Langkah Reformasi Pendidikan Islam
A. Langkah
Reformasi Pendidikan Islam
Mencermati kondisi sekarang ini apa yang perlu dilakukan,
nampaknya hal yang urgen adalah kita harus menyusun langkah-langkah untuk
reformasi pendidikan dan harus melepaskan diri dari paradigma orde baru, karena
pola pikir kita, pandangan, bertindah dan berbuat sekarang ini masih
menggunakan para digma produk pendidikan selama era orde baru. Maka untuk
menghapuskan ciri dan ekses negatif proses dan hasil pendidikan selama orde
baru, pemerintah sekarang perlu dengan sadar mengambil berbagai kebijakan
reformasi secara substansial, dan kebijakan tersebut perlu memperhatikan
berbagai persoalan yang sedang dan akan dihadapi oleh bangsa ini[1].
Untuk menjawab persoalan tersebut, saat ini pemerintah
telah memiliki tujuh poin arah kebijakan program pendidikan nasional yang
digariskan dalam GBHN 1999-2004, sebagai beriktut:
Pertama, Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan
yang bermutu tinggi, kedua, meningkat kemampuan akademik dan
profesional, ketiga, melakukan pembaharuan sistem pendidikan termasuk
kurikulum, keempat, memberdayakan lembaga pendidikan baik sekolah maupun luar
sekolah, kelima, melakukan pembaharuan dan pemantapan sistem pendidikan
nasional berdasarkan prinsip desentralisasi, otonomi keilmuan, dan manajemen,
keenam, meningkatan kualitas lembaga pendidikan yang diselenggarakan baik
masyarakat maupun pemerintah, dan ketujuh, mengembangkan kualitas sumber daya
manusia sedini mungkin secara terarah.[2]
Tujuh poin strategi
arah kebijakan program pendidikan nasional yang dicanakan, bisa diharapkan dan meyakinkan
bahwa pendidikan nasional kita secara makro cukup menjanjikan bagi penyediaan
sumber daya manusia yang benar -benar memiliki keunggulan konpetitif di masa
akan datang. Maka dengan tujuh poin sasaran kebijakan program pendidikan
nasional tersebut, perlu dijabarkan secara operasional dengan menata kembali
kondisi pendidikan nasional kita yaitu perlu ditempuh berbagai langkah baik
pada bidang manajemen, perencanaan, sampai pada praksis pendidikan di tingkat
mikro. Beberapa usulan langkah-langkah reformasi pendidikan nasional untuk
menyongsong milenium ketiga adalah sebagai berikut :
Pertama, merumuskan visi dan misi pendidikan nasional kita
yaitu: "(1) Pendidikan hendaknya memiliki visi yang berorientasi pada
demokrasi bangsa sehingga memungkinkan terjadinya proses pemberdayaan seluruh
komponen masyarakat secara demokratis. (2) Pendidikan hendaknya memiliki misi
agar tercapai partisipasi masyarakat secara menyeluruh sehingga secara
mayoritas seluruh komponen bangsa yang ada dalam masyarakat menjadi terdidik.[3]
Kedua, isi dan substansi pendidikan nasional yaitu: (1) Substansi pendidikan
dasar hendaknya mengacu pada pengembangan potensi dan kreativitas siswa dalam
totalitasnya. Oleh karena itu, tolok ukur keberhasilan pendidikan dasar tidak
semata -mata hanya mengacu pada NEM. Persoalan-persoalan yang terkait dengan
paradigma baru menegnai keberhasilan seseorang perlu mendapatkan perhatian
secara emplementatif. (2) Substansi pendidikan di jenjang pendidikan menengah
dan pendidikan tinggi hendaknya membuka kemungkinan untuk terjadinya
pengembangan individu secara vertikal dan horizontal. Pengembangan vertikal
mengacu pada struktur keilmuan, sedangkan pengembangan horizontal mengacu pada
keterkaitan dan relevansi antar bidang keilmuan. (3) Pendidikan tinggi
hendaknya jangan semata-mata hanya berorientasi pada penyiapan tenaga kerja.
Tetapi lebih jauh dari itu harus memperkuat kemampuan dasar mahasiswa yang
memungkinkan untuk berkembang lebih jauh, baik sebagai individu, anggota
masyarakat, maupun sebagai warga negara dalam konteks kehidupan yang global.
(4) Pendidikan nasional perlu mengembangkan sistem pembelajaran yang egaliter
dan demokratis agar tidak terjadi pengelompokan dalam kelas belajar atas dasar
kemampuan akademik. (5) Pengembangan sekolah perlu menggunakan pendekatan
community based education. Dalam model in, sekolah dikembangkan dengan memperhatikan
budaya dan potensi yan g ada di dalam masyarakat itu sendiri. (6) Untuk menjaga
relevansi outcame pendidikan, perlu diimplemantasikan filsafat
rekonstruksionisme dalam tingkat kebijakan dan praksis pendidikan. Dengan
berorientasi pada filsafat ini, pendidikan akan mampu merekonstruksi berbagai
bentuk penyakit sosial, mental dan moral yang ada dalam masyarakat, sehingga
pada akhirnya akan dapat ditanamkan sikap-sikap toleransi etnis, rasial, agama,
dan budaya dalam konteks kehidupan yang kosmopolis dan plural[4].
