Kewajiban Berhias Diri dengan Akhlakul Karimah
BAB
I
P E
N D A H U L U A N
A. Latar Belakang Masalah
Akhlak merupakan satu pancaran daripada
kemurnian aqidah yang dianuti oleh seseorang insan. akhlak yang balk adalah
gambaran daripada aqidah yang benar yang jauh daripada unsur-unsur
penyelewengan Akhlak yang buruk pula merupakan racun yang membunuh manusia,
yang merosakkan aka] fikiran, keaipan yang terbuka serta kehinaan yang jelas
menjauhkan seseorang itu dari berhampiran dengan Allah, Tuhan semesta alam.
Akhlak
ialah tingkahlaku yang dipengaruhi oleh nilai-nilai yang diyakini oleh
seseorang dan sikap yang menjadi sebahagian daripada keperibadiannya.
Nilai-nilai dan sikap itu pula terpancar daripada konsepsi dan gambarannya
terhadap hidup. Dengan perkataan lain, nilai-nilai dan sikap itu terpancar daripada
aqidahnya iaitu gambaran tentang kehidupan yang dipegang dan diyakininya
Aqidah
yang benar dan gambaran tentang kehidupan yang tepat dan tidak dipengaruhi oleh
kepaisuan, khurafat dan falsafah-falsafah serta ajaran yang paisu, akan
memancarkan nilai-nilai benar yang murni di dalam hati. Nilai-nilai ini akan
mempengaruhi pembentukan sistem akhlak yang mulia. Sebaliknya, jika aqidah yang
dianuti dibina di atas kepalsuan dan gambarannya mengenai hidup bercelaru dan
dipengaruhi oleh berbagai-bagai fahaman paisu, ia akan memancarkan nilai-nilai
buruk di dalam diri dan mempengaruhi pembentukan akhlak yang buruk.
Akhlak
yang baik dan akhlak yang buruk, merupakan dua jenis tingkahlaku yang
berlawanan dan terpancar daripada dua sistem nilai yang berbeza. Kedua-duanya
memberi kesan secara langsung kepada kualiti individu dan masyarakat. lndividu
dan masyarakat yang dikuasai dan dianggotai oleh nilai-nilai dan akhlak yang
baik akan melahirkan individu dan masyarakat yang sejahtera. Begitulah
sebaliknya jika individu dan masyarakat yang dikuasai oleh nilai-nilai dan
tingkahlaku yang buruk, akan porak peranda dan kacau bilau. Masyarakat kacau
bilau, tidak mungkin dapat membantu tamadun yang murni dan luhur.
B.
Penjelasan Istilah
1. Akhlakul Karimah
“(Akhlaq)
Karimah ialah suatu daya yang telah bersemi dalam jiwa seseorang hingga dapat
menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa dipikir dan direnungkan
lagi. Bila timbul dari padanya itu perbuatan-perbuatan mulia dan baik dalam
pandangan akal dan syara, dinamakan akhlaqul mahmudah (baik) terpuji.
Sebaliknya bila yang timbul itu perbuatan-perbuatan buruk menurut pandangan
akal dan syara maka perbuatan itu dinamakan akhlaqul madzmumah (buruk)
tercela”.[1]
Adapun
pengertian akhlakul karimah menurut Ahmad Amin
adalah kebiasaan kehendak itu bila membiasakan sesuatu maka kebiasaannya
itu disebut akhlak.[2] Jadi pemahaman akhlak
adalah seseorang yang mengeri benar akan kebiasaan perilaku yang diamalkan
dalam pergaulan semata – mata taat kepada Allah dan tunduk kepada-Nya.
BAB II
U R
A I A N
A. Pengertian Akhlakul Karimah
Dalam Kamus Besar bahasa Indonesia, akhlak diartikan
sebagai budi pekerti atau kelakuan.[3]
Dalam Bahasa Arab kata akhlak (akhlaq) di
artikan sebagai tabiat, perangai, kebiasaan, bahkan agama. Meskipun kata
akhlak berasal dari Bahasa Arab, tetapi kata akhlak tidak terdapat di dalam Al Qur'an. Kebanyakan kata
akhlak dijumpai dalam hadis.
