Kreativitas Guru Agama Dalam Menggunakan Metode Pembelajaran
A. Kreativitas
Guru Agama Dalam Menggunakan Metode Pembelajaran
Kreativitas guru merupakan istilah yang banyak digunakan,
baik di lingkungan sekolah maupun luar sekolah. Pada umumnya orang
menghubungkan kreativitas dengan produk-produk kreasi. Dengan kata lain
produk-produk kreasi itu merupakan hal yang penting untuk menilai kreativitas.
Clark Monstakos, seorang psikolog humanistis menyatakan bahwa “kreativitas
adalah pengalaman mengekspresikan (mengaktualisasikan) identitas individu dalam
bentuk terpadu dalam hubungan dengan diri sendiri, dengan alam dan orang lain”.[1] “Pada
dasarnya pengertian kreatif berhubungan dengan penemuan sesuatu, mengenai hal
yang menghasilkan sesuatu yang baru dengan menggunakan sesuatu yang telah ada”[2].
Dunia pendidikan, yang memegang kunci dalam pembangkitan
dan pengembangan daya kreativitas anak itu adalah guru. Seorang guru yang ingin
membangkitkan kreativitas pada anak-anak didiknya, harus terlebih dahulu
berupaya supaya ia sendiri kreatif. Pada umumnya guru yang kreatif itu pernah
dididik oleh orang-orang yang kreatif dalam lingkungan yang mendukungnya.
Kreativitas harus mengubah konsep lama, yang mengatakan bahwa pendidikan itu
suatu sistem, dimana faktor-faktor yang telah terdahulu terkumpul, dipelihara dan
disistimatisasikan.
Seorang guru perlu mengembangkan kreativitas sebagai
upaya pembaharuan proses pembelajaran di madrasah, maka seorang guru
dipersyaratkan mempunyai pandangan atau pendapat yang positif terhadap
bagaimana menciptakan situasi dan kondisi belajar yang diharapkan. Karena
secara operasionalnya gurulah yang terlibat langsung dalam proses pembelajaran
di madrasah. Tugas guru memang sangatlah kompleks, sehingga mereka dituntut
untuk menguasai sejumlah ilmu pengetahuan serta keterampilan yang diperlukan. “Guru
harus memiliki kemampuan profesional dalam tugasnya dengan menerapkan konsep
teknologi pembelajaran dalam memecahkan masalah-masalah pendidikan/pembelajaran”.[3]
Mengajar adalah suatu perbuatan yang kompleks, disebut
kompleks karena dituntut dari guru kemampuan personil, profesional, dan sosial
kultural secara terpadu dalam proses belajar mengajar. Dikatakan kompleks
karena dituntut dari guru tersebut integrasi penguasaan materi dan metode,
teori dan praktek dalam interaksi siswa. Dikatakan kompleks karena sekaligus
mengandung unsur seni, ilmu, teknologi, pilihan nilai dan keterampilan dalam
proses belajar mengajar.
Dari situlah sehingga dapat diartikan bahwa guru yang
kreatif adalah guru yang mampu mengaktualisasikan dan mengekspresikan secara
optimal segala kemampuan yang ia miliki dalam rangka membina dan mendidik anak
didik dengan baik. Seorang guru yang kreatif akan memiliki sikap kepekaan,
inisiatif, cara baru dalam mengajar, kepemimpinan serta tanggungjawab yang
tinggi dalam pekerjaan dan tugasnya sebagai seorang pendidik.
Dalam proses belajar mengajar sesuai dengan
perkembangannya guru tidak hanya berperan untuk memberikan informasi terhadap
siswa, tetapi lebih jauh guru dapat berperan sebagai perencana, pengatur dan
pendorong siswa agar dapat belajar secara efektif dan berikutnya adalah
mengevaluasi dari keseluruhan proses belajar mengajar. Jadi dalam situasi dan
kondisi bagaimanapun guru dalam mewujudkan proses belajar mengajar tidak
terlepas dari aspek perencanaaan, pelaksaan dan evaluasi karena guru yang baik
harus mampu berperan sebagai planner, organisator, motivator dan evaluator.
