Kreativitas Guru Dalam Proses Pembelajaran
A. Kreativitas Guru
Dalam Proses Pembelajaran
Dari berbagai faktor yang berpengaruh terhadap
efektivitas pembelajaran, nampaknya faktor guru perlu mendapat perhatian yang
pertama dan utama, disamping kurikulumnya, karena baik buruknya suatu kurikulum
(pembelajaran) pada akhirnya bergantung pada aktivitas dan kreativitas guru dalam
menjabarkan dan merealisasikan kurikulum tersebut.
Pembelajaran yang efektif ditandai oleh sifatnya yang
menekankan pada pemberdayaan sumber belajar dan peserta didik secara aktif.
Pembelajaran bukan sekedar memorasi dan recall, bukan sekedar penekanan pada
penguasaan pengetahuan tentang apa yang diajarkan (logos), tetapi lebih
menekankan pada internalisasi tentang apa yang diajarkan sehingga tertanam dan
fungsi sebagai muatan nurani dan dihayati serta dipraktekkan dalam kehidupan
oleh peserta didik.[1].
Pembelajaran efektif juga akan melatih dan menanamkan
sikap demokratis bagi peserta didik. Lebih dari itu, pembelajaran yang efektif
menekankan pada bagaimana agar peserta didik mampu belajar cara belajar (learning
how to learn). Melalui kreativitas guru, pembelajaran di kelas menjadi
sebuah aktivitas yang menyenangkan. Proses aktivitas belajar mengajar yang
menyenangkan tentunya tidak tercipta begitu saja, akan tetapi pengelolaannya
dirancang oleh guru dengan merancang fasilitas belajar (media), sehingga aktivitas
belajar siswa menjadi dipermudah dan mendorong proses belajar siswa.
Kreativitas bisa dikembangkan dengan penciptaan proses
pembelajaran yang memungkinkan peserta didik dapat mengembangkan
kreativitasnya. Selanjutnya Mulyasa menyatakan bahwa “kreativitas merupakan hal
yang penting dalam pembelajaran, dan guru dituntut untuk mendemonstrasikan dan
menunjukkan proses kreativitas tersebut.”[2]
Sedangkan Muhadjir menyatakan “kemampuan kreatif merupakan kemampuan guru untuk
menampilkan tata hubungan unik atau hubungan baru non konvensional yang
bermakna antara sejumlah sesuatu.”[3]
Salah satu bentuk yang perlu ditunjukkan kreativitas guru dalam proses
pembelajaran yaitu memanfatkan berbagai sumber belajar dan media pembelajaran
agar mempertinggi hasil belajar yang dicapai. Kreativitas merupakan sesuatu
yang bersifat universal dan merupakan ciri aspek dunia kehidupan sekitar kita.
Kreativitas ditandai oleh adanya kegiatan menciptakan sesuatu yang sebelumnya
tidak ada dan tidak dilakukan oleh seseorang atau adanya kecenderungan untuk
menciptakan sesuatu.
Menurut Mulyasa, “secara umum guru diharapkan menciptakan
kondisi yang baik, yang memungkinkan setiap peserta didik dapat mengembangkan
kreativitasnya, antara lain dengan teknik kerja kelompok kecil, penugasan dan
mensponsori pelaksanaan proyek”[4].
Selain itu menilai, menghargai peserta didik berpikir kreatif, memberanikan
peserta didik untuk memanipulasi benda-benda (obyek) dan ide-ide, menciptakan
kondisi yang diperlukan untuk berpikir kreatif, menyediakan sumber untuk
menyusun gagasan dan ide-ide, mengembangkan keterampilan untuk memberikan
kritik yang membangun dan lain sebagainya. Sejalan dengan itu, Nana Syaodih
menyatakan berpikir kreatif adalah “kebiasaan berpikir yang bersifat menggali,
menghidupkan imaginasi, intuisi, menumbuhkan potensi-potensi baru, membuka
pandangan yang menimbulkan kekaguman, merangsang pikiran-pikiran yang tidak
terduga.”[5]
Jabatan guru yang merupakan tugaas pelaksanan
profesional, dan termasuk jabatan yang dilekatkan pada pelaksana tugasnya/orangnya.
