BAB
III
PENDIDIKAN
ANAK BERBAKAT
A. Kurikulum
Untuk Anak Berbakat
Perkataan kurikulum telah
lama dikenal dalam dunia pendidikan sebagai suatu istilah yang tidak asing
lagi. Secara etimologis, kurikulum berasal dari bahasa Yunani, yaitu “curir yang
artinya pelari dan curure yang berarti tempat berpacu. Jadi istilah
kurikulum berasal dari dunia olahraga pada zaman Romawi kuno di Yunani, yang mengandung pengertian suatu
jarak yang harus ditempuh oleh pelari dari garis start sampai garis finish”.[1]
Pengertian-pengertian
kurikulum juga telah banyak dirumuskan oleh para ahli pendidikan. Diantaranya
pengertian yang dikemukakan oleh M. Arifin yang memandang kurikulum sebagai
seluruh bahan pelajaran yang harus disajikan dalam proses kependidikan dalam suatu
sistem institusional pendidikan.[2]
Nampak pengertian ini masih terlalu sederhana dan lebih menitikberatkan pada
materi pelajaran semata. Sementara itu, kurikulum sebagai suatu program yang
direncanakan dalam bidang pendidikan dan dilaksanakan untuk mencapai sejumlah
tujuan-tujuan pendidikan tertentu.[3]
Pengertian kurikulum ini nampak lebih luas dari yang awal, karena di sini
kurikulum tidak hanya dipandang dalam artian materi pelajaran, namun juga
mencakup seluruh program di dalam kegiatan pendidikan.
Kurikulum merupakan salah satu pijakan
dalam proses pembelajaran, sebab tanpa kurikulum, maka guru tidak mungkin dapat
melaksanakan proses pembelajaran sesuai dengan tujuan yang diinginkan dalam
pembelajaran. Namun demikian, dalam usaha mencapai tujuan pembelajaran
tersebut, maka guru harus menyaji materi pelajaran yang terdapat dalam
kurikulum, sehingga pencapaian kurikulum sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Di samping itu, kurikulum juga
merupakan salah satu komponen yang sangat menentukan dalam suatu sistem
pendidikan, karena itu kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan
pendidikan dan sekaligus sebagai pedoman dalam pelaksanaan pengajaran pada
semua jenis dan tingkat pendidikan.
Tujuan pendidikan di suatu bangsa atau
negara ditentukan oleh falsafah dan pandangan hidup bangsa atau negara
tersebut. Berbedanya falsafah dengan pandangan hidup suatu bangsa atau negara
menyebabkan berbeda pula tujuan yang hendak dicapai dalam pendidikan dan
sekaligus akan berpengaruh pula terhadap negara tersebut. Begitu pula perubahan
politik pemerintahan suatu negara mempengaruhi pula bidang pendidikan, yang
sering membawa akibat terjadinya perubahan kurikulum yang berlaku. Oleh karena
itu, kurikulum senantiasa bersifat dinamis guna lebih menyesuaikan diri dengan
berbagai perkembangan yang terjadi.
Pada dasarnya kurikulum mempunyai aspek
utama yang menjadi cirinya sebagaimana diungkapkan oleh Hasan Langgulung bahwa:[4]
1.
Tujuan-tujuan
pendidikan yang ingin dicapai oleh kurikulum.
2.
Pengetahuan (knowledge) ilmu-ilmu data, aktivitas-aktivitasnya
dan pengalaman-pengalaman dari mana terbentuk kurikulum
3.
Metode dan
cara-cara mengajar dan bimbingan yang diikuti oleh murid-murid untuk mendorong
mereka ke arah yang dikehendaki dan tujuan-tujuan yang dirancang.
4.
Metode dan cara
penilaian yang digunakan dalam mengukur dan menilai hasil proses pendidikan
yang dirancangkan dalam kurikulum.
Berdasarkan keterangan di atas dapat
dipahami, bahwa untuk mencapai kurikulum dalam sebuah pengajaran ada beberapa
hal yang perlu diperhatikan seperti tujuan pendidikan, materi pelajaran yang
diberikan, metode mengajar, dan cara penilaian. Berangkat dari keempat aspek
tersebut, maka jika dikaitkan dengan pencapaian kurikulum dapat dikembangkan
oleh semua jenjang pendidikan akan menyatu dan terpadu dengan ajaran Islam itu sendiri. Tujuan pendidikan yang ingin dicapai oleh
kurikulum dalam pendidikan adalah sejalan dengan tujuan falsafah pendidikan dan juga sama dengan tujuan pendidikan, yaitu
membentuk keperibadian manusia dalam kaitannya dengan tujuan penciptaan manusia,
yaitu mengabdikan diri kepada Allah Swt.
