Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Macam-Macam Alat Kontrasepsi


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Sumber hukum pada masa Rasulullah hanyalah Al-Qur’an dan hadits, atau dapat juga dikatakan hanyalah wahyu Allah yang menjadi sumber hokum pada waktu itu. Al-Qur’an merupakan kitab teristimewa karena kekekalan dan kelanggengannya telah dijamin oleh Allah SWT hingga hari kiamat tiba, ketika Tuhan menghancurkan bumi seisinya. Al-Qur’an bukanlah kitab untuk satu generasi atau satu masa, bukan pula untuk generasi-generasi atau masa-masa tertentu kemudian hilang bersama dengan waktu dan digantikan oleh kitab berikutnya, sebagaimana yang berlaku pada kitab-kitab sebelumnya.
Namun demikian ada diantara hadits nabi yang memberi kesan beliau melakukan ijtihad sendiri. Misalnya kasus Umar yang mengatakan kepada Rasulullah bahwa ia mencium istrinya sewaktu berpuasa. Kepada Umar, nabi berkata : “Bagaimana pendapatmu seandainya kamu berkumur-kumur dengan air sewaktu kamu berpuasa?” Nabi berkata lagi, “Maka tetaplah kamu berpuasa”.
Oleh karena Masail Fiqhiyah sangat erat kaitannya dengan teknologi canggih dan perkembangan zaman. Karena itu Masail Fiqhiyah lahir sejalan dengan perkembangan zaman dan teknologi canggih. Di zaman modern banyak sekali hal-hal yang didapati dalam kehidupan, sementara hal tersebut tidak ada dalil yang menetapkannya. Dalam menetapkan hukum tersebut. Misalnya dizaman sekarang kita menjumpai adanya bayi tabung, abortus, zakat pegawai dan lain-lain. Para ulama kontemporer duduk bersama dan bermusyawarah untuk mengambil suatu keputusan dan keputusan itulah yang dijadikan sebagai ketetapan hokum tentang halal haramnya dan wajib tidaknya.
Oleh karena demikian umat islam harus mempelajari sebuah ilmu yang dikenal dengan masail fiqhiyah. Masail fiqhiyah merupakan suatu ilmu yang membahaskan hal-hal baru yang tida tercantum dalam nash. Sejalan dengan perkembangan zaman dan teknologi canggih, maka banyak sekali hal-hal yang muncul dan memerlukan kepada ketetapan hokum yang pasti, sementara tidak didapati didalam nash baik itu dari Al-Qur’an maupun dari Sunnah Nabi. Maka dalam hal ini Masail Fiqhiyah mempunyai peranan dalam menetapkan hukum dengan melakukan ijtihad atau dengan qias.
Peristiwa Umar dan jawaban nabi tersebut menetapkan tidak batalnya seorang berpuasa karena mencium istrinya dengan mengqiaskan kepada tidak batalnya puasa karena berkumur-kumur .







BAB II
PEMBAHASAN

A.    Masalah KB/Alat Kontrasepsi
Islam sangat menganjurkan umatnya untuk memiliki banyak keturunan, yang tentunya keturunan yang banyak tersebut betul-betul diharapkan kebermanfaatannya, bukan justru mengacaukan dan memperburuk wajah Islam dan umat Islam. Seperti banyak umat Islam yang berada pada kebodohan, kemiskinan dan kemelaratan. Diantara penyebabnya adalah jumlah populasi manusia yang semakin banyak tanpa diiringi dengan kualitas. Sehingga negara tidak mampu memberikan fasilitas kehidupan yang layak bagi pendidikan, pekerjaan dan kesehatan masyarakatnya.