Satu-satunya kata yang ditemukan semakna akhlak dalam al Qur'an adalah bentuk tunggal, yaitu khuluq, tercantum
dalam surat al Qalam ayat 4:
٤. وَإِنَّكَ لَعَلى
خُلُقٍ عَظِيمٍ
Artinya: Sesungguhnya engkau (Muhammad) berada di
atas budi pekerti yang agung. (Qs.
Al-qalam:4 )
Menurut
Imam Gazali, akhlak adalah keadaan yang bersifat batin dimana dari sana lahir perbuatan dengan mudah tanpa
dipikir dan tanpa dihitung resikonya (al
khuluqu haiatun rasikhotun tashduru 'anha al
afal bi suhulatin wa yusrin min ghoiri hqjatin act_ fikrin wa ruwiyyatin. Sedangkan ilmu akhlak adalah ilmu
yang berbicara tentang baik dan buruk dari suatu perbuatan. Dari definisi itu
maka dapat difahami bahwa istilah akhlak
adalah netral, artinya ada akhlak yang terpuji (al akhlaq al mahmudah) dan ada akhlak yang tercela (al
akhlaq al mazmumah). Ketika berbicara
tentang nilai baik buruk maka muncullah persoalan tentang konsep baik buruk. Dari sinilah kemudian terjadi perbedaan konsep antara akhlak dengan etika.
B. Kewajiban Berhias Diri dengan Akhlakul Karimah
Manusia adalah makhluk sosial yang mau tak mau (dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya) akan bermuamalah dengan sesamanya. Sedangkan
muamalah (dalam bentuk apapun) tak akan berlangsung dengan baik tanpa didasari
akhlak mulia. Sehingga berhias diri dengan akhlak mulia merupakan kewajiban
setiap insan muslim.
Terlebih Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam telah memerintahkan umatnya kepada akhlak mulia tersebut sejak awal masa
kenabiannya, sebagaimana riwayat sahabat Abdullah bin Abbas radhiyallahu
‘anhuma di atas. Tentunya, ini semua menunjukkan bahwa berhias dengan akhlak
mulia merupakan masalah prinsip dalam beragama yang sejak dini telah ditanamkan
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada umatnya.
Dengan akhlak mulia,
seorang muslim akan meraih kesempurnaan dalam imannya. Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
أَكْمَلُ
الْمُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا
Artinya: Orang mukmin yang
paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya.” (HR. At-Tirmidzi
no. 1082. Dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Al-Jami’
no. 1232)
Selaras
dengan itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala yang Maha Bijaksana telah memilih
Rasul-Nya Muhammad bin Abdullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai seorang
yang paling mulia akhlaknya. Sehingga benar-benar dapat menjadi figur dan teladan
mulia bagi seluruh umat manusia. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَإِنَّكَ
لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ
Artinya: Dan sesungguhnya kamu
benar-benar berbudi pekerti(berakhlak) yang agung.” (Al-Qalam: 4)
لَقَدْ
كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللهَ
وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللهَ كَثِيرًا
Artinya: Sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam itu suri teladan
yang baik bagi kalian (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (Al-Ahzab: 21)
C. Rasulullah SAW. Menyerukan Akhlakul Karimah
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam
kehidupan ini. Kehidupan mereka pun diliputi cahaya ilmu dan dihiasi akhlak
mulia. Sebagaimana tercermin dalam nasihat Al-Imam Muhammad bin Sirin, Al-Imam
Malik, dan yang lainnya dari ulama salaf rahimahumullah: “Ilmu (hadits) ini
adalah bagian dari agama, maka lihatlah (selektiflah) dari siapakah agama itu
kalian dapatkan. Tidaklah cukup (bagi seseorang) berbekal ilmu yang banyak
(dalam bidang yang digelutinya, pen.).
Akan tetapi haruslah dilengkapi dengan
berbagai disiplin ilmu syariat lainnya, karena satu dengan yang lainnya saling
terkait. Dengan harapan agar berada di atas jalan yang lurus, agama yang benar,
akhlak yang mulia, pikiran yang jernih, dan wawasan yang sempurna.” (Adabul
‘Alim wal Muta’allim, karya Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu hal. 46)
Lebih
dari itu, mereka mengajak umat ini untuk berilmu dan berakhlak mulia.