Namun demikian, kurikulum pemakaian
kurikulum dibatasi oleh tempat dan waktu, selain itu hanya memberikan
seperangkat paket untuk kehidupan manusia di dunia saja. Kurikulum yang seperti
tidak sesuai dengan hakikat manusia sebagai makhluk yang bertuhan, di mana ia
harus mempertanggungjawabkan segala perbuatannya di hadapan Tuhan di akhirat
kelak.
Kurukulum secara umum
mencakup semua pengalaman yang diperoleh siswa di sekolah, di rumah, dan di
dalam masyarakat yang membantu mewujudkan potensi-potensi-potensi anak. Jika
kurikulum umum bertujuan untuk dapat memenuhi kebutuhan pendidikan anak-anak
pada umumnya, maka kurikulum berdiferensiasi merupakan jawaban terhadap
perbedaan dalam minat dan kemampuan anak didik.
Untuk melayani kebutuhan
pendidikan anak berbakat perlu diusahakan pendidikan yang berdeferensiasi,
yaitu yang memberi pengalaman pendidikan yang disesuaikan dengan minat dan
bakat siswa. Suatu hal yang tidak boleh dilupakan adalah keberbakatan pada siswa
tidak akan muncul, apabila kegiatan belajar mengajar terlalu mudah dan tidak
mengandung tantangan bagi anak berbakat, sehingga kemampuan mereka yang unggul
tidak bisa tampil.[5]
Dalam menerapkan kurikulum
pendidikan anak berbakat ada beberapa unsur pokok yang perlu diperhatikan.
Unsur-unsur tersebut adalah[6]:
1.
Menyampaikan
materi yangb berhubungan dengan isu, tema atau masalah yang luas
2.
Memberikan
pemahaman yang lebih majemuk dari generalisai, asa, teori, dan struktur dari
bidang materi.
3.
Menciptakan
informasi dan produk baru
4.
Menciptakan
kedisiplinan dalam proses belajar mengajar
5.
Memberikan
pengalaman yang konfrehensif, berkaitan, dan saling memperkuat dalam suatu
bidang studi
6.
Memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mendalami tofik yang dipilih sendiri dalam suatu bidang studi
7.
Mengembangkan
ketrampilan belajar yang mandiri kepada siswa
8.
Mengembangkan
keterampilan berfikir siswa yang lebih tinggi, yang produktif, komplek, dan
abstrak
9.
Mengembangkan
keterampilan dan metode penelitian
10.
Memadukan
keterampilan dasar dan keterampilan berpikir yang lebih tinggi dalam kurikulum
11.
Mendorong
siswa untuk menghasilkan gagasan baru
12.
Mendorong
siswa untuk mengembangkan produk dan penggunaan teknik, bahan, dan bentuk baru
13.
Mendorong
siswa untuk mengembangkan kemampuan diri
14.
Menilai
Prestasi siswa dengan menggunakan kriteria yang sesuai dan sfesifik melalui penilaian diri maupun melaui
penilaian diri maupun melaui alat baku.
Dasar pertimbangan dari
azas-azas
kurikulum berdiferensiasi ialah bahwa perubahan kurikulum diperlukan karena
perbedaan karakteristik dan kebutuhan belajar, emosional, dan sosial dari siswa
berbakat. Dalam mengembangkan kurikulum anak berbakat memerlukan modifikasi
dalam empat bidang, yaitu materi yang diberikan, proses atau metode
pembelajaran, produk yang diharapkan dari siswa, dan lingkungan belajar siswa.
Untuk lebih jelasnya penulis akan memjelaskan berikut ini:
a.
Modifikasi
materi kurikulum
Siswa berbakat di dalam
kelas mungkin sudah menguasai materi pokok bahasan sebelum diberikan oleh guru
kepadanya. Mereka memilki kemampuan untuk belajar keterampilan dan konsep yang
lebih maju. Untuk menunjang siswa diperlukan modifikasi kurikulum. Guru dapat
merencanakan untuk menyiapkan materi yang lebih kompleks, menyiapkan materi
yang lebih canggih, atau mencari penempatan alternatif bagi siswa.