Islam pada hakikatnya menghendaki umatnya memiliki keturunan-keturunan yang baik secara fisik maupun psikis. pendidikan, kesehatan dan ekonomi anak-anak terjamin sampai hari tuanya. Hal ini sebagaimana diisyaratkan dalam al-Quran surat An-nisa ayat 9:
وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُواْ مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافاً خَافُواْ عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللّهَ وَلْيَقُولُواْ قَوْلاً سَدِيداً
Artinya: “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap kesejahteraan mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” (QS. Al-Nisa:9)
Menurut Yusuf Qardhawi dalam bukunya halal dan haram bahwa diantara banyak alasan yang mendorong dilakukannya keluarga berencana, yakni:
Pertama Khawatir terhadap kehidupan atau kesehatan si ibu apabila hamil atau melahirkan anak, yakni setelah dilakukan suatu penelitian dan pemeriksaan oleh dokter yang dapat dipercaya. Karena Allah berfirman: “Janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan.” (QS. al-Baqarah:195)
Kedua Khawatir terjadinya bahaya pada urusan dunia yang kadang-kadang bisa mempersulit ibadah, sehingga menyebabkan orang mau menerima barang yang haram dan mengerjakan yang terlarang, justru untuk kepentingan anak-anaknya. Sedangkan Allah telah berfirman: “Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (QS. al-Baqarah:185). “Allah tidak hendak menyulitkan kamu.” (QS.a l-Maidah:6). Termasuk yang mengkhawatirkan anak ialah tentang kesehatan dan pendidikannya. Usamah bin Zaid meriwayatkan, “Ada seorang laki-laki datang kepada Nabi Saw. Kemudian ia berkata, ‘ya Rasulullah! Sesungguhnya saya melakukan azl pada isteriku.’ Kemudian Nabi bertanya, ‘mengapa kamu berbuat begitu?’ Si laki-laki tersebut menjawab, ‘karena saya merasa kasihan terhadap anaknya, atau ia berkata, anak-anaknya.’ Lantas Nabi bersabda, ‘Seandainya hal itu berbahaya, niscaya akan membahayakan bangsa Parsi dan Rum.” (HR. Muslim).
Ketiga Keharusan melakukan azl yang biasa terkenal dalam syara’ ialah karena mengkhawatirkan kondisi perempuan yang sedang menyusui kalau hamil dan melahirkan. Nabi menamakan bersetubuh sewaktu perempuan masih menyusui, dengan ghilah atau ghail, karena penghamilan itu dapat merusak air susu dan melemahkan anak. Dinamakannya ghilah atau ghail, karena suatu bentuk kriminalitas yang sangat rahasia terhadap anak yang sedang disusui. Oleh karena itu sikap seperti ini dapat dipersamakan dengan pembunuhan misterius (rahasia). Nabi Muhammad selalu berusaha demi kesejahteraan umatnya. Untuk itu ia perintahkan kepada umatnya supaya berbuat apa yang kiranya membawa maslahat dan melarang yang kiranya akan membawa bahaya.[1]
B.    Pengertian Keluarga Berencana
Istilah Keluarga Berencana mempunyai arti yang sama dengan istilah yang umum dipakai di dunia internasional yakni family planning atau planned parenthood. Yaitu suatu perencanaan yang kongkrit mengenai kapan anak-anaknya diharapkan lahir agar setiap anaknya lahir disambut dengan rasa gembira dan syukur. Juga merencanakan berapa anak yang dicita-citakan yang sesuai dengan kemampuannya sendiri dan situasi-kondisi masyarakat dan negaranya.
Dalam istilah Arab, KB juga memiliki arti yang sama dengan tanzhim al-nasl, yaitu pengaturan keturunan/kelahiran. Bukan tahdid al-nasl, birth control atau pembatasan kelahiran. Menurut Muhammad Syaltut, jika program KB itu dimaksudkan sebagai usaha pembatasann anak dalam jumlah tertentu, misalnya hanya 3 anak untuk setiap keluarga dalam segala situasi dan kondisi tanpa kecuali, maka hal tersebut bertentangan dengan syariat Islam, hukum alam, dan hikmah Allah menciptakan manusia agar berkembang biak dan dapat memanfaatkan karunia Allah untuk kesejahteraan hidupnya.