Itulah sebabnya, di dalam masyarakat seorang guru di manapun mereka berada
selalu diberi panggilan “Pak Guru”, atau di Malaysia disebut “Tuan Guru”. Hal
ini menunjukkan, guru menempati peranan suci dalam mengelola kegiatan
pembelajaran. peranan suci itu dapat diemban apabila ia memiliki tingkat
kemampuan profesional serta ditunjang oleh kreativitas, inovatif, dan dedikasi
yang tinggi. Guru yang kreatif biasanya lebih bersikap tanggap terhadap gagasan
pembaharuan pendidikan dan pengajaran di sekolah. Ia menempati sebagai agen
perubahan yang tangguh dan melibatkan dalam setiap usaha pemerintah untuk
meningkatkan mutu pendidikan dan pengajaran. Guru kreatif dan inovatif, pasti
selalu responsif terhadap gagasan pembaharuan pendidikan dan pengajaran di
sekolah, serta memberi dampak positif terhadap pelaksanaan pendidikan ke arah
peningkatan dan perbaikan. Ia memiliki rasa tanggung jawab penuh dalam mencari
terobosan-terobosan pemecahan segala kegagalan, memprediksi cara-cara
penyembuhannya dan sekaligus mencipta-kan hal-hal baru yang belum terjamah oleh
guru lain dan sekolah semisal. Keluasan wawasan bagi guru kreativitas dan
inovatif tidak hanya pada saat mentransfer pembelajaran di lingkunagan intern
sekolah saja, akan tetapi lebih bersifat global.
Jabatan guru di bidang kemanusiaan tidak terlepas dari
harapan masyarakat untuk bisa mendidik putra-putrinya menjadi yang terbaik,
serta mampu mentransfer ilmu pengetahuannya untuk kemakmuran orang banyak.
Bahkan guru pada hakikatnya merupakan komponen strategis dalam menentukan gerak
maju kehidupan bangsa. “Keberadaan guru merupakan faktor condisio sine quanon
yang tidak mungkin diganti oleh komponen manapun dalam keidupan bangsa sejak
dulu, terlebih lagi pada era kontemporer ini”[6]. Semakin
akurat para guru melaksanakan kreativitasnya, semakin terjamin, tercipta, dan
terbinanya kesiapan dan keandalan seseorang sebagai manusia pembangunan. Dengan
kata lain, potret dan wajah diri bangsa di masa depan tercermin dari potret
diri para guru masa kini, dan gerak maju dinamika kehidupan bangsa berbanding
lurus dengan citra para guru di tengah-tengah masyarakat.
Melalui proses kreativitas tahap demi tahap, maka pada
dasarnya seorang guru dituntut untuk mempersiapkan berbagai bentuk program
pembelajaran, di antaranya; membuat perangkat pembelajaran, menentukan metode
pembelajaran berdasarkan materi yang disajikan, dan yang tak kalah penting
adalah pengelolaan media pembelajaran untuk mempermudah pemahaman peserta didik
terhadap materi pelajaran serta pencapaian tujuan yang telah dirumuskan.
Kreativitas guru itu dapat dibagi menjadi dua jenis,
yaitu[7]:
1. Aptitude
Kreativitas jenis aptitude memiliki kedekatan dengan kognisi
dan proses berpikir. Berpikir kreatif adalah suatu proses kreativitas. Oleh
karena itu, dalam berpikir berarti memberdayakan kognisi untuk menemukan
sesuatu yang baru atau yang asing baginya untuk diketahui. Berpikir kreativitas
adalah berpikir analogis-metaforis, yang menurut Jalaluddin Rahmat mengutip
perkataan MacKinnon, harus memenuhi tiga syarat penting yaitu; melibatkan
respon atau gagasan yang baru, dapat memecahkan persoalan secara realistis, dan
memiliki pertahanan insting yang orisinil”[8], dengan
lima tahapan yaitu; orientasi, preparasi, inkubasi, iluminasi, dan verifikasi.