Sebagai contoh, seorang
guru kelas tiga SD memodifikasi kesatuan pelajaran tentang struktur bumi
sehingga materinya berdiferensiasi bagi siswa. Guru menggunakan teknik belajar
seperti pembelajaran seluruh kelas, kegiatan kelompok kecil, demontrasi dan
pengayaan. Dari pertanyaan yang diajukan siswa ternyata bahwa beberapa siswa
telah mengetahui nama lapisan bumi dan bahan yang membentuk lapisan tersebut.
Guru memutuskan bahwa untuk siswa-siswa itu diperlukan modifikasi materi, dan
ia membentuk kelompok kecil untuk mempelajari gempa bumi. Kelompok ini bertemu
dengan guru, sementara siswa lain melakukan kegiatan kelompok kecil, seperti
misalnya pada metode cara belajar siswa aktif. Kelompok yang mempeljari gempa
bumi belajar mengenai mengapa terjadi gempa bumi dan mereka ditugaskan untuk
menemukan bagaimana intensitas dari gempa bumi. Dalam mengerjakan proyek ini
mereka dapat memanfaatkan penggunaan buku, film, dan peta. Setelah menentukan
jawaban terhadap pertanyaan itu, mereka diminta untuk merancang suatu kegiatan
yang dilakukan bersama siswa lain untuk menyampaikan informasi yang baru
dipelajari. Hasil dari modifikasi kurikuler ini akan memberi pengalaman yang
berbeda bagi siswa.
Contoh ini menunjukkan
bagaimana guru dapat membuat modifikasi materi. Hal ini dapat berupa mengajukan
pertanyaan yang menuntut siswa berpikir dalam istilah abstrak, memberikan
pelajaran paralel, atau membahas lebih dari satu tofik studi pada saat yang
sama, semua bergantung dari situasi dan kondisi kelas atau sekolah tersebut.
Situasi yang berbeda menuntut pendekatan yang berbeda. Kunci keberhasilan dalam
modifikasi materi kurikulum adalah fleksibelitas, memahami kapan itu
diperlukan, dan memilki sarana prasarana atau sumber-sumber yang dapat dimanfaatkan
oleh siswa.
b.
Modifikasi
Proses/metode Pembelajaran
Proses atau metode
penyampaian materi adalah cara kedua untuk mendiferensiasi kurikulum bagi siswa
yang memiliki kemampuan atau kecerdasan luar biasa. Siswa ini sering
menunjukkan kemelitan yang tidak dapat dibendung, hasrat untuk mendalami subjek
yang diminati, keinginan untuk belajar mandiri, kapasitas dan komitmen untuk
melakukan penelitian, dan kemampuan untuk baerpikir dengan cara-cara yang
berbeda dari siswa lainnya. Kemampuan-kemampuan ini jika digandeng dengan
tujuan pendidikan bertujuan menyiapkan siswa menjadi mandiri dan belajar seumur
hidup, menuntut guru untuk memodifikasi cara penyampaian materi dan cara siswa
belajar.
Program yang memungkinkan
guru untuk membuat modifikasi proses tanpa menggangu kelancaran pembelajaran di
dalam kelas, adalah antara lain program yang nenggunakan teknik pertanyaan
tingkat tinggi, simulasi, membuat kontrak belajar, menggunakan mentor,
buku-buku yang sesuai dengan anak bebakat, dan pemecahan masalah masa depan.
Namun, seperi halnya dengan modifikasi materi, struktur program semata-mata
tidak cukup untuk menjamin kurikulum yang tepat untuk siswa berbakat.
Penyampaian dan cara penyampaian materi dan peran baik dari guru maupun siswa
juga perlu disesuaikan.