Jadi KB atau family planning difokuskan pada perencanaan, pengaturan, dan pertanggungjawaban orang terhadap anggota-anggota keluarganya.
C.    Macam-Macam Alat Kontrasepsi
Ada beberapa alat kontrasepsi dalam pelaksanaan program Keluarga Berencana (KB) yang dikenal di Indonesia pada saat ini, yaitu:
  1. Pil, berupa tablet yang berisi bahan progestin dan progesteron yang bekerja dalam tubuh wanita untuk mencegah terjadinya ovulasi dan melakukan perubahan pada endometrium.
  2. Suntikan, yaitu menginjeksikan cairan ke dalam tubuh wanita yang dikenal dengan cairan devofropera, netden dan noristerat. Kontra indikasi tidak disuntikan kepada wanita yang sedang hamil, pengidap tumor ganas, berpenyakit jantung, paru-paru, liver, hipertensi dan diabetes.
  3. Susuk KB, yaitu berupa lepemorgestrel, yang terdiri dari enam kapsul yang diinsersikan di bawah kulit lengan bagian dalam kira-kira 6 sampai 10 cm dari lipatan siku.
  4. IUD (Intra Uterine Device/AKDR (Alat kontrasepsi dalam rahim), terdiri dari livesslov (spiral), multiload dan cover terbuat dari plastik halus dengan tembaga tipis.
  5. Cara-cara tradisional dan metode sederhana; misalnya minum jamu dan metode klender.
Semua alat tersebut digunakan oleh perempuan (isteri) dan dibolehkan karena sifatnya yang permanen, jika tidak lagi menggunakan alat tersebut, seorang isteri dapat kembali hamil dan melahirkan seperti semula.
Adapun alat kontrasepsi yang sering digunakan kaum pria adalah kondom dan coitus Interruptus (Azl).
Alat kontrasepsi IUD /AKDR pernah difatwakan oleh Majlis Ulama Indonesia tahun 1972 sebagai alat kontrasepsi yang tidak dibenarkan selama masih ada obat-obat dan alat-alat lain. Kemudian Musyawarah Nasional Ulama tahun 1983 memfatwakan sebaliknya bahwa penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim (IUD) dapat dibenarkan jika pemasangan dan pengontrolannya dilakukan oleh tenaga medis atau paramedis wanita, atau jika terpaksa dapat dilakukan oleh tenaga medis pria dengan didampingi oleh suami atau wanita lain.[2]
Perbedaan kedua fatwa ini bisa dimungkinkan karena illat hukum yang menjadi alasan hukum ijtihad itu telah berubah, atau karena zaman, waktu, dan situasi kondisinya telah berubah pula. Hal ini sesuai dengan kaidah hukum Islam:
Pertma “Hukum itu berputar di atas illatnya (alasan yang menyebabkan adanya hukum) adanya atau tidaknya.”
Kedua “Hukum-hukum itu bisa berubah karena perubahan zaman, tempat dan keadaan.”
D.    Hukum Menggunakan Alat Kontrasepsi KB
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa jika KB bertujuan untuk membatasi keturunan tanpa ada alasan yang dibenarkan, maka tidak dibenarkan menurut syariat Islam. Oleh karena itu niat untuk menggunakan alat kontrasepsi KB harus terlebih dahulu diluruskan. KB bukan untuk membatasi kelahiran tetapi dititikberatkan kepada perencanaan, pengaturan dan pertanggungjawaban orang terhadap anggota-anggota keluarganya. Dengan demikian, hukum menggunakan alat kontrasepsi KB dibolehkan. Hal ini didasarkan kepada firman Allah Swt:
وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُواْ مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافاً خَافُواْ عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللّهَ وَلْيَقُولُواْ قَوْلاً سَدِيداً
Artinya: Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap kesejahteraan mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” (QS. Al-Nisa:9)
KB juga dibolehkan dalam rangka menyiapkan generasi-generasi yang kuat iman, fisik dan psikisnya. Hal ini sebagaimana dianjurkan dalam Sunnah Rasulullah Saw:
المؤمن القويّ خير وأحبّ الى الله من المؤمن الضعيف (رواه مسلم(
Artinya: Orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih disukai oleh Allah daripada orang mukmin yang lemah.” (HR. Muslim).
