Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Kekerasan Menurut Perspektif Undang-Undang Perlindungan Anak

Kekerasan Menurut Perspektif Undang-Undang Perlindungan Anak

BAB IV

PEMBERIAN HUKUMAN DALAM PENDIDIKAN ANAK


A.    Kekerasan Menurut Perspektif Undang-Undang Perlindungan Anak

Ada beberapa bentuk perbuatan (tindak pidana) kekerasan terhadap anak yang ditetapkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)[1] dan Undang-Undang Perlindungan Anak. Dalam KUHP dan Undang-Undang Perlindungan Anak ada beberapa tindak pidana, bahkan ada yang secara eksplisit disebutkan sebagai kekerasan terhadap anak, yaitu:
1)   Tindak pidana kekerasan fisik terhadap anak meliputi: KUHP Pasal 341 dan 342, tentang kejahatan terhadap nyawa, seperti merampas nyawa (pembunuhan) anak sendiri yang baru lahir dan KUHP Pasal 351 sampai 356, tentang kejahatan penganiayaan terhadap anaknya sendiri.
2)   Tindak pidana kekerasan psikis terhadap anak meliputi: KUHP Pasal 278, tentang (kejahatan) terhadap asal-usul dan perkawinan, yaitu melakukan pengakuan anak palsu.
3)   Tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak meliputi: KUHP Pasal 283, tentang kejahatan yang melanggar kesusilaan, seperti menawarkan, memberikan, untuk terus menerus atau sementara waktu, menyerahkan atau memperlihatkan tulisan, gambar atau benda yang melanggar kesusilaan, maupun alat untuk mencegah atau menggugurkan kehamilan kepada seorang yang belum dewasa, KUHP Pasal 387, tentang bersetubuh dengan wanita yang diketahui belum berumur lima belas tahun di luar perkawinan, KUHP Pasal 290, tentang melakukan perbuatan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul terhadap orang yang belum berumur lima belas tahun, KUHP Pasal 294, tentang melakukan perbuatan cabul terhadap anak kandung, anak tiri, anak angkat, anak di bawah pengawasan, pemeliharaan, pendidikan, atau penjagaannya, yang belum dewasa, KUHP Pasal 295, tentang menyebabkan atau memudahkan dilakukannya perbuatan cabul oleh anak kandung, anak tiri, anak angkat, anak di bawah pengawasan, pemeliharaan, pendidikan, atau penjagaannya, yang belum dewasa dengan orang lain.
4)   Tindak pidana kekerasan ekonomi terhadap anak meliputi: KUHP Pasal 297, tentang melakukan perdagangan anak, KUHP Pasal 300, tentang membuat mabuk terhadap anak, KUHP Pasal 301, tentang memberi atau menyerahkan seorang anak yang ada di bawah kekuasaannya kepada orang lain untuk melakukan pengemisan atau pekerjaan yang berbahaya atau pekerjaan yang dapat merusak kesehatannya.

Pemaparan di atas adalah berbagai bentuk kekerasan terhadap anak yang tertera dalam KUHP, hal ini merupakan bentuk khusus dari kekerasan dalam KUHP yang mempunyai konsekuensi khusus pula. Sementara kejahatan lainnya yang tidak disebutkan secara tegas bahwa korbannya anak, konsekuensinya sama dengan kejahatan yang korbanya bukan anak. Jadi, selain yang disebutkan di atas, masih dimungkinkan adanya kejahatan-kejahatan kekerasan lainnya terhadap anak.
Sebagaimana yang telah dikemukakan di atas, bahwa ada beberapa bentuk kekerasan terhadap anak yang ditinjau dari Undang-Undang Perlindungan Anak, yaitu kekerasan fisik, psikis, religi dan seksual. Bentuk-bentuk kekerasan terhadap anak tersebut dijabarkan ke dalam berbagai bentuk tindak kekerasan terhadap anak yang ditetapkan sebagai tindak pidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang perlindungan Anak yaitu: Tindak pidana kekerasan fisik terhadap anak, tindak pidana kekerasan Psikis terhadap anak, tindak pidana kekerasan religi terhadap anak, tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak



[1]Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hal. 3.