Sebagaimana diterangkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu dalam
kitabnya yang mulia Al-Aqidah Al-Wasithiyyah: “Ahlus Sunnah wal Jamaah di
samping berpegang teguh dengan prinsip-prinsip (aqidah, pen.) tersebut, juga
menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar sesuai dengan yang diperintahkan dalam
syariat ini. Meyakini sahnya pelaksanaan haji, jihad, shalat Jum’at dan shalat
ied bersama pemerintah yang adil maupun yang jahat.[4]
Memelihara
persatuan dan kesatuan, meluangkan nasihat untuk umat, dan meyakini kandungan
sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: ‘Seorang mukmin dengan mukmin
lainnya ibarat bangunan yang saling mengokohkan satu dengan yang lainnya,
(kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memasukkan jari-jemari tangan
kanannya kepada jari-jemari tangan kirinya).’ Juga sabda beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam: ‘Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam hal saling
berkasih sayang, ibarat satu tubuh yang apabila salah satu dari anggota tubuh
tersebut sakit, maka anggota tubuh lainnya pun akan merasakan demam dan tidak
bisa tidur (sakit pula).’
Memerintahkan
kepada kesabaran saat mendapat cobaan, bersyukur saat mendapat kelapangan, dan
ridha terhadap takdir pahit yang Allah Subhanahu wa Ta’ala tentukan. Menyeru
kepada akhlak mulia dan amalan terpuji, dengan meyakini kandungan sabda
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: ‘Orang mukmin yang paling sempurna
imannya adalah yang paling baik akhlaknya.’ Menghasung untuk berbuat baik
kepada orang yang memutuskan hubungan denganmu, menderma orang yang tak
memberimu, dan memaafkan orang yang menzalimimu. Memerintahkan berbakti kepada kedua orangtua, menyambung tali
silaturahim, berbuat baik dengan tetangga, berderma kepada anak-anak yatim,
kaum miskin, dan musafir (orang yang dalam perjalanan), serta berlemah lembut
kepada hamba sahaya. Melarang dari perbuatan sombong, berbangga diri, aniaya
dan semena-mena terhadap sesama, baik dalam posisi benar maupun salah.
Memerintahkan kepada budi pekerti mulia dan melarang segala perangai tercela.
Semua yang mereka ucapkan dan mereka kerjakan dari semua ini, mengikuti
(bimbingan) Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dan jalan yang mereka tempuh adalah agama
Islam yang dibawa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.”[5]
Dari
sini semakin jelaslah bagi kita, bahwa berhias dengan akhlak mulia dan
berdakwah kepada hal ini (akhlak mulia) merupakan bagian dari prinsip utama
Ahlus Sunnah wal Jamaah yang harus dipegang erat-erat oleh setiap muslim,
seiring dengan prinsip keimanan (keilmuan) yang harus terhunjam dalam lubuk
hati yang paling dalam. Bila prinsip utama ini benar-benar menyatu dalam
kehidupan umat, maka akan teraihlah suatu kebangkitan yang dapat mengantarkan mereka
kepada puncak kemuliaan. Sketsa kehidupan di atas benar-benar telah terwujud
pada masyarakat tiga generasi terdahulu umat ini (generasi sahabat Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tabi’in, dan tabi’ut tabi’in), yang dengannya
mereka menyandang gelar “generasi terbaik umat ini”. Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
خَيْرُ
النَّاسِ قَرْنِيْ، ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ، ثُمَّ الَّذِيْنَ
يَلُوْنَهُمْ، ثُمَّ يَجِيءُ قَوْمٌ تَسْبِقُ شَهَادَةُ أَحَدِهِمْ يَمِيْنَهُ
وَيَمِيْنُهُ شَهَادَتَهُ
Artinya: Sebaik-baik
manusia (generasi) adalah yang hidup di abadku, kemudian generasi berikutnya,
kemudian generasi berikutnya, setelah itu akan datang suatu kaum yang
persaksiannya mendahului sumpahnya dan sumpahnya mendahului persaksiannya.”