Hukum asal menggunakan alat kontrasepsi KB adalah mubah, karena tidak ada nash sharih yang melarang ataupun memerintahkannya. Hal ini diisyaratkan dalam sebuah kaidah: “Pada dasarnya segala sesuatu/perbuatan itu boleh, kecuali ada dalil yang menunjukkan keharamannya.”
Menurut Masjfuk Zuhdi bahwa hukum menggunakan alat kontrasepsi bisa berubah dari mubah (boleh) menjadi sunnah, wajib, makruh atau haram. Perubahan tersebut sesuai dengan situasi dan kondisi individu muslim yang bersangkutan dan juga memperhatikan perubahan zaman, tempat dan keadaan masyarakat/negara. Hal ini sesuai dengan kaidah hukum Islam: “Hukum-hukum itu bisa berubah sesuai dengan perubahan zaman, tempat dan keadaan.[3]
Hukum mubah jika seseorang menggunakan alat kontrasepsi KB dengan motivasi yang bersifat pribadi, seperti menjarangkan kehamilan/kelahiran, atau untuk menjaga kesehatan/kesegaran dan kelangsingan badan si ibu, tetapi jika ber-KB disamping punya motivasi pribadi juga motivasi yang bersifat kolektif dan nasional seperti kesejahteraan masyarakat/negara, maka hukumnya bisa sunah atau wajib, tergantung pada keadaan masyarakat dan negara, misalnya kepadatan penduduk, sehingga tidak mampu mendukung kebutuhan hidup penduduknya secara normal.
Hukum KB bisa makruh jika pasangan suami isteri tidak menghendaki kehamilan si isteri, padahal suami tersebut tidak ada hambatan/kelainan untuk mempunyai keturunan. Bahkan hukum ber-KB juga bisa haram jika melaksanakan KB dengan cara yang bertentangan dengan norma agama. Misalnya dengan cara vasektomi atau tubektomi (sterilisasi).
Menurut Mahjuddin KB dibolehkan dalam ajaran Islam karena pertimbangan ekonomi, kesehatan dan pendidikan. Bahkan menjadi dosa baginya jikalau ia melahirkan anak yang tidak terurusi dengan baik masa depannya; yang akhirnya menjadi beban yang berat bagi masyarakat, karena orangtuanya tidak menyanggupi biaya hidupnya, kesehatan dan pendidikannya. Hal ini berdasarkan pada ayat 9 surat al-Nisa.
Dasar hadits dibolehkan menggunakan alat kontrasepsi adalah hadits yang bersumber dari Jabir, Yang artinya: “Kami pernah melakukan ‘azal (coitus interuptus) di masa Rasulullah Saw, sedangkan al-Quran saat itu masih selalu turun. (HR. Bukhari-Muslim).
Berikut ini dapat disimpulkan, beberapa pandangan ulama berkaitan dengan Keluarga Berencana, terbagi kepada ulama yang membolehkan dan ulama yang melarang:
Diantara ulama yang membolehkan adalah:
1. Imam Ghazali,
KB dibolehkan dengan motif yang dibenarkan, seperti: untuk menjaga kesehatan si ibu, untuk menghindari kesulitan hidup, karena banyak anak dan untuk menjaga kecantikan si ibu.
2. Syekh al-Hariri (Mufti besar Mesir).
Sama halnya dengan Imam Ghazali, Syekh al-Hariri juga memberikan alasan-alasan dibolehkan KB, yaitu: untuk menjarangkan anak, untuk menghindari suatu penyakit bila ia mengandung, untuk menghindari kemudharatan bila ia mengandung dan melahirkan dapat membawa kematiannya, untuk menjaga kesehatan si ibu, karena setiap hamil selalu menderita suatu penyakit dan untuk menghindari anak dari cacat fisik bila suami atau isteri mengidap penyakit kotor.