Banyak modifikasi proses
yang dapat dilakukan guru untuk meyakinkan
bahwa kebutuhan dari semua siswa di dalam kelas dipenuhi. Di anataranya yang
paling perlu untuk siswa berbakat adalah: teknik bertanya yang baik yang
menuntut penggunaan tingkat pemikiran yang tinggi untuk menjawabnya; memberi
kesempatan kepada siswa untuk terlibat dalam belajar dengan memilih matri
sendiri, kesempatan yang fleksibel, kemjuan yang dipantau sendiri, dan memilih
sumber-sumber, menggunakan baik kegiatan konvergen (penalaran
logis) maupun divergen (kreatif)
untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam pemecahan masalah; dan kegiatan proses
kelompok untuk membantu siswa belajar bekerja sama secara kooperatif.
c.
Modifikasi
produk belajar
Produk belajar siswa
merupakan bidang lain yang dideferensiasi untuk siswa berbakat di dalam kelas.
Siswa berbakat dapat menggunakan kemampuan mereka untuk mendalami topik dan
menunjukkan kreativitas dan komitmen dalam merancang produk-produk divergen berdasarkan
pengalaman belajarnya. Keterampilan menampilkan produk divergen perlu
dikembangkan pada semua siswa. Namun, siswa dengan kemampuan dan kecerdasan
luar biasa lebih mampu mengembangkan produk pada skala yang lebih luas, lebih
kompleks, dan yang berkaitan erat dengan produk-produk yang dihasilkan dalam
kehidupan nyata.
Siswa sering memerlukan
dorongan untuk menciptakan produk yang divergen. Mereka merasa lebih
nyaman untuk meneruskan apa yang telah diketahui dan sering menolak mendalami
yang tidak diketahui. Namun, pengalaman menunjukkan bahwa jika siswa didorong
dan diberikan material yang diperlukan serta dukungan psikologis, mereka cepat
menyenangi metode presentasi produk dan pengalaman belajar yang baru. Ada siswa
yang sangat kompetitif dalam mengembangkan produk mereka, sehingga
kadang-kadang memerlukan pengendalian oleh guru, tetapi secara keseluruhan,
semangat produk yang dihasilkan merupakan tantangan yang bermakna bagi siswa
maupun guru.
d.
Memilih
modifikasi yang sesuai
Melakukan modifikasi dalam
materi, proses, dan produk di dalam kelas menuntut persiapan sebelumnya agar
berhasil. Guru yang bijak akan mulai dengan skala yang konservatif dan menanjak
ke perubahan-perubahan setelah siswa dan guru menjadi biasa dengan prosedur
baru. Mula-mula akan terasa sulit bagi siswa untuk mengajukan pertanyaan
tingkat tinggi, untuk membuat pilihan, dan untuk bertanggung jawab atas
pembelajarannya. Begitu pula bagi guru pada awalnya tidak mudah untuk
menggunakan cara-cara baru di dalam proses belajar mengajar, untuk menyediakan
pilihan program ganda yang memungkinkan siswa memilih atau yang dapat
disesuaikan dengan minat dan kemampuan siswa yang berbeda-beda. Dalam hal ini
seorang guru dituntut untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengembangkan bakat dan minatnya sesuai dengan kemampuannya masing-masing.
e.
Modifikasi
lingkungan belajar
Jika di dalam kelas telah
dibiasakan mengembangkan program belajar anak berbakat, maka perlu diciptakan
lingkungan kelas yang memungkinkan semua siswa merasa bebas untuk belajar
dengan caranya sendiri. Karena lingkungan belajar sangat menentukan
keberhasilan belajar siswa berbakat. Siswa akan lebih banyak mengajukan
pertanyaan di dalam lingkungan belajar yang aman atau tanpa adanya keributan di
dalam kelas tempat ia belajar. Siswa juga cendrung senang belajar dalam
lingkungan yang menghargai belajar, yaitu lingkungan yang menggunakan sumber,
bahan, serta waktu yang tepat sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
Hal demikian akan memudahkan bagi siswa untuk mengembangkan bakat dan minatnya.[7]
Berdasarkan penjelasan di
atas, penulis dapat memahami bahwa kurikulum di sekolah sangat menentukan untuk
mengembangkan keberbakatan anak. Dalam mengembangkan anak berbakat ini harus
diterapkan kurikulum yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Sehingga
anak akan lebih mudah dalam memahami suatu pelajaran.
[1]Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan
Suatu Analisa Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Pustaka al-Husna, 2000), hal.
176.
[5] Utami Munandar, Pengembangan Kreativitas
anak Berbakat, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), hal. 138.
0 Comments
Post a Comment