Dari uraian diatas jelas bahwa proses belajar mengajar
diperlukan guru-guru yang profesional dan paling tidak memiliki tiga kemampuan
yaitu kemampuan membantu siswa belajar efektif sehingga mempu mencapai hasil
yang optimal, kemampuan menjadi penghubung kebudayaan masyarakat yang aktif dan
kreatif serta fungsional dan pada akhirnya harus memiliki kemampuan menjadi
pendorong pengembangan organisasi sekolah dan profesi. Dengan kemampuan ini
diharapkan guru lebih kreatif dalam proses belajar mengajarnya.
Ada beberapa syarat untuk menjadi guru yang kreatif
sebagaimana yang dikemukakan oleh Munandar yaitu:
Pertama, Profesional, yaitu sudah berpengalaman mengajar, menguasai berbagai
teknik dan model belajar mengajar, bijaksana dan kreatif mencari berbagai cara,
mempunyai kemampuan mengelola kegiatan belajar secara individual dan kelompok,
di samping secara klasikal, mengutamakan standar prestasi yang tinggi dalam
setiap kesempatan, menguasai berbagai teknik dan model penelitian. Kedua,
Memiliki kepribadian, antara lain: bersikap terbuka terhadap hal-hal yang baru,
peka terhadap perkembangan anak, mempunyai pertimbangan luas dan dalam, penuh
perhatian, mempunyai sifat toleransi, mempunyai kreativitas yang tinggi,
bersikap ingin tahu. Ketiga, Menjalin hubungan sosial, antara lain: suka
dan pandai bergaul dengan anak berbakat dengan segala keresahannya dan memahami
anak tersebut, dapat menyesuaikan diri, mudah bergaul dan mampu memahami dengan
cepat tingkah laku orang lain.[4]
Apabila syarat diatas terpenuhi maka sangatlah mungkin ia
akan menjadi guru yang kreatif, sehingga mampu mendorong siswa belajar secara
aktif dalam proses belajar mengajar. Menurut Budi Purwanto, tahapan dalam
kegiatan belajar mengajar pada dasar nya mencakup perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi. Pada kreativitas guru dalam proses belajar mengajar mencakup cara-cara
guru dalam mengadakan evaluasi.
Dalam kegiatan belajar mengajar yang berlangsung telah
terjadi interaksi yang bertujuan. Guru dan anak didiklah yang menggerakannya.
Interaksi yang bertujuan itu disebabkan gurulah yang memaknainya dengan
menciptakan lingkungan yang bernilai edukatif demi kepentingan anak didik dalam
belajar. Guru ingin memberikan layanan yang terbaik bagi anak didik, dengan
menyediakan lingkungan yang menyenangkan dan menggairahkan. Guru berusaha
menjadi pembimbing yang baik dengan peranan yang arif dan bijaksana, sehingga
tercipta hubungan dua arah yang harmonis antara guru dengan anak didik.
Ketika kegiatan belajar itu berproses, guru harus dengan
ikhlas dalam bersikap dan berbuat, serta mau memahami anak didiknya dengan
segala konsekuensinya. Semua kendala yang terjadi dan dapat menjadi penghambat
jalannya proses belajar mengajar, baik yang berpangkal dari perilaku anak didik
maupun yang bersumber dari luar anak didik, harus guru hilangkan, dan bukan
membiarkannya. Karena keberhasilan belajar mengajar lebih banyak ditentukan
oleh guru dalam mengelola kelas.[5]
Dalam mengajar, guru harus pandai menggunakan pendekatan
secara arif dan bijaksana, bukan sembarangan yang bisa merugikan anak didik.
Pandangan guru terhadap anak didik akan menentukan sikap dan perbuatan. Setiap
guru tidak selalu mempunyai pandangan yang sama dalam menilai anak didik. Hal
ini akan mempengaruhi pendekatan yang guru ambil dalam pengajaran.
Guru yang memandang anak didik sebagai pribadi yang
berbeda dengan anak didik lainnya akan berbeda dengan guru yang memandang anak
didik sebagai makhluk yang sama dan tidak ada perbedaan dalam segala hal. Maka
adalah penting meluruskan pandangan yang keliru dalam menilai anak didik.
Sebaiknya guru memandang anak didik sebagai individu dengan segala
perbedaannya, sehingga mudah melakukan pendekatan dalam pengajaran.
[2] Slameto,
Belajar dan Faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 1995), hal. 145.