(HR. Al-Bukhari no. 3650 dari sahabat ‘Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhu,
dan Muslim no. 4533 dari sahabat Abdullah bin Mas’ud, ‘Imran bin Hushain, dan
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhum)
D. Ciri –
Ciri Kepribadian Muslim
Sekiranya sebagian kita ditakdirkan dapat melihat
melalui sebuah jendela kea lam manusia pada setiap zaman dan tempat sesungguhnya,
kita akan melihat suatu khalayak yang heterogen, pandangan hidup yang berbeda –
beda da kelompok – kelompok yang berbeda status sosialnya. Kita akan melihat
umat manusia, kadang – kadang jalan itu buntu dan kadang – kadang jalan itu
banyak simpang siurnya. Disaat inilah manusia butuh teman untuk berbagi dalam
memecahkan masalah yang dia hadapi.
Oleh
karena itu selektif dalam memilih teman adalah salah satu kunci untuk selamat
dunia dan akherat. Hanya orang – orang yang paham akan ajaran agama (Islam)
yang bisa selektif dalam bergaul. Karena
pada
dasarnya Islam mempunyai misi universal dan abadi,
intinya adalah mengadakan bimbingan bagi kehidupan mental dan jiwa manusia atau
akhlak.18 Bangsa Indonesia yang mengalami multi krisis
juga disebabkan
kurangnya pendidikan pendidika akhlak. Secara umum
pembinaan akhlak
mahasiswa perguruan tinggi juga sangat memprihatinkan. Hal ini setidaknya bisa dibuktikan dengan banyaknya
penyelewengan (korupsi)
yang mencapai 30% dari dana pembangunan yang dilakukan
oleh orang –
orang besar yang notabene adalah para sarjana.[6]
Allah
SWT menetapkan akhlak adalah alat yang dapat membahagiakan kita dalam kehidupan
dunia dan akherat. Karena dengan akhlak manusia akan berjalan di atas rel
sesuai dengan aturan yang sudah ada, yakni dalam ajaran agama Islam.
Kepribadian muslim masa kini tergambar olehnya merupakan warisan yang
diterimanya dari orang tua dan nenek moyang selama beberapa abad. Ia merupakan
warisan yang besar, yang dalam pembentukkannya telah ikut serta ide yang berbeda
– beda, yang sebagainya tidak menghendaki kebaikan bagi Islam dan umatnya.
Tambahan
lagi bahwa perlawanan pada masa sekarang ditujukan untuk menguasai pemikiran
manusia serta mempengaruhi akidahnya serta akhlaknya. Bila persolannya
demikian, sedang kepribadian Ummat Islam masa sekarang tidak mengambarkan
kepribadian muslim yang sesungguhnya- kecuali orang yang mendapatkan rahmat
Allah.[7]
Maka wajiblah kita memulai kembali pembentukkan kepribadian muslim yang jelas
ciri – cirinya dan sifat-sifatnya, serta kepribadian dan akhlak-akhlak yang
tampak pada rasul-rasul, nabi-nabi, pada para sahabat yang mulai dan imam-imam
yang terkemuka.
Dari paparan diatas maka kita ketahui bahwa akhlakul
karimah itu merupakan suatu tingkah laku seseorang baik secara individu maupun
suatu kelompok dalam berbuat atau bertingkah laku dalam kehidupan sehari –
harinya sesuai dengan ajaran-ajaran agama Islam. Dengan demikian berarti
akhlakul karimah harus berdasarkan akidah Islam, karena akhlakul karimah
berhubungan dengan keimanan dan hukum. Karena akhlak menentukan hukum atau
nilai perbuatan manusia dengan keputusan baik atau buruk, perbedaan terletak
pada tolak ukurnya ajaran
al-Quran dan Sunnah, etika dengan pertimbangan akal
pikiran dan moral dengan adapt kebiasaan yang umum berlaku di masyarakat.
Karena perilaku ihsan berhubungan dengan
keimanan dan hukum maka akidahlah yang merupakan standar penilaian. Apapun yang
bertentangan dengan kaidah Islam tidak diambil atau tidak diyakini. Oleh karena
itu apabila perilaku yang sekiranya bertentangan dengan akidah maka harus
ditinggalkannya.
D.
