutkan arah yang seharusnya ditempuh yakni:
“pendidikan keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan
dalam keluarga, dan memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral dan
keterampilan”[4].
Pendidikan agama yang di berikan sejak dini menuntut peran serta
keluarga, karena telah diketahui sebelumnya bahwa keluarga merupakan institusi
pendidikan yang pertama dan utama yang dapat memberikan pengaruh kepada anak.
Pelaksanaan pendidikan agama pada anak dalam keluarga di pengaruhi oleh adanya
dorongan dari anak itu sendiri dan juga adanya dorongan keluarga. Setiap orang
mengharapkan rumah tangga yang aman, tentram dan sejahtera. Dalam kehidupan
keluarga, setiap keluarga mendambakan anak- anaknya menjadi anak-anak yang shaleh
dan shalehah. Anak merupakan amanat Allah Swt kepada orang tuanya untuk diasuh,
dipelihara, dan dididik dengan sebaik-baiknya. Dengan demikian orang tua dalam
pandangan agama Islam mempunyai peran serta tugas utama dan pertama dalam
kelangsungan pendidikan anak-anaknya, baik itu sebagai guru, pedagang, atau dia
seorang petani. Tugas orang tua untuk mendidik keluarga khusus anak-anaknya,
secara umum Allah Swt tegaskan dalam Alquran surat At Tahrim ayat 6:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَاراً وَقُودُهَا النَّاسُ
وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ
وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ (التحريم: ٦)
Artinya: Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (Qs. At-Tahrim:
6).
Dari ayat di atas dapat
dipahami bahwa orang tua memegang tanggung jawab yang besar. Tanggung jawab
tersebut bukan saja dari segi materi, tetapi lebih dari itu adalah pendidikan
agama, sebab pemeliharaan diri yang dimaksud dalam ayat di atas adalah masalah
pendidikan agama. Pendidikan tersebut haruslah diamati dari keluarga dimana
orang tualah yang mempunyai peran penting dalam pembentukan pribadi anak. Dengan demikian pendidikan dalam lingkungan
keluarga sangat memberikan pengaruh dalam pembentukan keagamaan, watak serta
kepribadiaan anak.
[2] Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah,
Cet. 2, (Bandung: CV Ruhama, 1995), hal. 47.
[3] Bukhari, Shahih Bukhari
jilid II (Penterjemah H. Zainuddin Hamidy dkk.), Cet. IX, (Jakarta: Fa.
Wijaya, 1992), hal. 89.