3. Syekh Mahmud Syaltut,
Beliau mrmbolehkan KB dengan motif bukan pembatasan kelahiran tetapi untuk mengatur kelahiran.
Sedangkan ulama-ulama yang mengharamkan KB adalah:
1. Abu A’la al-Maududi
Abu A’la al-Maududi adalah salah seorang ulama yang menentang pendapat orang yang membolehkan KB. Karena pada hakikatnya KB adalah untuk menghindari dari ketentuan kehamilan dan kelahiran seorang anak manusia. Larangan ini didasarkan kepada firman Allah Swt:
ولا تقتلوا أولادكم من إملاق نحن نرزقكم وإياهم
Artinya:   ... dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka.... (QS. al-An’am:151).
Ayat ini dikuatkan dengan firman Allah yang lain:
ولا تقتلوا أولادكم خشية إملاق نحن نرزقهم وإياكم إنّ قتلهم كان خطأ كبيرا
Artinya:   Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.” (QS. al-Israa:31)
Yusuf Qardhawi dalam kitabnya “Halal dan Haram dalam Islam”: berpendapat berkaitan dengan masalah penggunaan alat kontrasepsi adalah bahwa menjadi sebuah keringanan (rukhshah) bagi muslim dalam masalah keturunan jika terdapat sebuah penyakit yang membutuhkan obat yang masuk akal atau hal yang darurat yang dibenarkan, menggunakan cara yang digunakan oleh orang-orang pada masa nabi SAW seperti ‘azl (dan telah ditemukan bermacam-macam cara di zaman sekarang yang disebut sebagai kontrasepsi).[4]
Diantara yang termasuk darurat yaitu: Kekhawatiran akan kondisi atau kesehatan ibunya jika hamil atau menyusui yang kesemuanya itu harus karena pengalaman atau karena rekomendasi dokter yang terpercaya. ALLAH SWT berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 195:
.. وَلاَ تُلْقُواْ بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ وَأَحْسِنُوَاْ إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
Artinya:   Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Baqarah: 195)
Juga yang termasuk darurat adalah kekhawatiran akan kondisi dan kesehatan janin atau keguncangan dalam pendidikannya. Telah datang seorang laki-laki kepada nabi SAW dan berkata: Wahai rasuluLLAH aku melakukan ‘azl saat berhubungan sex dengan istriku. Maka Nabi SAW bertanya: Mengapa kamu melakukannya? Maka jawab laki-laki tersebut: Saya khawatir kepada anak yang akan lahir. Maka kata Nabi SAW: Kalau ‘azl itu berbahaya maka pasti telah membahayakan bagi bangsa Persia dan Romawi.
Dalam hadits tersebut seolah-olah nabi SAW mengisyaratkan bahwa perbuatan tersebut merupakan hal yang bersifat personal sehingga tidak membahayakan bagi umat, ditunjukkan dengan perkataan bahwa hal tersebut tidak membahayakan bagi bangsa Persia dan Romawi (yang telah melakukan ‘azl sebelum bangsa Arab) yang kedua bangsa tersebut merupakan negara terkuat di dunia pada masa itu (Adapun jika ‘azl tersebut secara umum membahayakan umat dalam bentuk mengurangi jumlah ummat atau melemahkannya baik kualitas maupun kuantitasnya maka hukumnya haram).
Diantaranya kekhawatiran sedang menyusui sementara harus hamil lagi (sehingga merusak kualitas susu dan melemahkan bayi), sehingga nabi SAW menyebut hubungan sexual saat menyusui sebagai merusak kualitas susu dan melemahkan bayi yang merupakan kiasan halus seolah-olah pembunuhan tersembunyi.
Bersabda nabi SAW: Janganlah kalian bunuh anak-anakmu secara tersembunyi, karena sesungguhnya bersanggama saat menyusui bagaikan penunggang kuda yang saling berlomba. Yang dimaksud saling berlomba adalah karena seorang wanita yang hamil, saat menyusui maka bayi yang dikandungnya dan anak yang sedang disusuinya saling berebut untuk mendapatkan air susu ibunya, seperti seorang penunggang kuda yang saling memacu kudanya (sampai disini selesai kutipan dari DR al-Qardhawi).