Hubungan Pemahaman Akhlak dengan Fungsi Hidup
Sebagai umat Islam hendaknya mampu untuk menyakini apa yang diturunkan oleh
Allah dan Rasul-Nya atau sering disebut habluminnas dan
habluminallah. Aturan itu sebagai modal untuk
melaksanakan ibadah, dari
akhlak yang mulia inilah nantinya akan mempengaruhi
tindakan – tindakan
seseorang dalam kehidupan setiap hari antara lain
selektivitas dalam bergaul. Tindakan yang dilandasi dengan ajaran agama Islam
dalam arti sesuai anjuran Islam dan menjauhi larangan Islam itulah yang
dinamakan akhlakul karimah.
Dari
penjelasan diatas kita tahu bahwa pemahaman akhlak yang baik akan sangat
mempengaruhi seseorang terhadap selektivitas bergaul.
Maksudnya jika seseorang paham betul tentang akhlak maka
dia akan selektif dalam pergaulan di sekolah maupun masyarakat. Akhlak
merupakan perilaku dalam pergaulan sehari – hari, percampuran dalam
persahabatan atau dalam kehidupan sehari – hari, hidup dan kehidupan bersama – sama
masyarakat. Kita semua khususnya umat Islam perlu bergaul terlebih – lebih para
siswa MTs sebagai lembaga pendidikan Islam dalam rangka meningkatkan
selektivitas bergaul. Sebab dalam pergaulan terdapat teman atau orang lain yang
akhlaknya buruk dan ada juga yang baik, sehingga perlu selektivitas dalam
bergaul dengan sesame manusia baik dalam keadaan sendiri atau berkelompok di
sekolah maupun dalam masyarakat.
BAB III
P E N U T
U P
Berdasarkan uraian yang telah penulis uraikan diatas, maka penulis dapat
mengambil beberapa kesimpulan dan saran – saran sebagai berikut:
A.
Kesimpulan
1. Akhlak adalah keadaan
yang bersifat batin dimana dari sana
lahir perbuatan dengan mudah tanpa dipikir dan tanpa dihitung resikonya (al khuluqu haiatun
rasikhotun tashduru 'anha al afal bi
suhulatin wa yusrin min ghoiri hqjatin act_ fikrin wa ruwiyyatin.
2. Manusia adalah makhluk
sosial yang mau tak mau (dalam memenuhi kebutuhan hidupnya) akan bermuamalah
dengan sesamanya.
3. Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam dalam kehidupan ini. Kehidupan mereka pun diliputi cahaya
ilmu dan dihiasi akhlak mulia.
4. Sebagai umat Islam
hendaknya mampu untuk menyakini apa yang diturunkan oleh Allah dan Rasul-Nya
atau sering disebut habluminnas dan habluminallah. Aturan itu sebagai modal
untuk melaksanakan ibadah, dari akhlak yang mulia inilah nantinya akan
mempengaruhi tindakan – tindakan.
B. Saran
– Saran
1. Disarankan kepada
mahasiswa untuk dapat belajar berakhlakul karimah, karena hal ini sangat
penting dalam kehidupan mahasiswa
2. Disarankan kepada mahasiswa
untuk dapat memberikan keteladanan dalam kehidupan.
3. Disarankan kepada mahasiswa
untuk menjadi contoh dalam segala aspek kehidupan.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Musawi,
Khalil, Bagaimana membangun Kepribadian Anda, Lentera Jakarta. 1999.
Al-Asyqar, Umar Sulaiman, Ciri-ciri Kepribadian Muslim,
Srigunting,
Jakarta,1995.
Amin, Ahmad, Etika (Ilmu Alhlak), Bulan Bintang,
Jakarta, 1975.
Amiruddin, Teungku, Reorienasi Manajemen Pendidikan
Islam, UII Press.
Yogyakarta, 2000
Asari,
Hasan, Nukilan Pemikiran Islam Klasik, Tiara wacana, Yogyakarta,1999
Asmaran, Pengantar Studi Akhlak, Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 1994
Dardjat, Zakiah, Ilmu Jiwa Agama, Bulan bintang, Jakarta,
1970
Djatnika, Rachmat, Akhlak Mulia, Pustaka, Jakarta, 1990
Durkheim, Emile, Pendidikan Moral, Airlangga, Jakarta,
1990
WJS. Poerwodarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia,
tt,