Ketiga, manajemen dan anggaran yaitu: (1) Perguruan tinggi perlu
dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip otonomi dan accountability quality
assurance. Dengan prinsip ini pada akhirnya perguruan tinggai harus
mempertanggungjawabkan kinerja kepada masyarakat, orang tua, mahasiswa, maupun
pemerintah. (2) Manajemen pendidikan sekolah dasar hendaknya berada dalam satu
sistem agar terjadi efisienei administrasi dan efisiensi pembinaan akademik
para guru. (3) Pendidikan tinggi hendaknya diselenggarakan dengan menggunakan
prinsip-prinsip menajemen yang fleksibel dan dinamis agar memungkinkan setiap
perguruan tinggi untuk berkembang sesuai dengan potensinya masing-masing dan tuntutan
eksternal yang dihadapinya. (4) Pengembangan akademik di perguruan tinggi perlu
fleksibilitas yang tinggi agar tercipta kondisi persaingan akademik yang sehat.
(5) Guru dan dosen harus diberdayakan secara sistematik dengan melihat aspek
-aspek, antara lain: kesejahteraan, rekruitmen dan penempatan, pembinaan dan
pengembangan karier, dan perlindungan profesi. (6) School based management
perlu dikembangkan dalam kerangka desentralisasi atau devolusi pendidikan, agar
lembaga -lembaga pendidikan dapat mempertahankan akuntabilitasnya terhadap
stake holder pendidikan nasional. (7) Pendidikan hendaknya mendapatkan proporsi
alokasi dana yang cukup memadai agar dapat mengembangkan program-program yang
berorientasi pada peningkatan mutu, relevansi, efisiensi dan pemerataan. Untuk
itu, perlu ada peningkatan anggaran secara signifikan sehingga mencapai 25%
dari APBN yang sedang berjalan. Karena anggaran pendidikan di Indonesia sangat
rendah sehingga tidak mampu untuk mendukung berbagai inovasi di bidang pendidikan.[5]
Usulan-usulan reformasi pendidikan nasional tersebut,
apabila dapat dilaksanakan secara terencana, sistimatis, mendasar dan perlu ada
realisasi yang nyata, maka bangsa Indonesia siap untuk memasuki melienium
ketiga. Sebab fondasi dan pilar -pilar pendidikan yang dibangun akan mampu
berdiri kokoh menghadapi badai dan gelombang sebesar apa pun yang akan terjadi.
Maka, untuk mengantisipasi perubahan dan langkah -langkah yang diusulkan pada pendidikan
nasional tersebut, menurut hemat pemakalah, pendidikan Islam perlu dipersiapkan
dengan melakukan terobosan pemikiran kembali suatu konsep pendidikan Islam yang
baru yang dapat menjawab tantangan dan perubahan milineum ketiga. Sebab
pendidikan Islam perlu dikembalikan kepada fungsinya yaitu memberdayakan
masyarakat. Pendidikan Islam perlu melakukan pembaruan dengan mewujudkan visi
dan misi baru. Karena apabila kita ingin melakukan perubahan pendidikan Islam
menuju masyarakat global pada milineum ketiga harus mempunyai visi yang jelas,
"yaitu visi yang sesuai dengan konstitusi ialah mewujudkan hak-hak asasi
manusia dan mengembangkan tanggung jawab anggota masyarakat yang dicita-citakan[6]. Oleh
karena itu, "sistem pendidiakn Islam harus lah senantiasa mengorientasikan
diri kepada menjawab kebutuhan dan tantangan yang muncul dalam masyarakat kita
sebagai konsekuensi logis dari suatu perubahan yang terjadi[7].
Maka, pendidikan Islam di Indonesia yang posisinya sebagai sub -sistem
pendidikan nasional, juga ikut mengalami perubahan politik bangsa pada er a
reformasi ini dituntut untuk merumuskan kembali visi pendidikan Islam yang baru
untuk mewujudkan perannya yaitu membangun manusia dan masyarakat Indonesia yang
mempunyai identitas berdasarkan budaya Islam Indonesia.
[2]
GBHN, Ketetapan MPR Republik Indonesia Nomor IV/MPR/1999, Tentang GBHN (Garis-garis Besara Haluan Negara), (Surabaya: Arkola, 1999), hal. 39.
[7] Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi
Menuju Melenium Baru, (Jakarta: Logo Macana Ilmu, 1999), hal. 39.