Adapun mencegah kehamilan secara sengaja tanpa ada uzur / darurat baik menggunakan obat, atau operasi atau yang semisal dengan itu maka hukumnya haram karena yang demikian itu menghalangi keturunan yang diperintahkan untuk dijaga oleh Islam dalam rangka memakmurkan bumi.
Berkata Imam Ibnu Hajar: Diharamkan menggunakan segala sesuatu yang dapat memutuskan/merusak janin dari rahim ibunya. Dan demikian pula hal tersebut berlaku bagi laki-laki, karena pada dasarnya Islam melarang perbuatan tersebut jika tanpa ada uzur/darurat.
Dan telah bertanya abu Hurairah ra kepada nabi SAW: Agar diberikan keringanan untuk mengebiri dirinya karena tidak mampu menikah, sementara ia masih muda dan takut terjerumus kepada dosa, tetapi tidak diizinkan oleh nabi SAW.
Dari perbedaan pendapat di atas, Ali Hasan menganjurkan kepada orang-orang yang melaksanakan KB harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
1.      Segi ekonomi, suami, isteri hendaknya mempertimbangkan mengenai pendapatan dan pengeluaran dalam rumah tangga.
2.      Segi sosial, suami isteri hendaknya dapat memikirkan mengenai pendidikan anak, kesehatan keluarga, perumahan dan keperluan rekreasi untuk keluarga.
3.      Segi lingkungan hidup, biasanya kalau penduduk banyak, sedang sarana tidak memadai, maka akan terjadi kerusakan lingkungan, seperti sampah, limbah yang kotor, air yang tidak bersih dan lain-lain.
4.      Segi kehidupan beragama, ketenangan hidup beragama dalam suatu keluarga, banyak faktor penentuannya, seperti faktor ekonomi, sosial, lingkungan dan pendidikan yang dimiliki suami isteri dalam menciptakan keharmonisan antara semua keluarga. [5]

E.    Alat Kontrasepsi Yang Haram.
Disamping ada alat kontrasepsi yang dibolehkan, ada juga alat kontrasepsi yang diharamkan, yaitu:
  1. Ligasi tuba, yaitu mengikat saluran kantong ovum
  2. Tubektomi, yaitu mengangkat tempat ovum
  3. Vasektomi, yaitu mengikat atau memutuskan saluran sperma dari buah zakar.
Ketiga cara di atas disebut dengan sterilisasi atau pengakhiran kesuburan. Hukum sterilisasi ini adalah haram karena mengakibatkan seseorang tidak dapat mempunyai anak lagi (pemandulan selama-lamanya).
Vasektomi (sterilisasi bagi lelaki) berbeda dengan khitan lelaki dimana sebagian dari tubuhnya ada yang dipotong dan dihilangkan, yaitu kulup (qulfah bhs. Arab, praeputium bhs. Latin) karena jika kulup yang menutupi kepala zakar (hasyafah/glans penis) tidak dipotong dan dihilangkan justru bisa menjadi sarang penyakit kelamin (veneral disease). Karena itu, khitan untuk laki-laki justru sangat dianjurkan.[6]
Tetapi kalau kondisi kesehatan isteri atau suami yang terpaksa seperti untuk menghindari penurunan penyakit dari bapak/ibu terhadap anak keturunannya yang bakal lahir atau terancamnya jiwa si ibu bila ia mengandung atau melahirkan bayi, maka sterilisasi dibolehkan oleh Islam karena dianggap dharurat. Hal ini diisyaratkan dalam kaidah:
الضرورة تبيح المحظورات
Artinya: Keadaan darurat membolehkan melakukan hal-hal yang dilarang agama.