Schawatz dalam bukunya Reni Akbar Hawadi menambahkan, “bahwa berpikir
kreativitas adalah menemukan cara baru yang lebih baik untuk mengerjakan segala
seuatu”[9].
Dengan demikian, sebagai pemikiran yang kreatif maka
kreativitas jenis aptitude ini tidak lain adalah gagasan-gagasan atau ide-ide
untuk menemukan hal baru atau cara baru dalam memecahkan suatu permasalahan
yang muncul sebagai hasil dari berikir kreatif. Atau dengan kata lain, berusaha
menghasilkan sesuatu yang baru melalui penggabungan baru dari unsur-unsur yang
telah ada dalam pikiran seseorang melalui sebuah proses, yaitu proses berpikir.
2. Non aptitude
Kreativitas jenis non aptitude lebih banyak berhubungan
dengan sikap dan perasaan, di samping kemampuan kognitif. Oleh karena itu,
kreativitas jenis ini dikenal dengan kreativitas yang bersifat afektif atau
tindakan. Munandar menegaskan, “produktivitas kreativitas adalah kreatif
bertindak yang memiliki variabel majemuk, di samping memiliki ciri-ciri seperti
kepercayaan diri, keuletan, apresiasi, estetika, kemandirian, serta mampu
menciptakan sesuatu yang bernilai”[10].
Namun satu hal yang harus diketahui bahwa, orang yang
memiliki pemikiran kreatif belum tentu dapat bertindak kreatif. Gagasan-gagasan
buah dari pemikiran kreatif hanya akan tetap sebagai gagasan, jika tidak
menghasilkan pekerjaan yang bernilai atau bila seseorang hanya memiliki
pemikiran kreatif tanpa dibarengi oleh kemampuan bertindak kreatif. Bertindak kreatif
sangat diwarnai oleh perasaan dan motivasi. Sejuh mana seseorang mampu
menghasilkan prestasi kreatif ikut pula ditentukan oleh non aptitude
(kepercayaan diri, keuletan, apresiasi, estetik, kemandirian). Oleh karena itu,
jenis kreativitas ini sangat sulit dimiliki, namun bukan berarti bertindak
kreatif tidak dapat dimiliki oleh setiap orang.
Apa
yang diungkapkan di atas dapat dilihat dalam proses pembelajaran di kelas yang
pada umumnya lebih menekankan pada aspek kognitif, sehingga kemampuan yang
dipelajari sebagian besar berpusat pada pemahaman bahan pengetahuan dan
ingatan. Dalam situasi yang demikian, biasanya peserta didik dituntut untuk
menerima apa-apa yang dianggap penting oleh guru dan menghafalkannya. Guru pada
umumnya kurang menyenangi suasana pembelajaran yang peserta didiknya banyak
bertanya mengenai hal-hal di luar konteks yang dibicarakannya. Dengan kondisi
yang demikian, maka aktivitas dan kreativitas para peserta didik terhambat atau
tidak berkembang secara optimal.
[1] Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik, dan
Implementasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), hal. 149.
[2]
Mulyasa, Menjadi Guru Profesional: Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), hal. 51.
[3]
Noeng Muhadjir, Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial: Teori pendidikan
Pelaku Sosial Kreatif, (Yogyakarta:Rake Sarasin, 2003), hal. 157.
[5] Nana
Syaodih S., Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi, (Bandung: Yayasan Kusuma Karya, 2004), hal. 181.
[9] Reni
Akbar & Hawadi, Psikologi Perkembangan Anak Mengenal
Sifat, Bakat dan Kemampuan Anak, (Jakarta: PT Grasindo, 2001), hal. 21.
[10]
Utami Munandar, Kreativitas dan Keberbakatan;
Strategi Mewujudkan Potensi
Kreatif dan Bakat, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002), hal. 56.