Majlis Ulama Indonesia pun telah memfatwakan keharaman penggunaan KB sterilisasi ini pada tahun 1983 dengan alasan sterilisasi bisa mengakibatkan kemandulan tetap.
Menurut Masjfuk Zuhdi bahwa hukum sterilisasi ini dibolehkan karena tidak membuat kemandulan selama-lamanya. Karena teknologi kedokteran semakin canggih dapat melakukan operasi penyambungan saluran telur wanita atau saluran pria yang telah disterilkan. Meskipun demikian, hendaknya dihindari bagi umat Islam untuk melakukan sterilisasi ini, karena ada banyak cara untuk menjaga jarak kehamilan.[7]







BAB III
P E N U T U P
            Berdasarkan pembahasan pada bab – bab diatas, maka penulis dapat mengambil beberapa kesmpulan dan saran – saran sebagai berikut:
A.    Kesimpulan
1.      Islam sangat menganjurkan umatnya untuk memiliki banyak keturunan, yang tentunya keturunan yang banyak tersebut betul-betul diharapkan kebermanfaatannya, bukan justru mengacaukan dan memperburuk wajah Islam dan umat Islam.
2.      Istilah Keluarga Berencana mempunyai arti yang sama dengan istilah yang umum dipakai di dunia internasional yakni family planning atau planned parenthood. Yaitu suatu perencanaan yang kongkrit mengenai kapan anak-anaknya diharapkan lahir agar setiap anaknya lahir disambut dengan rasa gembira dan syukur.
3.      Ada beberapa alat kontrasepsi dalam pelaksanaan program Keluarga Berencana (KB) yang dikenal di Indonesia pada saat ini, yaitu: Pil, Suntikan Susu KB dll.
4.      Sebagaimana telah dijelaskan bahwa jika KB bertujuan untuk membatasi keturunan tanpa ada alasan yang dibenarkan, maka tidak dibenarkan menurut syariat Islam.


B.    Saran - Saran
1.     Disarankan kepada umat islam dan khususnya kepada mahasiswa Perguruan Tinggi Islam untuk dapat memperdalam ilmu tentang masalah – masalah yang baru yang muncul dalam islam
2.     Disarankan kepada mahasiswa untuk dapat belajar dengan giat terutama tentang hal – hal yang muncul dalam islam demi untuk tidak terjadi perdebatan dalam masyarakat islam
3.     Disarankan kepada pihak orang tua agar dapat mendidik anak sesuai dengan tuntunan Islam.














DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Ramli, Memelihara Kesehatan dalam Hukum Islam, Jakarta: Balai Pustaka, 1996
Ali Hasan, Masail Fiqhiyah al-Haditsah, Jakarta: Raja Grafindo, 1997
Mahjuddin, Masailul Fiqhiyah Berbagai Kasus yang dihadapi Hukum Islam masa Kini, Kalam Mulia, Jakarta:2005.
Mahmud Syaltut, Al Fatawa, Pen, Daarul Qalam, Qaira, t-t
Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, Gunung Agung, Jakarta, 1997
Yusuf Qardhawi, Hudal Islam Fataawa Mu’ashirah, Pen. Mathba’atus Salafiyah, Qairo, 1398/1978.
Yusuf Qardhawi, Halal dan Haram, Terj. Tim Kuadran, Bandung: Jabal, 2007.






[1] Ali Hasan, Masail Fiqhiyah al-Haditsah, ( Jakarta: Raja Grafindo, 1997),hal. 58.
[2] Mahjuddin, Masailul Fiqhiyah Berbagai Kasus yang dihadapi Hukum Islam masa Kini, (Jakarta: Kalam Mulia, 2005 ), hal. 67.
[3] Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, (Jakarta: Gunung Agung, 1997), hal. 67.
[4] Ibid, hal. 51
[5] Ibid, hal. 70.
[6] Yusuf Qardhawi, Halal dan Haram, Terj. Tim Kuadran, ( Bandung: Jabal, 2007 ), hal. 44
[7] Ibid, 39